• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jalar* Ea*e.n Pa{agr f }i+:mn$.s $. *l:skart* Sef,s.tam 12*14 K,ots6c Fss 'f?,l1fi T=i*s,:#].ri-.ThE*,ttTS?,f.t$e"$f.*i:eefl"_*IsUMq.stbpn.gq.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jalar* Ea*e.n Pa{agr f }i+:mn$.s $. *l:skart* Sef,s.tam 12*14 K,ots6c Fss 'f?,l1fi T=i*s,:#].ri-.ThE*,ttTS?,f.t$e"$f.*i:eefl"_*IsUMq.stbpn.gq."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KE&58 H?ERSAIC{ A

GAARL4

E}&F€ g&-g'& SALT-qruffiI

Be*iXili

trERTAP{.&E{"4tr H&$fr ffiru.4

BIEE}LEGA{E SERB,CKITL *'HF{.&E [$},I{.H ",XAISI FtrIfufuMWS"A"qG'Aru ffi ilr"EHffi ffi'e& PHi{#*.i:&$"tu{i{ g.&iI{.&S*,

Jalar* Ea*e.n Pa{agr f }i+:mn$.s $. *l:skart* Sef,s.tam 12*14 K,ots6c Fss 'f ?,l1fi T=i*s,:#].ri-.ThE*,ttTS?,f.t$e"$f .*i:eefl"_*IsUMq.stbpn.gq.id

Non'lor

E *i;;*iren

tOZ/,.:nd -1,rrlo.

)t-Ur-

0a or /u/.znzn

ir rSfiTu? I,3fti'!\I;i

Jakarta, {]S Februaci 2*20

Kepada Yth"

i L.tii$ilf- f.iill-Jii-3 t [?{ i-]

u1_t;

Jakafia

tr=..i ., i {,p*cirsff€a#ree fe;*rs"E G*"*exp #x;s:cassdsr,rp fF6S,g fl{Irsr*n*&raseer ff*r*e*r*lrgLxrrr

Psr{ilurfilE fu{erctefi .Agr*ri* drem Tatrs Rellr,wglffiepakx &ada*a Pcrtspt*h*n

lMnsfaarrro/ isarfl{p#gff fns*g firern }T,rlrq,g.rpf,{..sfls${nr ffe.r*pr$mqgr<rragm,r,r :4ef,nao',lr,isia-r*-r,S,fl derdesses frerryeferegg'r.rrrccra feesrrs.dsrsm -ff een+eg,

};:i*i:-= 1?i::ik* r:,*girr1tfiE;1ii+-n? ,'iegia:tqlii*ri }e-s+nr,,*n 1.., q:rt+, &'r*.qfri} ejme T*g+ S*y*g;1g,jt{-e. ie BC.jf.T,i1

Fer"ranahan Nasionai tentang Tatn Cara Fenyelesaian Fenyirnpangan Adsrinistratif dalarn Fem3.elea-:ggaraam F*mata*m Rum*g, knnaai *meregmmd*mg B,rlpakr'fihu mmtuli ieac*in dmfu.nnn r*.ear"m F*:r:r:*,v

#.rt"*;p flFis,:r,r;cisrklru f'F##-} 3*mg aknm e$Ese$,*--rilgg,arfilr,nr* ,prrd*-

Ftrari ErorFSatr

Waktu Tenlpat

Setrasa

I i F*hmrari lS3{}

{iS.3# WIB s.d. 16.3S

Rarang Rapat Direkt*ra-t Fengendalian Pema*faatall Rriaitg

F."t" 6 1&i;i!:ie -4- G*dmtng H.emesatea-irut A-$-P'/BPh{'

.$1. Raden Fauh 1\ti. n, -fla$oar'{a Eleiafan

Peambahasan Ra**a*gan Ferntmras &4e*tari &p:eria rla:t T'ata

h ---:l_ --l- i'-J-- n^-.---L--- t:--l--- - i -,-

ii*:LJ'rr*-i:-':t ; L:-r.ii't rilT':'j,;-hiAt. nfi:h.,:li-:, iEl:I?.+j'i i 4;at i .cri1 Penyelesaian Fenyimpangan Administratif dalam Penyelenggaraan

-Eleea:flm*ae Ruas:lg Agenda

S*hubungan dengan pentinguya acara dirnaksud" karrri fiiohon Bapatrr/Ibu dapat hadir tepat 6rada w:*kt*s:l e.

Atas perhatian dian irehadr-r"an tsapakiibu, iiami ucapiia;r terirua kasiir.

D.irektm;mfi Jemdor"aH fl*rngemdmHiaar F**nm:faa-tmr Rl*a*g dan Fengl*asaam Tamah

.cl-. -l-- e! c i!' ---.""--.i-'-

h4. Shafik Ananta I". S.T", h,flJh4"

T,luF_ x $7 I t]7]3 n s$7$3 i q"}fl32

Te

#irektur J*ndemt Ferag:*rrfe1fu*.-r -F**:amf'.rstam Ei*r*mg: dan Ii*npr*,s*mr T*:aalr {s*-,Eregai Eaper*xrr")"

(2)

/

T}AFT.{R {-,ID.{i{CAN

f . iies*bdk Ps=rrc=:Eas; s= P*dc.=e= 3.-r, Pergei:daiias'r Feer.la$ia;gai] H.uacg:

2. Kasubdit Perencanaan dan Pedoman, Dit. Penefiitlan Pemanfaatan R*ang;

3. He-e,:iildit P.,*te:.delias P==+=:'-=={a=.2 F-c;p.:r*'+Fiilal;efu 3- D*- Fec}ere!*,:}!: fl}*st,-:rntq:r**l .R:.ia1;.8;

4. Kasubdit Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah II, Dit. Penertiban Pemanfaatan Ruang;

:, tia-..r:i-d!q F.*rge**eiiatt F*r:ra;r *=r E"*ang l&:"ila;-:*l ili.. *il- F'elir*stihla:a Felmamfibe*mrc Rw:l*:

6. Kasub<iit Pengendaiian Ferrrairlaatm Ruang t&-ilayah lV'. Dit. Peneriiban Femanfaaran Ruang;

7 - {abag Fr+gs-ar:l dam FEal}.-r,lEn. S,et{ffifijf;fl.i Pengrmda}iam F,-rmamf'aa$;.l"m tr{r,narag r*ala Femg.*m*na,rq T;gmmtr"l:

f- ila-qcrbtlag Filrkuon, ISagiam S'rcrgirar.a dagr F*{.g$;-*;,"1}, Seiditieru S'rmgm.aaf,m}imla F}sffil*r*fb;etaca Rlrcaag dmn Penguasaan Tanah;

9. ,T-{.es! Ftq{e*ari" *hlli. F+en,;.:a;t#r,,:as Fed:'*er;tr. E-}i1" }}s-:. E*nda}rail F..risl*lcln:ae3fi B.le*.r.rs:

10. Kasi Fedoman, Subdit Perencanaan dan Pecloman, Dit. Fenerliban Pemanfaatan R-uarg;

I I " Hasi Bima Fe.mgg**dalia* F*m*n. ls*m: Rur,rmgl Sa:hqtrir F*r*g*rudalimm F*rc.:tmfaafimm .Hcraunl 1&/;1*-.qah {" Lh{- Fen gendal ian l'ernaniaaran Ru ang;

i3" Ka-cI Feanantauafi dac] E:ralwesi Femas!f,ilates E'tlanry. Sn:h;fria Fesrgem*ta$fun Fem:m* atem R.rmeag laYi&slimfu {"

*)tr.- Fcrigerd*lia:a Fr*nasfa.rtan S.ra*::tg;

13. Kasi Bina Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Subdit Pengendatrian Femanfaatan R.uang Wila;rah II. Dit.

F'r*grn*-Xa.1 ia* Pe:easf;a*f:e:l Fe.ueug;l

14. Kasi Pemantauan dan Evaluasi Pemantbatan Ruang, Subdit Fengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah 1I,

*it" F*mge.*dai-iair: Pes:-ie::fu m;+ls R"*a*q:

Ii. Kasi Biua Pemgenclalian treurarr{aatar.Ruang, Subrifr -Ferrgendaiiait FemanfaatarL Ruamg ltsirilayah f{I, I}if.

f,)rngenia iian tr)emani aalan R. ua r.g:

IS" Kasi F,*rltmntrqrarn dari flva.iurrsi fiec!*;lft{fmnari R.curug; SreLx{iit Fra.rgeridm$"iam }3sfqnftmmmm Rr*mrg 1tli{a3,*.ir ,fif, Dit" Penge*dalian Pemanfaatan Ruang;

$?. F^esi Si** F**:g*d;*1i** F**L::l:;$k*n F**ser*- 5,*h$ir FH*.sse*$**le*l Fue.ms.nea&#sg, Rm*g *'ik3:#r Enii- &is- Pengendaiian Pemanfaatan Ruang;

Dit. Fengendaiian Feman{aatan Ruang;

iq- Kssi Fsuiridik Fega'oraa ?.Qegec{ Sipii" Srbrf,it Feme$*{:aa:, Feu*aft&,atar* H-ueng S/e}ai.wh il- il}it Femertrfoalr F*lnaqnfxatm &uamg;

?0. Kasi Fenyidik Pegawai Negeri Sipil" Subdit F*nertiban Pemanfaatan B.uang Wilayah Ii, Dit. Penertiban Pee*aql&*l** H.xeeg:

21. Kasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Subdit Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah IItr, Dit. Fenefiiban

Femall{bata*r }{uan$;

22. {"asi Feu;vidik -Fegawai hiegen Sipif, Suhdir Fenerti{rm Penrarfuafan Ruang l&iiayaft {v.'', Sit. Psflerti{ran Frr*"rari faat an Ruam g:;

l ]. S'rcIi lt' i-berr+, 5.Fi.- r1,t.,r i)--,1 t. 5c. :

24. Arif,Febriyanto" S-H-" N4.H.:

f-d- ?-- F;,c3i*:*r F{*1ry; 5-t;dr;rutra- 5.i1..:

26. Dani Widya Angpyaeni Sulistiadi, S.H., M.Kn;

?7"'F\u-!i Raha;+ru',S-F{-;

28. llara Sandra h{onika, 5.H.;

?9. ,qgil Jrcsf$ia Agttsuin S-Ii.: rian

3{i" Sifl Sury*ni, S"S*s"

(3)

DRAFT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG / KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

NOMOR... TAHUN...

TENTANG

PEDOMAN TATA CARA PENGAMBILALIHAN PENYELESAIAN PENYIMPANGAN ADMINISTRATIF DALAM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, perlu dilakukan pengawasan penataan ruang yang diantaranya dilaksanakan melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi;

b. bahwa berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat diketahui terjadinya penyimpangan adminsitratif dalam penyelenggaraan penataan ruang yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh bupati/walikota, gubernur, dan menteri sesuai dengan kewenangannya;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang belum mengatur tata cara penyelesaian penyimpangan administratif dalam penyelenggaran penataan ruang oleh bupati/walikota, gubernur, dan menteri;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan

(4)

Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tentang Tata Cara Penyelesaian Penyimpangan Administratif Dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

3. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 18);

4. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 21);

5. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 694) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 23 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1158);

MEMUTUSKAN

(5)

Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PENYIMPANGAN ADMINISTRATIF DALAM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :

1. Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil Perencanaan Tata Ruang.

2. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses Perencanaan Tata Tuang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

3. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan RTR.

4. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan RTR melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

6. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi Pengaturan, Pembinaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan Penataan Ruang.

7. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat dalam Penataan Ruang.

(6)

8. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja Penataan Ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.

9. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan Penataan Ruang melalui pelaksanaan Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

10. Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

11. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.

12. Penyimpangan Administratif adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi Masyarakat.

13. Hari adalah hari kalender.

14. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

15. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

(7)

16. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini ditetapkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan penyelesaian penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:

a. bentuk Penyimpangan Administratif dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang;

b. bentuk penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang; dan

c. tata cara penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.

BAB II

BENTUK PENYIMPANGAN ADMINISTRATIF DALAM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

Pasal 4

Bentuk Penyimpangan Administratif dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang terdiri atas:

(8)

a. Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang;

b. Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang; dan

c. Penyimpangan Administratif dalam Pelaksanaan Penataan Ruang.

Pasal 5

Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:

a. tidak menyusun dan menetapkan RTR; dan/atau b. tidak menyusun dan menetapkan peraturan lain di

bidang penataan ruang.

Pasal 6

Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:

a. tidak melakukan koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang;

b. tidak menyelenggarakan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang Penataan Ruang;

c. tidak melakukan pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi Pelaksanaan Penataan Ruang;

d. tidak menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang Penataan Ruang;

e. tidak menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang Penataan Ruang;

f. tidak melakukan pengembangan sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang;

g. tidak melakukan penyebarluasan informasi Penataan Ruang kepada masyarakat; dan/atau

(9)

h. tidak melakukan pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat di bidang Penataan Ruang.

Pasal 7

(1) Penyimpangan Administratif dalam Pelaksanaan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas:

a. Penyimpangan Adminsitratif dalam perencanaan tata ruang;

b. Penyimpangan Adminsitratif dalam pemanfaatan ruang; dan

c. Penyimpangan Adminsitratif dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Penyimpangan Administratif dalam Perencanaan Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi;

a. tidak melakukan prosedur penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi;

b. tidak melakukan prosedur penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah kabupaten;

dan

c. tidak melakukan prosedur penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah kota.

(3) Penyimpangan Administratif dalam Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. tidak melaksanakan penyusunan dan sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang berdasarkan RTR;

dan/atau

b. tidak melaksanakan program Pemanfaatan Ruang berdasarkan RTR.

(4) Penyimpangan Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

(10)

a. tidak melaksanakan ketentuan yang diatur dalam arahan peraturan zonasi atau peraturan zonasi;

b. pemberian izin Pemanfatan Ruang yang tidak sesuai dengan RTR;

c. tidak melaksanakan ketentuan pemberian insentif dan disinsentif bidang Penataan Ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

dan/atau

d. tidak melaksanakan pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana terhadap pelanggaran di bidang Penataan Ruang.

BAB III

BENTUK PENYELESAIAN PENYIMPANGAN ADMINISTRATIF

Pasal 8

Bentuk Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang meliputi:

a. penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang;

b. penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang; dan

c. penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pelaksanaan Penataan Ruang.

Pasal 9

Bentuk Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang meliputi:

a. percepatan penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang;

(11)

b. fasilitasi atau bimbingan teknis penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang;

c. bantuan teknis penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang;

d. pelibatan Masyarakat dalam penyusunan dan penetapan standar dan kriteria teknis sebagai operasionalisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman Penataan Ruang; dan/atau

e. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

Bentuk Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang:

a. percepatan penyusunan dan pelaksanaan program dan anggaran yang berkaitan dengan:

1. koordinasi penyelenggaraan Penataan Ruang;

2. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang Penataan Ruang;

3. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi Pelaksanaan penataan ruang;

4. pendidikan dan pelatihan di bidang Penataan Ruang;

5. penelitian dan pengembangan di bidang Penataan Ruang;

6. pengembangan sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang;

(12)

7. penyebarluasan informasi Penataan Ruang kepada Masyarakat; dan

8. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab Masyarakat di bidang Penataan Ruang;

b. fasilitasi pelaksanaan Pembinaan Penataan Ruang;

dan/atau

c. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

(1) Bentuk Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pelaksanaan Penataan Ruang meliputi:

a. penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Perencanaan Tata Ruang;

b. penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pemanfaatan Ruang; dan

c. penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

(2) Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Perencanaan Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. pengulangan kembali proses penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi;

b. fasilitasi atau bimbingan teknis penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi;

c. pelibatan masyarakat dalam penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi;

d. pembatalan rekomendasi gubernur;

e. pembatalan persetujuan substansi Menteri;

dan/atau

f. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(13)

(3) Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. percepatan penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang berdasarkan RTR;

b. percepatan pelaksanaan program pemanfaatan ruang berdasarkan RTR;

c. fasilitiasi atau bimbingan teknis penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang;

d. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi dalam rangka pelaksanaan program pemanfaatan ruang; dan/atau

e. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(4) Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di bidang Penataan Ruang; dan/atau b. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat

Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

TATA CARA PENYELESAIAN

PENYIMPANGAN ADMINISTRATIF DALAM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu Umum Pasal 12

(14)

Bupati/walikota, gubernur, dan Menteri mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya apabila berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi dalam rangka Pengawasan Penataan Ruang terbukti terjadi Penyimpangan Administratif dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Bagian Kedua

Tata Cara Penyelesaian Penyimpangan Administratif oleh Bupati/Walikota

Pasal 13

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh bupati/walikota berupa:

a. percepatan penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang;

b. pelibatan Masyarakat dalam penyusunan dan penetapan standar dan kriteria teknis sebagai operasionalisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman Penataan Ruang; dan/atau

c. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh bupati/walikota dapat berupa:

a. percepatan penyusunan dan pelaksanaan program dan anggaran yang berkaitan dengan:

1. koordinasi penyelenggaraan Penataan Ruang;

(15)

2. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang Penataan Ruang;

3. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi Pelaksanaan penataan ruang;

4. pendidikan dan pelatihan di bidang Penataan Ruang;

5. penelitian dan pengembangan di bidang Penataan Ruang;

6. pengembangan sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang;

7. penyebarluasan informasi Penataan Ruang kepada Masyarakat; dan

8. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab Masyarakat di bidang Penataan Ruang.

b. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Perencanaan Tata Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh bupati/walikota berupa:

a. pengulangan kembali proses penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi;

b. pelibatan Masyarakat dalam penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi; dan/atau c. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat

Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Pemanfaatan Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh bupati/walikota berupa:

(16)

a. percepatan penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang berdasarkan RTR;

b. percepatan pelaksanaan program pemanfaatan ruang berdasarkan RTR; dan/atau

c. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh bupati/walikota berupa:

a. pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di bidang Penataan Ruang; dan/atau

b. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

Penyelesaian Penyimpangan Administratif oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 17 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah diterimanya hasil pemantauan dan evaluasi dalam rangka Pengawasan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

Bagian Ketiga

Tata Cara Penyelesaian Penyimpangan Administratif oleh Gubernur

Pasal 19

(17)

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh gubernur berupa:

a. percepatan penyusunan dan pelaksanaan program dan anggaran yang berkaitan dengan:

1. koordinasi penyelenggaraan Penataan Ruang;

2. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang Penataan Ruang;

3. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi Pelaksanaan penataan ruang;

4. pendidikan dan pelatihan di bidang Penataan Ruang;

5. penelitian dan pengembangan di bidang Penataan Ruang;

6. pengembangan sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang;

7. penyebarluasan informasi Penataan Ruang kepada Masyarakat; dan

8. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab Masyarakat di bidang Penataan Ruang;

b. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Perencanaan Tata Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh gubernur berupa:

a. pengulangan kembali proses penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi;

b. pelibatan masyarakat dalam penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi; dan/atau

(18)

c. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Pemanfaatan Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh gubernur berupa:

a. percepatan penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang berdasarkan RTR;

b. percepatan pelaksanaan program pemanfaatan ruang berdasarkan RTR; dan/atau

c. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Dalam hal terjadi Penyimpangan Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang, langkah penyelesaian yang dapat dilakukan oleh gubernur berupa:

a. pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di bidang Penataan Ruang; dan/atau

b. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

Penyelesaian Penyimpangan Administratif oleh gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 22 dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah diterimanya hasil pemantauan dan evaluasi dalam rangka Pengawasan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

(19)

Pasal 24

Gubernur mengambil langkah penyelesaian Penyimpangan Administratif apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 bupati/walikota tidak melaksanakan penyelesaian Penyimpangan Administratif yang menjadi kewenangannya.

Pasal 25

Penyelesaian Penyimpangan Administratif yang dapat dilakukan oleh gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi:

a. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang, berupa:

1. fasilitasi atau bimbingan teknis penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang;

2. bantuan teknis penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang; dan/atau

3. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang, berupa:

1. fasilitasi pelaksanaan Pembinaan Penataan Ruang;

dan/atau

(20)

2. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Perencanaan Tata Ruang, berupa:

1. fasilitasi atau bimbingan teknis penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi;

2. pembatalan rekomendasi gubernur; dan/atau

3. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pemanfaatan Ruang, berupa:

1. fasilitiasi atau bimbingan teknis penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang;

2. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi dalam rangka pelaksanaan program pemanfaatan ruang; dan/atau

3. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang, berupa:

1. pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di bidang Penataan Ruang; dan/atau 2. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat

Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

Penyelesaian Penyimpangan Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan paling lama 30 (tiga

(21)

puluh) Hari setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.

Bagian Keempat

Tata Cara Penyelesaian Penyimpangan Administratif Oleh Menteri

Pasal 27

Dalam hal gubernur tidak melaksanakan penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 26, Menteri melaksanakan penyelesaian Penyimpangan Administratif.

Pasal 28

Penyelesaian Penyimpangan Administratif oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, meliputi:

a. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengaturan Penataan Ruang, berupa:

1. fasilitasi atau bimbingan teknis penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang;

2. bantuan teknis penyusunan dan penetapan RTR, ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, atau petunjuk pelaksanaan pedoman bidang Penataan Ruang; dan/atau

(22)

3. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pembinaan Penataan Ruang, berupa:

1. fasilitasi pelaksanaan Pembinaan Penataan Ruang;

dan/atau

2. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Perencanaan Tata Ruang, berupa:

1. fasilitasi atau bimbingan teknis penyusunan RTR, arahan peraturan zonasi, atau peraturan zonasi;

2. pembatalan persetujuan substansi Menteri;

dan/atau

3. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pemanfaatan Ruang, berupa:

1. fasilitiasi atau bimbingan teknis penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang;

2. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi dalam rangka pelaksanaan program pemanfaatan ruang; dan/atau

3. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Penyelesaian Penyimpangan Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang, berupa:

1. pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di bidang Penataan Ruang; dan/atau

(23)

2. pengenaan sanksi administratif terhadap Pejabat Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29

(1) Dalam kondisi tertentu, Menteri dapat langsung melaksanakan penyelesaian Penyimpangan Administratif yang tidak dilaksanakan oleh bupati/walikota.

(2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. dampak yang ditimbulkan akibat Penyimpangan Administratif bersifat nasional atau lintas provinsi;

b. kerugian publik yang ditimbulkan akibat Penyimpangan Administratif bersifat nasional atau lintas provinsi; dan/atau

c. penyelesaian Penyimpangan Administratif lebih efektif apabila dilakukan oleh Menteri.

Pasal 30

Penyelesaian Penyimpangan Administratif oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dengan melaksanakan langkah penyelesaian Penyimpangan Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 31

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

(24)

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

SOFYAN A. DJALIL

Diundangkan di Jakarta pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NO

(25)

23

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang menjadi hambatan pelaksanaan Sistem Akuntansi Berbasis Akrual (SAIBA) pada Satuan Kerja Pengadilan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang hukum syariat mesum dan pengaruh pendidikan dalam keluarga terhadap Perilaku Seks Berisiko

Dalam Pasal 1 angka 3 UU ombudsman disebutkan bahwa maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk

dimaksud pada ayat (2) tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, maka Hak Guna Usaha dimaksud demi hukum menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,