• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. harga. Badan Pusat Statistik (2005) mendefinisikan inflasi sebagai angka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. harga. Badan Pusat Statistik (2005) mendefinisikan inflasi sebagai angka"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Inflasi

Mankiw (2007) menyebutkan bahwa inflasi adalah seluruh kenaikan dalam harga. Badan Pusat Statistik (2005) mendefinisikan inflasi sebagai angka gabungan dari perubahan harga dari sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dan dianggap mewakili seluruh barang dan jasa yang dijual di pasar.

Khalwaty (2000) menyatakan bahwa inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.

Bank Indonesia , inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifat umum dan terus menerus. Secara teori, pada dasarnya inflasi berkaitan dengan fenomena interaksi antara permintaan dan penawaran. Namun, pada kenyataannya inflasi tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lainnya seperti tata niaga dan kelancaran dalam lalu lintas barang dan jasa serta peranan kebijakan pemerintah.

(2)

2.1.2 Teori Inflasi

Cavanese dalam Atmadja (1999) menyebutkan bahwa terdapat berbagai macam teori yang berusaha menjelaskan inflasi dari berbagai sudut pandang.

Teori tersebut adalah Teori Kuantitas, Keynesian Model, Mark-up Model dan Teori Struktural. Teori Kuantitas adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :

1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral.

2. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.

Teori Keynesian Model, dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat menginginkan hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap.

Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk

(3)

mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.

Mark-up Model, teori ini mendasarkan pemikiran bahwa model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin.

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.

Teori Struktural, merupakan inflasi yang terjadi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, guncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Structural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu :

1. Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan metode

(4)

dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.

2. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barang- barang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.

3. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money).

Adanya structural bottlenecks ini, dapat memperburuk inflasi di negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di negara- negara yang sedang berkembang sering menjadi suatu fenomena jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur sektor

(5)

keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini adalah pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau produksi.

Berdasarkan pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah satu faktor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga) menjadi murah, maka volume investasi akan meningkat dan juga meningkatkan volume produksi sehingga penawaran barang meningkat, yang pada akhirnya menekan tingkat inflasi. Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barang-barang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor.

2.1.3 Sumber Inflasi

Di dalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Dalam teori ini sumber inflasi dibedakan menjadi dua yaitu teori demand pull inflation dan cost push inflation. Selain menggunakan pendekatan teori kuantitas dalam menganalisis sumber-sumber penyebab inflasi, juga digunakan pendekatan struktur ekonomi, pendekatan moneter dan pendekatan akuntansi seperti dijelaskan oleh Khalwaty (2000) di bawah ini:

(6)

a. Demand pull inflation

Demand pull inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan secara agregat, dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan permintaan total (agregate demand) selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan produksi (output) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga yang biasa disebut sebagai Indeks Murni (pure inflation). Mishkin (2009) menyebutkan inflasi yang disebabkan demand pull inflation dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.1 di bawah ini:

  Sumber : Mishkin, 2009.

Gambar 2.1 Demand Pull Inflation b. Cost push inflation

Cost push inflation terjadi pada kondisi tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Hal ini disebabkan oleh adanya

(7)

kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total (supply agregat) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung cukup lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan resesi. Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation didorong oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Adanya tuntutan kenaikan upah dari para pekerja yang biasa dikoordinir oleh organisasi serikat buruh.

2. Adanya industri yang monopolis, yang memberikan kekuatan kepada produsen untuk menguasai pasar dan selanjutnya menaikkan harga lebih tinggi.

3. Kenaikan bahan baku industri.

4. Pemerintah terlalu berambisi untuk menguasai sumber-sumber ekonomi dalam jumlah yang besar yang seharusnya dapat diserahkan kepada pihak swasta.

5. Adanya kebijakan pemerintah, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi yang dapat memicu kenaikan harga-harga, seperti kenaikan tarif angkutan umum dan kenaikan tarif listrik, kenaikan gaji pegawai negeri dan kenaikan anggaran belanja negara yang dibiayai dengan pencetakan uang baru (money creation).

6. Pengaruh alam yang dapat menurunkan produksi dan menaikkan harga seperti musim kemarau panjang yang mengakibatkan gagalnya panen.

(8)

7. Pengaruh inflasi dari luar negeri, terutama bagi negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka atau pasar bebas.

Sedangkan menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa cost push inflation dapat disebabkan oleh:

1. Wage Cost Push Inflation

Teori inflasi yang menekankan dorongan biaya upah menyatakan bahwa kenaikan-kenaikan yang terjadi pada biaya upah, yang sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan permintaan merupakan penyebab awal terjadinya inflasi.

2. Price Push Inflation

Teori inflasi yang menekankan price push atau juga dikenal dengan istilah administered price theory of inflation, memiliki persamaan dengan teori inflasi yang menekankan dorongan biaya upah. Teori tersebut menyatakan bahwa para penjual memiliki kekuatan monopoli, dan mereka ingin sekali menaikkan harga, tapi karena mereka takut terjadnya antitrust dari pihak pemerintah maka mereka menggunakan kenaikan dalam biaya produksi dapat dijadikan alasan yang diperlukan untuk membenarkan adanya kenaikan harga.

3. Import Cost Push Inflation

Inflasi karena dorongan biaya impor, berupa suatu kenaikan dalam tingkat harga suatu negara yang disebabkan adanya suatu kenaikan dalam harga-harga barang impor penting.

4. Structural Rigidity Inflation

Menekankan kekakuan struktural, mengasumsikan bahwa sumber-sumber daya tidak dengan cepat beralih dari penggunaan yang satu ke penggunaan yang lain

(9)

dan adalah mudah untuk menaikkan upah berupa uang dan harga-harga daripada menurunkannya. Mengingat bahwa upah dan harga-harga adalah kaku, maka tidak akan terlihat adanya penurunan upah dan harga pada sektor- sektor yang berkontraksi potensial. Sehingga proses penyesuaian upah dan harga-harga di dalam sebuah perekonomian dengan adanya kekakuan struktural menyebabkan munculnya inflasi.

Mishkin (2009) menyebutkan inflasi yang disebabkan cost push inflation dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.2 di bawah ini:

  Sumber : Mishkin, 2009.

Gambar 2.2 Cost Push Inflation

2.1.3.1 Hubungan Harga Komoditi Pangan dan Inflasi

Kenaikan komoditas di belahan dunia merupakan fenomena unik bagi sebagian orang, yang melihat kaitannya dengan perkembangan makro ekonomi dan hubungannya dengan tingkat inflasi. Disadari atau tidak, inflasi bahan pangan secara logika dasar makro ekonomi, dapat menyebabkan peningkatan inflasi,

(10)

sedangkan inflasi sangat erat kaitannya dengan besaran tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dan pertumbuhan merupakan kunci untuk memberantas unemployment. Braun (2008), menjelaskan adanya keterkaitan antara krisis pangan dengan krisis finansial, walaupun secara underlying causes (penyebab dasarnya) berbeda. Namun, keduanya dapat mengancam keamanan pangan, keamanan politik, dan stabilitas finansial dan ekonomi.

Dapat dijabarkan juga bahwa inflasi pangan menaikkan tekanan secara umum pada nilai inflasi di seluruh dunia. Dalam kaitannya dengan negara berkembang, hal ini dapat terjadi karena rata-rata konsumsi pangan menempati porsi terbesar dari tingkat konsumsi masyarakat. Studi Braun (2008) menunjukkan bahwa rata-rata inflasi bahan pangan lebih tinggi dari rata-rata inflasi secara keseluruhan di 27 dari 31 negara dengan proporsi besar dari konsumsi pangan.

Rahardja (2011) menyatakan bahwa harga komoditas di Indonesia seperti gula, minyak goreng, kedelai dan jagung berhubungan dengan harga dunia. Dalam periode sekitar satu tahun, satu persen kenaikan rata-rata harga komoditas dunia akan menyebabkan kenaikan sebesar satu persen harga domestik di Indonesia.

Komoditas yang lain akan merespon hal yang sama dengan waktu respon yang bervariasi. Secara umum, kecepatan harga domestik untuk menyesuaikan terhadap guncangan harga dunia yang paling cepat adalah komoditas gula dan minyak goreng sedangkan yang paling lambat pada kedelai dan jagung. Kecepatan transmisi terhadap guncangan harga international juga berbeda diantara provinsi di Indonesia4.

      

4 Sjamsu Rahardja. Ekonom pada World Bank Jakarta. Hhttp://go.worldbank.org/AAG7PZGKR0

(11)

2.1.3.2 Hubungan antara Harga Minyak Dunia dan Inflasi

Purwanti (2011) menyebutkan bahwa mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dijelaskan oleh Blanchard. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik, karena hubungan antara keduanya berbanding lurus. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan harga.

2.1.3.3 Hubungan antara Upah Buruh dan Inflasi

Hubungan antara upah dan inflasi ditunjukkan oleh teori inflasi yang menekankan dorongan biaya upah dan menyatakan bahwa kenaikan-kenaikan yang terjadi pada biaya upah, yang sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan permintaan merupakan penyebab awal terjadinya inflasi. Di samping itu kekakuan struktural, mengasumsikan bahwa sumber-sumber daya tidak dengan cepat beralih dari penggunaan yang satu ke penggunaan yang lain dan menjadi mudah untuk menaikkan upah berupa uang dan harga-harga daripada menurunkannya.

Mengingat bahwa upah dan harga-harga adalah kaku, maka tidak akan terlihat adanya penurunan upah dan harga pada sektor-sektor yang berkontraksi potensial.

Jadi proses penyesuaian di dalam sebuah perekonomian dengan adanya kekakuan struktural menyebabkan munculnya inflasi.

(12)

2.1.3.4 Hubungan antara Expected Inflation dan Inflasi

Mankiw (2007) menyebutkan bahwa kurva Philips (Philips Curve) dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan salah satunya adalah inflasi yang diharapkan. Inflasi yang diharapkan (expected inflation) tersebut ada beberapa bentuk yaitu:

a. Inflasi ekspektasional, yang tergantung pada perbandingan-perbandingan dalam hal melihat harapan di masa yang akan datang (forward looking expextation). Dengan begitu laju inflasi yang terbentuk sekarang akan dipengaruhi nilainya oleh nilai laju inflasi pada masa yang akan datang. Hal ini mengakibatkan pembentukan harga dan upah akan disesuaikan dengan laju inflasi yang diharapkan pada masa yang akan datang.

b. Ekspektasi adaptif, tergantung pada perbandingan-perbandingan dalam hal melihat pengalaman di masa yang lampau (backward looking expectation).

Dengan begitu laju inflasi yang akan datang dipengaruhi nilainya oleh laju inflasi pada masa lampau. Hal ini mengakibatkan pembentukan harga dan upah akan disesuaikan dengan laju inflasi yang terjadi pada masa yang lampau. Ekspektasi adaptif ini susah untuk ditanggulangi, karena menyangkut efek psikologis, berupa trauma akan laju inflasi yang terbentuk di masa lalu.

Oleh karena itu model ekspektasi adaptif ini memiliki pengaruh yang paling besar terhadap laju inflasi dibandingkan bila menggunakan variabel ekspektasi yang lain (Bank Indonesia, 2000).

(13)

2.1.3.5 Hubungan antara Nilai Tukar (Exchange Rate) dan Inflasi

Studi Permana (2004) menjelaskan bahwa nilai tukar merupakan salah satu variabel mekanisme transmisi kebijakan moneter. Nilai tukar berpengaruh terhadap inflasi karena adanya direct passthrough effect melalui harga bahan baku impor. Barang tersebut dapat berupa barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal. Dampak perubahan nilai tukar terhadap laju inflasi melalu impor barang konsumsi tergolong ke dalam first direct passthrough, karena harga impornya dapat langsung mempengaruhi harga jual produk tersebut di dalam negeri.

Sedangkan dampak melalui impor bahan baku dan barang modal tergolong ke second direct passthrough, karena pembentukan harganya melalui proses produksi terlebih dahulu.

Dengan adanya depresiasi nilai tukar maka harga bahan baku impor akan naik sehingga biaya produksi akan naik, penawaran akan turun dan terjadilah inflasi dari sisi penawaran (cost push inflation). Nilai tukar mempunyai elastisitas yang besar terhadap inflasi karena masih besarnya ketergantungan industri terhadap bahan baku impor.

2.1.4. Penghitungan Inflasi di Indonesia

Menurut BPS (2009), inflasi di Indonesia merupakan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada suatu periode terhadap periode sebelumnya.

Penghitungan IHK tersebut menggunakan metode Laspeyers yang dikembangkan (modified Laspeyers) karena dalam rumusan indeksnya menggunakan kuantum

(14)

yang tetap sesuai tahun dasar. Rumusan Indeks Laspeyers dituliskan sebagai berikut:

100%

(2.1)

dimana :

In = Indeks bulan ke-n

Pn = Harga jenis komoditi bulan ke-n Po = Harga jenis komoditi tahun dasar Qo= Kuantum jenis komoditi tahun dasar

dengan pertimbangan teknis pengolahan dari penghitungan IHK, maka rumusan Indeks Laspeyers diatas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan rumusan indeks sebagai berikut:

100%

(2.2)

dimana :

In = Indeks bulan ke-n

Pn = Harga jenis komoditi bulan ke-n Po = Harga jenis komoditi tahun dasar Qo= Kuantum jenis komoditi tahun dasar P(n-1) = Harga jenis komoditi bulan ke- (n-1)

Tahapan untuk menghitung inflasi dimulai dengan menghitung relatif harga (RH), kemudian menghitung nilai konsumsi (NK), menghitung IHK, dan terakhir menghitung angka inflasi untuk masing-masing kota. Dari masing-masing kota ditimbang untuk mendapatkan angka inflasi nasional.

(15)

Menurut BPS, penghitungan inflasi di Indonesia dilaksanakan di 66 kota dan meliputi 774 jenis barang/jasa dan kemudian dikelompokan menjadi 7 kelompok utama yaitu:

1. Bahan Makanan

2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 3. Perumahan

4. Sandang 5. Kesehatan

7. Transportasi dan Komunikasi Komponen penghitungan IHK adalah:

1. Tahun Dasar

Periode dasar atau tahun dasar adalah periode waktu tertentu yang dipakai sebagai dasar perbandingan. Pengukuran IHK sampai dengan bulan maret 1998 menggunakan periode 1988-1989 sebagai tahun dasar. Sedangkan sejak April tahun 1998 menggunakan periode tahun 1996 sebagai periode dasar dan sejak Januari 2004 sudah menggunakan tahun 2002 sebagai periode dasar.

Sejak Juni 2008 tahun dasar yang dipakai untuk penghitungan inflasi adalah 2007.

2. Data Harga

Harga yang dipilih dalam pengumpulan data harga konsumen adalah harga eceran, yaitu harga transaksi secara tunai yang terjadi antara penjual (pedagang eceran) dan pembeli (konsumen langsung).

(16)

3. Paket komoditas

Adalah sejumlah komoditi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di suatu kota yang digunakan sebagai acuan dalam penghitungan indeks. Paket komoditas diperoleh dari suatu survei pengeluaran rumahtangga yang mencakup seluruh pengeluaran konsumsi untuk komoditi. Survei tersebut adalah Survei Biaya Hidup (SBH).

4. Diagram Timbangan

Bobot/peran dari setiap jenis barang/jasa, dimana sumber datanya adalah Survei Biaya Hidup (SBH) yaitu nilai konsumsi makanan dan bukan makanan.

Setelah diperoleh IHK, maka inflasi dapat diketahui. Penghitungan inflasi menggunakan persamaan sebagai berikut:

100 (2.3)

Dimana merupakan inflasi yang terjadi pada periode t, merupakan IHK pada periode t sedangkan merupakan IHK pada periode sebelumnya.

Inflasi terjadi apabila perubahan IHK bernilai positif, apabila perubahannya bernilai negatif maka disebut terjadi deflasi.

2.2 Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi telah banyak dilakukan. Pada Tabel 2.1 akan ditampilkan ringkasan penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi.

(17)

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi.

NO NAMA PENELITI

JUDUL PENELITIAN

DATA DAN METODE

HASIL PENELITIAN 1 Permana,

2004

Analisis Faktor- faktor Penentu Laju Inflasi dilihat dari Sisi

Penawaran dan Ekspektasi Adaptif dalam Rezim Nilai Tukar Mengambang Bebas

- Indonesia, data tahun 1993-2004 - Model regresi

berganda OLS

Harga BBM dan harga beras tidak berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi, sedangkan nilai tukar

berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi.

2 Trihadmini, 2004

Analisis

Determinan Inflasi di Indonesia Periode 1988- 2002

- Indonesia, data tahun 1988-2002 - Model Persamaan Simultan

Ekspektasi inflasi dan inflasi impor

berpengaruh terhadap inflasi.

3 Krisnawati, 2006

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi di Indonesia.

- Indonesia (1983- 2004 dan 1997- 2004)

- Multicointegration

Output gap sangat berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia periode 1983-2004 sedangkan periode 1997-2004 yang berpengaruh terhadap inflasi adalah

disequilibrium pasar uang.

4 Mardianti, 2006

Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi Permintaan Uang

- Data Indonesia periode 1990:

kuartal 1 sampai 2005: kuartal 3 - Error Correction

Model (ECM)

Inflasi Indonesia periode t-1, perubahan broad money, perubahan nilai tukar periode t-1 dan t-2, berhubungan positif dengan inflasi di Indonesia.

5 Devi, 2006 Analisis Inflasi di Indonesia

- Indonesia, data tahun 2000-2005 - Model OLS

PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar secara serentak mempunyai hubungan secara signifikan terhadap inflasi, secara parsial nilai tukar dan jumlah

(18)

mempunyai hubungan positif dan

berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi.

6 Apriani, 2007

Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Output di Indonesia: Periode 1990-2006

- Indonesia, data tahun 1990-2006 - Model VAR

dilanjutkan dengan VECM

Guncangan harga minyak dunia berhubungan positif dengan inflasi, output, jumlah uang beredar dan nilai tukar riil.

7 Budiarti, 2008

Pengaruh Kenaikan Harga Bbm Terhadap Indeks Harga Konsumen (Ihk) Masing-Masing Kelompok Barang Dan Jasa Di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008

- Kota Banda Aceh, data tahun 1998- 2008

- Model VAR

Kenaikan harga BBM berhubungan positif dengan inflasi umum dan inflasi untuk masing-masing komoditi barang dan jasa.

8 Sultan, 2011 Inflation in Kingdom of Saudi Arabia: A Bound Test Analysis

- Arab Saudi - Model

Cointegration dengan VECM

Inflasi di dunia ekonomi, tingkat nilai tukar dan money supply adalah faktor utama yang

mempengaruhi inflasi di Saudi Arabia.

9 Dwiantoro, 2004

Analisis

Determinan Inflasi di Indonesia dengan Engle- Granger Error Correction Model

- Indonesia - Model Eagle-

Granger Error Correction Model (EG-ECM)

GDP riil berpengaruh negatif terhadap inflasi dan inflasi harapan berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi dalam jangka panjang.

10 Monfort and Pena, 2008

Inflation Determinant in Paraguay: Cost Push versus Demand Pull Factors

- Paraguay - Model

Cointegration dengan pendekatan VAR

Jumlah uang beredar berpengaruh dalam inflasi jangka panjang sedangkan harga luar negeri/ harga

beberapa produk makanan dan indeks upah punya pengaruh dalam jangka pendek

(19)

Penelitian ini berdasarkan penelitian Permana (2004). Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia dari sisi penawaran. Sedangkan perbedaannya terletak pada cakupan tahun, variabel yang digunakan dan metode analisis yang digunakan. Periode tahun dalam penelitian Permana adalah data kuartalan dari tahun 1993-2004 sedangkan dalam penelitian ini periode yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 1998-2010.

Variabel yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah harga BBM dan harga beras sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel harga minyak dunia dan indeks harga komoditi pangan dunia. Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah regresi berganda Ordinary Least Square (OLS) sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis Vector Error Correction Model (VECM).

2.3 Kerangka Pemikiran Operasional Guncangan penawaran yang negatif berupa bencana alam telah

menyebabkan kegagalan panen dan terjadinya kelangkaan komoditi pangan.

Kelangkaan pangan akan berimbas pada naiknya harga komoditi pangan.

Disamping itu adanya krisis energi yang mulai melanda di tahun 2005 yang dimulai dengan berkurangnya pasokan minyak dunia berimbas pada kenaikan harga minyak dunia. Di Indonesia, kenaikan harga minyak dunia diikuti oleh kenaikan harga bahan bakar minyak oleh pemerintah. BBM yang merupakan input produksi sehingga kenaikan harganya akan meningkatkan biaya produksi. Supaya

(20)

tidak mengalami kerugian, maka produsen akan menaikkan harga jual produknya ke konsumen sehingga akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga di masyarakat. Semakin mahalnya harga-harga membuat buruh berusaha menuntut kenaikan upah supaya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Kenaikan upah ini akan meningkatkan biaya produksi dan sekali lagi akan membuat produsen menaikkan harga jual produknya. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar akan membuat harga bahan baku impor menjadi mahal sehingga akan membebani biaya produksi. Kerangka pemikiran di atas dapat disajikan dalam Gambar 2.3.

Krisis Pangan Dunia dan Domestik

Krisis energi Dunia

‐ Harga minyak dunia 

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran ik

Harga BBM naik Harga Pangan Naik

Biaya Produksi Naik UMR

Cost Push Inflation

Exchange rate -harga bahan baku impor naik.

Inflasi

Implikasi Kebijakan Pemerintah

Gambar

Gambar 2.1 Demand Pull Inflation  b.  Cost push inflation
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Faktor-faktor Yang  Mempengaruhi Inflasi
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran ik

Referensi

Dokumen terkait

Dari subjek penelitian tersebut kemudian peneliti akan mencari data dengan wawancara kepada Public Relations dan manajemen perusahaan dalam penelitian ini departemen Sales &

Data Sales Input Data User Input Data Barang Input Data Sales Input Data Konsumen Input Data Pemasok Input Data Pembelian Input Data Order Input Data Retur Penjualan

Sebagai seorang ketua Sekretariat kongres Maria Ullfah dengan tegas mengatakan kepada organisasi perempuan yang masuk ke dalam Gerakan Massa untuk memilih Kongres

Hasil: hasil penelitian ini menunjukan bahwa angka keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu post SC di RS Nur Hidayah Bantul adalah 85%.. Kata kunci :ASI eksklusif, Bayi

Tahap yang terakhir adalah tahapan untuk memilih model produk yang paling sesuai dengan perencanaan target costing. Pada tahap ini kerja sama antara bidang

Revolusi Hijau yang dijalankan melalui intensifikasi pertanian, terutama dalam penerapan penanaman varietas bibit unggul baru, tidak semuanya dipatuhi petani.. Utamanya pada

Dari hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X SMA Al-Muslim, 52% responden adalah laki-laki, 60% responden berumur

Analisis hasil pretest merupakan acuan dari kemampuan awal siswa, tahap berikutnya siswa dijelaskan oleh peneliti pada materi pengenalan bentuk aljabar dan