• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN TAHUN 1918-1942.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN TAHUN 1918-1942."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN

TAHUN 1918-1942

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

ANTON HARISON SIHOTANG 071233210059

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)

i ABSTRAK

ANTON HARISON SIHOTANG. NIM 071233210059.POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN TAHUN 1918-1942. SKRIPSI JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH, FAKULTAS ILMU SOSIAL, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui politik rasial kolonial Belanda di kota Medan. Serta untuk mengetahui bentuk-bentuk dan jejak-jejak politik rasial kolonial Belanda di kota Medan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini didasarkan kepada metode penelitian sejarah. Dengan tehnik pengumpulan data menggunakan studi literature (library research), observasi secara langsung di daerah Kota Medan.

Untuk menganalisis data maka dilakukan beberapa tahapan yaitu menemukan sumber data maupun informasi yang relevan dengan cara mengelompokkan data yang berkenan dengan masalah politik rasial kolonial Belanda di kota Medan. Selanjutnya adalah verifikasi data yaitu keritik sumber data berdasarkan otensitas dan kredibilitas data. Kemudian menginterprestasikan data yaitu merangkai fakta-fakta dari sumber sejarah menjadi suatu kesatuan pengertian berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh dari pengumpulan data sehingg dapat dianalisis.Dan tahap terakhir adalah menyajikan (rekontruksi) kembali fakta-fakta sejarah ke dalam tahap pembahasan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh bahwa Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan mempunyai latar belakang yaitu sebelum masuknya perkebunan Eropa ke Kota Medan yang mengundang banyak pendatang dari berbagai wilayah dan bangsa, di pulau Jawa sendiri sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, sudah berlaku sebuah kebijakan yang berfungsi mengontrol masyarakat Hindia Belanda agar menjalankan perannya masing-masing berdasarkan stratifikasi sosial yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda. Munculnya dan berlakunya kebijakan ini telah merubah susunan stratifikasi sosial yang dulu ada di Hindia Belanda sebagai negeri jajahan dan khususnya di Kota Medan. Kebijakan ini adalah suatu politik kolonial Belanda yaitu rolitik rasial di negara jajahan. Setelah Medan berkembang menjadi suatu kotapraja (Gemeente) di Sumatera Timur pada tahun 1918, kebijakan politik rasial ini sebagai salah satu bentuk politik kolonial Belanda di negeri jajahan di berlakukan juga di Kota Medan. Kebijakan ini juga diberlakukan agar tiap golongan masyarakat melakukan peran masing-masing dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum.

Setelah Medan berkembang dan berganti status menjadi sebuah Gemeente (Kotapraja) pada tahun 1918 dengan walikota pertama yang menjabat adalah Daniel Mckay. Maka politik rasial ini mulai juga diberlakukan di kota Medan agar tiap golongan menjalankan perannya dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum. Sehingga dalam perakteknya kebijakan ini mempunyai bentuk-bentuk dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan

judul “POLITIK RASIAL KOLONIAL BELANDA DI KOTA MEDAN TAHUN 1918-1942” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak

berupa moril maupun material. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang sebesar - besarnya kepada :

 Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati penulis dalam setiap perjalanan hidup serta

mengajarkan penulis akan arti pengertian, ketegaran dan kesabaran dalam hidup.

 Orangtua penulis, A. Sihotang yang telah bekerja keras untuk mendidik dan membesarkan

penulis dan Ibu R. Aritonang yang telah melahirkan penulis ke dunia ini dan menjadi

inspirasi bagi penulis agar terus berjuang. Dan tak lupa kepada kakak, abang dan adek-adek yang penulis sayangi Rini Meliana Sihotang, Lisbet Lilis Suryani Sihotang, Irfan Efendi

Sihotang, Robert Fernando Sihotang, Jimmi Haratua Sihotang, David Sahala Juniarto Sihotang.

 Bapak Drs. Ponirin, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia dan

meluangkan waktu untuk memberi arahan serta sabar dalam memberi bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

 Kepada Ibu Dra. Flores Tanjung, MA sebagai penguji ahli, Ibu Dra. Lukitaningsih M.Hum

sebagai penguji utama dan Ibu Dra Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si sebagai pembanding

(6)

 Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Bapak Rektor UNIMED beserta stafnya.

 Bapak Drs.H.Restu MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta stafnya.

 Ibu Dra Lukitaningsih M.Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan juga Ibu Dra

Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Sejarah

 Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

 Bapak Kepala Arsip, Dokumentasi, dan perpustakaan Daerah Sumatera Utara beserta staf

pegawaiyang telah memberikan izin penelitian yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.

 Bapak Kepala Litbang beserta staf pegawaiyang telah memberikan izin penelitian yang

diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.  Staff Pegawai

 Teman-teman seperjuangan se PS: Sardina, Adriansyah, Vika, Trivai, Ima dan Sudarmaji.

 Teman-teman di Sejarah khususnya Reguler 07: Tagon, Ernayati, Nurmola, Jhon Fawer,

Risca, Monika Juniar Siahaan, Candra, Esra, Afrinawaty, Icha, Supri, Ester, Mestiani, Junita, Fauji,Silvia, Mutiara. Buat Gank Error (Hendri, Tagon, Amsoni, Ermanto, Asroy, Samuel, Fan Basten, dan Gomgom), gank yang selalu error dan tetap eksis . Serta buat

teman-teman lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu

 Kepada teman-teman setia penulis yang jauh tetapi tetap memberikan dukungan kepada

penulis

 Kepada UKM Persma Kreatif Unimed, khususnya Angkatan 21

 Kepada teman-teman kost ku di tempat

(7)

 Buat teman-teman seperjuangan PPLT 2010 di SMA Teluk Mengkudu (TeMeng),

Kabupaten Serdang Bedagai (Jusuf is van lee, Bernad Bear, Febri, Cristo, Anastasia, Monika, Ferawati, Miss Tari, Elfrida, Kristina, Elfri , Supiyanti,

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna baik isi, tehnik penulisan,

maupun nilai ilmiahnya, mengingat keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman. Oleh sebab itu dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan jika ada pihak yang terlewatkan mendapatkan ucapan terima kasih, saya dengan

tulus mengucapkan mohon maaf. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi bahan masukan bagi yang membutuhkannya.

Medan, Juni 2012 Penulis

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

A. Tabel Daftar Walikota Medan Sampai Sekarang……….. 31 B. Tabel Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah kedatangan pertama Belanda ke kepulauan Hindia (Indonesia) dengan tujuan utama rempah-rempah, maka dimulailah perlahan-lahan pendirian daerah

koloni dengan tujuan penguasaan wilayah dan menguras sumber-sumber kekayaan daerah koloni demi memenuhi kekayaan negara. Dengan demikian munculah paham

kolonialisme yaitu suatu sistem dimana suatu negara menguasai rakyat dan sumber daya negara lain tetapi masih tetap berhubungan dengan negeri asal. (dalam http://rinanditya.webs.com/konsepkolonialismedkk.htm). Dengan

demikian kolonialisme adalah suatu upaya politik penguasaan suatu daerah atau wilayah oleh suatu negara asing untuk memperluas daerah kekuasaan atau menjalankan sistem pemerintahan asing, seperti yang terjadi di Hindia Belanda

(Indonesia )

Politik mempunyai hubungan yang cukup erat dengan kehidupan sosial

masyarakat, dimana politik berhubungan dengan pembuatan kebijakan dan aturan di masyarakat dalam satu wilayah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

sifatnya mengikat. Dimana hasil kebijakan ini dapat menimbulkan konflik dan kerjasama dalam masyarakat itu. Demikian juga politik berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat yang membentuk pandangan masyarakat terhadap rasial.

Rasialisme dalam pengertianya adalah suatu faham yang menganggap ada hubungan yang erat antara ciri-ciri jasmaniah seseorang dengan keturunan, kepribadian,

(10)

2

yang membagi-bagi dan membedakan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kemudian muncullah persepsi rasial yang membedakan satu kelompok

manusia dengan kelompok manusia yang lain berdasarkan pengertian yang digunakan masyarakat itu untuk membedakan dirinya dengan orang. Gagasan ini menimbulkan

perasaan superioritas pada ras tertentu, dalam hal ini adalah bangsa Belanda sendiri di wilayah koloni Hindia Belanda sendiri yang dituangkan dalam politik rasial termasuk

di kota Medan sendiri.

Salah satu bentuk politik rasial yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda adalah dengan cara mengelompokkan masyarakat Hindia Belanda dalam

suatu stratifikasi sosial atau sistem pelapisan mansyarakat di seluruh wilayah kekuasaanya dimana ras kulit kulit putih yang menduduki tingkatan teratas kemudian ras Asia Timur menduduki tingkatan kedua dan tingkatan ke tiga adalah masyarakat

pribumi, seperti yang dinyatakan oleh Wertheim (1999 :106) yaitu :

“Pada abad ke 17 dan ke 18 satu sistem status telah tumbuh di kantung-kantung yang dikontrol oleh kompeni Hindia Belanda yang secara subtansial berbeda dari pola Indonesia lama. Di Batavia, pegawai kompeni belanda membentuk lapisan sosial yang paling tinggi di bawah mereka adalah warga merdeka ((bebas) diantara mereka adalah penganut agama Kristen (belanda, mestizo, dan budak- budak Kristen yang diberi hak suara) yang menduduki posisi yang paling istimewa, setelah itu adalah lapisan yang tediri atas orang Cina, penduduk Indonesia sebagian besar adalah budak,membentuk lapisan yang terbawah“

Politik rasial ini kemudian dipertegas oleh pemerintah Hindia Belanda dengan mencoba mengelompokkan penduduk Hindia Belanda berdasarkan garis keturunan

rasnya (Prasetyo dalam Nadadap dkk, 2003 :134 dan Perret, 2010:297). Hal ini dituangkan oleh pemerintah kolonial dalam suatu peraturan pemerintah seperti yang

dikemukakan oleh Prasetyo dalam Nadadap (2003 :134), yaitu :

(11)

3

Staatblad No 75 Th 1926 tentang pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama Kristen dan Reglement No 75 Th 1933 tentang pencatatan sipil untuk golongan Eropa”.

Perret (2010 : 295) juga menambahkan tentang kebijakan ini yaitu:

“ Sepuluh tahun setelah menetapnya perkebunan Barat yang pertama, berlakulah sebuah kebijakan yang bertujuan menetapkan setatus hukum penduduk pesisir timur Sumatra bagian utara. Keputusan pemerintah tanggal 21 Desember 1873 itu menyentuh bidang peradilan. Keputusan itu sebenarnya adalah pasal 109 Setatus Dasar, yang disahkan duapuluh tahun sebelumnya dan yang disesuaikan untuk kondisi setempat. Teks tersebut memberlakukan pembagian penduduk Nusantara dalam empat kategori, yaitu Eropa orang yang disetarakan dengan orang

Eropa, pribumi dan orang asing“.

Kota Medan sebagai salah daerah koloni dan kota administrasi pemerintah

Hindia Belanda di Sumatra Timur tidak terlepas dari pengaruh pemerintahan Hindia Belanda beranjak pada pertengahan abad ke 19, sejak dibukanya perkebunan yang

menghasilkan tembakau yang cukup laku keras di pasar perdangangan Eropa. Hal ini menjadikan daya tarik tersendiri bagi investor asing untuk datang dan meramaikan dunia perkebunan di Deli.Dengan demikian menambah sebutan untuk

kota Medan diantaranya sebagai negeri The Het dollar ( Sinar,1991:8).Hal ini juga yang menarik orang-orang asing timur untuk datang ke tanah Deli (Medan). Dengan

seiring bertambahnya waktu, Medan mengalami perkembangan yang cukup pesat, sebagai mana yang dikemukakan oleh Breman (1997:199), Perkembangan kota yang pesat menjadikan Medan sebuah kota modern yang ditandai dengan gaya bangunan

yang bersifat mendunia. Banyak orang mengatakan bahwa Medan menjadi betul- betul unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota bergaya Eropa

Bukti dari perkembangan dan kemajuan Kota Medan tampak yaitu ketika Gemeente (Kotapraja) Medan dibentuk tahun 1918, yang menjadi kepala

pemerintahan adalah seorang Burgermeester (Walikota) dibantu oleh sebuah road

(12)

4

Medan (Koestoro, 2006:23). Maka lengkaplah Medan menjadi sebuah kota

administrasi pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Timur.

Setelah Medan menjadi Gemeente (Kotapraja) dan mempunyai seorang Burgermeester (Walikota) yang pertama pada tahun 1918, maka muncullah berbagai

kebijakan yang menegaskan status penduduk kota Medan, diantaranya yang

bertujuan menetapkan status hukum penduduk pesisir timur Sumatra di kota Medan yaitu dengan keluarnya Staatblad No 130 Th 1917 tentang pencatatan sipil untuk

golongan Asia Timur Tionghoa kemudian disusul Staatblad No 75 Th 1920 tentang pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama Islam, Staatblad No 75 Th 1926

tentang pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama Kristen dan Reglement No 75 Th 1933 tentang pencatatan sipil untuk golongan Eropa.kemudian disusul dengan

menetapkan status hukum penduduk yaitu berdasarkan tempat pemukiman yang

mana secara yudiris orang tinggal di dalam kota dianggap rakyat Gubernemen dan orang yang tinggal di luar kota adalah rakyat Sultan. Dengan demikian rakyat

Gubernemen berada di dalam kekuasaan peradilan Kolonial Belanda dan rakyat

Sultan berada dalam kekuasaan peradilan Sultan. Mereka yang dianggap rakyat Gubernemen harus membayar pajak ke kotapraja dan rakyat Sultan harus membayar

pajak kepada Sultan dan kerja wajib

Hal ini senada dengan yang di kemukakan oleh Suprayitno (dalam Historisme

Edisi No. 21/ Tahun X/ Agustus 2005 : 7, Perret, 2010:296 dan Wertheim, 1999 ).

“ Setelah Medan menjadi Gemeente (Kotapraja) maka kebijakan yang

(13)

5

Setelah dikeluarkannya kebijakan tentang status hukum penduduk di kota Medan sendiri, maka penetapan kebijakan tempat pemukiman penduduk juga dilakukan dengan beberapa penetapan wilayah tertentu untuk golongan tertentu juga

sehingga terdapat perbedaan fasilitas yang didapat tiap golongan penduduk berdasarkan tempat pemukimannya, seperti yang dikemukakan oleh Suprayitno yaitu:

“Dengan ditetapkannya kebijakan itu maka dapat dirasakan adannya sifat rasial pada pemukiman penduduk di kota Medan sebagaimana yang ditandai dengan pengelompokan berdasarkan etnik. Sampai saat ini kita masih dapat melihat jejak adanya pemukiman etnik Eropa, Cina, India dan Arab di pusat kota : di pemukiman Eropa adanya berbagai kantor pemerintahan, kantor perkebunan dan rumah- rumah orang Eropa. Orang pribumi seperti Melayu, Mandailing dan Minangkabau tinggal di pinggiran kota, pemisahan kelompok etnik ini memang sejalan dengan politik rasial Belanda yang menggolongkan masyarakat Hindia Belanda dalam tiga golongan yakni orang Eropa, orang Timur Asing (India, China Dan Arab) dan penduduk Pribumi (Suprayitno dalam Historisme Edisi No. 21/ Tahun X/ Agustus 2005 : 7)”.

Pemukiman- pemukiman berdasarkan etnik ini yaitu etnik Eropa, Cina, India

dan Arab di pusat kota, kemudian pemukiman orang pribumi tinggal di pinggiran kota adalah bentukan dari pemerintah Belanda sendiri. Seperti yang dikermukakan oleh

Buiskool dalam Colombijn (2005 : 278)

” The city was from the beginning set out as a modren town with parks, a

villa quarter for the Europeans and separate areas for the indigenous, Chinese and Indian population. This was the result of the so called quarter system, whereby each population group had to reside in their own quarter. This system was abolished in

1918.”

Pemukiman- pemukiman diatas yang seperti dikemukakan oleh Buiskool

masih dapat dilihat sampai sekarang yaitu seperti pemukiman cina atau disebut sebagai Chinatown yang terletak di Kesawan, pemukiman India berada di Kampung

Keling atau disebut Kampung Madras dan pemukiman untuk orang –orang Eropa berupa villa- villa besar berada di Polonia, kemudian untuk pemukiman orang- orang

(14)

6

Buiskool (dalam Colombijn, 2005 : 278) juga menambahkan “ the quarter

system made the city clearly stuructured. Medan expan-ded fast from 1880 on with

an Indonesian, Chinese, Indian and European quarter”

Dengan demikian berdasarkan pernyataan diatas maka dapat dilihat adanya pembagian wilayah pemukiman khusus untuk tiap-tiap golongan masyarakat yang

telah dibagi- bagi oleh pemerintah Belanda dalam kebijakan politiknya. Dalam hal ini semua yang memberikan saran kebijakan politik adalah para Indilog (keilmuan

kolonial) belanda yang mengambill peranan dalam mendukung politik kolonial ini. Seperti yang dikemukakan oleh Samuel :

“ Para Indolog memainkan peranan dalam proses ini dengan membangun rasa keterpisahan dan kemajemukan diantara warga Hindia dengan memberikan rekomendasi kepada pemerintah kolonial. Rekomendasi- rekomendasi kebijakan untuk pemerintah kolonial yang mereka hasilkan tak hanya menghimbau agar negara menjaga struktur kekuasaan para pemimpin tradisional, tetapi juga memperkuatnya “. (Samuel, 2010:41)

Politik Rasial Kolonial Belanda ini tidak berlangsung lama, karena

bergantinya penguasa di kota Medan dari pemerintah Hindia Belanda berganti dengan pemerintah Jepang, yaitu dengan menyerahnya panglima pasukan Belanda di

Sumatra Utara pada tanggal 29 Maret 1942 di kota Cane, di lembah Alas, Aceh (Pelzer, 1977:152) sehingga bergantinya penguasa maka politik rasial yang dilakukan

oleh pemerintah kolonial Belanda berakhir juga pada tahun itu.

Dari pandangan dan gambaran yang dipaparkan diatas dan untuk mengurai praktek-praktek Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan, peneliti merasa

(15)

7 B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti dapat

mengindentifikasi masalah yaitu :

1. Latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan

2. Bentuk-bentuk Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan pada tahun 1918-1942

3. Jejak-jejak Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan yang tampak

sampai sekarang

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan Indentifikasi Masalah diatas maka peneliti dapat membatasi masalah dalam penelitian ini yaitu pada Sejarah Politik Rasial Kolonial Belanda di

Kota Medan pada rentang waktu pada tahun 1918 sampai 1942.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka peneliti dapat merumuskan

masalah dalam penelitian ini yaitu

1. Apakah latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota

Medan pada tahun 1918-1942

3. Apakah jejak-jejak Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan yang

(16)

8 E. Tujuan Penelitian

Untuk mencapai suatu sasaran tertentu maka selalu berpegang pada tujuan,

dimana tujuan itulah yang merupakan gambaran dari masalah yang diteliti. Dalam hal ini yang menjadi tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui apakah latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda Di Kota Medan

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Politik Rasial Kolonial Belanda Dikota

Medan pada tahun 1918-1942

3. Untuk mengetahui jejak-jejak Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota

Medan yang tampak sampai sekarang.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu berdasarkan tujuan di atas, maka

manfaat yang ingin diperoleh sesudah melakukan penelitian ini adalah:

1. Memberi sumbangan Ilmiah tentang sejarah lokal dan penulisan sejarah

Kota Medan tentang sejarah kolonial khususnya di Kota Medan

2. Memberikan informasi serta dapat memperluas pengetahuan bagi peneliti, akademisi dan masyarakat sehubungan dengan Sejarah Politik

Rasial Kolonial Belanda Dikota Medan pada Tahun 1918-1942

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang

Sejarah Politik Kolonial Di Kota Medan

4. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat menambah pemahaman tentang

(17)

119

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Latar belakang Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan.. yaitu sebelum masuknya perkebunan Eropa ke Kota Medan yang mengundang banyak pendatang dari

berbagai wilayah dan bangsa, di pulau Jawa sendiri sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, sudah berlaku sebuah kebijakan yang berfungsi mengontrol masyarakat Hindia Belanda agar menjalankan perannya masing-masing berdasarkan stratifikasi

sosial yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda. Munculnya dan berlakunya kebijakan ini telah merubah susunan stratifikasi sosial yang dulu ada di Hindia Belanda sebagai negeri jajahan dan khususnya di Kota Medan. Kebijakan ini adalah suatu

politik kolonial Belanda yaitu rolitik rasial di negara jajahan. Setelah Medan berkembang menjadi suatu kotapraja (Gemeente) di Sumatera Timur pada tahun 1918,

kebijakan politik rasial ini sebagai salah satu bentuk politik kolonial Belanda di negeri jajahan di berlakukan juga di Kota Medan. Kebijakan ini juga diberlakukan agar tiap

golongan masyarakat melakukan peran masing-masing dalam bidang ekonomi, sosial dan hukum.

2. Setelah Medan berkembang dan berganti status menjadi sebuah Gemeente (Kotapraja)

pada tahun 1918 dengan walikota pertama yang menjabat adalah Daniel Mckay. Maka politik rasial ini mulai juga diberlakukan di kota Medan agar tiap golongan

(18)

120

a. Dalam Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi setiap kelas atau golongan masyarakat mempunyai

peran sendiri-sendiri seperti orang Eropa sebagai kelas tertinggi mempunyai peran dalam pembukaan perkebunan, ekspor-impor dan pembukaan kantor dagang di kota

Medan.Orang Cina mempunyai peran sebagai pedagang perantara antara orang Eropa dan Pribumi. Orang India mempunyai peran sebagai pedagang kecil. Sedangkan pribumi yang mayoritas Jawa bekerja sebagai kuli di perkebunan. Orang

Melayu dan Minangkabau yang memiliki tanah biasanya meyewakan tanah atau menjualnya ke pada orang Eropa, sebagian besar orang Minangkabau bekerja

sebagai pedagang kecil yang bersaing dengan orang Tionghoa. a. Dalam Bidang Sosial

Dalam bidang Sosial yang menjadi bentuk politik rasialnya adalah munculnya

golongan-golongan kelas baru dalam masyarakat dalam bentuk stratifikasi sosial yang dibedakan berdasarkan Ras. Kemudian untuk mempertahankan kemajemukan

masyarakat ini dalam bentuk stratifikasi sosial, maka didirikan lembaga pendidikan untuk mempertahankannya. Dibangun sekolah-sekolah berdasarkan kelas sosial, sehingga tiap golongan tidak bisa memasuki sekolah yang bukan khusus untuk

mereka walaupun tidak terlepas kemungkinan ada dengan persyaratan tertentu. b. Dalam Bidang Hukum

Dalam bidang Hukum, terdapat bentuk rasial yaitu adanya sifat ekslusif suatu kelompok masyarakat berdasarkan status hukum penduduk yaitu yang dianggap rakyat Gubernemen, tinggal didalam kota, dan bebas dari kerja wajib. Sedangkan

rakyat Sultan, tinggal di luar kota dan mempunyai kewajiban untuk kerja wajib. Dalam pembentukan Dewan Kota (Gemeenteraad), sebelum pemilihan

(19)

121

memenuhi syarat tertentu. Kemudian untuk dapat duduk dalam Dewan Kota hanya tersedia beberapa kursi untuk tiap golongan, sehhingga formasi yang didapat pada

tahun 1919 didalam Dewan Kota adalah 10 orang Eropa, 5 orang Bumiputera Indonesia, dan orang Timur Asing. Dengan kewenangan walikota mengangkat

ketua dari Gemeenteraad (Dewan Kota), yang bersama-sama menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan Raad van Burgermeester en Wethouders “(Dewan Pemerintahan Kota).”

3. Politik rasial sebagai salah satu bentuk politik kolonial Belanda yang berlaku juga di kota Medan mempunyai jejak-jejak yang tampak sampai sekarang. Adapun jejak-jejak

Politik Rasial Kolonial Belanda di Kota Medan yang tampak sampai sekarang adalah: a. Pemukiman

Pemukiman yang tampak sampai sekarang akibat dari berlakunya politik rasial

adalah seperti di Polonia, Kesawan, Kampung Keling dan Kota Maksum a. Pekuburan

Pekuburan yang dimaksud di sini adalah munculnya pekuburan-pekuburan berdasarkan golongan yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda dan ditetapkan berdasarkann peraturan pemerintah Belanda di kota Medan.

b. Sekolah

Dibentuknya lembaga pendidikan yaitu sekolah di kota Medan oleh pemerintah

Belanda. Hal ini sejalan dengan politik rasial kolonial Belanda di kota Medan yaitu mempertahankan kemajemukan masyarakat dalam bidang sosial dan budaya dengan mendirikan lembaga pendidikan sebagai wadah mmepertahankan kemajemukan itu.

Sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda bersifat rasial karena golongan yang boleh memasukinya haruslah golongan tertentu saja, walaupun tidak tertutup

(20)

Sekolah-122

sekolah ini masih dapat dilihat antara lain sekolah Princes Beatrix school (sekolah Imanuel sekarang) di jalan Selamat Riady dan sekolah Katolik Roma di jalan

(21)

123

B. SARAN

Adapun saran-saran yang diajukan berhubungan dengan penelitian ini adalah:

1. Perlunya ditanamkan sikap menghargai perbedaan budaya dan sosial kepada generasi muda di kota Medan dan bukan sebagai factor perceraaian kesatuan masyarakat di kota Medan.

2. Diharapkan kepada pemerintah agar tetap menjaga jejak-jejak dari pada politik rasial ini dan melestarikan sebagai saksi sejarah sejarah yang mendukung perkembangan

(22)

1

DAFTAR PUSTAKA

Breman, Jen. 1997. Menjinakkan Sang Kuli. Pustaka Utama Graffiti

Budiarjo, Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Colombijn, Freek dkk.2005. Kota Lama, Kota Baru : Sejarah Kota - kota Indonesia

Sebelum dan Setelah Kemerdekaan. Ombak .Yogyakarta Gottschalk, Louis.1985. Mengerti Sejarah. UI Press.Jakarta

Horton, Paul B dan Hunt Chester L. 1984. Sosiologi, Edisi Keenam. Erlangga Koestoro, Lucas Partanda.2006. Medan, Kota di Pesisir Timur Sumatra Utara dan

Peninggalan Tuanya.Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Medan. Medan

Nadapdap, Amir dan Dkk.2003.Jurnalisme Anti Toleransi ?, Rasialisme Dalam Pemberitaan. Kippas dan Budi Insani.Medan

Narwoko, J Dwi Dan Suyanto, Bayong. 2010. Sosiologi :Teks Pengantar dan Terapan, Edisi Ketiga.Kencana. Jakarta

Nadapdap, Amir dan Dkk.2003.Jurnalisme Anti Toleransi ?, Rasialisme Dalam Pemberitaan. Kippas dan Budi Insani.Medan

Narwoko, J Dwi Dan Suyanto, Bayong. 2010. Sosiologi :Teks Pengantar dan Terapan, Edisi Ketiga.Kencana. Jakarta

Pemerintah Kota Medan. 2011. Kota Medan Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kota. Medan. Medan

Perret, Daniel. 2010. Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu Di Sumatra Timur Laut. KPG Kepustakaan Popular Gramedia. Jakarta

Pelzer, Karl J.1977.Toen Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agrarian 1863-1947. Sinar Harapan

Samuel, Hanneman.2010. Genelogi Kekuasaan Ilmu Sosial Indonesia, Dari Kolonialisme Belanda Hingga Modernisasi Amerika. Kepik Ungu. Depok Simanjuntak, Bungaran Antonius.2009. Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak

Toba, Bagian Sejarah Batak. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Sinar, Tengku Luckman.1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Perwira.Medan Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta Wertheim, W F.1999. Masyarakat Indonesia Dalam Transisi, Studi Perubahan

(23)

2

Artikel

Suprayitno dalam Historisme, Media Kreatifitas Insan Sejarah.Edisi No. 21/ Tahun X/ Agustus 2005, Edisi Khusus. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra USU. Medan Website

http://rinanditya.webs.com/konsepkolonialismedkk.htm.26 juli 2011

http://www.bpnkotamedan/peta-sig-kota-medan.com.5 Desember 2011

http://regionalinvestment.com/newsipid/id/displayprofil.php?ia=1275.28 Februari 2012

http://aa-medan.blogspot.com/2009/12/profil-kota-medan.html. 28 Februari 2012

Referensi

Dokumen terkait

Ini kan sebuah kesadaran yang sangat baik yang momentumnya harus kita gunakan untuk memperluas dan meningkatkan basis pajak kita," kata Jokowi di Kantor Pelayanan Pajak

Berdasarkan fokus penelitian dan jenis data yang dibutuhkan untuk memperoleh data keperluan penelitian, peneliti menggunakan instrumen yakni inventori kecerdasan

Paperittomuus on laajempi käsite kuin laiton tai luvaton maahanmuutto, sillä se käsittää esimerkiksi turvapaikanhakijat, joilta puuttuu henkilöllisyystodistus, mutta

Buat program dengan JSP untuk menampilkan informasi tabel FILM yang tersimpan. dalam

Rata-rata dari penilaian persepsi dan harapan pengguna website pemerintah daerah Morowali pada masing-masing setiap atribut maupun keseluruhan memiliki rata- rata

kepemimpinan kepala sekolah yang berhasil adalah proses kepemimpinan yang dapat memenuhi kebutuhan dari masing-masing situasi dan dapat memilih gaya kepemimpinan

Peningkatan temperatur liquidus (Ts1 dan Ts 2) dan tebal rongga akan meningkatkan panjang fluiditas pada komposisi 20-24%Sn yang berada pada fase α+L, sedangkan

3.27 Menganalisis bentuk model matematika berupa persamaan fungsi, serta menerapkan konsep dan sifat turunan fungsi dalam memecahkan masalah maksimum dan minimum. 3.28