• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanPustaka 1. Preeklamsia a. Definisi

Preeklamsia adalah penyakit hipertensi kehamilan tertentu yang dapat disebabkan oleh kegagalan fungsi endotel vaskuler dan vasospasme pembuluh darah dengan keterlibatan multisistem yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Preeklamsia dapat berlangsung hingga 4 – 6 minggu post – partum. Penyakit ini ditentukan oleh kejadian hipertensi onset baru ditambah onset baru proteinuria dengan atau tanpa edema patologis. Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan, sakit kepala, nyeri epigastrik, dan adanya edema (American College of Obstetrics and Gynecology, 2013; Lim et al., 2014).

Insidensi preeklamsia sekitar 5 % sampai 10 % dari seluruh kehamilan, dengan insidensi yang lebih tinggi pada kehamilan pertama, kehamilan kembar, dan wanita dengan riwayat preeklamsia sebelumnya (Lindheimer et al., 2008; Rugolo et al., 2011).

b. Faktor Risiko 1) Primipara

(2)

Risiko preeklamsia meningkat tujuh kali lipat pada kehamilan dengan riwayat preeklamsia sebelumnya.

3) Adanya hipertensi kronik atau penyakit ginjal kronik atau keduanya 4) Usia Kehamilan

Preeklamsia pada kehamilan pertama dengan persalinan pada usia kehamilan 32 minggu sampai 36 minggu akan meningkatkan risiko preeklamsia pada kehamilan kedua sebesar 25,3 %.

5) Riwayat keluarga dengan preeklamsia 6) Obesitas

Wanita dengan Indeks Massa Tubuh (BMI) < 20 kg/m2 memiliki risiko sebesar 4,3 % dan wanita dengan BMI > 35 kg/m2 memiliki risiko sebesar 13,3 %

7) Donor oosit atau inseminasi donor dan riwayat trombofilia

8) Infeksi saluran kemih, Diabetes Melitus, penyakit vaskular kolagen, mola hidatidosa, dan penyakit periodontal

9) Usia Ibu

Wanita yang hamil pada usia 35 tahun atau lebih memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami preeklamsia.

10) Ras

Di Amerika Serikat, preeklamsia pada wanita berkulit putih 1,8 % dan 3 % pada wanita berkulit hitam.

(3)

commit to user

11) Faktor tambahan yang memengaruhi terjadinya preeklamsia adalah kehamilan multipel, plasentasi yang buruk dan beberapa hal lain yang meningkatkan massa plasenta dan perfusi plasenta yang buruk

(American College of Obstetrics and Gynecology, 2013; Lim et al., 2014). c. Patogenesis dan Patofisiologi

1) Implantasi Abnormal

Salah satu mekanisme yang berperan pada proses abormalitas invasi trofoblas dan remodelling pembuluh darah adalah jalur Notch signaling (American College of Obstetrics and Gynecology, 2013). Jalur Notch signaling mengatur diferensiasi dan fungsi sel selama sel kontak di dalam jaringan. Komponen ini adalah komponen penting di mana sel-sel trofoblas janin menginvasi dan merubah pembuluh darah ibu (Hunkapiller et al., 2011).

Notch2floxlflox; Tpbpa-Cre yang gagal merubah pembuluh darah ibu secara adekuat akan menyebabkan penurunan perfusi plasenta. Kegagalan transformasi fisiologis ini dikaitkan dengan tidak adanya Notch2 karena berkurangnya diameter pembuluh darah dan perfusi plasenta. Trofoblas mengkoordinasi peningkatan pasokan pembuluh darah ibu melalui invasi progresif dan pelebaran pembuluh darah ibu. Perivaskular dan endovaskular sitotrofoblas sering gagal untuk mengekspresikan JAG1 yang merupakan ligan Notch di preeklamsia memberikan bukti lebih lanjut bahwa kelainan pada Notch

(4)

signalingmemiliki peran penting dalam patogenesis preeklamsia (Hunkapiller et al., 2011).

2) Stres Oksidatif dan Nitrat Oksida

Disfungsi Nitrat Oksida (NO) merupakan salah satu jalur yang terlibat dalam patogenesis preeklamsia. NO adalah vasodilator utama dan radikal bebas yang sangat reaktif, disintesis oleh sel endotel dari L-arginine. Penurunan konsentrasi NO dalam plasma dan plasenta dapat menyebabkan kurangnya efek vasodilatasi parakrin pada aliran darah uteroplasenta (Rugolo et al., 2011).

Penurunan bioavailabilitas NO terjadi melalui pengurangan produksi atau peningkatan konsumsi NO oleh stres oksidatif. Stres oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksin akan merangsang kerusakan sel endotel pembuluh darah yang nantinya akan menimbulkan disfungsi endotel (Roeshadi, 2006; Rugolo et al., 2011).

Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan antara produksi zat-zat vasodilator (misalnya prostasiklin dan nitrat oksida) dengan vasokonstriktor (misalnya endotelium I, tromboksan, dan angiotensin II) sehingga terjadi vasokontriksi dan menyebabkan hipertensi (Roeshadi, 2006).

3) Disfungsi Endotel

Gangguan sel endotel jika dibiarkan akan menimbulkan kebocoran khususnya pada sistem mikrovaskular yang akan direspon

(5)

commit to user

tubuh dengan manifestasi agregasi tombosit. Dalam keadaan normal, sel endotel akan memproduksi prostasiklin (PGI2) dan trombosit akan memproduksi tromboksan 2 (TXA2). (Birawa et al., 2009).

Prostasiklin (PGI2) merupakan vasodilator kuat otot polos yang bekerja pada reseptor spesifik sel otot polos dan merangsang pembentukan cyclic adenosin monophosphate (cAMP) melalui siklus adenylate serta faktor relaksasi yang kuat. Tromboxan (TXA) merupakan vasokonstriktor kuat. Akibat rasio PGI2 : TXA meningkat maka efek vaskonstriktif akan tinggi dan menyebabkan terjadinya hipertensi. Disfungsi endotel akan menyebabkan ke luarnya mediator inflamasi seperti TNF-α, Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-8 (IL-8), Interleukin-10 (IL-10) dan fibronektin serta mikropartikel endotel yang terbukti meningkat pada preeklamsia (Birawa et al., 2009).

4) Faktor Angiogenik

Pada plasenta ibu terdapat dua protein yang dapat mencapai jumlah abnormal di sirkulasi ibu. Pertama adalah solubleFms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) yang merupakan reseptor Placental Growth Factor (PIGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Peningkatan kadar sFlt-1 ibu akan menurunkan konsentrasi sirkulasi PIGF dan VEGF sehingga terjadi disfungsi endotel. Inaktivasi VEGF bebas menyebabkan endoteliosis gromular sehingga terjadi proteinuria. Kedua, protein antiangiogenik, soluble Endoglin (sEng)

(6)

yang dapat mengganggu pengubahan ikatan growth factor β1 menjadi reseptor endotelial sehingga mengurangi nitrat oksida endotel dan menyebabkan terjadinya preeklamsia (Lindheimer et al., 2008; American College of Obstetrics and Gynecology, 2013).

5) Renin - Angiotensin System ( RAS )

Angiotensin II type-1 receptor autoantibody (AT1–AA) ikut berperan dalam peningkatan sel endotel dan sensitivitas tekanan darah serta sensitivitas angiotensin II (ANGII) (Wenzel et al., 2011). Sel endotel meningkatkan sekresi Endhotelin-1 (ET-1) dalam merespon ANGII atau AT1-AA. Ketika AT1-AA dan ANGII bergabung, sekresi sel endotel ET-1 meningkat 200 kali lipat dibandingkan jika hanya merespon ANGII atau AT1-AA saja. Sementara itu, baik ANGII atau AA akan meningkatkan tekanan darah selama kehamilan. AT1-AA memiliki peran penting untuk meningkatkan sensitivitas sel endotel ataupun tekanan darah terhadap ANGII selama kehamilan (LaMarca B, 2012).

6) Sistem Imun

Respon inflamasi memiliki peran penting selama plasentasi, natural cell killer mensekresi sitokin yang akan meningkatkaninfiltrasi trofoblas ke arteri spiral sehingga menyebabkan respon inflamasi desidua. Plasentasi yang buruk dan berkurangnya suplai darah uteroplasenta menyebabkan hipoksia plasenta yang diikuti pelepasan beberapa mediator seperti faktor

(7)

commit to user

pertumbuhan dan reseptor terlarutnya, sitokin inflamasi, debris plasenta, dan produk stres oksidatif plasenta. Hal ini menyebabkan respon inflamasi sistemik yang berhubungan erat dengan disfungsi sel endotel dan aktivasi leukosit (Rugolo, 2011).

Genbacev dalam Uzan et al. (2011) menyatakan preeklamsia dapat terjadi akibat penurunan sistem kekebalan ibu yang mencegah pengenalan unit fetoplasenta. Produksi berlebihan sel imun menyebabkan sekresi Tumor Necrosis Factor α (TNFα) yang akan menginduksi apoptosis sititrofoblas ekstravili. Colbern et al. dalam Uzan et al. (2011) juga menyatakan bahwa sistem Human Leukocyte

Antigen (HLA) juga memainkan peran dalam invasi arteri spiral, dan

wanita dengan pre-eklampsia menunjukkan penurunan kadar HLA-G dan HLA-E.

(8)

d. Diagnosis dan Klasifikasi Preeklamsia 1) Menurut Onset

Menzies et al. dalam Hypertesive Disease in Pregnancy menggolongkan preeklamsia menjadi dua jenis yaitu preeklampsia onset awal dan preeklamsia onset lambat. Preeklamsia onset awal cenderung berkembang sebelum usia kehamilan 34 minggu, preeklamsia onset lambat muncul pada atau setelah usia kehamilan 34 minggu. Preeklamsia onset awal biasanya dikaitkan dengan disfungsi plasenta, penurunan volume plasenta, IUGR, abnormalitas uterus dan evaluasi Doppler arteri umbilikus, disfungsi multiorgan, kematian perinatal dan luaran maternal dan neonatal yang kurang baik. Preeklamsia onset lambat diperkirakan muncul dari gangguan konstitusional ibu, hal itu lebih terkait dengan plasenta yang normal dan hasil evaluasi Doppler yang baik, berat lahir normal dan luaran ibu dan janin yang baik (Arulkumaran et al., 2014).

2) Menurut Derajat a) Preeklamsia ringan

Preeklamsia ringan didefinisikan sebagai hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg) tanpa bukti kerusakan organ. Pasien yang sebelumnya sudah memiliki hipertensi esensial, preeklamsia didiagnosis jika tekanan darah sistolik telah meningkat sebesar 30 mmHg atau jika tekanan darah diastolik telah meningkat sebesar 15 mm Hg (Lim et al., 2014).

(9)

commit to user b) Preeklamsia Berat

Preeklamsia berat dikaitkan dengan tingkat mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi dan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ibu ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg atau lebih tinggi dua kali lipat pada pemeriksaan setidaknya 6 jam terpisah; gangguan neurologis maternal seperti sakit kepala terus-menerus, tinnitus yang menyebar, refleks tendon polikinetik, eklamsia, edema paru akut, proteinuria ≥ 5 g/hari atau lebih dari 3+ pada dua sampel urin yang dikumpulkan secara acak minimal 4 jam terpisah, oliguria < 500 cc/hari, kreatinin > 120 µmol/L, sindrom HELLP, trombositopenia < 100.000/mm3, edema paru atau sianosis, nyeri epigastrium dan atau gangguan fungsi hati, dan kriteria pada janin terutama Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), oligohidramnion, kematian janin dalam rahim, atau abrupsio plasenta ( Sibai dan Barton, 2007; Uzan et al., 2011; Lim et al., 2014).

Kriteria diagnosis preeklamsia berat menurut POGI tahun 2010 adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di bawah berikut :

(1) Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg

(10)

(2) Proteinuria, yaitu protein ≥ 5 gr/jumlah urin selama 24 jam atau dipstick 4 +

(3) Oliguria, adalah produksi urin < 400-500 cc/24 jam (4) Kenaikan kreatinin serum

(5) Edema paru dan sianosis

(6) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen. (7) Gangguan otak dan visus antara lain perubahan kesadaran,

nyeri kepala, skotomata, dan pandangan kabur. (8) Gangguan fungsi hepar

(9) Hemolisis mikroangiopatik

(10) Trombositopenia; yaitu trombosit< 100.000 cell/mm3 (11) Sindroma HELLP

POGI (2010) membagi preeklamsia berat dalam beberapa kategori :

(1) Preeklamsia berat tanpa impending eklamsi

(2) Preeklamsia berat dengan impending eklamsi, dengan gejala impending : nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri kuadran kanan atas abdomen. Penatalaksanaan preeklamsia berat bertujuan mengendalikan tekanan darah dan mencegah terjadinya eklamsia, persalinan pervaginam pada pasien dengan kehamilan cukup bulan dan operasi caesar pada kasus mendesak atau ketika induksi persalinan gagal, dengan pengaturan waktu yang seimbang antara

(11)

commit to user

keselamatan ibu dengan risiko kelahiran janin yang berpotensi prematur (kurang bulan). Manajemen kehamilan hanya untuk beberapa pasien yang jauh dari usia kehamilan cukup bulan tetapi stabil pada pemberian terapi obat antihipertensi, dengan hasil pemeriksaan laboratorium stabil dan profil biofisik janin yang meyakinkan (Turner, 2010).

Norwitz dan Funai (2008) memberikan pedoman untuk mengidentifikasi kondisi di mana manajemen kehamilan dapat digunakan untuk pasien dengan preeklamsia berat:

(1) Tidak ada istilah preeklamsia sedang – hanya ada ringan atau berat.

(2) Ketika janin dapat dilahirkan dengan aman, segera melakukan proses persalinan, dengan catatan ada perawatan neonatal yang baik.

(3) Tidak ada manfaat bagi ibu untuk melanjutkan kehamilan ketika sudah terdiagnosis preeklamsia berat.

(4) Tidak ada pengelolaan konservatif untuk keadaan: terdapat gejala utama eklamsia, edema paru, gangguan serebrovaskular, oliguria atau gagal ginjal, kerusakan hati atau gangguan hemopoetic, dan ditandai dengan adanya growth restriction (hambatan pertumbuhan).

(5) Pengobatan anemia hemolitik, peningkatan enzim hati, dan jumlah trombosit yang rendah (sindrom HELLP) dengan

(12)

steroid terbukti meningkatkan beberapa marker atau tanda dari preeklamsia berat tetapi tidak dapat memperbaiki keluaran ibu atau janin, sehingga tetap diindikasikan untuk melakukan persalinan.

(6) Kontrol tekanan darah, tekanan darah sistolik harus kurang dari 160 mmHg dan tekanan darah diastolik harus kurang dari 105-110 mmHg.

(7) Mempertahankan kehamilan ketika sudah didiagnosis preeklamsia berat hanya boleh dilakukan di rumah sakit pusat ketiga dengan memberikan informed concent yang lengkap setelah konseling dengan spesialis fetomaternal dan neonatologis.

Komplikasi preeklamsia berat pada ibu meliputi edema pulmo, infark miokardial, acute respiratory distress syndrome, koagulopati, gagal ginjal berat, dan retinal injury. Komplikasi pada janin dan bayi baru lahir berasal dari insufisiensi uteroplasenta atau kelahiran prematur, atau bisa dari keduanya (American College of Obstetrics and Gynecology, 2013).

2. Intrauterine Growth Restriction (IUGR) a. Definisi

Intrauterine Growth Restriction (IUGR) mengacu pada pertumbuhan janin yang buruk selama kehamilan sehingga tidak dapat

(13)

commit to user

kurang dari 90 % dari janin lain dengan usia kehamilan yang sama (Storck, 2012; Ross, 2013).

Nardoza dalam Tang et al. (2013) menyatakan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) juga dikenal sebagai Fetal Growth Restriction (FGR), yaitu ketidakmampuan janin tumbuh sesuai pertumbuhan yang diharapkan dengan taksiran berat janin atau berat lahir di bawah persentil ke-10 untuk usia kehamilan.

Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dapat dibagi menjadi simetris dan asimetris. IUGR simetris ditandai dengan penurunan yang sama dan proporsional dari seluruh parameter auksologikal, termasuk berat badan, panjang, serta lingkar kepala dan lingkar perut. IUGR asimetris ditandai dengan penurunan panjang badan yang lebih besar daripada berat badan (Puccio, 2013).

IUGR merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas perinatal. Angka kejadian IUGR di negara maju sebesar 3 %, sedangkan di negara berkembang mencapai 15 – 20 % (Barut et al., 2010). Manning dalam Sheridan (2005) menyatakan pada usia kehamilan yang tepat, sekitar 80 – 85 % janin diidentifikasi sebagai IUGR yang secara konstitusional kecil tetapi sehat, 10 – 15 % merupakan kasus IUGR sesungguhnya, dan sisanya sekitar 5 – 10 % janin mengalami kelainan kromosom/anomali struktural atau infeksi intrauterin kronis.

(14)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan IUGR antara lain : 1) Faktor maternal meliputi riwayat IUGR sebelumnya, preeklamsia,

status sosial ekonomi rendah, usia kehamilan yang terlalu muda, status gizi yang buruk, anemia maternal, pemeriksaan antenatal yang buruk, penyalahgunaan zat, penyalahgunaan obat, berat badan ibu sebelum hamil rendah, berat badan ketika hamil rendah, ketuban pecah dini, Diabetes Melitus, hipertensi, dan merokok.

2) Faktor fetal antara lain faktor genetik, malformasi kongenital, infeksi (rubella, citomegalovirus/CMV, herpes, varicella, herpes zoster, Human Immunodeficiency Virus/HIV, toksoplasma, malaria, sifilis), dan kehamilan multipel.

3) Faktor plasental antara lain penurunan sirkulasi sel dendritik, implantasi abnormal, abrupsio plasenta, plasenta previa, hemangioma plasenta, dan obliterasi vili fetus.

(Haram et al., 2006; Rijken et al., 2012; Haram et al., 2013; Suhag dan Berghella, 2013).

Pertumbuhan pembuluh darah plasenta dimulai pada awal kehamilan dan terus berlanjut sepanjang kehamilan. Beberapa faktor seperti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), basic-Fibroblast Growth Factor (b-FGF), dan endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS; enzim nitrat oksida tipe III) diekspresikan sangat banyak selama perkembangan embrio dan janin, terutama pada trimester pertama. VEGF berperan dalam aktivitas proliferasi, migrasi, dan metabolisme

(15)

commit to user

trofoblas. b-FGF bertindak sebagai modulator diferensiasi jaringan dan angiogenesis plasenta dan eNOS berperan penting dalam regulasi aliran darah plasenta (Barut et al., 2010).

Perubahan pertumbuhan pembuluh darah vili plasenta akan berubah pada minggu ke – 26 kehamilan sampai term dari percabangan ke non-percabangan angiogenesis. Angiogenesis adalah faktor yang berperan dalam perkembangan pembuluh darah vili dan pembentukan vili terminal plasenta (Barut et al., 2010).

Plasenta memiliki peran penting dalam patogenesis IUGR (Barut et al., 2010). Pada IUGR terjadi gangguan implantasi plasenta yang mengakibatkan perfusi tidakadekuat dari placental bed sehingga menyebabkan dikeluarkannya berbagai faktor dari plasenta ke sirkulasi ibu dan janin yang akan menyebabkan luka dan disfungsi endotel serta patologi vaskular. Hal ini ditandai dengan perubahan tonus vasomotor dan koagulasi dan terjadilah hipoksia yang menyebabkan stres oksidatif sehingga memicu disekresikannya Endhotelin-1 (ET-1). ET-1 menyebabkan kontraksi dan proliferasi otot polos pembuluh darah dan meningkatkan resistensi serta berkurangnya aliran darah pembuluh darah fetoplasenta (Wirman dan Wiknjosastro, 2008).

Adanya iskemia plasenta juga dapat menyebabkan IUGR. Iskemia plasenta terjadi karena tidak cukup baiknya fungsi plasenta yang disebabkan oleh perfusi uteroplasenta yang buruk sehingga menyebabkan angiogenesis yang abnormal. Abnormalitas angiogenesis

(16)

disebabkan oleh peningkatan ekspresi VEGF-A, b-FGF, dan eNOS pada plasenta IUGR sehingga terdapat peningkatan proliferasi dan migrasi sel endotel serta angiogenesis yang patologis (Barut et al., 2010).

b. Diagnosis

1) Penanda Biokimia

Pada trimester pertama, level protein plasma A atau human Chorionic Gonadotropin (hCG) yang rendah pada kehamilan dihubungkandengan peningkatan risiko penyakit terkait plasentaseperti IUGR atau preeklamsia (Figueras dan Gardosi, 2010).Pada trimester kedua, peningkatan kadar serum alpha-fetoprotein pada ketiadaan anomali janin akan menyebabkan risiko IUGR dalam kehamilan meningkat menjadi 5-10 kali, selain itu peningkatan hCG atau inhibin-A juga berhubungan dengan hasil yang buruk (Sheridan, 2005; Figueras dan Gardosi, 2010).

2) Serial Pengukuran Tinggi Fundus

Serial pengukuran tinggi fundus merupakan penilaian awal sertadasar untuk pengukuran berikutnya dan diinterpretasikan pada kemiringan atau kecepatan pertumbuhan. Indikasi pemeriksaan lebih lanjut ketika pengukuran pertama tinggi fundus berada di bawah persentil ke-10 atau berturut-turut pengukuran menunjukkan hasil yang statis atau pertumbuhan yang lambat (Figueras dan Gardosi, 2010).

(17)

commit to user

Gambar 2.2 Kurva Pertumbuhan untuk Panjang dan Lingkar Kepala

Pengukuran tinggi fundus menggunakan satuan sentimeter (cm) diukur dari tepi atas simfisis pubis ke bagian atas fundus uteri. Apabila didapatkan hasil 3 sampai 4 cm di bawah angka yang ditentukan, menunjukkan janin tumbuh dengan tidak baik (Harkness dan Mari, 2004).

Gambar 2.3 Kurva Pertumbuhan untuk Berat Badan (Riddle dan DonLevy,

2010). 3) Doppler arteri

Evaluasi Doppler arteri uterina pada trimester pertama atau kedua sebagai alat skrining untuk IUGR memiliki tingkat deteksi sekitar 75% dan 25%, dengan tingkat positif palsu sebesar 5-10%. Doppler uterus memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk

(18)

memprediksi IUGR dini berhubungan dengan preeklamsia dan lebih rendah untuk late IUGR (Figueras dan Gardosi, 2010).

Pada awal kehamilan, Doppler arteri uterina yang

bergelombang dan aliran diastolik yang rendah dikarenakan impedansi vaskular yang tinggi. Dengan bertambahnya usia

kehamilan, penurunan impedansi vaskular tercermin oleh

peningkatan aliran diastol dan hilangnya lekukan. Bertahannya kedudukan arteri uterina pada akhir trimester kedua dan ketiga telah digunakan untuk mengidentifikasi sirkulasi uterus yang abnormal pada kehamilan (Society for Maternal-Fetal Medicine Publications

Committee, 2012).

Gambar 2.4 Doppler Arteri Uterina (Society for Maternal-Fetal Medicine Publications Committee, 2012).

Pemeriksaan Doppler yang lainnya adalah Doppler arteri umbilikalis, Doppler arteri serebri, dan pemeriksaan Doppler vena (Milittello, 2009). Velosimetri dari Doppler arteri umbilikalis menilai resistensi perfusi darah fetoplasenta. Aliran terbalik diastolik

(19)

commit to user

dari kompromi plasenta dan telah dikaitkan dengan obliterasi > 70 % arteri di vili tersier plasenta dan umumnya terkait dengan IUGR berat dan oligohidramnion (Society for Maternal-Fetal Medicine

Publications Committee, 2012).

Gambar 2.5 Doppler Arteri Umbilikalis (Society for Maternal-Fetal Medicine Publications Committee, 2012).

Pemeriksaan Doppler arteri serebri dapat mendeteksi redistribusi vaskular janin ketika pasokan oksigen dan nutrisi erbatas. Doppler mengindikasikan penurunan resistensi di arteri serebri sebagai refleksi dari sparing otak (Milittello, 2009). Janin IUGR menunjukkan peningkatan resistensi plasenta yang dibuktikan dengan peningkatan rasio sitolik dan diastolik dalam arteri umbilikasi. Peningkatan ini berhubungan dengan penurunan resistensi pembuluh darah otak yang diukur dengan indeks pulsasi

(20)

commit to user

(pulsatile indeks/PI) dari arteri serebri media (Harkness dan Mari, 2004).

Indeks aliran Doppler vena yang abnormal menunjukkan gangguan preload. Penurunan gelombang velosimetri Doppler di ductus venosus menggambarkan penurunan aliran ke depan selama sistol atrium. Peningkatan denyut vena umbilikalis mencerminkan peningkatan tekanan vena sentral dan juga insufisiensi trikuspid akibat dilatasi jantung yang berat. (Milittello, 2009).

3. Hubungan antara Preeklamsia Berat dengan IUGR

Adanya sindrom preeklamsia pada ibu hamil dikaitkan dengan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) (Ananth et al., 2013). Preeklamsia adalah penyakit hipertensi kehamilan tertentu yang dapat disebabkan oleh kegagalan fungsi endotel vaskuler dan vasospasme pembuluh darah (American College of Obstetrics and Gynecology, 2013; Lim et al., 2014). Preeklamsia terjadi akibat beberapa keadaan, antara lain penurunan perfusi plasenta, stres oksidatif, disfungsi endotel, vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan rasio PGI2 : TXA2, peningkatan ANGII atau AT1-AA, dan hipoksia plasenta (Roeshadi, 2006; Lindheimer et al., 2008; Birawa et al., 2009; Hunkapiller et al., 2011; Rugolo et al., 2011; American College of Obstetrics and Gynecology, 2013).

Pada IUGR juga terdapat disfungsi endotel dan patologi vaskular yang ditandai perubahan tonus vasomotor dan koagulasi serta plasentasi yang buruk sehingga menyebabkan hipoksia dan memicu terjadinya stres

(21)

commit to user

oksidatif akan memicu disekresikannya Endhotelin-1 (ET-1) dan menyebabkan kontraksi dan proliferasi otot polos pembuluh darah serta meningkatkan resistensi dan berkurangnya aliran darah pembuluh darah fetoplasenta (Wirman dan Wiknjosastro, 2008). Penyebab paling umum IUGR adalah adanya iskemia plasenta yang disebabkan tidak cukup baiknya fungsi plasenta karena perfusi uteroplasenta yang buruk sehingga terjadi angiogenesis yang abnormal dan disertai adanya peningkatan ekspresi VEGF-A, b-FGF, dan eNOS (Barut et al., 2010).

Preeklamsia ditandai dengan penurunan aliran darah uteroplasenta dan iskemia yang merupakan dua penyebab terjadinya IUGR (Barut et al., 2010; Backes et al., 2011). Wanita dengan preeklamsia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk memiliki janin IUGR dan terdapat peningkatan risiko yang moderat untuk IUGR pada preeklamsia berat (Srinivas et al., 2009; Rugolo et al., 2011).

(22)

commit to user B. Kerangka Pemikiran Keterangan: : variabel penelitian : variabel luar C. Hipotesis

Terdapat hubungan yang bermakna antara preeklamsia berat dengan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) di RSUD Dr. Moewardi.

Preeklamsia Berat

IUGR

↓↓ aliran darah uteroplasenta Iskemia

↑↑ VEGF, b-FGF, dan eNOS

Usia ibu

Usia kehamilan Ketuban pecah dini

Penyakit infeksi (malaria, HIV, dan toksoplasma) dan Tuberculosis (TB) Jumlah janin

Abrupsio plasenta

Status gizi ibu

Plasenta previa Malformasi kongenital Merokok

Gambar

Gambar 2.1 Patogenesis Preeklamsia (Rugolo et al., 2011)
Gambar 2.2 Kurva Pertumbuhan untuk Panjang dan Lingkar Kepala
Gambar  2.4  Doppler  Arteri  Uterina  (Society  for  Maternal-Fetal  Medicine Publications Committee, 2012)
Gambar 2.5 Doppler Arteri Umbilikalis (Society for Maternal-Fetal  Medicine Publications Committee, 2012)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis membuat aplikasi macromedia dengan menggunakan program aplikasi Macromedia Flash 2004, dengan tujuan membantu anak dalam memperoleh ilmu

PENGARUH OKSIDASI BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL.. Diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata-1 (S-1) Jurusan Teknik

Berdasarkan prosedur pengembangan media Modul Elektronik pada mata pelajaran simulasi digital materi aplikasi pengolah simulasi visual tahap produksi untuk kelas X

Untuk mengetahui bagaimana perhitungan pajak tangguhan terhadap penyusutan aktiva tetap pada PT X dan untuk mengetahui pengaruh penyusutan terhadap Laba (Rugi) tahun 2008 PT X..

“Solo Heritage dalam Fotografi Virtual” merupakan sebuah karya fotografi yang memvisualisasikan citra interior bangunan bersejarah di Kota Solo melalui fotografi virtual 360

persamaan dan perbedaan antara ajaran Kejawen dengan ajaran Syekh Siti Jenar dalam memandang Tuhan, manusia, dan alam. Permasalahan yang dibahas dalam artikel

Namun pembagian kelompok khalayak yang memahami film asing itu sudah dapat kita perkirakan atas dasar logika bahwa jumlah yang menguasai bahasa asing lebih terbatas