• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR. Perilaku konsumtif memang tidak diperbolehkan dalam agama manapun, karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGANTAR. Perilaku konsumtif memang tidak diperbolehkan dalam agama manapun, karena"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

 

PENGANTAR

Perilaku konsumtif memang tidak diperbolehkan dalam agama manapun, karena itu merupakan suatu pemborosan dan berlebih-lebihan, telah di jelaskan dalam sebuah ayat al’quran :

“ Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan sesunguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan “. (QS. Al-araf : 31)

Dari penjelasan ayat di atas. Apapun alasannya perilaku konsumtif merupakan perilaku yang berlebih-lebihan, sedangkan perilaku tersebut merupakan perbuatan yang mubazir, allah swt pun tidak menyukai perbuatan tersebut. Perilaku konsumtif merupakan perbuatan yang mubazir, yang dimana menghambur-hamburkan uang, boros dan hanya untuk memenuhi keinginan bukan untuk memenuhi kebutuhan. Islam pun tidak mengenal dan mengajarkan untuk berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif merupakan suatu gaya hidup yang tumbuh di kota besar, yang menjadi sebuah trend, bahkan sudah menjadi budaya di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya pada remaja. Kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan perilaku konsumtif sebagai paham atau gaya hidup yang menganggap barang sebagai ukuran kesenangan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di sebuah mall di kota Yogyakarta, observasi dilakukan pada jam sepuluh pagi sampai dengan pukul satu siang. Peneliti mengunjungi sebuah food court, terlihat cukup banyak remaja yang menghabiskan waktu makan siangnya bersama teman dekatnya, peneliti mengunjungi tempat assesoris, terlihat sekitar tiga belas remaja putri yang sedang melihat-lihat asseoris bersama teman-temanya, ada beberapa remaja diantaranya membeli

(2)

asseoris, peneliti mengunjungi sebuah toko buku terlihat banyak diantaranya ada yang melihat novel, ada diantaranya yang membeli beberapa buah buku, dan majalah. Hal ini sesuai dengan aspek perilaku konsumtif yaitu mencari kesenangan, mudah terbujuk rayuan. Remaja umumnya senang pergi ke mall bersama teman dekatnya, hanya sekedar melihat-lihat barang yang ia sukai atau windows shopping, makan bersama dengan teman-temanya atau sekedar hangout, senang dengan makan siap saji atau junk food, serta berbelanja barang yang ia sukai seperti baju, sepatu, tas dan asseoris.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, subjek tersebut memiliki hoby membaca dan menkoleksi novel, subjek terkadang sebulan sekali atau bahkan tak jarang bila mengunjungi toko buku. Subjek selalu diberikan uang perbulan oleh orang tuanya, namun uang tersebut selalu habis dalam jangka waktu setengah bulan saja , selain dibelikan untuk novel, uangnya pun dipergunakan untuk hal yang sebenarnya tidak penting, kebiasaanya yang selalu membelanjakan uangnya dan selalu boros, bahkan subjek sanggup menghabiskan uang dalam satu bulan sekitar satu setengah juta rupiah, berkali-kali orang tuanya mengingatkan namun kebiasaan itu terus dilakukan hingga sekarang. Hal ini sesuai dengan aspek perilaku konsumtif yaitu impulsif, pemborosan, mencari kepuasan dan mencari kesenangan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti.

Perilaku konsumtif banyak di alami oleh para remaja.

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Golinko (Santrock, 2003). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (Santrock, 2003) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.

Papalia dan Olds (Santrock, 2003) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent)

(3)

secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Menurut Hall (Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi.

Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Perilaku konsumtif bisa dialami siapa saja, khususnya remaja yang tinggal di kota besar seperti kota Yogyakarta. Berdirinya sebuah mall, memudahkan para remaja untuk mengikuti pola hidup konsumtif. karena faktor dari dalam diri maupun faktor lingkungannya, seperti tersedia sarana dan kemudahan dalam berbelanja. Para remaja lebih senang berbelanja di pusat perbelanjaan daripada di pasar tradisional. Hal ini sesuai dengan pendapat Solomon (Komsiah, 2008) remaja berperilaku konsumtif di tempat-tempat belanja karena : 1) pengalaman sosial, pusat perbelanjaan telah di desain sedemikian rupa sebagai tempat masyarakat berkumpul dan menghabiskan waktu luang, 2) berbagai pengalaman yang sama, pusat perbelanjaan secara berkala menawarkan produk tertentu sehingga orang yang mempunyai minat yang sama dapat saling berhubungan, 3) keterikatan interpersonal, pusat perbelanjaan memberikan ligkungan yang menarik yang membuat seseorang merasa nyaman yang membuat seseorang selalu tertarik untuk mengunjungi, 4) status sosial, seseorang yang berkunjung ke pusat perbelanjaan untuk menaikan gengsi menunjukan pada orang lain bahwa dirinya mampu mendapat produk-produk yang sedang menjadi tren, 5) kesenangan dalam mengejar suatu produk, hal ini bisa meningkatkan harga diri karena merasa mempunyai pengetahuan yang lebih mengenai produk yang menjadi mode. Hasil penelitian dari Gurlok (Loudon & Bitta, dalam Komsiah, 2008) menunjukan

(4)

bahwa pengetahuan kelompok sebagai faktor eksternal yang menjadikan remaja berperilaku konsumtif.

Loudon dan Bitta (Komsiah, 2008) remaja merupakan kelompok yang berorientasi konsumtif karena remaja senang mencoba hal-hal baru. Ciri-ciri dari konsumen remaja adalah aktif, cepat berubah, mudah terpengaruh, konformitas, tinggi, rasa ingin tahunya besar, bebas dan ingin mencoba sesuatu yang baru. Remaja memiliki kontrol diri eksternal lebih tinggi daripada kontrol internal sehingga remaja lebih peka terhadap pengaruh kelompok sifat remaja yang mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya. Sifat mudah terpengaruh ini membuat remaja rentan terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan-lingkungan sekitar seperti gaya hidup mewah, berlebihan. (Monks dalam Komsiah, 2008).

Perilaku konsumtif merupakan perilaku belanja masyarakat yang tidak menerapkan pola konsumsi yang tepat sehingga menyebabkan tidak adanya keseimbangan antara keinginan, kebutuhan dan kemampuan untuk memperoleh atau menggunakan barang dan jasa. Perilaku konsumtif lebih di dominasi oleh faktor emosi dan keinginan atau hasrat semata sebagai hal utama yang mendasari keputusan sehingga seseorang tidak lagi rasional dalam membeli suatu produk atau jasa.

Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena psikoekonomik yang melanda kehidupan masyarakat yang telah merasuk kedalam seluruh lapisan meski dengan kadar yang berbeda-beda dan salah satu lapisan meski dengan kadar yang berbeda- beda dan salah satu lapisan tersebut adalah remaja. Remaja sekarang lahir dan besar dalam cengkraman mesin-mesin industri sehingga masyoritas dari mereka merupakan hasil produksi dari kemajuan industri akibatnya remaja menjadi salah satu konsumen yang sering ditawari kebutuhan-kebutuhan baru dan semu hasil dari

(5)

industrialisasi. (Prasodjo, Majalah Hai dalam Komsiah, 2008).

Menurut Tambunan (2005) Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran–if) sering diartikan sama dengan kata konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Sedangkan menurut Sembiring (2008) memperjelas bahwa orang-orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestis yang melekat pada barang tersebut. Pola perilaku ini diperkuat dengan mejamurnya majalah remaja, iklan, dan media yang lain yang langsung maupun tidak langsung mengeploitasi gaya hidup mewah secara mencolok. Tanpa disadari hal ini dapat menyebabkan remaja semakin terjerat kedalam perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif remaja bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar potensial, karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, ikut-ikutan teman, tidak realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. (Tambunan, 2001).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Stanton (dalam Mangkunegara, 2005) seperti kebudayaan, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologi dari pembeli. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda, tapi tidak semua orang mengetahui istilah kepribadian dengan benar, kalangan umum berpendapat bahwa setiap orang dikatakan “berkepribadian” apabila orang memilik sifat-sifat yang baik seperti : peramah, bermuka manis, simpatik, harmonis, dan sifat- sifat baik lainnya, sebaliknya apabila seseorang tidak memiliki sifat tiak baik di katakan

(6)

“tidak berkepribadian”. Pendapat demikian memiliki kelemahan yaitu kita memahami kepribadian seseorang dengan meperhatikan apa yang tampak secara lahiriah saja.

Padahal kepribadian memiliki pengertian yang luas, kepribadian bukan hanya mencakup sifat-sifat yang positif, sifat-sifat yang menarik ataupun segala sesuatu yang Nampak secara lahiriah, tetapi memiliki dinamika indvidu tersebut.

Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang berada di kalangan masyarakat yang tinggal di perkotaan, fenomena ini sangat menarik untuk diteiti, mengingat fenomena perilaku konsumtif ini banyak melanda remaja di kota besar yang masih belum memiliki kemampuan fiansial untuk memenuhi kebutuhannya.

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zebua dan Nurdjayadi (2001) diketahui bahwa perilaku konsumtif di sebabkan adanya konformitas. Konformitas umumnya terjadi pada remaja, khusunya remaja putri. Hal tersebut disebabkan karena adanya keinginan yang kuat untuk tampil menarik, dan ingin diterima sebagai bagian dari kelompoknya. Konformitas yang jelas terlihat pada remaja putri adalah pada mode, seperti dalam hal berpakaian, dan gaya potongan rambut.

Sedangkan menurut Chaney (Fransisca & Suyasa, 2005) munculnya perilaku konsumtif disebabkan gaya hidup budaya barat. Hadirnya pusat perbelanjaan yang menyajikan segala nama merek terkenal yang berasal dari luar negeri dianggap dapat meningkatkan status sosialnya., selain itu tersedia restoran cepat saji (fast food) membuat individu cenderung lebih suka mengkonsumsi makanan daripada produk kokal. Gaya hidup barat juga dapat dilihat dari semakin banyaknya café-café yang ada di kota besar dan dijadikan sebagai salah satu sarana untuk bersosialisasi.

Menurut Yulianti (Fransisca& Suyasa, 2005) faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif adalah penggunaan kartu kredit. Pemakaian kartu

(7)

kredit dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berbelanja sehingga pengunaannya seringkali membeli dan mengkonsumsi barang secara berlebihan (Schifman dan Kanuk, 2002).

Berbeda halnya dengan penelitian yang di lakukan Maisaroh (2009) yaitu tipe kepribadian dengan perilaku konsumtif. Disisi lain secara psikologis perilaku seseorang disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah tipe kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai pola perilaku yang ajeg yang dimunculkan individu dalam menghadapi stimulus lingkungan, termasuk diantaranya adalah perilaku konsumtif.

Kepribadian ekstrovert adalah kepribadian yang memiliki kendali diri yang kuat. Ciri dari kepribadian ini adalah suka berpetualang, percaya diri, jujur, mudah bergaul, riang dan suka bicara. Kepribadian introvert adalah kebalikan dari ekstrovert yaitu memiliki kendali diri yang lemah. Ciri dari kepribadian ini adalah pendiam dan tidak suka bergaul. Hasil dari penelitian ini adalah tipe kepribadian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian dengan perilaku konsumtif, dimana lingkungan mempunyai dampak yang signifikan terhadap pola perilaku remaja dalam bertindak disamping tipe kepribadian.

Menurut ACNeilsen (Komsiah, 2008) 93% konsumen di Indonesia termasuk recreactional shopper (pembelanja rekreasi) mereka berbelanja bukan karena kebutuhan tepai lebih untuk kesenangan, sementara amerika serikat yang masyarakatnya terkenal konsumtif hanya 68,9% konsumenya yang recreactional shopper. Hasil survey ACNeilsen ini memang belum bisa mencerminkan gaya hidup masyarakat Indonesia secara keseluruhan mengingat responden hanya terbatas pada mereka yang memiliki akses internet , kondisi ekonomi baik, berpendidikan dan ada di perkotaan. Samhadi (Komsiah, 2008). Berdasarkan survey center for costumer

(8)

satisfaction and loyalty. Indonesia ditaksir memiliki 5 juta penduduk yang suka memburu barang bermerk, kelompok ini membelanjakan uang mulai dari 200juta hingga 2 milyar pertahun hanya untuk membeli barang bermerk yang dipakai di badan. Masih dari hasil survey konsultan pemasaran tersebut terungkap bahwa harga yang dibidik oleh konsumen papan atas dari Indonesia bisa ,mencapai 200juta hanya untuk mendapatkan satu barang. (Silitonga dalam Komsiah, 2008)

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat masa kini telah mengalami pola belanja yang menyimpang. Konsumsi yang awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok sekarang telah mengalami pergeseran bahkan makna belanja pun mengalami perubahan. Hasil survey yang dilakukan oleh Sarindo (Komsiah, 2008) menunjukan bahwa masyarakat Indonesia kini semakin konsumtif , gemar berganti-ganti merek gampang terpengaruh tren dan gemar tampil keren. Saat ini mengkonsumsi barang atau jasa dipandang bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat fisik dan biologis tetapi juga berkaitan dengan aspek- aspek sosial budaya, konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas dan gaya hidup karena konsumsi saling berkaitan dengan gaya hidup terciptalah budaya konsumtif. Budaya konsumtif ,merupakan unsure utama dalam produksi budaya masa kini yang membuat dinamika pasar selalu menawarkan dan menciptakan sesuatu yang baru Featherstone (Komsiah,2008). Hal tersebut menjadi penyebab suburnya perilaku konsumtif maka tidak mengherankan lagi jika pada tahun 2005 indonesia merupakan salah satu Negara dengan tingkat tabungan nasional terendah di asia fasifik. (Samhadi dalam Komsiah, 2008).

Namun berdasarkan laporan penelitian yang telah dijelaskan dan dari bahan bacaan, belum diketahui tentang faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif

(9)

adalah tipe kepribadian neouroticism, extraversion, oppeness to experience tidak ada jawaban yang sederhana dan pasti atas pertanyaan tersebut. Dari beberapa penjelasan tentang faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif, peneliti belum mengetahui secara pasti, apakah tipe kepribadian neouroticism, extraversion, oppeness to experience dalah faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif seseorang, dapat disimpulkan karena belum adanya penelitian yang di lakukan tehadap tipe kepribadian neouroticism, extraversion, openness to experience. Peneliti akan mengkaji lebih jauh mengenai tipe kepribadian neouroticism, extraversion, oppeness to experience terhadap perilaku konsumtif pada remaja.

Sebuah definisi kepribadian dari psikologi modern. Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis individu yang menentukan penyusunan dirinya terhadap lingkungannya secara unik. Kepribadian merupakan terjemahan dari personality (inggris) persoonlijkhied (Belanda) : personnalita (perancis) dan personalidad (spanyol) . akar kata masing-masing sebutan itu berasal dari kata latin : persona yang berarti topeng, yaitu topeng yang dipakai oleh aktor drama atau sandiwara. Atau juga dari kata latin “persone” yang berarti lo sound through (suara tembus). Dalam bahasa arab kontemporer kepribadian ekuivalen dengan istilah syakhshiyyah. Istilah ‘Kepribadian” dalam beberapa literature memiliki ragam makna pendekatan. Sebagai psikolog ada yang menyebutnya dengan (1) Personality Psychology of personality, atau theory personality (2) character (watak/perangai) sedang ilmu yang membicarakanya disebut dengan the psychology of character.

Sedangkan menurut Costa & Mccrae (Fiest & Fiest, 2008) Big five personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian

(10)

manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Teori big five ini merupakan yang paling konsisten di berbagai populasi (umur, tingkat pendidikan, bahkan sesuai untuk budaya mana pun. Lima trait kepribadian menjadi big five personality diantaranya adalah Extraversion, agreeableness, neouroticism, openness to experience, dan conscientiousness.

Dimensi neuroticsm merupakan dimensi yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam menghadapi stress dan cenderung ke arah klinis. Individu dengan neurotcsm positif dikarteristikan sebagai seorang yang tenang, puas dengan dirinya dan merasa nyaman, sebaliknya individu dengan neuroticsm negative, dikarakteristikan sebagai seoranng yang mudah gugup, depresi, dan merasa tidak aman. Dalam menghadapi masalah, terkadang terlihat karakteristik maldatif dan rasa tidak berdaya yang membuat seorang individu tidak berfungsi secara efektif.

Neurtocism secara siginifikan berkolerasi dengan banyak gangguan kesehatan dan simptom-simptom gangguan tertentu. (De Raad dalam Sahidi dan Suyasa, 2007).

Sedangkan dimensi openness to experience berhubungan dengan ketertarikan dan keterbukaan terhadap pengalam. Individu yang memiliki trait openness to experience yang tinggi merupakan seorang yang kreatif, inovatif dengan ide-ide baru, artistik, intelektual. Individu yang memiliki trait oppeness to experience yang rendah adalah seorang individu yang konvensional,konservatif, kaku, pandangan sempit dan tidak artistic. Dimensi ini relevan dengan segala hal menyangkut psikiatri, psikologi klinis, psikoterapi, pendidikan dan strategi belajar, menyangkut (De Raad dalam Sahidi dan Suyasa, 2007)

(11)

Dimensi extraversion menggambarkan tingkat kenyamanan hubungan. Individu yang memiliki trait extraversion adalah seorang yang ramah, banyak bicara, supel, dan menghabiskan banyak waktu untu menjaga dan menikmati hubungan dengan banyak orang. Individu yang memiliki trait introvert seorang yang pasif, sedikit memiliki hubungan, lebih nyaman menyendiri. Dimensi ini telah ditemukan relevansinya di bidang pembelajaran, pendidikan, kesehatan, prediksi pekerjaan tertentu. (Dee Raad dalam Sahidi dan Suyasa, 2007)

Menurut Hamalik (Maisaroh, 2009) Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya. Begitu pula dengan kepribadian pada seseorang, terutama remaja, memiliki kepribadian yang tangguh dan di landasi dengan iman yang kuat, akan mempengaruhi cara seseorang untuk menjalani hidup, yang dimana tidak mudah terpengaruh dan memegang prinsip sendiri. Hal ini akan berpengaruh dengan lingkungan pergaulanya, apabila remaja tersebut tidak memiliki pondasi iman yang kuat, hal ini akan berpengaruh terhadap dirinya dan akan terbawa arus oleh lingkunganya.

Dari penjelasan di atas, tipe kepribadian dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumtif seseorang, sehingga menimbulkan permasalahan untuk diteliti.

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian adalah, apakah ada hubungan

(12)

antara tipe kepribadian neuroticsm, extraversion, openness to experience dengan perilaku konsumtif pada mahasiswi? untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini akan menggunakan penelitian kuantitatif karena memberi kemudahan dalam pengambilan data dan memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Subjek yang akan menjalani penelitian adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta berdasarkan usia yaitu 17-21 tahun

HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara tipe kepribadian neouroticism, extraversion, oppeness to experience dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia.

(13)

METODE PENELITIAN

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang yang berusia 17-21 tahun, berJenis kelamin perempuan dan masih aktif mengikuti pendidikan di tingkat sarJana.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan teknik skala:

1. Skala Perilaku Konsumtif

Untuk mengungkap tinggi perilaku konsumtif pada remaja digunakan skala yang telah di modifikasi dari penelitian Vina (2010), yang telah di rangkum aspek-aspek perilaku konsumtif dari teori-teori Johnstone (Mangkunegara, 2005), Loudon Bitta (1993).From (Fransisca dan Suyasa, 2005) oleh penelitian Febyanti (2006). Butir pernyataannya disusun berdasarkan lima aspek perilaku konsumtif yaitu:

a. Impulsif b. Pemborosan

c. Mencari kesenangan d. Mencari kepuasan e. Mudah terbujuk rayuan

Angket ini terdiri dari 40 aitem pernyataan dengan perincian bagian pertama yaitu favorable dari 20 aitem, yaitu menggunakan empat alternatif jawaban. Bagian kedua yaitu unvaforable terdiri dari 20 aitem dengan empat alternative jawaban

(14)

2. Skala Tipe Kepribadian Big Five

Untuk mengungkap Tipe Kepribadian pada mahasiswa di gunakan Priliminary IPIP Scale dari Golberg,dkk (2006) yang telah di adaptasii oleh Komariah (2008). Butir pernyataan disusun berdasarkan lima aspek Tipe Kepribadian yaitu :

a. Dimensi Neuroticsm

b. Dimensi extraversion-interversion c. Dimensi Openness to experience d.Dimensi agreeableness

e.Dimensi Conscientiousness

Skala ini terdiri dari 100 aitem yang terdiri dari 20 aitem untuk setiap faktor. Lima faktor kepribadian diterjemahkan dalam aitem-aitem pernyataan . setiap butir terdiri dari empat kemungkinan jawaban yaitu : sangat sesuai(SS), S(sesuai) tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Interpretasi penskoran terhadap pernyataan positif (favorable) masing masing 4,3,2,1 dan pernyataan negatif (unfavorable) diberi skor 1,2,3,4

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah secara statistik menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara dukungan sosial orang tua dan motivasi berprestasi pada mahasiswa yang sedang dalam penyusunan skripsi, dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Packages for Social Science) versi 15.0.

(15)

HASIL PENELITIAN

Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas terhadap sebaran data penelitian yang ada. Pengujian asumsi ini dilakukan dengan bantuan program statistik dalam paket SPSS version 15 for Windows.

Pengujian Normalitas ini dilakukan dengan teknik Kolmogrov-Smirnov Test.

Hasil uji normalitas untuk skala tipe kepribadian dan skala perilaku konsumtif dengan 100 subjek ternyata dapat memenuhi distribusi normal. Untuk skala tipe kepribadian neuroticsm, koefisien Kolmogrov-Smirnov Z (K-SZ) sebesar 0,762 dengan p > 0,603, tipe kerpibadian extraversion, koefisien Kolmogrov-Smirnov Z (K-SZ) sebesar 1,337 dengan p > 0,056, tipe kepribadian openes to experience, koefisien Kolmogrov- Smirnov Z (K-SZ) sebesar 1,117 dan skala perilaku konsumtif sebesar 1,186 dengan p

> 0,120.

Dari hasil uji linieritas diperoleh hubungan antara variabel perilaku konsumtif dengan variabel tipe kepribadian neuroticsm menunjukan hubungan linier dengan F = 5,728 dan p = 0,00 karena p < 0,05. Perilaku konsumtif dengan extraversion menunjukan dengan F=7,779 dan p=0,000 karena p<0,05. Perilaku dengan openes to experience menunjukan hubungan linear dengan F=7,889 dan p=0,000 karena p <

0,05.

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menyatkan bahwa ada hubungan positif antara tipe kepribadian neouroticism, extraversion, oppeness to experience dengan perilaku konsumtif memiliki korelasi sebesar r = 0,772 dengan p = 0,00. Angka tersebut menunjukan hubungan sangat signifikan antara

(16)

kedua variabel. Dengan demikian, maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara tipe kepribadian dengan perilaku konsumtif dalam penyusunan skripsi dapat diterima.

Nilai yang positif menunjukan hubungan yang positif, artinya semakin tinggi tipe kepribadian neuroticsm, openes to experience dan extraversion maka semakin tinggi perilaku konsumtifnya. Koefisien determinan yang diperoleh sebesar 0,878 Dengan demikian sumbangan tipe kepribadian neuroticsm, openes to experience dan extraversion dengan perilaku konsumtif sebesar 77,2% dan sisanya 22,8 % dipengaruhi faktor lain.

(17)

PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari pengajuan hipotesis menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian neuroticsm, openes to experience dan extraversion dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa Prodi Psikologi Universitas Islam Indonesia. Nilai koefisien korelasi r = 0,700 dengan p= 0,00 (p<0.05) menunjukan arah hubungan kedua variabel positif, yaitu semakin tinggi tipe kepribadian neuroticsm, akan semakin tinggi maka akan semakin tinggi pula perilaku konsumtif. Nilai koefisien korelasi r sebesar =0.773 dengan p = 0.000 (p<0.05).

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara Extraversion dengan Perilaku Konsumtif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat Extraversion maka semakin tinggi Perilaku Konsumtif.

Nilai Koefisien korelasi r sebesar = 0.790 dengan p = 0.000 (p<0.05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara Openness to experience dengan Perilaku Konsumtif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat Openness to experience maka semakin tinggi Perilaku Konsumtif. Hasil penelitian ini sejalan dengan landasan teori yang diajukan bahwa berperilaku konsumtif disebabkan oleh dua faktor determinan yaitu eksternal dan lingkungan yang diluar diri individu dan faktor internal yang berkaitan dengan faktor- faktor pada diri sendiri. Perilaku konsumtif terjadi karena adanya anggapan atau keyakinan bahwa perilaku konsumtif akan memberikan suatu hasil tertentu berupa kepuasan, kesenangan dan kebanggan saat bisa memenuhi semua keinginan diri sendiri dan keyakinan bahwa dirinya harus mampu bertindak berperan dan memiliki sesuatu sesuai dengan tuntutan atau harapan orang lain. Kedua keyakinan tersebut

(18)

membentuk sikap terhadap perilaku konsumtif. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Sarindo (Komsiah, 2008) menyatakan bahwa remaja yang berada di kota-kota besar yang memiliki fasilitas pusat perbelanjaan, tempat hiburan lebih cenderung berperilaku konsumtif, dengan demikian dapat dikatakan letak geografis dan lengkapnya fasilitas sarana belanja sangat menentukan tinggi rendahnya perilaku konsumtif.

Analisis perolehan tingkat perilaku konsumtif ditemukan 53 subjek (53%) pada kategori sedang. Sedangkan yang bertipe kepribadian neuroticsm masuk kedalam golongan sedang ada sebanyak (53%), yang termasuk extraversion dalam golongan tinggi 44%, subjek yang masuk kedalam openness to experiences dalam golongan sedang 67%.

Berdasarkan hasil dari analisa data, tipe kepribadian neuroticsm nilai koefisien korelasi r = 0,700 dengan p= 0,00 (p<0.05), tipe kepribadian extraversion nilai koefisien korelasi r sebesar =0.773 dengan p = 0.000 (p<0.05), tipe kepriibadian Openness to experience nilai Koefisien korelasi r sebesar = 0.790 dengan p = 0.000 (p<0.05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara dengan Perilaku Konsumtif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat neuroticsm, extraversion dan Openness to experience maka semakin tinggi Perilaku Konsumtif.

(19)

KESIMPULAN

Dari pembahasan dan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hipotesis pertama bahwa variabel neuroticism berhubungan secara positif dan signifikan dengan Perilaku Konsumtif mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta terbukti kebenarannya.

2. Berdasarkan hipotesis kedua bahwa variabel extraversion berhubungan secara positif dan signifikan dengan Perilaku Konsumtif mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta terbukti kebenarannya.

3. Berdasarkan hipotesis ketiga bahwa variabel openness to experience berhubungan secara positif dan signifikan dengan Perilaku Konsumtif mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta terbukti kebenarannya.

4. Berdasarkan pengujian bahwa variabel neuroticism, extraversion, openness to experience berhubungan secara signifikan dengan Perilaku Konsumtif mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

5. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara neuroticism, extraversion dan openness to experience, berpengaruh dengan Perilaku Konsumtif mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Jadi dapat disimpulkan bahwa neuroticism, extraversion dan open to experience, memiliki hubungan yang berarti bagi Perilaku Konsumtif mahasiswi Fakultas Psikologi.

(20)

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

a. Saran untuk subjek penelitian

Subjek yang memiliki tipe kepribadian neuroticsm memiliki kontrol diri yang rendah, sebaiknya tipe kepribadian ini mampu mengontrol dirinya agar terhindar dari hal-hal negatif terutama perilaku konsumtif.

Subjek yang memiliki tipe kepribadian extraversion adalah memiliki banyak aktivitas, suka bersenang-senang, mudah berinteraksi dan beradaptasi sebaiknya mampu untuk bisa memilih teman di lingkungan pergaulanya agar tidak mudah terpengaruh dan terhindar dari perilaku konsumtif.

Subjek yang memiliki tipe kepribadian openness to experience memiliki sifat berpetualang dan berani mengambil resiko, dan suka kabebasan, sebaiknya memilih rutinitas yang memberikan manfaat untuk diri sendiri sehingga agar terhindar dari perilaku konsumtif

Subjek yang memiliki tipe kepribadian agreeableness dan conscientiousness walaupun tidak mudah terjerumus pada berperilaku konsumtif, namun harus tetap berhati-hati.

b. Saran untuk Orang tua

Lebih bisa mengontrol keuangan yang diberikan pada anak, lebih melatih anak untuk hidup tidak menghambur-hamburkan uang.

(21)

c. Saran untuk penelitian selanjutnya

Apabila peneliti selanjutnya memiliki minat yang sama untuk meneliti tipe kepribadian big five dan perilaku konsumtif, menentukan subjek penelitian yang berbeda misalkan mahasiswa (laki-laki), remaja SMA (khusus siswa laki-laki) agar bisa memberikan perbandingan perilaku konsumtif antara laki-laki atau perempuan.

Perlu kiranya mahasiswa melakukan penelitian kembali dengan melibatkan faktor- faktor psikologis seperti motivasi, pengalaman belajar, sikap dan keyakinan

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Brotoharsojo H, Zachrias, T & Sumitro, N. (2005). Pengaruh Kepribadian dan Gaya Hidup terhadap Sikap Pemilikan Produk. Psikologi Ekonomi & Konsumen, Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Ditmar. H, 2005 A New Look At “Compulsive Buying”. Self- Discrenpancies and Matrealistic Values As Predictor of Compulsive Buying Tendency. Journal of Social and Clinical Psychology. Sep, hal 832-859.

Ditmar H, 2005 Compulsive Buying – a Growing Concern? An Examination of Gender, Age, and Endorsement of Materialistic Value as Predictor. British Journal Psychology. Nov, hal 467-491.

Feist, J & Fiest. J. G (2008). Theories of Personality, Seventh Edition. Singapore : Me.

GrawHill.

Goldber, I. R. 1992 Integration of the Big Five & Circomplex Approaches to Trait Structure. Journal of Personality & Social Psychology.

http://www.personalityresearch.org/bigfive/goldberg.modiefied.25 Januari 2007.

Harahap Komsiah (2008). Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri Tingkat Akhir Ditinjau Dari Gaya Hidup Materialistis Dan Kepribadian Big Five. Thesis (tidak;

diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Program Magister Sains Psikologi.

Universitas Gajah Mada.

Ismarrahminim, U & Brotoharsojo, H. (2005). Pengaruh Kepribadian dan Citra Merek terhadap Loyalitas Merek. Psikologi Ekonomi & Konsumen , Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Loudon, D. I & Bitta, A. J. Consumer Behavior Concept and Application 4th . Singapura.

Mc Graw Hill Book.

Mangkunegara Prabu, AAA (2005). Perilaku Konsumen . Jakarta : Refika Aditama.

Maisaroh, I (2009). Hubungan antara Tipe Kepribadian dan Perilaku Konsumtif Pada Remaja , Di Ma Ihyaul Ulum Dukun Gresik. Skripsi (diterbitkan). Malang : Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Majalah Hai, 1995. Trend Remaja Global, PT. Gramedia, Jakarta. No. 19 Tahun XIX 7 – 13 Mei 1995.

Maksum, F (2010).Hubungan antara dimensi-dimensi kepribadian big five terhadap minat berwirausaha pada mahasiswa UII. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya. Universitas Islam Indonesia. \

(23)

Mastuti, E (2006). Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa. Jurnal Insan. Vol 7. No. 3, 264-276.Surabaya : Fakultas Psikologi Airlangga.

Nurdjayadi & Zebua. (2001). Hubungan antara Konformitas dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. Jurnal Phonesis Vol. 3, No. 6. 72-82.

Nindyati Dwi Ayu (2006). Kepribadian dan Motivasi Berprestasi (Kajian Big Five Personality). Jurnal Psikodinamik. Vol. 8. No. 1, 72-89.

Prasadjaningsih Oetami. MC (2005). Pengaruh Gaya Hidup, Nilai, kepribadian, dan Sikap terhadap Pilihan Perilaku Berhutang. Psikologi Ekonomi & Konsumen, Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Reza. F (2006). Perilaku Konsumtif Pada Remaja Ditinjau Dari Gaya Hidup Hedonis dan Tipe Kepribadian Ekstravert dan Intravert. Thesis (tidak diterbitkan).

Yogyakarta : Fakultas Psikologi Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada.

Ruviana. V & Zamaralita. (2007). Komitmen Organisasi: Karyawan dengan Kepribadian Tipe A dan Tipe B. Jurnal Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, vol. 9, No,2, hal : 168-185.

Santrok, John W (2003). Adolescence. Perkembangan Remaja. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Suyasa. S. Y Tommy. P & Abidin (2003). Perbedaan Penguasaan Tugas Perkembangan antara Remaja yang memiliki Tipe Kepribadian Ekstravert yang memiliki Tipe Kepribadian Intravert. Jurnal Phonesis. Vol. 5. No. 10, 93-110.

Suyasa. S.Y. T & Fransisca (2005). Perbandingan Perilaku Konsumtif berdasarkan Metode pembayaran. Jurnal Phronesis. Vol. 7, No. 2.172-198.

Suyasa, S. Y. T & Sahidi Adriyani (2007). Hubungan Trait Kepribadian Sikap terhadap Sistem Penilaian Kinerja (Studi pada Pengemudi Bus TransJakarta). Jurnal Phronesis Jurnal ilmiah. Psikologi industri dan Organisasi, vol. 9, No.2, hal: 186- 206.

Sari Yustisi Tiurma (2009). Hubungan Antara Perilaku Konsumtif dengan Body Image Pada Remaja Putri. Skripsi (diterbitkan). Medan : Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara.

Tambunan, R. 2001. Remaja dan Perilaku Konsumtif. Jurnal Psikologi dan Masyarakat.

http//:www.e-psikologi.com/remaja/191101.htm.

Winarsunu Tulus (2006). Perilaku Ekonomi dalam Konteks Budaya lebaran. Jurnal Psikodinamik, Vol 8, No. 1, 2006,1-16.

Yusuf Syamsu. LN & Nurhisan Jutnika. A. (2008). Teori kepribadian. Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya & Pasca Sarjana UPI.

(24)

Yunita, V.T (2010). Hubungan antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan).

Yogyakarta : Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya. Universitas Islam Indonesia.

http://www.marketresearchworld.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1 279

(25)

IDENTITAS PENULIS

Nama : Essy Zulfiani

Alamat : JL. RE Martadinata no.111 rt/rw 05/01 . Gang Jokosono. 1 . . Kel.

Ciporang. Kec. Kuningan. Kab. Kuningan.

Kuningan- Jawa Barat.

Email : zulfia_essy@yahoo.com No. Telp : 08564-313-0655

 

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul “ Analisis Rasio Keuangan pada

Djojodiguna bahwa alasan orang Indonesia menganut aliran kebatinan karena para pemimpin agama kurang memperhatikan soal kebatinan dan tidak cakap dalam menyimpulkan

Vile vile, ninapendekeza utafiti zaidi ufanyike katika kulinganisha na kutafautisha tija ya nyimbo za kampeni ya uchaguzi mkuu, Zanzibar na hasara inayopatikana

[r]

Dewan Pengawas Syariah dalam Lembaga Keuangan Syariah bertugas untuk mengawasi dan menjamin bahawa operasional lembaga yang diawasinya sudah berjalan sesuai dengan

Hal lain yang tidak bisa diabaikan adalah ABK (anak buah kapal) merupakan bagian dari sistem kapal perikanan. Diketahui bahwa telah terjadi berbagai kecelakaan di

Uji hipotesis simultan dalam penelitian ini bertujuan mengetahui Kecerdasan Emosional, Perilaku Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh positif dan

Terjadi persaingan untuk molasses sebagai bahan baku untuk fermentasi ethanol dan sebagai umpan untuk persediaan hidup, sehingga harganya bervariasi, tergantung dari