• Tidak ada hasil yang ditemukan

T E S I S. Oleh RINA HANUM /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "T E S I S. Oleh RINA HANUM /IKM"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SYARIAT ISLAM DAN PENDIDIKAN DALAM KELUARGA TERHADAP PERILAKU SEKS BERISIKO PADA SISWA SMA NEGERI 2

PEUSANGAN MATANGGLUMPANG DUA KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2012

T E S I S

Oleh

RINA HANUM 107032177/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

PENGARUH SYARIAT ISLAM DAN PENDIDIKAN DALAM KELUARGA TERHADAP PERILAKU SEKS BERISIKO PADA SISWA SMA NEGERI 2

PEUSANGAN MATANGGLUMPANG DUA KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RINA HANUM 107032177/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(3)

Judul Tesis : PENGARUH SYARIAT ISLAM DAN PENDIDIKAN DALAM KELUARGA TERHADAP PERILAKU SEKS BERISIKO PADA SISWA SMA NEGERI 2 PEUSANGAN MATANGGLUMPANG DUA KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Rina Hanum Nomor Induk Mahasiswa : 107032177

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

( Dr. Drs Surya Utama, M.S )

Tanggal Lulus : 11 Februari 2013

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 11 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 2. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D

3. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH SYARIAT ISLAM DAN PENDIDIKAN DALAM KELUARGA TERHADAP PERILAKU SEKS BERISIKO PADA SISWA SMA NEGERI 2

PEUSANGAN MATANGGLUMPANG DUA KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2012

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2013

Rina Hanum 107032117/IKM

(6)

ABSTRAK

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis ( sarwono 2010 ).

Dampak dari perilaku sek bebas menimbulkan penyakit menular seksual, meliputi sifilis, gonorhea, herpesgenitali dan AIDS ( Maskhe, dkk 2000 ) .

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang hukum syariat mesum dan pengaruh pendidikan dalam keluarga terhadap Perilaku Seks Berisiko pada Siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen.

Jenis penelitian analitik dengan menggunakan desain studi cross sectional untuk mengetahui pengetahuan hukum syariat mesum dan pendidikan dalam keluarga terhadap perilaku seks beresiko remaja di SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen selama 8 (delapan) bulan terhitung Mei 2012 sampai Desember 2012. Populasi murid kelas XII SMA berjenis kelamin laki- laki dan perempuan dengan jumlah 320 orang. sampel berjumlah 90 orang.

Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Analisa data dengan Chi Square dan regresi logistik berganda.

Hasil uji multivariat menggunakan regresip logistik berganda dengan metode forward stepwise (conditional ) di peroleh bahwa variabel yang paling mempengaruhi perilaku sek beresiko remaja adalah variabel pengetahuan subjek dengan nilai Percentage Correct sebesar 72,73% sedangkan sisanya 27,26% dipengaruhi oleh faktor lain.

Kesimpulan bahwa hukum syariat Islam dan pendidikan dalam keluarga belum sepenuhnya mempengaruhi perilaku seks beresiko pada remaja SMA Negeri 2 Peusangan peusangan Matangglumpang Dua, Kabupaten Bireuen.

Diharapkan bagi lembaga wilayatul hisbah dapat melakukan evaluasi ataupun revitalisasi terhadap implementasi syariat Islam di Aceh serta penerapan sangsi bagi remaja agar terjadi proses pembelajaran dan kepatuhan terhadap syariat Islam.

Kata Kunci : Syariat Mesum, Pendidikan Keluarga, Perilaku Seks Beresiko Remaja

(7)

ABSTRACT

Sexual behavior is any behavior that is driven by sexual desire, both with the opposite sex or the same sex (Sarwono 2010). The impact of free sexual behavior causing sexually transmitted diseases, including, syphilis, gonorrhea herpes genitali and AIDS (Maske dkk, 2000).

The purpose of this research was to determine the relationship of adolescent knowledge about the sordid and the influence of Islamic law in family education ou risky sexual behavior for students SMAN 2 Pesaungan Matangglumpang dua Bireun.

Type of research was analytical with using cross-sectional design to determine of the knowledge of practice sordid ad education in the family ot risky sexual behavior in adolescent, SMAN2 Pesaungan Matangglumpang II Biereun for eight months form May 2012 until desember 2012. The populacion of hight school.

Was students from Grade XII, men and women by the number of 320 people. Samples numbered fo students. Sampling by simple random sampling. Data analysis with chi square and multiple logistic regression.

The results of using a regressive logistic multivariate regreesion with forward stepwise method (conditional) found that the variable that most influence the resiky sexual behavior of adolescents is variable subject knowledge with the correct puercentage value of 72,73%, while the remaining 27.26% is influenced by other factors.

The condusion that Islamic shoria law and education in the family is not fully affect risky sexual behavior in adolescents SMA 2 Pesaungan matangglumpang dua, Biereun.

It is expected for the institution. Wilayaul Hisbah can evaluate or revitalization of Islamic shana implementation in Aceh as well as the imposition of sanction for adolescents to a process of learning and adnerence to Islamic shari’a.

Kywords : Shari’a Bawdy, Family Education, Risky Sexual Behavior Adolescents

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks Berisiko pada Siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglupang Dua Kabupaten Bireuen setelah Penerapan Syariat Islam Tahun 2012”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi pembimbing Drs.Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. SMA Negeri 2 Peusangan Matangglupang Dua Kabupaten Bireuen yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Alm Ayahanda Teuku Ibrahim semoga damai di alam sana dengan terwujudnya harapan almarhum di masa hidunya dan Ibunda Rukiyah Yusuf serta keluarga besar yang telah yang tiada hentinya memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

(10)

9. Teristimewa buat suami tercinta Zulfikar, Ananda M. Aulia Zoelkrina, M.

Syarief Sultana Zoelkrina, M. Daffa Najwan Zoelkrina dan Anisa Faridah Zoelkrina berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.

10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan saran dan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhir kata penulis menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2013 Penulis

Rina Hanum 107032177/IKM

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rina Hanum, dilahirkan di Aceh Utara, Kecamatan Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen provinsi NAD pada tanggal Dua Puluh Tiga November Seribu Sembilan Ratus Tujuh Puluh Tiga.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1987 di SD Negeri Nomor 4 Matangglumpang Dua, pada tahun 1990 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Matangglumpang Dua, tahun 1993 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Peusangan Kabupaten Bireuen, tahun 1998 menamatkan program D3 Keperatawatan di Akademi Keperawatan Muhammadiyah Banda Aceh, tahun 2005 menamatkan program D4 Keperawatan di di Fakultas Kedokteran USU.

Pengalaman kerja penulis, pada tahun 2009 sampai dengan sekarang bekerja di Akademi Kebidanan Almuslim Kabupaten Bireuen sebagai tenaga pengajar.

Penulis juga pernah mengajar di beberapa Akdemi Kesehatan yang lain seperti D4 Kebidanan Pemda Takengon dan D3 Keperawatan Muhammadiyah Bireuen.

Tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

RIWAYAT HIDUP ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

LAMPIRAN ... xviii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Remaja ... 11

2.1.1. Definisi Remaja ... 11

2.1.2. Tahap Perkembangan Remaja ... 12

2.2. Kesehatan Reproduksi ... 13

2.2.1. Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja ... 13

2.3. Perilaku Seksual Remaja ... 14

2.3.1. Dampak Hubungan Seks dalam Kesehatan Reproduksi . 17 2.4. Khalwat ... 21

2.5. Kegiatan Keagamaan Syaria’at Islam di SMA Negeri 2 ... 25

2.6. Peran Keluarga dalam Perkembangan Remaja ... 26

2.7. Pengaruh Teman Sebaya ... 27

2.8. Sikap Remaja tentang Perilaku Seksual ... 28

2.9. Hubungan Syari’at Islam (Nilai Keagamaan) dengan Perilaku Seksual ... 30

2.10. Landasan Teori ... 34

2.11. Kerangka Konsep ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.2.1. Lokasi ... 38

3.2.2. Waktu ... 38

(13)

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1. Populasi ... 38

3.3.2. Sampel ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1. Data Primer ... 41

3.4.2. Data Sekunder ... 41

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.5.1. Variabel ... 42

3.5.2. Definisi Operasional ... 43

3.6. Metode Pengukuran ... 44

3.6.1. Variabel Dependen ... 44

3.6.2. Variabel Independen ... 45

3.6.3. Metode Pengukuran ... 44

3.7. Metode Analisis ... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 51

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.1.1 Gambaran Umum SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen ... 51

4.2. Analisis Univariat ... 54

4.2.1 Pengetahuan Siswa tentang Seks Berisiko ... 54

4.2.2. Hukum Syariat Mesum ... 57

4.2.3. Pendidikan Dalam Keluarga ... 65

4.3. Bivariat ... 76

4.3.1. Analisis Bivariat Pengetahuan Tentang Hukum Syariat Mesum (pengetahuan tentang wilayatul Hisbah, Aturan, Sanksi, Mahkamah dan Subjek) terhadap Perilaku Seks Beresiko. ... 79

4.3.2. Analisis Bivariat Pendidikan dalam Keluarga (Pendidikan Agama, Moral, Demokrasi, Sosial dan Pendidikan Seks) terhadap Perilaku Seks Beresiko. .... 79

4.4. Analisis Multivariat ... 82

BAB 5. PEMBAHASAN ... 85

5.1. Pengaruh Pengetahuan Hukum Syariat Mesum terhadap Perilaku Seks Bersiko di SMA 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen ... 85 5.2. Pengaruh Pendidikan dalam Keluarga terhadap Perilaku Seks

Beresiko Remaja di SMAN 2 Peusangan Kabupaten Bireuen . 94

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

6.1.Kesimpulan ... 102

6.2.Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Sumber Daya Manusia ... 54

4.2. Distribusi Perilaku Responden tentang Seks Beresiko ... 55

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Seks Beresiko Responden 56 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Wilayatul Hisbah ... 58

4.5. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Wilayatul Hisbah ... 58

4.6. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Aturan ... 58

4.7. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Aturan ... 60

4.8. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Sanksi ... 60

4.9. Distribusi Pengetahuan Responden entang Sanksi ... 62

4.10. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Mahkamah ... 63

4.11. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Mahkamah ... 64

4.12. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Subjek ... 65

4.13. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Subjek ... 66

4.14. Distribusi Rensonden tentang Pendidikan Agama dalam Keluarga ... 67

4.15. Distribusi Rensonden tentang Pendidikan Agama dalam Keluarga Responden ... 68

4.16. Distribusi Pendidikan Moral dalam Keluarga ... 69

4.17. Distribusi Pendidikan Moral dalam keluarga ... 70

4.18. Distribusi Pendidikan Demokrasi dalam Keluarga ... 71

4.19. Distribusi pendidikan demokrasi dalam keluarga ... 71

(16)

4.20. Distribusi Pendidikan Sosial dalam Keluarga ... 73

4.21. Distribusi Pendidikan Sosial dalam Keluarga ... 73

4.22. Distribusi Pendidikan Seks dalam Keluarga ... 74

4.23. Distribusi Pendidikan Seks dalam Keluarga ... 75

4.24. Hubungan Pengetahuan tentang Hukum Syariat Mesum Terhadap Perilaku Seks Beresiko ... 78

4.25. Hubungan Pendidikan dalam Keluarga terhadap Perilaku Seks Beresiko ... 81

4.26. Pengaruh Faktor Pengetahuan Subjek tentang Hukum Syariat Mesum dan Pendidikan dalam Keluarga terhadap Perilaku Seks Beresiko Remaja ... 83

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 37

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian ... 108

2. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian ... 109

3. Kuesioner ... 110

4. Master Data Validitas dan Reliabilitas ... 115

5. Otput Validitas dan Relibilitas ... 118

6. Master Tabel ... 127

7. Output ... 137

(19)

ABSTRAK

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis ( sarwono 2010 ).

Dampak dari perilaku sek bebas menimbulkan penyakit menular seksual, meliputi sifilis, gonorhea, herpesgenitali dan AIDS ( Maskhe, dkk 2000 ) .

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang hukum syariat mesum dan pengaruh pendidikan dalam keluarga terhadap Perilaku Seks Berisiko pada Siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen.

Jenis penelitian analitik dengan menggunakan desain studi cross sectional untuk mengetahui pengetahuan hukum syariat mesum dan pendidikan dalam keluarga terhadap perilaku seks beresiko remaja di SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen selama 8 (delapan) bulan terhitung Mei 2012 sampai Desember 2012. Populasi murid kelas XII SMA berjenis kelamin laki- laki dan perempuan dengan jumlah 320 orang. sampel berjumlah 90 orang.

Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Analisa data dengan Chi Square dan regresi logistik berganda.

Hasil uji multivariat menggunakan regresip logistik berganda dengan metode forward stepwise (conditional ) di peroleh bahwa variabel yang paling mempengaruhi perilaku sek beresiko remaja adalah variabel pengetahuan subjek dengan nilai Percentage Correct sebesar 72,73% sedangkan sisanya 27,26% dipengaruhi oleh faktor lain.

Kesimpulan bahwa hukum syariat Islam dan pendidikan dalam keluarga belum sepenuhnya mempengaruhi perilaku seks beresiko pada remaja SMA Negeri 2 Peusangan peusangan Matangglumpang Dua, Kabupaten Bireuen.

Diharapkan bagi lembaga wilayatul hisbah dapat melakukan evaluasi ataupun revitalisasi terhadap implementasi syariat Islam di Aceh serta penerapan sangsi bagi remaja agar terjadi proses pembelajaran dan kepatuhan terhadap syariat Islam.

Kata Kunci : Syariat Mesum, Pendidikan Keluarga, Perilaku Seks Beresiko Remaja

(20)

ABSTRACT

Sexual behavior is any behavior that is driven by sexual desire, both with the opposite sex or the same sex (Sarwono 2010). The impact of free sexual behavior causing sexually transmitted diseases, including, syphilis, gonorrhea herpes genitali and AIDS (Maske dkk, 2000).

The purpose of this research was to determine the relationship of adolescent knowledge about the sordid and the influence of Islamic law in family education ou risky sexual behavior for students SMAN 2 Pesaungan Matangglumpang dua Bireun.

Type of research was analytical with using cross-sectional design to determine of the knowledge of practice sordid ad education in the family ot risky sexual behavior in adolescent, SMAN2 Pesaungan Matangglumpang II Biereun for eight months form May 2012 until desember 2012. The populacion of hight school.

Was students from Grade XII, men and women by the number of 320 people. Samples numbered fo students. Sampling by simple random sampling. Data analysis with chi square and multiple logistic regression.

The results of using a regressive logistic multivariate regreesion with forward stepwise method (conditional) found that the variable that most influence the resiky sexual behavior of adolescents is variable subject knowledge with the correct puercentage value of 72,73%, while the remaining 27.26% is influenced by other factors.

The condusion that Islamic shoria law and education in the family is not fully affect risky sexual behavior in adolescents SMA 2 Pesaungan matangglumpang dua, Biereun.

It is expected for the institution. Wilayaul Hisbah can evaluate or revitalization of Islamic shana implementation in Aceh as well as the imposition of sanction for adolescents to a process of learning and adnerence to Islamic shari’a.

Kywords : Shari’a Bawdy, Family Education, Risky Sexual Behavior Adolescents

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja sebagai sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam pembangunan nasional karena remaja nantinya yang akan meneruskan pembangunan dan cita-cita bangsa kita. Kualitas remaja salah satunya dipengaruhi oleh kondisi kesehatan termasuk didalamnya kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi yang buruk akan menyebabkan rendahnya kualitas generasi muda namun sebaliknya kesehatan reproduksi remaja yang baik dapat mendukung pembangunan nasional.

Oleh karenanya kelompok usia remaja perlu mendapatkan penanganan dan perhatian khusus dalam peningkatan kualitasnya. Saat ini jumlah total penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 211.063.000 orang dengan kelompok remaja usia 14-24 tahun berjumlah 41.728.000 orang (BPS, 2004).

Proporsi penduduk usia remaja yang cukup besar ini dapat menimbulkan berbagai masalah karena ada beberapa perilaku remaja yang mengarah ke hal-hal yang mengkhawatirkan. Remaja berada dalam masa transisi baik secara fisik maupun psikologis, sangat mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan sosial dan budaya sehingga tidak sedikit yang kemudian melakukan perilaku merugikan kesehatan.

Perilaku beresiko tinggi yang sangat terkait dengan kesehatan reproduksi remaja antara lain merokok, mengkonsumsi napza (narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya) serta melakukan hubungan seksual pranikah atau seks bebas

(22)

(Widyastuti, 2009), sehingga pada masa remaja sanagat dibutuhkan dukungan untuk mendapatkan informasi dalam mengakses sumber daya untuk menghadapi perubahan kematangan dan status sosial. Peran orang tua dan keluarga merupakan bagian spenting dari lingkungan sosial yang dibutuhkan sebagai pusat perkembangan remaja menuju kematangan sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko. Sedangkan keterlibatan orang tua untuk pencegahan dan mempromosikan perilaku berisiko bagi kesehatan sangat diperlukan (WHO, 2007).

Kenakalan remaja bukan karena murni dari dalam diri remaja itu sendiri, tetapi mungkin kenakalan itu merupakan efek samping dari hal-hal yang tidak dapat ditanggulangi oleh remaja dalam keluarga. Bahkan orang tua sendiri pun tidak mampu mengatasinya, akibatnya remaja menjadi korban dari keadaan keluarga (Dariyo, 2004).

Faktor-faktor negatif seperti kurangnya penanaman moral agama, adanya pengaruh pergaulan bebas, kuatnya pengaruh hormonal pada remaja dan merebaknya informasi bertema pornografi di media massa merupakan beberapa penyebab remaja melakukan hubungan seks. Faktor lain yang mendorong remaja melakukan hubungan seks pranikah adalah mudahnya remaja memperoleh gambar yang vulgar dan video compact disk (VCD) porno. Remaja sering salah mempersepsikan tentang informasi mengenai seks dari teman, film atau buku yang isinya jauh menyimpang dari nilai- nilai etika dan moral, yang pada akhirnya dapat menyebabkan remaja terjerumus ke persoalan seksualitas yang kompleks seperti hamil di luar nikah, terkena infeksi menular seksual (IMS) termasuk risiko penularan HIV/AIDS. Dalam memecahkan

(23)

persoalan yang sering terjadi pada masa remaja ini peran orang tua sangat besar dengan cara melakukan komunikasi lebih terbuka antara orang tua - anak dan memberikan kepercayaan dari orang tua kepada anak sehingga remaja lebih bertanggung jawab terhadap perilaku seksualnya (Pratiwi, 2004).

Sochib (2010) mengemukakan temuan pendidikan yang menunjukkan bahwa kesatuan hubungan antara anak dengan orang tua dan sesama saudara adalah saling memantu yang didasari rasa kebersamaan, menghargai pendapat orang lain, serta kerelaan berkorban demi kepentingan keluarga dan lingkungan. Temuan ini sependapat dengan temuan Alisjahbana ( 1973 ) yang menyatakan bahwa nilai – nilai sosial dan ditegakkan atas dasar cinta, simpatik, persahabatan dan solidaritas dan dapat membuat anak merasa kepemilikan dirinya terhadap nilai – nilai sosial, dengan demikian komunikasi dialogis yang penuh keterbukaan, keakraban dan keintiman dalam keluarga merupakan pranata sosial yang sangat esensial bagi upaya orang tua untuk menanamkan rasa kepemilikan dan pengembangan nilai-nilai sosial kedalam diri anak.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendekatan nilai-nilai struktural ke-Islaman dinilai banyak pihak merupakan langkah yang tepat, karena dapat mengontrol perilaku yang menyimpang dari nilai agama. Nilai-nilai religiusitas adalah unsur terpenting dalam diri seseorang. Apabila keyakinan agama telah menjadi bagian yang integral dalam kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika muncul keinginan atau dorongan seksual dalam diri seseorang maka keyakinan beragama

(24)

itulah yang akan mengatur sikap dan tingkah laku seksualnya agar sesuai dengan ajaran agamanya (Jalaluddin, 2004). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Philip Seznick

Dituliskan dalam buku Dinas Syariat Islam (2010), bahwasanya Aceh adalah provinsi yang menerapkan syariat Islam, kondisi masyarakat yang religius, tidak mudah mengidentifikasi remaja yang memiliki masalah khususnya mengenai perilaku seksual berisiko. Namun secara fakta terlihat perilaku remaja Aceh saat ini sangat memprihatinkan. Mereka cenderung terpengaruh dengan lingkungan dan budaya luar.

Gaya pacaran remaja semakin meresahkan, di mana hampir semua pasangan yang datang ketempat rekreasi berpelukan tanpa ada rasa malu, sementara budaya setempat mempunyai aturan yang sangat ketat tentang pergaulan laki-laki dan perempuan.

Hukum merupakan aspek dari kebudayaan, yaitu suatu aspek yang digunakan oleh kekuasaan masyarakat yang teratur dalam mengatur perilaku manusia dan masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan dan penyimpangan yang terjadi dari norma-norma sosial yang ditentukan dapat diperbaiki. Dalam norma agama, hukum adalah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan- larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Propinsi Aceh merupakan propinsi yang mendapatkan keistimewaan dalam bidang Agama, pembahasan tentang perubahan hukum dan perubahan masyarakat serta hubungan timbal balik diantara keduanya. Salah satu persepsi penting dalam kajian sosiologi hukum adalah bahwa perubahan yang terjadi dalam masayarakat dapat direkayasa, dalam arti direncanakan terlebih dahulu oleh pemerintah dengan menggunakan perangkat hukum sebagai alatnya (Lismanto 2010).

(25)

budaya dan pendidikan. Hukum Agama Islam ditetapkan sebagai Qanun ataupun aturan daerah yang wajib dijalani oleh setiap masyarakat yang berdomisili di Aceh.

Salah satu dari peraturan itu dituangkan dalam qanun No 14/2003 tentang khalwat.

Kondisi kehidupan masyarakat Aceh mengalami perubahan yang luar biasa pasca bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004, Aceh menjadi daerah yang terbuka, berbagai suku bangsa di dunia berkunjung ke Aceh dengan kepentingan yang beragam. Dengan kehadiran para pekerja kemanusiaan yang datang dari berbagai wilayah membawa dampak yang besar pada perkembangan perilaku remaja di Aceh.

Remaja sudah mulai ikut-ikutan dengan budaya asing yang mulai marak.

Keistimewaan dan otonomi khusus yang diberikan untuk daerah istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, antara lain bertujuan mengaplikasikan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman, tenteram, adil dan tertib guna mencapai ridha Allah. Tata pergaulan /khalwat atau meusum antara pria dan wanita jelas tertulis dalam instruksi Gubernur Aceh Nomor 05/INSTR/2002. Bagi pasangan yang bukan muhrimnya melanggar peraturan tersebut maka hukum syariat Islam tentang cambuk wajib dilaksanakan seperti yang di jelaskan dalam peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2005 tentang petunjuk tehnis pelaksanaan uqubat cambuk. Di dalam qanun Nomor 12 Tahun 2003 pasal 1 no 19 Islam dengan tegas melarang mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya, maisir atau perjudian yang dapat menjerusmuskan seseorang pada perbuatan maksiat lainnya.

(26)

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN berjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Universitas Syiah Kuala Tahun 2005 terhadap pengetahuan remaja, sikap dan prakrik kesehatan reproduksi pada siswa SMA di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dari 14 Kabupaten/Kota yaitu; Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang sebanyak 3 persen mengaku telah melakukan hubungan seks dari 588 responden dengan rincian sebagai berikut; 6,2 persen dari 194 responden di Kota Banda Aceh, 3 persen dari 101 responden Kota Sabang, 3,5 persen dari 145 responden Kab. Aceh Tenggara dan 0,7 persen dari 148 responden Kab. Aceh Tamiang. Sebanyak 49,32 persen siswa sudah mempunyai kekasih dan 19,6 persen siswa telah berciuman secara birahi.

Hasil penelitian Arina (2012) di SMA Negeri 2 Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh tentang pengetahuan remaja dan peran orang tua terhadap perilaku seks bebas remaja putri diperoleh bahwa dari 68 orang siswa sebanyak 19,1 persen memiliki perilaku seks bebas.

Dinas Kesehatan Aceh (2008) menyebutkan remaja laki-laki yang mengaku pernah berhubungan seks satu tahun terakhir sekitar 20% dan pernah berhubungan seks dengan wanita pekerja seks (WPS) dalam setahun terakhir ada sekitar 11%.

Namun remaja baik laki-laki maupun perempuan yang mengaku pernah berhubungan seks setahun terakhir dan berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan ada 43%. Selama empat tahun terakhir (2007-2008) di Aceh telah ditemukan 22 orang penderita HIV/AIDS positif yang tersebar di beberapa Kabupaten di Aceh. Penyakit tersebut mulai ditemukan pada tahun 2004 dengan jumlah satu kasus HIV/AIDS

(27)

positif, pada tahun 2007 menjadi 22 kasus. Rata-rata usia penderita berkisar antara 20-39 tahun. Pria menjadi penderita terbanyak, sebesar 12 orang (63%) sisanya adalah perempuan. Selanjutnya dari data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Aceh pada tahun 2009 terjadi peningkatan kasus HIV menjadi 40 kasus. Sarana penularan terbanyak melalui penggunaan jarum suntik sebanyak 16 orang dan selebihnya karena hubungan seks bebas.

Sebagai daerah yang penduduknya mayoritas muslim, ditemukannya kasus HIV/AIDS merupakan salah satu bukti mulai terjadinya degradasi moral para remaja di daerah ini. Peningkatan kasus HIV/AIDS di Aceh secara tidak langsung terjadi karena banyaknya perilaku seksual yang berisiko tinggi. Demikian halnya dengan data kasus yang diterima oleh divisi konseling/medis Centra Muda Putro Phang (CMPP) PKBI Aceh, membuktikan begitu kompleknya permasalahan remaja. Hal ini dapat dilihat dari hasil pelayanan konsultasi psikologi dan medis tahun 2008-2009, terjadi peningkatan beberapa jenis kasus untuk persoalan problematika pacaran terkait dengan aktivitas seksualitas. Remaja yang melakukan hubungan seksual dalam pacaran semakin meningkat yaitu 71 kasus pada tahun 2008 menjadi 129 kasus pada tahun 2009.

Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten dari 28 kota yang ada di Propinsi Aceh. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara melalui Undang-undang No. 48 Tahun 1999 tanggal 12 Oktober 1999. Luas wilayah 1.902,22 Km² (190.122 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan, 69 pemukiman, dan 608 gampong (desa). Jumlah penduduknya 393.331 jiwa yang terdiri dari 191.492 laki-

(28)

laki dan 201.839 perempuan. Jumlah remaja saat ini di Kabupaten Bireuen umur 10- 14 tahun laki-laki sebanyak 16.439 jiwa, sedangkan remaja perempuan berjumlah 16.505 jiwa. Remaja usia 15 s/d 18 tahun yang laki-laki sebanyak 15.617 jiwa dan perempuan sebanyak 16.035 jiwa (Dinkes Kab. Bireuen, 2011).

Hasil penelitian Lembaga Swadaya Masyarakat Yapena (2010) di salah satu SMA Kabupaten Bireun diketahui bahwa 13 remaja yang hamil di luar nikah, 5 diantaranya melakukan aborsi dan yang lainnya menikah dalam keadaan hamil (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2011).

SMA Negeri 2 Peusangan yang berada di tengah kota Bireuen, merupakan salah satu sekolah yang menerapkan disiplin yang tinggi. Data dari Badan Pengawas SMA Negeri Peusangan (2010) mempunyai siswa dengan jumlah siswa kelas satu 240 siswa, laki-laki 100 orang, wanita 140 orang, kelas X jumlah siswanya 315, jurusan IPA 200 orang dan IPS 115 orang dan kelas XII terdiri 320 orang, jurusan IPA 220 orang dan IPS 100 orang siswa.

Studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh penulis tanggal 28 Desember 2011 kepada satu orang guru dan satu orang tata usaha, memberikan keterangan bahwa hingga periode 2008-2010 kasus perilaku seksual remaja makin meningkat dan tiap tahun ada siswa yang keluar dari sekolah karena prilaku tersebut dan dari hasil bincang-bincang dengan salah satu siswa di tahun tersebut ada 1 siswa yang hamil di luar nikah dan dikeluarkan, rata-rata siswa di SMA tersebut sudah mempunyai pacar bahkan sebelum masuk SMA. Semua kasus siswa yang mengalami kehamilan akibat perilaku seks bebas dikeluarkan karena terkait norma kesusilaan dan kedisiplinan

(29)

siswa. Kualitas perilaku seksual dalam berpacaran siswa semakin meningkat baik di sekolah maupun luar sekolah, berduaan di rumah, antar jemput, berboncengan sambil melingkarkan tangan pada pasangan, menyimpan gambar porno dan sejenisnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti “Perilaku Seks Berisiko pada Siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh Syariat Islam dan pendidikan dalam keluarga terhadap Perilaku Seks Berisiko pada Siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen”.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh Syariat Islan dan pendidikan dalam keluarga terhadap perilaku seks berisiko pada siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen setelah penerapan Syariat Islam.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan penerapan hukum syariat Islam tentang mesum dan pendidikan dalam keluarga terhadap perilaku seks berisiko pada siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen.

(30)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi remaja tentang bahaya dari perilaku seks berisiko agar dapat bersikap dewasa dan bertanggung jawab dengan setiap tindakan dan keputusan yang mereka ambil, sehingga dapat terhindar dari perilaku seks berisiko 2. Merupakan bahan masukan bagi keluarga dalam memberikan pendidikan kepada

remaja sebagai generasi penerus cita-cita bangsa

3. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Aceh maupun lembaga swadaya masyarakat, sebagai pengambil kebijakan yang memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan puskesmas dan BkkbN setempat agar diketahuinya pendekatan yang tepat dalam menangani masalah perilaku seks remaja dengan meningkatkan fungsi keluarga dalam peningkatan pemahaman remaja dalam hal perilaku seks remaja.

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti masalah yang berkaitan dengan perilaku seks pada remaja.

(31)

B BAABB 22

TTIINNJJAAUUAANN PPUUSSTTAAKKAA

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yang berarti “tumbuh”

atau “tumbuh menjadi dewasa”. Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan, yaitu dalam aspek jasmani, rohani, emosional, sosial dan personal (WHO, 2002). Menurut WHO, remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah.

Sementara UNFPA menyebut remaja sebagai golongan pemuda (youth), yaitu penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 15 sampai 24 tahun. Berdasarkan kedua batasan remaja tersebut, maka definisi remaja adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 10-24 tahun.

Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2004).

(32)

2.1.2. Tahap Perkembangan Remaja

WHO (2002) membagi remaja menjadi 3 kelompok berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan remaja, antara lain:

a. Remaja awal (early adolescence), yaitu remaja yang berusia 10-13 tahun. Pada tahap ini remaja berada pada masa pertumbuhan yang sangat cepat dan merupakan awal dari kematangan seksual. Remaja awal sudah mulai berpikir secara abstrak.

b. Remaja pertengahan (middle adolescence), yaitu remaja yang berusia 14-15 tahun. Perubahan fisik yang penting telah sempurna, sementara perkembangan individu berada pada tahap pencarian identitas diri dan sangat dipengaruhi oleh teman sebaya. Selain itu, remaja berada pada kondisi kebingungan antara peka atau tidak peduli, optimis atau pesimis, idealis atau materialistis dan sebagainya.

Remaja pertengahan sudah mulai berpikir lebih reflektif.

c. Remaja akhir (late adolescence), yaitu remaja yang berusia 16-19 tahun. Pada tahap ini, pertumbuhan fisik telah sempurna dan menyerupai orang dewasa, sementara remaja telah memiliki identitas diri yang jelas dan memiliki ide dan pendapat yang mapan. Fungsi intelektualitas semakin mantap, identitas seksual semakin mantap, memperhatikan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain.

(33)

2.2. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi fisik, mental, sosial yang utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecatatan, namun dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2003b 2.2.1. Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja

).

Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk mengambil sikap kemudian berperilaku. Selama ini pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja masih kurang karena akses informasi terbatas dan banyaknya informasi seksualitas yang menyesatkan dan tidak bertanggung jawab (Soetjiningsih, 2004).

Menurut Kollman (2004) pengetahuan kesehatan reproduksi menyebabkan seseorang mengambil keputusan untuk berperilaku seksual. Kemampuan mengakses informasi kesehatan reproduksi pada remaja meningkatkan perilaku seksual remaja tetapi kehamilan remaja rendah karena mereka menggunakan alat kontrasepsi.

Pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kesehatan reproduksi pada remaja masih rendah, masyarakat masih enggan dan tabu untuk membicarakan sehingga remaja cenderung mendiskusikan hanya dengan sesama teman (Badan Kependudukan Keluarga Berencana, 2006).

Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan remaja mencari informasi seksual secara sembunyi-sembunyi karena dianggap bertentangan dengan norma sehingga bermasalah dalam hal seksualitas yang kompleks seperti hamil diluar nikah dan penyakit menular seksual (Amrillah, 2005). Kepedulian orang tua untuk memberikan informasi tentang seksualitas hanya 3,8%.

(34)

Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) merupakan penjabaran dari misi program keluarga berencana nasional, yaitu mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sejak dini dalam rangka menciptakan keluarga berkualitas pada tahun 2015. Untuk mencapai tujuan program tersebut badan koordinasi keluarga berencana nasional mengeluarkan kebijakan teknis program kesehatan reproduksi remaja yang diantaranya peningkatan promosi kesehatan reproduksi remaja, dimaksudkan agar remaja tumbuh dalam kondisi kondusif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku kehidupan seksual yang bertanggung jawab.

Informasi kesehatan reproduksi remaja penting karena selama ini pengetahuan remaja masih kurang, akses informasi terbatas, informasi menyesatkan banyak beredar, untuk persiapan generasi bangsa dan program kesehatan reproduksi remaja merupakan pilar dari kesepakatan internasional. Hasil need assessment Tanjung dkk (2005) menyebutkan bahwa pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksi dasar tidak memadai, terutama tentang masa subur, kehamilan dan HIV AIDS (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2006).

2.3. Perilaku Seksual Remaja

Dalam tahapan tumbuh kembang remaja terjadinya kematangan serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam sikap remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya

(35)

peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003).

Secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan yang sehat adalah bilamana anak tumbuh menjadi seorang remaja yang sehat fisik, maupun psikologis serta terhindar dari cacat sosial seperti kecanduan narkoba, cacat kriminal dan lain- lainnya. Secara seksual perkembangan yang dianggap berhasil meliputi membangun hubungan antar mereka yang akrab dan kasih tanpa terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki atau terjangkit penyakit menular seksual (Sarwono, 2010).

Menurut L’Engel, dkk (2006) perilaku seksual terbagi atas dua aktifitas yaitu aktivitas seksual ringan dan berat, yang dimulai dari menaksir seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ke tempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan (french kiss), sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti meraba payudara, meraba vagina atau penis, oral seks dan melakukan hubungan seksual. Adanya persepsi yang berbeda-beda mengenai seksualitas akan menyebabkan sikap yang berbeda-beda terhadap seks itu sendiri, yang selanjutnya mempengaruhi perilaku seksualnya. Cara- cara yang biasa dilakukan dalam mengatasi dorongan seksual: basah, menahan diri dengan berbagai cara: menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, menghabiskan tenaga dengan berolah raga, memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Sarwono (2010) menyebutkan yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam,

(36)

mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.

Berikut beberapa faktor eksternal dan internal (Sarwono, 2010) yang memengaruhi perilaku seksual remaja:

a. Perspektif biologis; perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual.

b. Hubungan dengan orang tua; kurangnya komunikasi yang terbuka antara remaja dan orang tua dalam masalah seputar seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol afeksi/kehangatan penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi dapat membantu remaja untuk menyalurkan dorongan seksualnya dengan cara yang selaras dengan norma dan nilai yang berlaku serta menyalurkan energi psikis secara produktif.

c. Pengaruh teman sebaya; pada masa remaja pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya.

d. Perspektif akademik; remaja dengan prestasi yang rendah dan tahap aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibanding remaja yang memiliki prestasi lebih baik di sekolah.

e. Perspektif sosial kognitif; kemampuan sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual di kalangan remaja.

(37)

f. Pengalaman seksual; makin banyak pengalaman mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual, misalnya media massa, obrolan dari teman sebaya/pacar tentang pengalaman seks melihat orang-orang yang sedang berpacaran atau melakukan hubungan seksual.

g. Faktor-faktor kepribadian; seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, tolerance for stress, coping stress dan kemampuan membuat keputusan.

h. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memiliki resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual.

i. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, integrasi yang baik (konsistensi antara nilai, sikap dan perilaku) akan cenderung menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.

2.3.1. Dampak Hubungan Seks dalam Kesehatan Reproduksi

Salah satu perilaku remaja yang dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan remaja adalah perilaku hubungan seksual pranikah. Hubungan seksual pranikah (premarital sex) adalah kontak seksual yang dilakukan remaja dengan lawan jenis atauteman sesama jenis tanpa ikatan pernikahan yang sah (Ghuman, dkk., 2006).

Perilaku hubungan seksual pranikah dapat menyebabkan berbagai masalah bagi kesehatan, sosial dan ekonomi bagi remaja itu sendiri maupun keluarganya.

(38)

Mekenzie, dkk (1997) mengemukakan beberapa dampak dari perilaku hubungan seksual pranikah, diantaranya adalah:

1. Hubungan seksual pranikah rentan terhadap penyakit menular seksual. Hal ini disebabkan karena remaja cenderung memiliki pasangan seksual lebih dari 1 (multiple partners), melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom (unprotected sex) dan memilih pasangan seksual risiko tinggi (high risk partners). Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dan menyerang organ reproduksi seseorang. PMS meliputi sifilis, gonorhea, herpes genitalis dan AIDS. Penyakit menular seksual pada remaja dapat memiliki dampak serius bagi kesehatannya, yaitu ketidaksuburan (infertility), kanker reproduksi, kehamilan dan proses melahirkan dengan risiko tinggi dan infeksi HIV.

2. Kedua, hubungan seksual pranikah pada remaja dapat menyebabkan kehamilan tidak diinginkan (KTD). Kehamilan pada remaja dapat menimbulkan masalah bagi remaja itu sendiri, keluarga maupun lingkungan sosial. Kehamilan tidak diinginkan pada remaja dapat memiliki beberapa dampak, yaitu:

a) Dampak fisik, status kesehatan fisik rendah, perdarahan, komplikasi dan kehamilan yang bermasalah

b) Dampak psikologis, tidak percaya diri, stres, malu

c) Dampak sosial, prestasi sekolah rendah atau drop out dari sekolah, penolakan atau pengusiran oleh keluarga, dikucilkan oleh masyarakat, tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi bahkan kemiskinan

(39)

d) Dampak bagi anak yang dilahirkan, anak yang dilahirkan oleh ibu diusia remaja akan mengalami status kesehatan yang rendah, keterlambatan perkembangan intelektualitas dan masalah sosial lainnya (Mekenzie, dkk 1997).

3. Kehamilan yang disebabkan oleh hubungan seksual dapat menyebabkan aborsi spontan atau aborsi buatan pada remaja. Aborsi sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan remaja, karena memiliki beberapa dampak yaitu:

a) Dampak fisik, aborsi yang dilakukan secara sembarangan atau oleh tenaga tidak terlatih dapat menyebabkan berbagai komplikasi medis atau bahkan kematian. Beberapa dampak fisik dari tindakan aborsi tidak aman antara lain:

perdarahan yang terus menerus, infeksi alat reproduksi karena kuretasi yang tidak steril, risiko rupture uterus akibat kuretasi atau fistula genitalis traumatis yaitu terbentuknya suatu saluran antara genital dan saluran kencing atau anus.

b) Dampak psikologis, seperti perasaan bersalah.

c) Dampak sosial, seperti dikucilkan oleh masyarakat, teman dan keluarga.

Kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau perilaku seks pranikah dapat menimbulkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan tertular penyakit menular seksual (PMS). Angka infeksi menular seksual (IMS) tertinggi terdapat pada usia 15-23 tahun dan kehamilan tidak diinginkan yang diakhiri dengan aborsi sebanyak 2,4 juta jiwa per tahun 700 ribu di antaranya adalah remaja.

(40)

Menurut WHO, 45 juta kehamilan yang tidak diinginkan terjadi setiap tahunnya. Sebanyak 19 juta wanita hamil melakukan aborsi yang tidak aman, 40%

dari aborsi yang tidak aman tersebut dilakukan oleh wanita berumur antara 15-24 tahun. Berdasarkan data perkumpulan keluarga berencana Indonesia (PKBI), dari 37 ribu perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), sebanyak 30% adalah remaja. Menurut survei dari Indonesian Planned Parenthood Association (IPPA) tahun 1994, lebih dari setengah (58% dari 2.558) kasus aborsi dilakukan oleh perempuan dengan usia 15-24 tahun yang mayoritas (62%) belum menikah (WHO, 2003).

Diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kodrati, berupa keinginan untuk mencinta dan dicintai Tuhan. Fitrah beragama ini merupakan kemampuan dasar (disposisi) yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama anak sangat berpengaruh dipengaruhi proses pendidikan yang diterimanya. Hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW: ”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya karena orangtuanyalah anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Dengan demikian perkembangan beragama seseorang dipengaruhi oleh faktor bawaan (internal) dan lingkungan (eksternal). Faktor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana individu itu hidup. Lingkungan itu adalah keluarga, sekolah dan masyarakat (Yusuf, 2004).

(41)

Dari pernyataan beberapa remaja ditemui pada umumnya mereka antusias dan semangat mengikuti pembinaan Islam, menyadari pentingnya pembinaan kepribadian dan keterampilan agar dapat bermanfaat pada hari depan dan mendapatkan rezeki yang halal dan baik melalui keterampilan yang mereka dapat selama dibina.

Religiusitas adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being religious) dan bukan sekadar mengaku mempunyai agama (having religion). Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengamalan ritual agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama, dan sikap sosial keagamaan Dalam Islam, religiusitas pada garis besarnya tercermin dalam pengamalan akidah, syariah, dan akhlak, atau dengan ungkapan lain: iman, Islam, dan ihsan. Bila semua unsur itu telah dimiliki oleh seseorang, maka dia itulah insan beragama yang sesungguhnya (Al Gifari, 2004).

2.4. Khalwat

Dalam buku Dinas Syariat Islam Aceh edisi kedelapan ( 2010 ) pada butir ke 16 qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat (mesum) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan khalwat/mesum adalah perbuatan bersunyi-sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan jenis yang bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawinan. Sepanjang sejarah, masyarakat Aceh telah menjadikan Agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya. Melalui penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang

(42)

(sejak abad ke VII M) telah melahirkan suasana masyarakat dan budaya Aceh yang Islami. Budaya dan adat Aceh yang lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktekkan, dikembangkan dan dilestarikannya. Dalam ungkapan bijak disebutkan

“Adat bak putroe Meuruhom, Hukum bak Syiah Kuala, Qanun bak Puroe Phang, Reusam bak Lakseumana”. Ungkapan tersebut merupakan pencerminan bahwa syariat Islam telah menyatu dan menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Aceh melalui peranan ulama sebagai pewaris para Nabi. Dengan munculnya era reformasi pada tahun 1998, semangat dan peluang yang terpendam untuk memberlakukan Syariat Islam di bebarapa daerah di Indonesia muncul kembali, terutama di Aceh yang telah lama di kenal sebagai Serambi Mekkah. Semangat dan peluang tersebut kemudian terakomodir dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Peluang tersebut semakin di pertegas dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di samping itu pada tingkat daerah Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam. Sistem hukum Islam terdapat dua jenis sanksi yaitu sanksi yang bersifat definitive dari Allah dan Rasul dan sanksi yang ditetapkan manusia melalui kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kedua jenis sanksi tesebut mendorong masyarakat untuk patuh pada ketentuan hukum. Islam dengan tegas melarang melakukan zina. Sementara khalwat/mesum merupakan washilah atau peluang untuk terjadinya zina, maka khalwat/mesum juga termasuk salah satu jarimah (perbuatan pidana) dan di ancam dengan ‘uqubat ta’zir , sesuai kaidah syari’at. Qanun

(43)

tentang larangan khalwat/mesum ini dimaksudkan sebagai upaya promotif, preventif dan pada tingkat optimum remedium sebagai usaha represif melalui penjatuhan

‘uqubat dalam bentuk ‘uqubat ta’zir yang dapat berupa ‘uqubat cambuk dan ‘uqubat denda (gharamah).

Perkembangan moral yang sesuai dengan Syariat Islam merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan syariat Islam bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa.

Dengan demikian remaja tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Disisi lain, tiada moral dan religi ini sering kali dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja (Sarwono, 2010).

Setiap manusia memiliki naluri keagamaan, yaitu naluri untuk berkepercayaan. Naluri itu muncul bersamaan dengan hasrat memperoleh kejelasan tentang hidup dan alam raya yang menjadi lingkungan hidup, karena itu setiap manusia pasti memiliki keinsyafan tentang apa yang dianggap makna hidup. Remaja lebih tertarik kepada agama dan keyakinan spiritual dari pada anak-anak. Pemikiran abstrak mereka yang semakin meningkat dan pencarian identitas yang mereka lakukan membawa mereka kepada masalah-masalah agama dan spiritual (Soetjiningsih, 2004).

Nilai keagamaan adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being religious). Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, dan sikap sosial keagamaan. Dalam

(44)

Islam, religiusitas pada garis besarnya tercermin dalam pengamalan aqidah, syariah dan akhlak, atau dengan ungkapan lain, iman, Islam dan ihsan. Bila semua unsur itu telah dilimiliki oleh seseorang maka dia itulah insan yang telah beragama dengan sesungguhnya (Jalaluddin, 2004).

Ajaran agama yang diterima remaja pada waktu kecilnya akan berkembang dan bertambah subur apabila remaja dalam menganut kepercayaan itu tidak mendapat kritikan-kritikan, dalam hal agama apa yang bertumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan melalui pengalaman-pengalaman yang dipercaya (Soetjiningsih, 2004).

Isu-isu agama merupakan hal yang penting bagi remaja dan memiliki sejumlah dampak positif bagi remaja. Mengunjungi tempat beribadah dan terlibat dalam aktivitas keagamaan dapat menguntungkan remaja, karena komunitas religius mendorong sikap dan perilaku remaja yang dapat di terima secara sosial dan memberikan model-model peran yang positif bagi remaja. Teori perkembangan kognitif Jean Peaget dalam Santrock (2003), memberikan latar belakang teoritis untuk memahami perkembangan religius perkembangan religius pada remaja yang di kategorikan kedalam tiga tahapan yaitu: tahap pertama; usia 7-8 tahun pemikiran religius intuitif pra operasional (preoperational intuitive religious thought) yaitu pemikiran religius anak-anak masih belum sistematis dan terpenggal-penggal. Anak- anak sering kali tidak memahami materi dalam kisah-kisah atau tidak mempertimbangkan semua fakta. Tahap kedua (dari usia 7-8 tahun hingga 13-14 tahun), disebut dengan pemikiran “pemikiran religius operational konkret” (concrete operational religious thought). Anak mulai fokus pada detil khusus mengenai gambar

(45)

atau kisah. Tahap ketiga (usia 14 hingga sisa masa remaja) disebut “pemikiran religius operational formal” (formal operational religious thought). Remaja mengungkapkan pemahaman religius yang lebih abstrak, lebih banyak memberikan komentar yang mengungkapkan kebebasan, makna dan harapan, konsep-konsep abstrak, ketika membuat penilaian religius.

2.5. Kegiatan Keagamaan Syari’at Islam di SMA Negeri 2 Peusangan 1. Ibadah

Ibadah adalah taat, tunduk, patuh dan merendah diri kepada Allah SWT.

Jelasnya ibadah ialah pengabdian diri sepenuhnya kepada Allah, mengikuti peraturan, melakukan suruhan dan meninggalkan larangan Allah SWT sebagaimana ditetapkan di dalam Al-Qur’an dan sunnah rasulullah.

2. Pengajian

Pengajian dalam bahasa Arab disebut At-ta’llimu asal kata ta’allama yata’allamu ta’liiman yang artinya belajar, pengertian dari makna pengajian atau ta’liim mempunyai nilai ibadah tersendiri, hadir dalam belajar ilmu agama bersama seorang Aalim atau orang yang berilmu merupakan bentuk ibadah yang wajib setiap muslim. Di dalam pengajian terdapat manfaat yang begitu besar positifnya, didalam pengajian-pengajian manfaat yang dapat diambinya menambah dari salah satu orang yang biasa berbuat negatif dengan memanfaatkannya menjadi positif. Hal seperti ini pada masyarakat muslim pada umumnya dapat memanfatkan pengajian untuk merubah diri atau memperbaiki diri dari perbuatan yang keji dan mungkar.

(46)

3. Ceramah

Ceramah merupakan kelompok berbicara satu arah, pembicara menyampaikan gagasannya kepada pihak lain dan tidak memerlukan reaksi sesaat dalam bentuk bicara yang berupa tanggapan atau respon. Ceramah merupakan suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu. Dalam setiap ceramah pembicara harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi sehingga ceramah, dapat berjalan dengan lancar.

2.6. Peran Keluarga dalam Perkembangan Remaja

Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga mempunyai peranan paling besar dalam membentuk kepribadian remaja, Keluarga yang disfungsional seperti keluarga yang tidak stabil, orang tua tunggal, tinggal tidak serumah dengan orang tua, pengawasan yang kurang terhadap aktivitas remaja, serta orang tua yang tidak suportif, merupakan faktor prediksi kemungkinan peningkatan seksual aktif yang lebih dini. Komunikasi adalah inti suksesnya suatu hubungan antara remaja dengan orang tua, hubungan komunikasi secara lancar dan terbuka harus selalu dijaga agar dapat diketahui hal-hal yang diinginkan oleh remaja sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja. Orang tua harus menyediakan waktu yang cukup untuk berinteraksi dengan anak remaja di rumah dan saling berbicara apa saja mengenai kehidupan yang berhubungan dengan remaja, serta dapat menjadi teman yang baik bagi remaja (Dariyo, 2004).

(47)

Masalah seks pada remaja sering kali mencemaskan orang tua, oleh sebab itu diperlukan sikap yang bijaksana dari orang tua agar remaja dapat melewati masa transisinya dengan baik, sangat sedikit remaja yang mempunyai kebiasaan membicarakan masalah seksualitas dengan orang tua, peran orang tua sangat besar dengan melakukan komunikasi terbuka antara orang tua dan anak, serta memberikan kepercayaan dari orang tua kepada anak sehingga remaja menjadi lebih bertanggung jawab tentang perilaku seksual (PKBI, 1999).

2.7. Pengaruh Teman Sebaya

Teman sebaya dalam pergaulan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang cukup kuat dalam membentuk pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan masalah seks dikalangan remaja, hal yang paling membahayakan adalah bila informasi yang diterima remaja dapat menimbulkan dampak yang negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media massa, serta pengalaman diri sendiri. Pada usia remaja, kebutuhan emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman sebaya juga merupakan sumber informasi (Sarwono, 2010).

Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja, tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Menurut Amrillah (2005) mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang aktif secara seksual maka

(48)

akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin diterima oleh lingkungannya.

2.8. Sikap Remaja tentang Perilaku Seksual

Sikap merupakan kecenderungan untuk berespon baik secara positif maupun negatif, terhadap orang, objek atau situasi. Sikap dan perilaku bisa konsisten apabila sikap dan perilaku yang dimaksud adalah spesifik dan ada relevansinya satu dengan yang lain. Sikap permisif terhadap hubungan seks remaja sebelum nikah dan perilaku seks remaja sebelum nikah spesifik dan relevan satu dengan yang lain, maka sikap tersebut bisa menjadi prediktor bagi perilakunya. Sikap tidak permisif terhadap hubungan seks remaja sebelum menikah atau disebut traditional permissiveness indikatornya adalah aktivitas keagamaan dan religiuitas.

Romantisme pacaran yang dominan dirasakan oleh remaja yang jatuh cinta tidak jarang berkembang dan mendorong ke arah perilaku seks. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki dorongan ke arah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum nikah akan mudah terjadi (Sarwono, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku seks remaja dapat dibedakan antara faktor-faktor di luar individu dan di dalam individu. Faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif. Sikap permisif itu sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam diri individu. Dengan demikian faktor sikap dapat dijadikan prediktor yang kuat tentang munculnya perilaku seks sebelum

(49)

menikah. Oleh karena itu untuk memahami perilaku seks sebelum menikah bisa dilihat dari sikapnya. Selanjutnya berbagai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku seks tersebut tidak bisa berlaku sama untuk pria dan wanita. Pendapat para ahli dan hasil- hasil penelitian menunjukkan bahwa pria lebih permisif sikapnya dan aktif melakukan hubungan seks sebelum menikah (Kartono, 1998).

Beberapa ahli psikologi telah banyak membuat definisi tentang sikap, diantaranya oleh Louis Thurstone dan Rensis Linkert. Mereka mengatakan bahwa definisi sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu.

Sikap juga dapat didefinisikan sebagai penilaian positif atau negatif dari seseorang tentang suatu objek, pemikiran atau kejadian tertentu. Beberapa psikolog telah mengidentifikasi bahwa terdapat tiga hal penting yang saling mempengaruhi dalam pembentukan sikap manusia, tiga hal tersebut adalah: pengaruh sosial atau pengaruh orang lain, pengaruh koqnitif, atau pengaruh dari pemikiran dan pengaruh perilaku.

Sikap yang diperoleh dari pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya. Sikap meliputi rasa suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung, kelompok dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya termasuk gagasan abstrak dan kebijakan sosial. Nilai (value) dan opini atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap, bahkan kedua konsep tersebut sering kali digunakan dalam definisi mengenai sikap. Nilai lebih bersifat mendasar dan stabil sebagai bagian dari ciri kepribadian, sedangkan sikap bersifat evaluatif dan berakar.

Sikap remaja tentang perilaku seksual remaja adalah perasaan menyetujui atau

(50)

memihak (favourable) dan tidak menyetujui atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut (Azwar, 2010). Sikap ini dikaitksan dengan respon yang ditampilkan remaja terhadap berbagai bentuk perilaku seksual remaja.

2.9. Hubungan Syariat Islam (Nilai Keagamaan) dengan Perilaku Seksual Remaja pada umumnya sering sekali memiliki anggapan sebagai suatu kelompok sedang tumbuh yang memiliki kebebasan dan keinginan, kebebasan tersebut ditafsirkan dengan perilaku glamour, perilaku seks yang menonjol, busana trendi, santai-santai bersama, meninggalkan shalat, merokok bahkan narkoba untuk rasa kekompakannya sebagai suatu kelompok. Berbagai penafsiran tersebut bukanlah muncul tiba-tiba, tapi diawali oleh suatu proses pengetahuan lingkungan sosial sekitar, termasuk agama, media, keluarga, lingkungan pergaulan dan masyarakat sekitar. Salah satu pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah berkaitan dengan aktivitas seksual. Pada umumnya ajaran agama melarang seks bebas/seks pranikah. Dengan demikian tingkat partisipasi remaja dalam organisasi religius dapat menjadi hal yang lebih penting. Para remaja yang sering mengunjungi layanan religius cenderung lebih banyak mendengar pesan-pesan agar menjauhkan diri dari seks. Keterlibatan remaja dalam organisasi religius juga dapat meningkatkan peluang bahwa mereka akan berkawan dengan remaja-remaja yang memiliki sikap yang tidak menyetujui perilaku seksual pra nikah (Kartono, 1994).

Agama memiliki pengaruh yang kuat pada pandangan dan sikap remaja.

Beberapa faktor risiko bisa meningkatkan kerentanan remaja yaitu: kurangnya

(51)

dukungan keluarga dan masyarakat, kegagalan akademis/terlibat tindak kriminal di sekolah, kekerasan yang berlebihan dari orang tua, pendapatan yang rendah, mobilitas yang tinggi, keterlibatan sebaya dalam kegiatan anti-sosial. Perkembangan budaya dalam masyarakat, yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai agama, seperti paparan pornografi dari media, minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas dan sebagainya. Hal ini mempunyai daya tarik yang kuat untuk remaja, sehingga remaja yang penuh gejolak ingin mencobanya, disamping itu remaja melihat bahwa tidak sedikit orang dewasa atau masyarakat sekitar yang gaya hidupnya kurang memperdulikan agama, bersifat munafik, tidak jujur dan lainnya.

Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa, sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak dan pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral dan religi sering dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja. Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik dan tidak perlu dilakukan sehingga perlu dihindari. Agama mengatur juga tingkah laku baik buruk secara psikologis termasuk dalam moral adalah sopan santun, tata krama dan norma-norma masyarakat yang lain (Sarwono, 2010).

(52)

Pendapat lain dikemukakan oleh Philip Seznick dimana batasan ruang lingkup maupun perspektif sosiologi hukum, dikatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum

a. Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampua bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks sosial;

adalah sbb:

b. Penguasaan konsep-konsep soskum memberikan kemapuan-kemampuan utk mengadakan analisis terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu;

c. Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum di dalam masyarakat (Lismanto, 2010).

Apabila remaja kurang mendapat bimbingan dalam keluarga, kondisi keluarga yang kurang harmonis, kurang memberikan kasih sayang, dan berteman dengan kelompok sebaya yang kurang menghargai nilai-nilai agama, maka kondisi tersebut akan menjadi pemicu berkembangnya sikap dan perilaku remaja yang kurang baik/perilaku yang berisiko, maka remaja akan menjadi trouble maker (pembuat keonaran) dalam masyarakat (Jessor, 1997).

Seorang psikolog yang mendalami psikologi agama, William James, mengatakan bahwa orang yang menempatkan agama sebagai sumber semangat memiliki sikap jiwa yang sehat, yang terlihat sebagai sikap yang penuh gairah, terlibat, bersemangat tinggi dan meluap dengan vitalitas. Sikap jiwa yang sehat

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Hukum Syariat Mesum :

Referensi

Dokumen terkait

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara kini sudah dapat mengantisipasi permasalahan tesebut, yakni

 Pendekatan penelitian atau metode penelitian yang dipilih kurang tidak dengan topik penelitian dan rumusan masalah.  Penjabaran langkah-langkah pengumpulan data

With the establishment of cloud terminal mIoT sleep laboratories at Zhongshan Hospital in Fudan Universtity, some patients have joined the platform, enabling community and

Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam?. hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -

Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh F deviation from linearity kedua variabel di atas yaitu F = 1,325 dengan p = 0,091 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

Adapun analisis GLM digunakan untuk (1) menguji ada tidaknya interaksi skor pretest-posttest kemampuan representasi fisis dan HOTS pada kelas eksperimen dan kelas

meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara- cara yang umum berlaku ditengah-tengah masyarakat. Setiap pasangan yang sudah melakukan khitbah

Pada proses belajar mengajar dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses,