• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

13

1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)

Kesejahteraan subjektif merupakan analisa ilmiah tentang bagaimana seseorang mengevaluasi kehidupan mereka, untuk waktu sekarang dan yang sudah lama berlalu di masa lampau. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional manusia pada kejadian, pada perasaan mereka dan penilaian yang mereka bentuk tentang kepuasan hidup mereka, pemenuhan kebutuhan dan kepuasan, terutama pada pernikahan dan pekerjaan. Istilah kesejahteraan subjektif merupakan istilah ilmiah dari kebahagiaan atau kepuasan (Diener, Oishi & Lucas, 2003:44)

Menurut Diener, Lucas, dan Oish (dalam Synder &Lopez, 2002:

63) kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional terhadap keputusan serta penilaian kognitif tentang kepuasan dan kepuasan. Dengan demikian, kesejahteraan subjektif adalah konsep luas yang mencakup pengalaman emosi yang menyenangkan, rendahnya tingkat suasana hati yang negatif, dan kesadaran hidup yang tinggi.

Menurut Diener, (dalam Larsen & Eid, 2008:45) definisi kesejahteraan subjektif yaitu sebagai penilaian hidup positif dan perasaan baik. Jadi individu dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi jika individu sering mengalami kepuasan hidup dan kegembiraan, dan

(2)

hanya sedikit mengalami emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah jika individu tidak puas dengan kehidupan, mengalami sedikit kegembiraan dan kasih sayang dan sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.

Menurut Diener, Suh, Lucas & Smith (1999:277) kesejahteraan subjektif merupakan fenomena yang meliputi respon emosional manusia, kepuasan domain dan penilain menyeluruh terhadap kepuasaan hidup.

Setiap gagasan yang spesifik butuh dimengerti oleh pemikiran mereka.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan subjektif adalah Penilaian individu terhadap hidupnya dan bagaimana cara individu untuk bersikap dan merasakan kebahagian serta kepuasan didalam hidup nya.

2. Komponen Kesejahteraan subjektif

Menurut Diener (dalam Eid & Larsen, 2008:97) kesejahteraan subjektif (subjective well being) terbagi ke dalam dua komponen umum, yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif adalah evaluasi tehadap kepercayaan (cara berfikir) seseorang terhadap penilaian kehidupannya. Evaluasi ini di bagi menjadi dua bagian yaitu, kepuasan hidup secara menyeluruh (life satisfaction) seperti, keinginan untuk mengubah kehidupan, kepuasaan terhadap kehidupan yang dijalani, kepuasan terhadap kehidupan masa

(3)

lalu dan masa depan. Evaluasi terhadap domain tertentu (domain satisfaction), berkaitan dengan kepuasaan terhadap aspek tertentu seperti: pekerjaan, keluarga, waktu luang, kesehatan, keuangan, diri sendiri, dan organisasi.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif adalah mengambarkan sejumlah pengalaman atau peristiwa yang di alami seseorang didalam kehidupan. Komponen ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, perasaan positif (positive affect) adalah perasaan yang menyenangkan didalam kehidupan seseorang, seperti: kesenangan, kegembiraan, kebanggaan, kasih sayang, kebahagiaan. Perasaan negatif (negative affect) adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang terhadap kehidupan, seperti: rasa bersalah, malu, kesedihan, kecemasan, kekhawatiran, marah, stres, depresi dan cemburu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan subjektif memiliki dua komponen yaitu: pertama, komponen kognitif bagaimana seseorang berfikir seseorang terhadap penilaian hidupnya yang terdiri dari kepuasan hidup secara menyeluruh dan evalusai domain tertentu. kedua, komponen afektif berhubungan dengan perasaan seseorang, terdiri dari perasaan positif dan perasaan negatif.

(4)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif

Menurut Pavot & Diener (dalam Linely dan Joseph, 2004: 681) faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif (subjective well- being) adalah sebagai berikut:

a. Temperamen

Temperamen biasanya di artikan sebagai sifat dasar dan universal dari kepribadian, yang dianggap paling utama diturunkan, dan terbukti menjadi faktor yang normal dalam kepribadian individu.

b. Sifat

Dua sifat kepribadian extraversion dan neuroticism telah terbukti memiliki hubungan dengan subjective well being.

Extraversion mempengaruhi afek positif atau pengaruh yang menyenangkan sedangkan neuroticism mempengaruhi afek negatif atau pengaruh tidak menyenangkan. Para peneliti berpendapat bahwa extraversion dan neuroticism paling berhubungan dengan subjective well being karena kedua sifat tersebut mencerminkan temperamen seseorang.

c. Karakter pribadi lain

Selain extraversion dan neuroticism, ada beberapa kepribadian lain yang berhubungan dan subjective well being seperti, optimisme dan harga diri. Orang yang lebih optimis tentang masa depannya maka akan merasa lebih bahagia dan puas atas hidupnya dibandingkan

(5)

dengan orang pesimis yang mudah menyerah dan putus asa jika suatu hal terjadi tidak sesuai dengan keinginannya.

d. Hubungan sosial

Hubungan dengan orang lain berkaitan dengan kesejahteraan subjektif. Orang-orang yang memperoleh dukungan sosial yang memuaskan mengatakan bahwa mereka lebih sering merasa bahagia dan lebih sedikit merasakan kesedihan karena dengan adanya hubungan yang positif tersebut akan mendapat dukungan sosial dan kedekatan emosional.

e. Perkawinan

Sebuah studi mengungkapkan bahwa status perkawinan memilik hubungan dengan kesejahteraan subjektif, karena pemilihan orang yang tepat di dalam sebuah perkawinan akan lebih menunjukan tingkat kebahagiaan.

f. Pengangguran

Periode pengangguran bisa memiliki pengaruh merugikan jangka panjang pada subjective well being seseorang, yang mana sebagian besar negara, menemukan bahwa sedikitnya pengangguran akan membuat orang bahagia.

g. Pengaruh sosial dan Budaya

Pengaruh sosial dan budaya memiliki hubungan pada subjective well-being karena dapat menimbulkan perbedaan kekayaan Negara. Ia menerangkan lebih lanjut bahwa kekayaan negara dapat

(6)

menimbulkan subjective well-being yang tinggi karena hak asasi manusia, umur panjang, dan demokrasi cenderung saling terkait dengan kekayaan nasional.

Menurut Ariati (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif, yaitu:

a. Harga Diri Positif

Menurut Campblell, bahwa harga diri merupakan prediktor yang menentukan kesejahteraan subjektif. Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta kepasitas produktif dalam pekerjaan.

b. Kontrol Diri

Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu berprilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa.

c. Optimis

Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang yang mengevaluasi dirinya dengan cara yang positif akan memiliki kontrol diri yang baik terhadap hidupnya.

d. Memiliki Arti dan Tujuan dalam Hidup

Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas. Penelitian melaporkan bahwa individu

(7)

yang memiliki kepercayaan religi yang besar memiliki kesejahteraan psikologis yang besar.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ada banyak hal yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif, yaitu Tempramen, sifat karakter pribadian lain, hubungan sosial, perkawinan, pengangguran, pengaruh sosial dan budaya, harga diri, kontrol diri, optimis, mimiliki arti dan tujuan hidup.

4. Elemen Kesejahteraan subjektif

Menurut Rath dan Harter (dalam Hefferon & Boniwell, 2011:52) ada lima elemen dalam kesejahteraan, yaitu:

a. Kesejahteraan Karir

Kesejahteraan karir menunujukan sebagaimana sseseorang menggunakan waktu setiap hari untuk melakukan pekerjaan.

b. Kesejahteraan Sosial

Sebagaimana seseorang menunjukan kedekatan hubungan dan cinta dalam kehidupan.

c. Kesejahteraan Keuangan

Kesejahteraan subjektif yaitu seberapa baik seseorang dapat mengelola situasi keuangan.

d. Kesejahteraan Fisik

Kesejahteraan fisik membahas tentang seseorang yang memiliki kesehatan dan energi yang baik.

(8)

e. Kesejahteraan Komunitas

Kesejahteraan komunitas dimana seseorang memiliki peran dan partisipasi di lingkungan komunitas tempat tinggal.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ada beberapa elemen dalam kesejateraan yaitu, kesejahteraan karir kesejahteraan sosial, kesejahteraan keuangan, kesejahteraan fisik dan kesejahteraan komonitas.

B. Dewasa Madya

1. Pengertian Dewasa Madya

Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu: usia madya dini yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara usia 50 sampai 60 tahun (Hurlock, 1980:320).

Masa dewasa menengah adalah masa dimana terjadi penurunan keterampilan fisik dan meluasnya tanggung jawab, sebuah periode dimana seseorang menjadi lebih sadar mengenai polaritas usia muda dan berkurangnya jumlah waktu yang masih tersisa di dalam, suatu titik dimana seseorang berusaha meneruskan sesuatu yang bermakna kepada generasi selanjutnya, suatu masa seseorang telah mencapai dan membina kepuasan dalam karirnya.Singkatnya, masa dewasa madya menengah mencakup “keseimbangan antara pekerjaan dan tanggung jawab relasi di tengah-tengah perubahan fisik dan psikologis yang berlangsung seiring dengan proses penuaan (Santrock, 2002:75).

(9)

Dewasa madya adalah masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmaniah dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru (Jahja, 2011:246).

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa dewasa madya adalah masa dimana seseorang telah berumur umur 40 sampai 60 tahun dengan berbagai perubahan didalam diri individu tersebut.

2. Tugas Perkembangan Dewasa Madya

Havighurst (dalam hurlock, 1980:325) membagi tugas-tugas perkembangan selama dewasa madya menjadi empat kategori utama, yaitu:

a. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik

Tugas ini meliputi untuk mau melakukan penerimaan akan dan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi pada usia madya.

b. Tugas-tugas yang berkaitan dengan perubahan minat

Orang yang berusia madya seringkali mengasumsikan tanggung jawab warga negara dan sosial, serta mengembangkan minat pada waktu luang yang berorientasi pad akedewasaan pada tempat kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada masa dewasa dini.

(10)

c. Tugas-tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejujuran

Tugas ini berkisar pada pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif mapan.

d. Tugas-tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga

Tugas yang penting dalam kategori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seseorang sebagai pasangan, menyesuaikan diri dengan orangtua yang lanjut usia, dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.

Berdasarkan uraian diatas ada bebrapa tugas yang berkaitan dengan perkembangan pada dewasa madya yaitu, pertama tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik, kedua, tugas yang berkaitan dengan perubahan minat ketiga, tugas yang berkaitan dengan penyesuain dengan kejujuran, keempat tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga.

3. Karakteristik Dewasa Madya

Seperti halnya setiap periode dalam kehidupan, usia madya memiliki karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda, yaitu usia madya merupakan periode yang ditakuti, dimana semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Usia madya juga dikatakan sebagai masa transisi, dimana pria atau wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki masa suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru.

Selanjutnya, usia madya juga merupakan masa stress, dimana

(11)

penyesuaian terhadap peran dan pola hidup yang berubaha, khususnya perubahan fisik, yang akan selalu cenderung merusak fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stres (Jahja,2011:254-256).

Usia madya merupakan “usia yang berbahaya”, dikatakan usia yang berbahaya karena suatu masa seseorang akan mengalami keksusahan fisik sebagai akibabt seseorang tersebut terlalu banyak bekerja, cemas, ataupun kurang perhatian dalam hidup sehingga penyakit juwa timbul dengan cepat dikalangan pria dan wanita sehingga berpuncak pada suicide (bunuh diri). Selanjutnya, Usia madya merupakan “masa canggung”, karena pada masa ini orang-orang yang berusia madya seolah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi warga senior, dan terus-menerus menjadi sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang disebabkan oleh kedua generasi tersebut (Jahja, 2011:257-258).

Usia madya merupakan masa berprestasi, orang akan lebih sukses atau sebaliknya akan berhenti dan tidak mengerjakan apapun lagi. Masa madya juga dikatakan sebagai masa evaluasi yang mana pada umumnya pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi ini berdasarkan aspirasi mereka semua dan harapan-harapan orang lain. Pada usia madya seseorang akan dievaluasi dengan peran ganda, satu satandar bagi wanita dan satu standar bagi pria. Masa ini juga dikatakan sebagai masa sepi,

(12)

ketika anak-anak tidak lagi tinggal bersama orang tua sehingga usia madya akan merasakan kesepian di dalam perkawinan. Selanjutnya masa dewasa madya merupakan masa yang penih dengan kejenuhan, para pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikt hiburan (Jahja, 2011:258-262).

Dalam buku Santrock (2011:76) masa paruh baya memiliki ciri- ciri positif maupun negatif, diantaranya:

a. Ciri-ciri perkembangan fisik

Pada masa usia madia biasanya perubahan fisik yang terjadi kulit tampak menjadi berkerut dam mengendur, rambut menjadi lebih tipis, kuku jari bergerigi, lebih rapuh dan juga pada masa ini individu akan mengalami penyusutan sementara berat tubuh bertambah demikian juga dengan penglihatan dan pendengaran akan mulai melemah. Pada usia madia ini penyakit akan mudah untuk menyerang seperti: tekanan darah tinggi, kolestrol dan lain-lainya. Demikian juga dengan masalah tidur menjadi lebih bermasalah namun masalah tidur diusia ini akan lebih banyak dialami oleh individu yang menggunakan obat-obatan dan fungsi seksualitas mulai menurun.

b. Ciri-ciri perekembangan kognitif

Menurut Jhon horn kemampuan intelegensi pada usia paruh baya ada yang mulai menurun dan ada yang meningkat, sedangkan kecepatan dalam pemprosessan nformasi mulai menurun di dewasa awal dan penurunan ini terus berlanjut di usia dewasa madya, begitu

(13)

juga dengan memori akan menurun dibandingkan yang lainnya diusia paruh baya. Dalam pemecahan masalah sehari-hari dan efektivitas dalam pengambilan keputusan tetap stabil dimasa ini.

c. Ciri-ciri perkembangan sosial-emosional

Pada usia paruh baya individu akan mengalami keterbatasan kemajuan karir, memutuskan apakah individu akan mengubah keluarga atau pekerjaan. Dalam hal keagamaan spritualitas lebih meningkat dibandingkan dengan pria di pertengahan kedua dari masa kehidupannya, agama sangat berperan penting dalam kebanyakan hidup dewasa madya. Berbagai peritiwa hidup sehari-hari seringkali menganggu sehingga akan menimbulkan stress. Pada cinta dan pernikahan individu paruh baya akan meningkat khsusnya pernikahan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Generasi usia madya juga disebut sebagai generasi “sandwich” atau “terperasa” dimana para ibu dan perempuan memiliki relasi yang paling erat.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa usia dewasa madya memiliki bebrapa karakteristik atau ciri-ciri diantaranya yaitu, bisa dilihat dari segi kognitif, segi fisik maupun dari segi sosial-emosional.

(14)

C. Hidup Melajang 1. Pengertian Lajang

Hidup sendiri (single life) merupakan salah satu pilihan hidup yang ditempuh seorang individu. Hidup sendiri berarti ia sudah memikirkan resiko yang akan timbul sehingga mau tidak mau ia harus siap menanggung segala kerepotan yang muncul dalam perjalanan hidupnya (Dariyo, 2004:143). Menurut Saxton (dalam Nanik, Hartanti & Kurniati, 2013:3) Lajang adalah pria atau wanita yang sedang dalam suatu masa yang dapat bersifat temporary (sementara) atau jangka pendek namun juga bisa bersifat permanent (tetap) atau jangka panjang yang merupakan pilihan hidup.

Oxford dictionary (dalam Nanik & Hendriani, 2015:303) mendefinisikan single sebagai orang yang tidak menikah atau tidak terlibat dalam suatu relasi seksual menetap. Seseorang yang masih belum menikah dapat disebut sebagai lajang, yang berarti hidup belum menikah, bujang atau gadis (Sudagijono & Tandiono, 2016:50).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lajang (single) adalah individu yang masih belum menikah dan masih hidup sendiri tanpa adanya seorang pasangan hidup.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidup melajang

Kartono (2006:214), ada beberapa alasan untuk tidak melakukan pernikahan diantaranya seseorang tidak pernah mencapai usia kematangan yang sebenarnya. Kematangan itu pada hakekatnya tidak hanya secara

(15)

kronologis, fisik, dan mental saja, akan tetapi juga harus mencapai batas kematangan secara sosial. Dari keempat jenis kematangan ini, terutama kematangan sosial akan meningkatkan seseorang dari masa kanak-kanak yang penuh egosentrisme kepada akseptansi dewasa, sehingga tidak mampu melakukan adaptasi sosial ditengah masyarakat.

Identifikasi secara ketat terhadap orangtua, yaitu fiksasi-ibu dan fiksasi-ayah. Egosentrisme dan narsisme yang berlebihan, yaitu terlalu mencintai diri sendiri secara berlebihan. Selanjutnya, musim pasang dari kebudayaan individualisme, orang yang lebih menekankan hak-haknya dan melupakan kewajibannya, ini akan mempersulit seseorang untuk melakukan pernikahan karena masing individu (laki-laki dan perempua) ingin mempertahankan kebiasaan sendiri, serta melanjutkan pola hidup lama masing-masing (Kartono, 2006:215-217).

Menurut Hurlock (1980:301) ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang masih hidup sendiri yaitu: pertama faktor internal, seperti penampilan seks yang tidak tepat dan tidak menarik, cacat fisik, atau penyakit lama, sering gagal dalam mencari pasangan ,tidak mau memikul tanggung jawab perkawinan dan orangtua, mempunyai kepercayaan bahwa mobilitas sosial akan lebih mudah diperoleh apabila dalam keadaan lajang daripada setelah menikah, kekecewaan yang pernah dialami karena kehidupan keluarga yang tidak bahagia pada masa lalu

Kedua, faktor eksternal yaitu, keinginan untuk meniti karir yang menuntut kerja lama dan jam kerja tanpa batas dan banyak berpergian,

(16)

tidak seimbangnya jumlah anggota masyarakat pria dan wanita lingkungan tempat tinggal, jarang mempunyai kesempatan untuk berjumpa dan berkumpul dengan lawan jenis, mempunyai tanggung jawab keuangan, orangtua dan saudara-saudaranya, pengalaman pernikahan yang tidak membahagiakan yang dialami oleh temannya, mudahnya fasilitas untuk melakukan hubungan sosial tanpa menikah, gaya hidup yang mengairahkan, besarnya kesempatan untuk meningkatan jenjang karier, kebebasan untuk mengubahkan dan melakukan percobaan dalam pekerjaan dan gaya hidup,persahabatan dengan anggota kelompok seks sejenis yang begitu kuat dan memuaskan, homoseksual (Hurlock, 1980:301).

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ada banyak yang melatarbelkangi seseorang masih ingin hidup sendiri seperti kekecewaan, belum mencapainya kedewasaan, gaya hidup, karir, dan sebagainya.

3. Dampak dari hidup melajang.

Menurut Degenova, (dalam Sudagijono dan Tandiono,2016:51) mengungkapkan adanya dampak negatif dan postif dari kehidupan melajang, yaitu:

a. Dampak positif yang diperoleh dapat berupa kebebasan untuk mengembangkan diri sendiri, di antaranya kebebasan memperluas karir dan melakukan apapun sesuai keinginannya.

b. Dampak negatif yang diperoleh individu yang belum menikah adalah seperti: kesulitan ekonomi, kesepian, kurangnya persahabatan, dan

(17)

adanya perasaan bukan menjadi suatu bagian dalam pertemuan sosial di sekeliling orang yang sudah menikah.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa kehidupan melajang memiliki dampatk positif dan negati. dampak positif dari hidup sendiri bebas melakukan untuk melakukan apapun, sedangkan dampak negatif dari kehidupan sendiri adanya rasa kesepian, merasa bukan menjadi bagian dari lingkungan masyarakat, dan kesulitan dalam memenuhi kebutan biologis.

E. Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan

Penelitian mengenai lajang (belum menikah) telah dilakukan oleh septiana dan syafig (2013) dengan judul identitas “lajang” dan stigma studi fenomenologi perempuan lajang di surabaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman perempuan lajang kelas menengah di surabaya, teknik analisis menggunakan interpretative phenomenological analysis, hasil dalam penelitian ini, berhasil dalam mengidentifikasi tiga tema uatama, yaitu pengalaman terkait stigma terhadap identitas lajang, kondisi psikologis akibat stigmaa terhadap lajang, dan cara menghadapi stigma.

Selanjutnya penelitian mengenai lajang (belum menikah) dilakukan oleh Mami dan Suharman (2015) dengan judul harga diri, dukungan sosial dan psychological well being perempuan dewasa yang masih lajang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik analisis data regresi berganda, hasil penelitian menunjukan adanya signifikan anatara harga

(18)

diri dan dukungan sosial dengan psychological well-being, hal ini berarti harga diri dan dukungan sosial secara stimulan menjadi prediktor naik turunnya psychological well-being.

Adapun keunikan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah dalam hal judul penelitian,dimana penelitian yang akan peneliti lakukan yakni,gambaran kesejahteraan subjektif pada dewasa madya lajang.Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui gambaran kesejahteraan subjektif dewasa madya lajang, faktor yang mempengaruhi individu melajang, dampak dari hidup melajang. Selain itu perbedaan lainnya adalah dalam hal subjek penelitian, serta tahun dilakukannya penelitian dan tempat penelitian dilaksanakan.

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi

dengan resolusi tinggi. Memungkinkan untuk mendapatkan berbagai signal dari satu lokasi yang sama. Hanya meneliti area yang sangat kecil dari sampel. Perlakuan awal dari sampel

Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji proksimat tepung berbahan limbah ikan berdasarkan jenis ikan tuna, ikan cakalang, ikan teri dan ikan

Analisis univariat terhadap variabel- variabel prediktor perdarahan intrakranial lainnya seperti umur, jenis kelamin, mekanisme cedera, muntah, jejas, kejang, riwayat

Algortima pencarian brute-force atau pencarian naif/uninformed menggunakan metode yang sederhana dan sangat intuitif pada ruang pencarian, sedangkan algoritma pencarian

Proses rendering merupakan proses yang paling memakan waktu, dan karenanya penulis mencoba membandingkan setting texture, lighting dan render untuk mengetahui pengaruhnya

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Kajian ini adalah untuk mengenalpasti beberapa pembolehubah-pembolehubah bersandar dalam bidang keusahawanan seperti tahap kecenderungan pelajar, faktor persekitaran, tahap