• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | E - 39

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

Studi Kasus: Campus Center Barat ITB

Rizki Fitria Madina (1) , Annisa Nurrizka (2) , Dea Ratna Komala (3)

(1)

Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

(2)

Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

(3)

Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

Abstrak

Manusia memerlukan kondisi fisik ruangan tertentu yang dianggap nyaman untuk dapat bekerja de- ngan baik dan produktif. Kondisi ruangan yang nyaman meliputi kenyamanan termal dan penca- hayaan alami. Penelitian ini membahas mengenai kondisi pencahayaan alami dan kenyamanan termal dan hubungannya dengan fasade bangunan, dengan kasus studi bangunan Campus Center Barat ITB. Pengambilan data dilakukan menggunakan metode kuantitatif yaitu melakukan pengukuran temperatur dan lux pada 1 hari di 3 waktu yang berbeda pada sample ruangan yang dipilih berdasarkan fungsi dan tata letak ruang. Kemudian data diolah secara kuantitatif dengan membandingkan hasil pengukuran dengan standar kenyamanan termal dan pencahayaan. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa kondisi kenyamanan termal dan pencahayaan alami pada ruangan tidak optimal.

Kata-kunci : fasade, kenyamanan termal, pencahayaan alami, post-occupancy evaluation

Pengantar

Untuk menyelenggarakan aktivitasnya agar terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang diang- gap nyaman. Suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan efek “dingin” di mana seseorang akan kedinginan atau menggigil sehingga ke- mampuan kerjanya menurun. Sementara suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan efek

“panas” yang dapat mengakibatkan tubuh ber- keringat dan tentunya mengganggu kemam- puan bekerja. Produktivitas cenderung menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pen- cahayaan alami & kenyamanan termal adalah fasade bangunan. Besarnya bukaan mempe- ngaruhi banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bangunan dan material bangunan yang

digunakan menentukan besarnya panas yang di- serap ke dalam bangunan sehingga berpenga- ruh terhadap temperatur dalam ruangan.

Menurut Fanger (1970), kondisi kenyamanan termal dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor individu atau faktor personal. Faktor iklim yang mempengaruhi terdiri dari: suhu udara, suhu radiasi rata-rata, kelembaban udara relatif, dan kecepatan angin. Sedangkan faktor individu yang menentukan keadaan suhu nyaman adalah jenis aktivitas serta jenis pakaian yang diguna- kan.

Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila:

a) Pada siang hari antara jam 08.00 sampai

dengan jam 16.00 waktu setempat terdapat

cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam

ruangan.

(2)

E - 40 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

b) Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan silau yang mengganggu.

Menurut SNI 03-2396-2001, tingkat pen- cahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh:

a) Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya.

b) Ukuran dan posisi lubang cahaya.

c) Distribusi terang langit.

d) Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur.

Di dalam SNI 03-6197-2000 dijelaskan bahwa setiap aktivitas memerlukan intensitas pene- rangan yang berbeda. Semakin diperlu-kannya penelitian dalam mengerjakan sesuatu maka intensitas penerangannya semakin tinggi. Tabel 1 menunjukkan standar intesitas penerangan berdasarkan peraturan.

Tabel 1. Standar intensitas penerangan

Selubung bangunan berfungsi untuk meminima- lisasi efek dari iklim di luar bangunan sehingga pengguna bangunan dapat merasakan kenya- manan. Semakin besar perbedaan suasana di luar bangunan dengan di dalam bangunan, ma- ka semakin besar kebutuhan teknis yang perlu dipenuhi.

Salah satu bagian dari fasade bangunan adalah bukaan. Kebutuhan jumlah maksimum cahaya yang masuk melalui celah minimal. Bukaan gunanya untuk mengatur jumlah masuknya cahaya, refraksi cahaya, privasi, dan ventilasi.

Campus Center ITB merupakan bangunan yang berfungsi sebagai kantor pelayanan kemahasis- waan dan sering digunakan untuk tempat bela- jar dan berkumpul mahasiswa disela-sela jadwal perkuliahan. Fasade Campus Center secara umum berbeda dari bangunan lain yang ada di Kampus ITB, terlihat dari penggunaan material kaca. Campus Center terdiri dari tiga massa bangunan, yaitu Campus Center sayap timur, Campus Center sayap barat, dan juga bangunan penghubung, rotunda. Campus Center Barat dipilih sebagai kasus studi karena lebih sering digunakan oleh mahasiswa.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja fasade bangunan Campus Center ITB sayap barat. Beberapa hal yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain; karakteristik desain fasade Campus Center Barat, kondisi pencahayaan alami dan termal dan sejauh mana desain fasade berkontribusi terhadap pencaha- yaan dan kenyamanan termal bangunan. Pene- litian ini diharapkan dapat memberikan kontri- busi dalam keilmuan mengenai pengetahuan bangunan di dalam kampus dan memberikan feedback Post Occupancy Evaluation pada bangunan yang akan dibangun selanjutnya.

Metode

Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan menggunakan metode kuanti- tatif (Creswell, 2008) dimana data numerik diperoleh dari pengukuran di ruangan yang dipilih melalui purposive sampling . Kriteria sam- plingnya antara lain orientasi bangunan, fungsi dan kegiatan, level lantai dan kedalaman ruang.

Dari kriteria sampling tersebut dipilih ruangan- ruangan yang akan diukur, yaitu R.22 yang mewakili ruangan kantor, R.29 yang mewakili ruang seminar & kelas, Lounge Basement yang mewakili lobby, dan Selasar depan yang mewakili koridor dan selasar.

Pengukuran dilakukan pada tanggal 8 November 2011 pada hari yang cerah. Pengukuran dilaku- kan dalam 3 rentang waktu, pagi dari pukul 08.00 sampai pukul 09.00, siang dari pukul 12.30 sampai pukul 13.30 dan sore dari pukul

Ruang Lux

Ruang Administrasi / Kantor 300 - 350

Ruang Rapat / Seminar 250 - 300

Koridor atau selasar 100 - 150

Lobby / R. Tunggu Entrance 100 - 200

(3)

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | E - 41 16.00 sampai pukul 17.00. Peng-ukuran dilaku-

kan di tiga titik pada tiap-tiap ruang 22 (ruang pelayanan kemahasiswaan), lounge basement , ruang 29 dan selasar depan Campus Center . Pengukuran dilakukan menggunakan multime- ter yang berfungsi untuk mengukur intensitas cahaya, kelembaban udara, kecepatan angin, dan temperatur ruangan dan juga bola hitam untuk mengukur temperatur radiasi. Selain itu, luas dan jenis fasade bangunan dilihat dari dokumen gambar tampak bangunan CC Barat dan dihitung luasnya berdasarkan skala gambar.

Gambar 1. Ruang 22 CC Barat ITB, salah satu sampel ruangan pengukuran

Metode Analisis Data

Data dianalisis menggunakan metode kuanti- tatif. Hasil pengukuran temperatur dikonversi- kan menggunakan tabel psikometrik dan nomo- gram suhu efektif untuk menganalisis kondisi kenyamanan termal (Fanger, 1970). Sedangkan dari sisi pencahayaan alami, data diolah meng- gunakan standar penerangan untuk aktivitas dalam ruangan tersebut. Fasade dianalisis dari luas, jenis dan sifat bukaannya dan pengaruh- nya terhadap kenyamanan termal dan pencaha- yaan bangunan.

Hasil Pengukuran

Dari Tabel 2, Gambar 1 dan 2 dapat terlihat perbedaan kondisi iklim dan pencahayaan ma- sing-masing ruangan. Ruang 22 yang merupa- kan ruang pelayanan mahasiswa memiliki inten- sitas pencahayaan alami yang sangat rendah apabila dibandingkan dengan ruang lainnya.

Kemudian dilihat dari grafiknya, R.22 memiliki kelembaban yang cukup stabil, tidak terlalu

banyak perbedaan pada pagi, siang maupun sore. Selain itu, pada siang hari di R.22 terdapat lonjakan yang cukup tinggi pada temperatur udara. Dibandingkan dengan R.22 yang memiliki intensitas cahaya yang kurang dari 1000 LUX, R.29 memiliki intensitas cahaya yang cukup tinggi untuk ruangan yang tertutup, yaitu melebihi 2000 LUX. Suhu udara di R.29 ini juga paling tinggi dibandingkan dengan ruang-ruang lainnya.

Gambar 2. Perbandingan kelembaban udara

Gambar 3. Perbandingan Temperatur Udara

(4)

E - 42 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

Tabel 2. Hasil pengukuran temperatur, kecepatan angin dan intensitas cahaya

Ruang Pagi Siang Sore

T Kelem- baban Kec.

Angi n

Lux T.

Radi asi

T Kelem- baban Kec.

Angin Lux T.

Rad iasi

T Kelem- baban Kec.

Angin Lux T.

Radi asi

22 26 64 0 63 32 30 44 0 67 31 28 56 0 14 31

29 28 57 0 1836 31 31 47 0 2543 31 28 55 0 794 31

Lounge Base- ment

27 57 0,3 444 30 30 33 0,17 512 31 28 55 0,23 47 30

Selasar

Depan 28 51 0,83 9100 33 30 43 0,67 10766 32 27 55 0,77 1059 31

Walaupun Lounge Basement dan Selasar Depan sama-sama merupakan ruang yang langsung berbatasan dengan ruang luar, tetapi kondisi termal dan pencahayaannya cukup berbeda.

Lounge Basement memiliki intensitas cahaya dan kelembaban udara yang sangat rendah dibandingkan dengan Selasar Depan. Rata-rata intensitas cahaya di Lounge Basement tidak melebihi 1000 LUX, tetapi di Selasar Depan bisa sampai melebihi 10000 LUX. Tetapi pada siang hari, justru temperatur udara di Selasar Depan lebih rendah daripada Lounge Basement hal ini dikarenakan kecepatan angin di Selasar Depan lebih besar daripada di Lounge Basement . Analisis

Analisis Hasil Pengukuran

Untuk menganalisis kondisi kenyamanan termal, maka diperlukan suhu tabung basah ( wet bulb ), Suhu tabung basah didapatkan dari mengkon- versi suhu tabung kering ( dry bulb ) mengguna- kan diagram psikometrik. Dengan menggunakan nomogram suhu efektif, wet bulb dan dry bulb dikonversikan ke dalam skala kenyamanan ter- mal (lihat tabel 3).

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa hampir pada semua waktu dan di semua ruangan kondisi termalnya nyaman untuk beraktivitas. Tetapi pada kenyataannya, karena kurangnya pertuka- ran udara yang diindikasikan oleh rendahnya angka kecepatan angin dan tingginya kelemba- ban, maka ruangan tersebut terasa pengap.

Tabel 3. Kondisi kenyamanan termal

Ruang Pagi Siang Sore

Kondisi Kondisi Kondisi

22 tidak

nyaman nyaman nyaman

29 nyaman nyaman nyaman

Lounge

Basement nyaman nyaman nyaman

Selasar

Depan nyaman nyaman nyaman

Sedangkan, dari sisi pencahayaan alami, data

diolah menggunakan standar penerangan untuk

aktivitas dalam ruangan tersebut. Di pagi hari,

hampir seluruh ruangan pencahayaannya mele-

bihi standar, kecuali R.22 yang pencahaya-

annya jauh di bawah standar. Padahal dilihat

dari fungsinya, ruangan tersebut membutuhkan

cahaya yang cukup tinggi untuk bekerja. Meski-

pun lampu sudah dinyalakan, pencahayaan da-

lam ruangan masih di bawah standar. Sebalik-

nya, untuk R.29 yang pencahayaannya sangat

berlebih akan mengganggu aktivitas di dalam-

nya. Ketika lampu dinyalakan pun tidak terlalu

berpengaruh karena cahaya sudah sangat ber-

lebih. Pada lounge basement dan selasar depan

meskipun pencahayaannya berlebih, karena

aktivitas di dalamnya tidak memerlukan keteli-

tian, maka walaupun berlebih masih dapat di

toleransikan

(5)

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | E - 43 Tabel 4. Kondisi pencahayaan alami

Ruang Pagi Siang Sore

Kondisi Kondisi Kondisi

22 tidak

nyaman nyaman nyaman

29 nyaman nyaman nyaman

Lounge

Basement nyaman nyaman nyaman

Selasar

Depan nyaman nyaman nyaman

Analisis Fasade Bangunan

Bangunan Campus Center memiliki fasad yang 63 persen didominasi oleh bukaan kaca, 12 persen menggunakan dinding massive pada bagian toilet, dan 25 persen tidak menggunakan selubung karena merupakan bagian selasar.

Selubung bangunan Campus Center meng- gunakan curtain wall dengan rangka curtain wall terbuat dari aluminium. Dari seluruh bukaan, 80 persen dari jendelanya merupakan jendela mati, sedangkan 20 persen sisanya menggunakan jen- dela top-hung . Semua bidang curtain wall men- ggunakan kaca bening. Lebih jelasnya fasade Campus Center dapat dilihat pada gambar 4, bidang yang berwarna biru merupakan jendela dengan kaca mati sedangkan yang berwarna merah merupakan jendela top-hung .

Gambar 4. Jendela top-hung pada lantai dasar Sayangnya, penggunaan jendela top-hung pada bangunan ini tidak disertai ventilasi udara lain- nya. Jendela top-hung membatasi pertukaran udara melalui celah bukaannya, karena memang cocok dipergunakan untuk bangunan di daerah yang memiliki kecepatan angin yang tinggi.

Tetapi, karena Bandung memiliki kelembaban yang tinggi, pertukaran udara yang minim akan menyebabkan kondisi ruangan yang pengap dan tidak nyaman.

Melihat hasil analisis kurva hubungan antara ke- lembaban udara dengan temperatur di dalam ruangan pada Tabel 3, bisa dikatakan ruangan di Campus Center tergolong tidak nyaman dan terlalu lembab. Udara di dalam ruangan terasa tidak begitu segar, karena tidak terjadi pertukaran udara yang baik di dalam ruangan- nya. Hal ini merupakan konsekuensi dari peng- gunaan jendela top-hung .

Berdasarkan Tabel 4, dapat kita lihat bahwa cahaya yang masuk ke dalam Ruang 29 sangat jauh lebih tinggi dari standar. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kaca bening dalam luas yang besar pada fasade bangunan. Kaca bening meneruskan semua cahaya yang diterimanya ke dalam bangunan dengan menyerap sangat sedi- kit panas dari cahaya tersebut, sehingga menim- bulkan panas pada ruangan. Sedangkan pada Ruang 22, pencahayaannya kurang dari standar pencahayaan pada ruang kantor, karena terletak di lantai basement dan tidak men-dapatkan cahaya matahari langsung.

Penggunaan teritisan hanya berpengaruh pada

ruangan yang berada di sebelah barat ataupun

timur karena pada bagian tersebut teritisan

cukup panjang sehingga dapat menghalangi

datangnya sinar matahari. Hal ini terasa pada

selasar depan Campus Center Barat yang ber-

ada di bagian timur bangunan. Bayangan yang

ditimbulkan oleh teritisan membuat selasar

menjadi teduh walaupun suhunya tinggi sehing-

ga masih terasanya nyaman. Sedangkan pada

ruangan yang terletak di utara atau selatan,

misalnya Ruangan 29, teritisan tidak mampu

menghalangi cahaya sehingga cahaya masuk

berlebih karena perbandingan panjang teritisan

dan luas bidang bangunan.

(6)

E - 44 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

Gambar 5. Analisis arah matahari pada teritisan selatan CC Barat

Kesimpulan

Ruang yang ada di dalam bangunan Campus Center memerlukan perlakuan yang berbeda.

Pada Ruang 22 perlu ditambahkan jumlah pencahayaannya, sedangkan pada Ruang 29 pencahayaan sangat berlebih. Hal ini di- pengaruhi dari perletakan dan selubung masing- masing ruang. Karena itu dibutuhkan penye- suaian pencahayaan buatan (pada Ruang 22) dan penambahan upholstery (pada Ruang 29).

Kemudian, pada kasus ini teritisan tidak mem- berikan pengaruh yang signifikan pada kondisi thermal, karena kebanyakan ruang terletak di Utara - Selatan. Walaupun peletakan ruang sudah benar tetapi hal ini tidak berhasil me- ngurangi jumlah cahaya dan panas yang masuk ke dalam ruangan. Untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk bisa ditambahkan peng- gunaan sun-shading .

Jadi secara umum, dari segi desain bangunan Campus Center Barat sudah berusaha untuk merespon iklim lingkungan sekitar, misalnya dari tata letak ruang. Hanya saja karena penggu- naan kaca yang berlebih ini mengakibatkan kondisi kenyamanan termal dan pencahayaan alami pada ruangan tidak optimal.

Penelitian ini hanya memperhatikan faktor iklim dalam mengukur kenyamanan pengguna, se- dangkan faktor personal dan individu tidak

dijadikan faktor penentu kenyamanan dalam menentukan bangunan ini nyaman atau tidak.

Penelitian berikutnya perlu memperhatikan fak- tor personal dari pengguna bangunan melalui wawancara ataupun kuesioner agar hasil pene- litian dapat semakin akurat.

Daftar Pustaka

Amirudin, Saleh. (1966). Iklim dan Arsitektur di Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum.

Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches.

California: Sage Publications, Inc.

Egan, M. David. (1975). Concept in Termal Comfort.

New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Fanger. (1970). Thermal comfort: Analysis and Applications in environmental engineering. Danish Technical Press.

Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc.

Herzog, Krippner, Lang. (2000). Facade Contruction Manuals. Birkhäuser Architecture.

Karyono, Tri Harso. (2001). Teori dan Acuan Kenyamanan Termal dalam Arsitektur. Jakarta: PT.

Catur Libra Optima.

SNI 03-6197-2000 SNI 03-2396-2001

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1589

5/1/sti-jul2005-%20%2826%29.pdf, diakses pada

tanggal 8 November 2011

Gambar

Tabel 1. Standar intensitas penerangan
Gambar 1. Ruang 22 CC Barat ITB, salah satu sampel  ruangan pengukuran
Tabel 2. Hasil pengukuran temperatur, kecepatan angin dan intensitas cahaya
Gambar 4. Jendela top-hung pada lantai dasar Sayangnya, penggunaan jendela  top-hung  pada  bangunan  ini  tidak  disertai  ventilasi  udara   lain-nya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa variabel minat perilaku, pemahaman, kepuasan, kegunaan dan kemudahan membayar pajak bagi wajib pajak terhadap

Majlis Negara Bagi Kerajaan Tempatan (MNKT) telah menggariskan 23 langkah pencegahan jenayah untuk dilaksanakan pada peringkat pihak berkuasa tempatan (Jabatan Perancangan Bandar

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Berdasarkan hasil perhitungan nilai p-value yang diperoleh sebesar 0.904 lebih besar dari level p-value 0.05, hal ini berarti bahwa variable pelatihan tidak

ABSTRAK : Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah disiplin, kepuasan kerja dan motivasi berpengaruh terhadap produktivitas kerja pegawai di

Deskripsi Kemampuan Pedagogical Content Knowledge (PCK) Mahasiwa Semester IV Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta pada mata

Menurut bapak/ibu, apakah semua masyarakat desa sudah merasakan manfaat dari program tersebut atau hanya beberapa orang saja yang merasakannya?. Menurut bapak/ibu apakah

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi