• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN. 4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN. 4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Hal IV-1

4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

4.1.1 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah:

“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan Berperadaban”

4.1.2 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia yang Berkualitas dan Kehidupan yang Damai

Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis, memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.

2. Mewujudkan Perekonomian Daerah yang Tangguh dan Berdaya Saing Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulaluan.

3. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Demokratis

Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh masyarakat.

4. Mewujudkan Masyarakat Berperadaban

Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se atorang’ sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan

Bab IV

KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS

PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN

(2)

Hal IV-2 (fomaku gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati (fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang lebih terbuka.

4.1.3 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain:

1. Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah melalui forum musyawarah pembangunan daerah secara berjenjang.

2. Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan DPRD) dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan yang nantinya tertuang dalam RPJM daerah.

3. Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20 tahun kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka mencapai cita-cita pembangunan nasional.

Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten dan berkelanjutan.

4.2 Kebijakan Pengembangan Kota Tidore Kepulauan

4.2.1 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 26 tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Tidore Kepulauan di tetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota, termasuk dalam kawasan andalan yang memiliki pelabuhan nasional. Dijelaskan bahwa kawasan Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan pengertian sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan fungsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.

(3)

Hal IV-3 Ket: = Pusat Kegiatan Nasional (PKN) = Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

= Sektor Unggulan Hutan Lindung = Sektor Unggulan Hutan Konservasi = Kawasan Andalan

Gambar 4.1 Pola Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN Sumber : Lampiran VII PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN

(4)

Hal IV-4 Ket: = Jaringan Listrik 150 KV = Jaringan Jalan Lintas Nasional

= Lintas Penyeberangan Sabuk Utara = Lintas Penyeberangan Penghubung Sabuk Gambar 4.2 Struktur Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN

Sumber : Lampiran I PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN

4.2.2 Kebijakan Tata Ruang (RTR) Pulau Maluku Terhadap Kota Tidore Kepulauan

Berikut ini adalah kutipan-kutipan pasal pada Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku yang berhubungan dengan pengembangan Kota Tidore Kepulauan.

a. Pasal 10

Pengembangan PKN di Kepulauan Maluku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi upaya untuk : Mengendalikan pengembangan kota Ambon dan Ternate - Sofifi, sebagai pusat pelayanan primer yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya;

(5)

Hal IV-5 b. Pasal 16

Ayat (3) Pengembangan jaringan jalan koridor utama sebagaimana dijelaskan dalam pasal 15 ayat (2) meliputi:

Point g. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Halmahera yang menghubungkan SidangOli – Boso – Kao – Padiwang – Tobelo – Galela - Lap. Terbang, dan Boso- Simpang Dodinga – Sofifi – Akelamo – Payahe – Weda; Simpang Dodinga – Bobaneigo – Ekor- Subain – Buli – Maba – Sagea – Gotowase; Daruba – Bere-bere;

Labuha – Babang, Sanana – Manaf; Bobong – Tikong; Sidang Oli – Jailolo – Goal – Ibu; Jailolo – Susupu.

c. Pasal 33

Ayat (2) Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat d meliputi upaya untuk :

1) Mengembangkan wisata alam dan hutan di TN Manusela;

2) Mengembangkan wisata bahari di pesisir kawasan Ambon, Pulau Seram, Pulau Banda, Pulau Kai, Ternate-Tidore, Kep.

Guraici, P. Morotai;

3) Mengembangkan pariwisata budaya terutama di Keraton Sultan Ternate, Mesjid Sultan Ternate, Rumah Adat Sahu, benteng- benteng peninggalan zaman Belanda dan Portugis, Bandaneira, Makam Sultan Baabullah, dan berbagai warisan budaya nasional lainnya yang sesuai dengan kriteria dan peraturan/perundangan yang berlaku.

d. Pasal 37

Ayat (4) Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan menurut prioritas penanganannya meliputi: Kawasan andalan Seram, Kei Aru - P.Wetar- P.Tanimbar, Buru, Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda dan sekitarnya, Bacan-Halmahera Selatan, serta Kepulauan Sula dengan prioritas tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

(6)

Hal IV-6

Tabel. 4.1 Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Maluku Utara Menurut RTR Pulau

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STATEGI PENGEMBANGAN

1 Ternate-Sofifi PKN Pusat Pelayanan Sekunder,

Jasa Pemerintahan, Pertanian,

Perkebunan, Pertambangan, dan Industri

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan, dan industri pengolahan.

Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli, Maba, Sofifi, dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan Trans Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utama, diantaranya Pelabuhan Ternate dan Tobelo, yang dihubungkan dengan jaringan penyeberangan.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, dan pertambangan di sekitar kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya.

Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktivitas pemerintahan, perdagangan, dan industri.

Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota yang memenuhi standar Internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high-tech, kesehatan), termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih besar secara selektif.

Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai pelengkap dari RTRW Kota

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor dan daerah otonom.

2 Daruba PKSN Pusat pelayanan

administrasi

pelintas batas negara, perdagangan-jasa dan transhipment point, Kehutanan,

Pertambangan, dan Perikanan

Diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran produksi tanaman hasil hutan, bahan galian logam, budidaya rumput laut, serta perikanan tangkap.

Meningkatkan aksesibilitas ke tujuan pemasaran di Pulau Halmahera melalui keterpaduan sistem transportasi darat dan laut.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst) dan fasilitas perdagangan serta fasilitas pendukung sebagai pintu gerbang lintas negara

Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kawasan dengan wilayah negara tetangga

Menyiapkan perangkat zoning regulation sebagai landasan pembangunan kegiatan perkotaan ikutan sekaligus sebagai landasan pengendalian pembangunan

Sumber: Raperpres RTR Kepulauan Maluku, 2004

(7)

Hal IV-7 4.2.3 Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku

Utara

4.2.3.1 Visi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara

“Terwujudnya Tata Ruang Provinsi Maluku Utara yang berbasis pada sumber daya dan pengembangan berdasarkan gugus pulau menuju masyarakat Maluku Utara yang sejahtera”.

4.2.3.2 Misi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara

(1) Menciptakan keserasian pelestarian kawasan lindung dan pemanfaatan kawasan budidaya, dengan berbasis pada mitigasi bencana;

(2) Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup;

(3) Meningkatkan dan mengembangkan prasarana wilayah secara berkelanjutan, membuka daerah-daerah terisolir dan membuka kantong-kantong produksi baru;

(4) Menata pusat-pusat pengembangan sesuai dengan daya dukung dan kapasitas wilayah dan kondisinya sebagai provinsi gugus pulau dengan dukungan sistem jaringan transportasi yang memadai.

4.2.3.3 Pertimbangan Kebencanaan Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara

Zonasi multi risiko bencana di Provinsi Maluku Utara merupakan gabungan dari risiko bencana gempa bumi, tsunami, gerakan tanah (longsor) dan letusan gunung berapi. Secara umum kawasan zonasi multi bencana di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat Tabel 4.2

(8)

Hal IV-8 Tabel 4.2 Tabulasi Zonasi Multi Risiko Bencana di Provinsi Maluku Utara

No Kabupaten/Kota Kriteria

Jumlah (Km2) Rendah (Km2) Sedang (Km2) Tinggi (Km2)

1 Halmahera Barat 0.00 1295.72 1316.52 2612.24

2 Halmahera Tengah 0.00 239.46 2037.37 2276.83

3 Halmahera Utara 0.00 2296.78 3150.52 5447.30

4 Halmahera Selatan 0.00 1782.86 6996.46 8779.32

5 Halmahera Timur 0.00 1506.49 4999.71 6506.20

6 Kepulauan Sula 1662.58 5902.49 2067.85 9632.92

7 Ternate 0.00 159.52 91.33 250.85

8 Tidore Kepulauan 0.00 4721.36 4842.64 9564.00

Jumlah 1662.58 17904.68 25502.40 45069.66

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara, 2007

4.2.4 Arahan Struktur Ruang Wilayah

Menurut RTRW Provinsi Maluku Utara 2003 – 2017 Kota Tidore Kepulauan merupakan Kota Orde I dengan pusat pertumbuhan di Soa Sio dan Sofifi. Sebagai kota orde I, Kota Tidore Kepulauan memiliki sifat pelayanan regional, pusat pemerintahan, pusat permukiman dan pusat pelayanan sosial.

Selain itu, Kota Sofifi diusulkan menjadi PKLW untuk menggantikan fungsi pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara yang selama ini berada di Kota Ternate. Dengan demikian Kota Ternate yang semula merupakan kota dengan fungsi pusat pemerintahan, difokuskan hanya untuk kegiatan pusat perdagangan dan jasa, karena di kota ini sudah berkembang sarana dan prasarana infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan kota-kota/kawasan-kawasan lain di Provinsi Maluku Utara.

(9)

Hal IV-9 Gambar 4.3 Arahan Struktur Ruang dan Kawasan Strategis di Prop. Maluku Utara

Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, 2007

4.2.5 Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

a. Rencana Pengembangan Sistem Transportasi

Sistem transportasi yang dikembangkan antar PKN (Pusat Kegiatan Nasional) dan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), yaitu Kota Ternate, Soasio, Sofifl dengan kota-kota lain utamanya PKN di luar Provinsi Maluku Utara seperti Kota Ambon, Kota Manado, dan Kota Sorong adalah transportasi udara dan laut, karena dari ketiga kota ini dipisahkan oleh laut dalam dan luas

Pengembangan sistem transportasi yang dibutuhkan:

o PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo) sistem transportasi laut;

o PKW - PKL I (Tobelo) kombinasi antara laut, darat dan udara;

o PKW - PKL I (Maba) kombinasi antara laut, darat dan udara;

(10)

Hal IV-10 o PKW - PKL I (Weda) kombinasi antara laut dan darat;

o PKW - PKL I ( Labuha) laut dan udara;

o PKW - PKL I (Sanana) laut dan udara

b. Rencana Jaringan Jalan

Konsep pengembangan Trans Maluku Utara adalah upaya menghubungkan Kota Ternate sebagai PKN dan kota-kota PKW yaitu Tobelo, Tidore, Labuha dan Sanana serta kota-kota strategis seperti Daruba (PKSN) dan Sofifi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara. Dan merupakan bagian dari Trans Nasional.

Untuk mendukung perwujudan Trans Maluku Utara, maka status jalan yang masuk dalam Trans Maluku Utara adalah jalan nasional dan jalan provinsi.Adapun jaringan jalan yang direncanakan sebagai bagian dari Trans Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Rencana Jaringan Jalan Trans Maluku Utara Nomor

Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km)

Kabupaten Halmahera Utara

039.1 Daruba – Daeo 4 N 25,59

039.2 Daeo – Berebere 4 N 68,00

.034 Podiwang – Tobelo 3 N 47,86

.035 Tobelo – Galela 3 N 27,02

.036 Kao – Podiwang 3 N 32,90

.037 Galela - Lapangan Terbang 3 N 10,87

038.2 Basso – Kao 3 N 71,49

Kabupaten Halmahera Barat

038.1 Sidangoli (Dermaga Ferry) – Basso 2, 5 N 23,23

043.1 Simpang Dodinga-Akelamo (KM60) 2, 5 N 63,01

054.1 Basso - Simpang Dodinga 2, 5 N 2,67

033.1 Jailolo – Goal 2 P 21,19

054.1

Simpang Dodinga-Dodinga (Dermaga Ferry)

2

P 3,30

030.1 Simpang Dodinga- Bobaneigo 2, 5 P 3,32

(11)

Hal IV-11 Nomor

Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km)

033.2 Simpang Dodinga-Jailolo 2 P 32,40

Kota Tidore Kepulauan

.029 Payahe – Weda 1 N 24,5

043.2 Akelamo (KM60) – Payahe 1 N 52,47

.021 Keliling Pulau Tidore 1 P 29,19

Kabupaten Halmahera Timur

059.1 Subaim – Buli 5 P 60,00

059.2 Buli – Gotowase 5 P 45,00

030.1 Bobaneigo – Ekor 5 P 41,81

030.2 Ekor – Subaim 5 P 52,47

Kabupaten Halmahera Tengah

058.1 Weda – Sagae 5 P 50,00

058.2 Sagae – Gotowase 5 P 60,00

Kabupaten Halmahera Selatan

.028 Labuha – Babang 6 P 18,32

Saketa – Mautiting 6 K

Mautiting – Mafa 6 K

Mafa – Weda 5, 6 K

Kota Ternate

.032 Keliling Pulau Ternate 1 N 8,60

Kabupaten Kepulauan Sula

.026 Sanana – Manaf 7 P 31,86

.027 Sanana – Pohea 7 P 12,05

Sumber: Tatrawil 2007

(12)

Hal IV-12 Gambar 4.4 Arahan Struktur Ruang di Prov. Maluku Utara

Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, 2007

c. Rencana Terminal

Di Provinsi Maluku Utara sampai dengan tahun 2007 tersedia terminal tipe C, dimana lokasinya mendekati lokasi pelabuhan yang ada sebagai transhipment point wilayah belakangnya. Selanjutnya dalam rencana pengembangan terminal sampai tahun 2027 dapat dilihat pada Tabel 4.4

Jalan Arteri Primer

Rencana Jalan Arteri Primer

Jalan Kolektor Primer

Rencana Jalan Kolektor Primer

Jalan Lokal Primer

Rencana Jalan Lokal Primer

(13)

Hal IV-13 Tabel 4.4 Rencana Terminal Penumpang di Provinsi Maluku Utara

No Type Terminal Pelabuhan Lokasi Gugus Pulau 1 B Ahmad Yani/Gamalama Pelabuhan Ternate 1

2 B Soasio Pelabuhan Tidore 1

3 B Sofifi 1

4 B Tobelo Pelabuhan Tobelo 3

5 B Jailolo Pelabuhan Jailolo 2

6 B Babang Pelabuhan Bacan 6

7 C Bastiong Pelabuhan Ternate 1

8 C Dufa – dufa Pelabuhan Ternate 1

9 C Galela 3

10 C Malifut 3

11 C Daruba Pelabuhan Morotai 4

12 C Sidangoli Pelabuhan Sidangoli 2

13 C Goal 2

14 C Sanana Pelabuhan Sasana 7

15 C Dofa Pelabuhan Dofa 7

16 C Laiwui Pelabuhan Obi 6

17 C Babang Pelabuhan Bacan 6

18 C Gebe Pelabuhan Gebe 5

19 C Maffa Pelabuhan Maffa 6

20 C Labuha 6

Sumber: RTRW Propinsi Maluku Utara, 2007

d. Rencana Transportasi Laut

Mengacu pada RPP RTRWN maka sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan pelabuhan laut dan alur pelayaran. Tatanan pelabuhan laut terdiri atas:

1) Pelabuhan internasional;

2) Pelabuhan internasional;

3) Pelabuhan nasional;

4) Pelabuhan pengumpan regional;

5) Pelabuhan pengumpan lokal;

(14)

Hal IV-14 6) Pelabuhan khusus untuk menunjang pengembangan kegiatan

atau fungsi tertentu.

Sedangkan alur pelayaran meliputi alur pelayaran internasional dan alur pelayaran nasional berdasarkan RTRWN tersebut, maka dalam perencanaan transportasi laut dan penyeberangan di Provinsi Maluku Utara akan dilihat berdasarkan tatanan pelabuhan dan alur pelayaran.

e. Rencana Transportasi Udara

Berdasarkan RTRWN Oktober 2007, sistem jaringan transportasi udara terdiri atas tatanan bandar udara dan ruang lalu lintas udara.

Di Provinsi Maluku Utara telah tersedia 10 (sepuluh) buah bandar udara yang tersebar di pulau-pulau penting di wilayah ini.

Bandar Udara Sultan Babullah-Ternate merupakan bandara Pusat Penyebaran Tersier, yang merupakan bandara utama di Provinsi ini, dimana seluruh jalur penerbangan antar pulau di dalam wilayah Provinsi Maluku Utara maupun dari dan ke luar wilayah Maluku Utara berpusat di Ternate. Intensitas kegiatan di bandara ini sangat tinggi. Bandara lainnya merupakan bandara Bukan Pusat Penyebaran atau bandara perintis.

Rencana pengembangan jalur penerbangan di Provinsi Maluku Utara meliputi:

1) Rencana Pengembangan Jalur Nasional Antar Provinsi, yaitu:

Ternate – Jakarta; Ternate – Manado; Ternate – Ambon; Ternate – Makassar; Ternate - Sorong; Ternate – Fak - Fak; Ternate – Manokwari; Ternate – Luwuk dan Sanana – Ambon.

2) Rencana Pengembangan Jalur Reguler Antar Kabupaten, yaitu:

Ternate – Sanana dan Ternate – Buli.

f. Sistem Jaringan Kelistrikan

Terdapat beberapa alternatif pengadaan listrik untuk Provinsi Maluku Utara:

(15)

Hal IV-15 (1) Pengembangan energi alternatif, seperti teknologi

surya/matahari;

(2) Pengembangan energi listrik tenaga uap, dengan memanfaatkan air laut sebagai pendingin:

(3) Pengembangan energi listrik tenaga diesel;

(4) Pengembangan energi listrik tenaga air.

Pengelolaan listrik selain oleh PLN, dapat dilakukan secara mandiri oleh pihak swasta atau masyarakat. Dengan kondisi Provinsi Maluku Utara yang rawan bencana, maka kebutuhan listrik perlu diarahkan pada pengembangan energi yang mandiri, artinya ketersediaan energi di wilayah ini diharapkan mampu melayani kebutuhan masyarakat, baik dalam kondisi normal maupun darurat.

Oleh sebab itu, pengembangan sumber daya listrik berbasis sumber daya lokal juga perlu dikembangkan

dengan diarahkannya perkembangan di Kota Sofifi, dengan perannya sebagai ibu kota definitif Provinsi Maluku Utara, maka perlu membentuk dan menambah jaringan prasarana listrik bagi pemenuhan kebutuhan kota Sofifi.

g. Sistem Jaringan Telekomunikasi

Telepon adalah sarana telekomunikasi yang sering dihubungkan dengan prasyarat proses transformasi wilayah, sehingga diperlukan adanya suatu rencana pengembangan ke depan, untuk merencanakan sistem jaringan telepon di SST, Telepon Seluler, SSB (Singgle Side Band).

Pelayanan telepon dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga) segmen:

(1) Sambungan telepon untuk rumah tangga;

(2) Sambungan telepon untuk perkantoran/industri;

(3) Sambungan telepon umum

Rencana jaringan telekomunikasi Provinsi Maluku Utara adalah:

(16)

Hal IV-16 (1) Sistem jaringan diarahkan sebagai gabungan antara jaringan pelayanan telekomunikasi yang disiapkan pemerintah dan yang dibangun swasta;

(2) Cakupan pelayanan yang seluas mungkin dengan pelayanan yang optimal;

(3) Mengintegrasikan pengembangan sistem jaringan telekomunikasi dengan sistem jaringan transportasi sehingga semua kawasan yang memiliki tingkat aksesibilitas akan didukung oleh pelayanan jaringan telekomunikasi.

h. Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air provinsi merupakan rencana pengembangan wilayah sungai skala provinsi. Pengembangan sistem jaringan sumber daya air provinsi mencakup konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air. Konservasi sumber daya daya air dapat dilakukan dengan cara mengamankan daerah tangkapan air, sehiingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan.

4.2.6 Rencana Pola Ruang Wilayah

a. Rencana Pengembangan Ruang Kawasan Lindung

Kawasan Lindung yang meliputi wilayah daratan dan lautan terdiri atas:

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu Kawasan hutan lindung;

(2) Kawasan perlindungan setempat, yaitu: sempadan pantai, sempadan sungai dan kawasan sekitar danau/waduk;

(3) Kawasan suaka alam, yaitu: kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa dan kawasan suaka alam laut;

(4) Kawasan rawan bencana alam, yaitu: kawasan rawan bencana letusan gunung api, kawasan rawan bencana gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami.

(17)

Hal IV-17 b. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

Berdasarkan Pedoman Penyusunan RTRW Di Daerah, kawasan budidaya telah diklasifikasikan secara khusus. Di Provinsi Maluku Utara, kawasan budidaya yang akan ditetapkan mencakup wilayah daratan dan lautan yang terdiri dari:

(1) Kawasan hutan produksi tetap;

(2) Hutan produksi;

(3) Hutan produksi terbatas;

(4) Budidaya non hutan dan perkebunan yang dapat dikonversikan;

(5) Pertanian, yaitu pertanian lahan basah dan perkebunan;

(6) Kawasan pertambangan;

(7) Kawasan perindustrian;

(8) Kawasan pariwisata;

(9) Perikanan;

(10) Kawasan permukiman

4.2.7 Rencana Pengembangan Perikanan

a. Rencana Pengembangan Perikanan Tangkap

Berdasarkan data produksi dari Dinas Perikanan Propinsi Maluku Utara dan estimasi potensi sumber daya ikan di perairan Maluku Utara, diketahui bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan oleh nelayan setempat masih menunjukkan status tingkat pengusahaan yang masih relatif rendah atau underfishing.

Berdasarkan karakteristik perairan laut dan jenis sumber daya ikannya, perairan Maluku Utara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga) daerah penangkapan utama yang potensial dikembangkan untuk usaha perikanan tangkap, yaitu:

(1) Daerah penangkapan ikan 1, yaitu daerah-daerah dengan potensi pengembangan untuk ikan karang (utamanya: ikan kerapu, beronang, biji nangka, dan kakaktua), daerah-daerah tersebut antara lain perairan pantai sebelah barat daya Pulau

(18)

Hal IV-18 Morotai, periaran pantai sebelah timur kepulauan Sula, perairan pantai Tobelo, peraiaran pantai Bacan dan Obi;

(2) Daerah penangkapan ikan 2, yang memiliki potensi untuk pengembangan perikanan pelagis kecil dan demersal (utamanya:

ikan layang, kembung, julung-julung, kuwe, dan kakap merah);

berada di perairan pantai sebelah selatan, tenggara, timur, timur laut, utara, barat laut dan barat Pulau Morotai, perairan pantai Tidore dan Ternate dan wilayah periaran pantai Sanana;

(3) Daerah penangkapan ikan 3, untuk pengembangan perikanan pelagis besar (utamanya: cakalang, tongkol dan tuna) wilayah ini terletak di perairan lepas pantai Maluku Utara.

Secara umum, pengembangan perikanan tangkap di perairan Maluku Utara untuk jangka pendek hingga menengah, dapat diarahkan pada pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya ikan laut di setiap daerah penangkapan, sedangkan untuk kedepan (jangka panjang) seyogyanya diarahkan pada kegiatan perikanan tangkap yang berbasis budidaya laut, utamanya untuk DPI 1 dan 2.

b. Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan

Dengan mempertimbangkan bahwa produksi ikan di Maluku Utara akan terdiri dari berbagai jenis (spesies) dan kualitas maka sistem pemasaran yang dapat dikembangkan harus mampu mengantisipasi produksi ikan yang nantinya didaratkan. Sistem pemasaran yang tampaknya tepat adalah yang berbasis komoditas sebagai berikut:

(1) Komoditas pelagis besar untuk pasar ekspor. Jenis atau bentuk komoditas adalah olahan segar untuk tuna dan beku untuk cakalang. Sistem pemasaran ini bertumpu pada adanya perusahaan ekspor yang berusaha di daerah. baik dalam bentuk pengumpulan (penampungan) maupun dalam bentuk kantor cabang atau kantor utama;

(19)

Hal IV-19 (2) Komoditas pelagis besar untuk tujuan pasar domestik, yaitu cakalang dan tongkol. Jenis produknya adalah segar dan beku.

Komoditas lainnya adalah dalam bentuk ikan olahan asap;

(3) Komoditas pelagis kecil untuk pasar ekspor, yaitu: ikan layang.

Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan beku;

(4) Komoditas pelagis kecil untuk pasaran domestik, yaitu: layang, kembung dan julung-julung. Untuk antar pulau produk yang tepat adalah olahan beku dan khusus untuk julung-julung dalam bentuk olahan asap, sedangkan untuk pasaran setempat.

produk yang tepat adalah olahan segar;

(5) Ikan demersal untuk pasaran ekspor, yaitu: kakap merah.

Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan fillet;

(6) Ikan demersal untuk pasaran domestik dan lokal, yaitu ikan kuwe. Untuk antar pulau produk yang tepat adalah olahan beku, sedangkan untuk pasaran setempat. produk yang tepat adalah olahan segar;

(7) Produk perikanan karang, seperti: kerapu, beronang, kakatua, dan biji nangka lebih diutamakan untuk pasar ekspor. Produk yang tepat adalah dalam bentuk ikan hidup, sedangkan untuk pasar domestik dalam bentuk olahan segar.

c. Rencana Pengembangan Perikanan Budidaya

Pengembangan perikanan budidaya (akuakultur) di Provinsi Maluku Utara diarahkan untuk memproduksi komoditas yang berorientasi ekspor dan berbasis kepada sumberdaya alam.

Pengembangan akuakultur dilakukan pada lokasi yang memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan berprinsip pemanfaatan sumberdaya perairan seoptimal mungkin secara ramah lingkungan

4.2.8 Arahan Manajemen Risiko Bencana Dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara

a. Spasial, melalui pengaturan ruang

Beberapa pekerjaan yang umumnya dilakukan melalui cara ini antara lain berupa pemetaan daerah rawan bencana, alokasi

(20)

Hal IV-20 pembangunan berintensitas tinggi yang diarahkan ke luar area rawan bencana, pengaturan ruang yang tepat dan optimal;

b. Cara-cara keteknikan

Umumnya cara ini berupa rekayasa teknis terhadap lahan, bangunan dan infrastruktur yang disesuaikan dengan kondisi, keterbatasan dan ancaman bencana yang mungkin timbul, misalnya sebagai berikut.

1) Untuk manajemen bencana gempa.

Gambar 4.5 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa

2) Untuk manajemen bencana tsunami

Gambar 4.6 Sistem Jaringan Diseminasi Informasi Tsunami Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007 BMG

Jaringan BMG INDOSAT IP VPN MPLS FIBER OPTIK, RADIO LINK

Jaringan BMG CSM VSAT IP

SATELIT

Jaringan BMG - IIX JASATEL / APJII

WIRELESS

1 MABES POLRI 33 GUBERNUR

10 STA. TV 1 RADIO / RRI

49 RADIO PANTAI 1 BAKORNAS

7 PROVIDER GSM/CDMA DISEMINASI INFORMASI TSUNAMI

88 ADPEL

MASYARAKAT

Polres/Polsek Bupati Satkorlak/Satlak

Masyarakat INTERFACE

BMG

21 ASDP

(21)

Hal IV-21 3) Untuk manajemen bencana tanah longsor

(1) Melakukan perbaikan drainase tanah, seperti soil nailing, hydroseeding dan perbaikan sistem drainase

(2) Berbagai pekerjaan struktural, seperti rock netting, shotcrete, block pitching, stone pitching, retaining wall, gabion wall, installation of geotextile, dan sebagainya

4) Untuk manajemen bencana banjir

Gambar 4.7 Contoh Manajemen Dataran Banjir

Sumber: Modul Program Pelatihan Manajemen Bencana, UNDP, 1985

c. Pemberdayaan/peningkatan kapasitas masyarakat

Mengingat permasalahan bencana yang cukup rumit, sementara itu bencana tersebut juga seringkali menimpa kawasan dengan kondisi masyarakat yang cukup rentan (kemiskinan, kurangnya kewaspadaan dan ketidakberdayaan) dan berlokasi jauh dari pusat pemerintahan dan sulit dicapai, maka dalam manajemen risiko bencana ini perlu sekali meningkatkan kapasitas masyarakat untuk

(22)

Hal IV-22 mengurangi tingkat kerentanannya. Untuk merealisasikannya diperlukan elemen-elemen berikut:

(1) Adanya tokoh penggerak;

(2) Konsep yang jelas;

(3) Obyek aktivitas yang jelas;

(4) Kohesivitas masyarakat setempat;

(5) Bahasa komunikasi kerakyatan yang tepat berbasis kearifan budaya setempat;

(6) Jaringan informasi yang mudah diakses setiap saat.

d. Kelembagaan

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam manajemen bencana, yaitu:

(1) Aspek yang jelas (kelembagaan, organisasi, tata cara);

(2) Fungsi yang berjalan (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan);

(3) Unsur yang lengkap (sumberdaya manusia, keuangan, perlengkapan dan sebagainya).

4.3 Kebijakan Tata Ruang pada Kabupaten/Kota yang Berbatasan Dengan Kota Tidore Kepulauan

Kabupaten Tidore Kepulauan berbatasan dengan Kota Ternate dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat di sebelah Utara, Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten Halmahera Tengah di sebelah Timur, Gane Barat Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Pulau Moti Kota Ternate di sebelah Selatan.

Dimana masing-masing memiliki strategi pengembangan wilayah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Maluku Utara.

4.3.1 Kota Ternate

i. Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi

(23)

Hal IV-23 pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan dan industri pengolahan.

ii. Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli, Maba, Sofifi dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan trans Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utamanya, diantaranya pelabuhan Ternate dan Tobelo yang dihubungkan dengan jaringan penyeberangan.

iii. Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra- sentra produksi pertanian, perkebunan dan pertambangan di sekitar kawasan Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya.

iv. Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktifitas pemerintahan, perdagangan, dan industri.

v. Mengembangkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana kota yang memenuhi standar internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high- tech, kesehatan) termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih besar secara efektif.

vi. Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai pelengkap dari RTRW kota.

vii. Menyiapkan Rencana Tata Ruang Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor daerah otonom.

4.3.2 Kota Jailolo

1) Dikategorikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Wilayah berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lokal yang merupakan Pusat Wilayah Pengembangan (Gugus Pulau).

2) Untuk transportasi antara PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo) dikembangkan dengan sistem transportasi laut. Dengan pelabuhan yang dikategorikan sebagai ‘Pelabuhan Pengumpan Lokal’ yang melayani kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil.

(24)

Hal IV-24 3) Memiliki sektor unggulan yaitu pertanian, perkebunan, pariwisata dan air bersih dengan sub sektor tanaman pangan, perkebunan kopra dan cengkeh serta wisata bahari.

4) Memiliki situs sejarah Kerajaan Jailolo

4.3.3 Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur

1) Ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi – Pertanian : Halut - Halbar – Haltim untuk mengembangkan ketahanan pangan.

2) Dalam kabupaten Halmahera Timur juga terdapat cagar alam Lolobata.

3) Sektor unggulan berupa perkebunan, pertanian, perikanan laut, pertambangan dan air bersih

4.3.4 Kawasan Weda

Kawasan ini meliputi Weda dan sekitarnya. Kawasan ini perlu diprioritaskan karena adanya rencana pengembangan kegiatan (eksploitasi) pertambangan nikel oleh PT. Weda Bay Nikel seluas 90.000 Ha. Arahan pengembangan yang direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai berikut:

(a) Pengembangan kawasan pertambangan yang bersinergis dengan aspek rencana tata ruang dan lingkungan di sekitarnya sehingga dapat mencegah adanya konflik tata ruang dan kerusakan lingkungan;

(b) Pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan sosial masyarakat di sekitarnya yang berkaitan erat dengan kegiatan penambangan sehingga dapat menghindarkan adanya konflik sosial dan kegiatan ekonomi yang bersifat enclave;

Pengembangan rencana tata ruang kawasan yang lebih detail pada kawasan inti dan penunjang.

Kawasan Weda ini memiliki pelabuhan yang dikategorikan sebagai pelabuhan pengumpan lokal yang melayani kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil.

Ditetapkan dalam kawasan andalan Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda dan sekitarnya dengan sektor unggulan perkebunan, perikanan laut, pertambangan, industri, dan pariwisata.

(25)

Hal IV-25 4.3.5 Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan

Merupakan wilayah yang perkembangannya relatif tertinggal dengan daerah lainnya di Provinsi Maluku Utara, oleh karena itu perlu diprioritaskan pula penanganan pembangunannya agar terjadi pemerataan pembangunan. Potensi yang dimiliki kawasan Halmahera Selatan ini adalah perkebunan. Permasalahan yang dimiliki kawasan ini adalah kurangnya aksesibilitas. Untuk itu arahan pengembangan yang dapat direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai berikut:

(a) Pengembangan transportasi laut sehingga dapat meningkatkan hubungan kawasan ini dengan kawasan sekitarnya yang akan memudahkan penyaluran hasil-hasil produksi perkebunan kawasan ini dengan pusat pengolahannya di Pulau Bacan;

(b) Pengembangan transportasi darat untuk meningkatkan aksesibilitas intra wilayah (antara Gane Barat dan Gane Timur);

(c) Meningkatkan produktivitas perkebunan.

4.3.6 Kabupaten Morotai

Merupakan Kabupaten baru hasil pemekaran di Maluku Utara. Belum terdapat data/informasi terkait tata ruang Morotai.

4.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Tidore Kepulauan

4.4.1 Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan sosial budaya dan kehidupan beragama berupa tingginya angka penduduk miskin, belum optimalnya penggunaan kearifan lokal, pembangunan sumberdaya manusia belum berjalan optimal, masih rendahnya kinerja pelayanan kesehatan, tingginya penduduk usia produktif dengan klasifikasi pendidikan rendah.

Permasalahan politik, hukum, dan aparatur adalah masih adanya praktek money politik dan masih kurangnya aparatur yang bersih.

Permasalahan di bidang ekonomi antara lain dikarenakan sistem perbankan yang masih rendah, konsep ekonomi yang belum memihak masyarakat, harga – harga bahan baku konstruksi belum disesuaikan, minimnya investasi. Untuk

(26)

Hal IV-26 meningkatkan perkenomian Kota Tidore Kepulauan adalah menata kembali sektor tradisional yang selama ini meberikan sumbangan cukup berarti bagi PDRB Kota Tidore Kepulauan.

Pada bidang pengembangan wilayah terdapat permasalahan dengan dokumen rencana tata ruang pengembangan wilayah yang dikeluarkan pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dokumen rencana pengembangan wilayah pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Terdapat kesenjangan pembangunan antar wilayah dan keterisolasian masyarakat pedesaan/kampung dengan kota. Pembangunan juga dihadapkan pada permasalahan hak masyarakat adat berupa penguasaan tanah ulayat. Tantangan lain yaitu belum dilakukan penataan kepemilikan, pemetaan dan pembakuan tanah ulayat.

Permasalahan pemanfaatan ruang ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan maupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Pemanfaatan sumberdaya alam belum mengacu pada prinsip pembangunan berkelanjutan selain itu, kapasitas kelembagaan dalam koordinasi pengelolaan dan pengendalian lingkungan masih rendah. Untuk itu diperlukan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement), pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi, peruntukan dan daya dukung, juga keberpihakan pada hak – hak masyarakat adat, serta meningkatkan kesadaran stakeholders akan pentingnya pertimbangan lingkungan pada pembangunan

4.4.2 Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan

Secara khusus terdapat tiga nilai strategis yaitu:

1) Kota sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara sehingga dapat memancing investasi dan pembangunan di masa depan. Sebagai pusat pemerintahan provinsi maupun pusat jasa – jasa umum lainnya, keberadaan Kota Sofifi akan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Kota Tidore Kepulauan.

2) Potensi laut dan perairan yang besar. Sejauh ini potensi laut dan perairan di sekitar Pulau Tidore, Maitara, Mare dan pesisir Kecamatan Oba belum teridentifikasi. Diharapkan pada masa depan, potensi keindahan alam bawah laut di Pulau Tidore, Maitara dan Mare serta pesisir Kecamatan Oba dapat dimanfaatkan.

(27)

Hal IV-27 3) Pulau Tidore sebagai cagar budaya dari salah satu kebudayaan dan peradaban tertua di Indonesia. Kesultanan Tidore dengan Islam sebagai agama kerajaan telah mempraktekkan keserasian antara Islam sebagai agama sekaligus peradaban.

4.4.3 Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah:

“Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan Berkeadaban”

4.4.4 Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis, memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar.

2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing

Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulauan.

3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis

Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh masyarakat.

4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-Madaniyah)

Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai – nilai ‘adat se atorang’

sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan (fomaku gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati (fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang lebih terbuka.

(28)

Hal IV-28 4.4.5 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan

Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain:

Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah melalui forum musyawarah pembangunan daerah secara berjenjang.

Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan DPRD) dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan yang nantinya tertuang dalam RPJM daerah.

Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20 tahun kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka mencapai cita-cita pembangunan nasional.

Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten dan berkelanjutan.

4.4.6 Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan 2005-2025

1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai Kemajuan dan kemandirian sosial suatu daerah adalah sejalan dengan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat daerah yang bersangkutan. Untuk itu, pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan kepada peningkatan pelayanan dan rehabilitasi sosial,pemberdayaan masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial.

2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing

Kemajuan dan kemandirian ekonomi Kota Tidore Kepulauan pada masa depan masih diharpkan bersumber dari sumbangan sektor pertanian sub sektor perkebunan dan perikanan. Namun karena daerah ini pada masa depan akan menjadi pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara maka sumbangan sektor jasa dan pelayanan umum lainnya akan menjadi andalan utama perekonomian daerah.

3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis

Masyarakat yang maju dan mandiri secara politik akan melahirkan potret pemerintahan yang kuat dan kokoh. Potret tersebut harus pertama kali

(29)

Hal IV-29 datang dari kepemimpinan pemerintahan di daerah. Dalam kerangka itu, maka reformasi birokrasi pemerintah daerah dimulai dari penerapan tata pemerintahan yang baik dan bersih pada seluruh struktur pemerintahan daerah secara disiplin dan sungguh-sungguh. Dan untuk menciptakan kepemimpinan daerah yang berwibawa dan demokratis, diperlukan pranata penegakan hukum dan penertiban kehidupan sosial serta tatanan struktur dan mekanisme politik yang stabil dan kondusif

4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-Madaniyah)

Keyakinan akan kemampuan diri sendiri muncul dari kesadaran masyarakat tentang kekayaan nilai – nilai tradisi dan kebudayaan yang tumbuh berkembang dan lestari hingga saat ini. Nilai – nilai kebudayaan itu memberi inspirasi dan daya tonjol psikologis bagi kreatifitas dan daya inovasi masyarakat untuk membangun daerahnya sendiri.

4.4.7 Tahapan dan Prioritas o RPJM ke-1 (2006-2010)

RPJM ke-1 diarahkan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pembinaan kesejahteraan sosial. Pengembangan kapasitas pemerintah daerah terus ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, penataan struktur dan aparatur, efisiensi dan efektifitas pelayanan birokrasi, peningkatan koordinasi, perencanaan, pengendalian dan pengawasan pembangunan.

o RPJM ke-2 (2011-2015)

RPJM ke-2 diarahkan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) melalui penataan kembali kehidupan sosial. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan peran dan partisipasi kaum perempuan di bidang politik dan pemerintahan diimbangi dengan pemberian peran bagi ibu rumah tangga di pedesaan yang berorientasi pada peningkatan produktifitas ekonomi keluarga. Pengurangan tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka melalui pemberdayaan ekonomi desa dan penyediaan lapangan kerja baru.

(30)

Hal IV-30 o RPJM ke-3 (2016-2020)

RPJM ke-3 diarahkan untuk meningkatkan akselerasi pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang, dengan penekanan pada peningkatan daya saing daerah dalam percaturan ekonomi dan politik global.

o RPJM ke-4 (2021-2025)

Pembangunan kesejahteraan sosial pada periode RPJM ke-4 ditujukan bagi peningkatan prosentasi tamatan Perguruan Tinggi yang memiliki kecakapan, ketrampilan dan kemampuan sumberdaya manusia yang dibutuhkan pembangunan daerah. Modernisasi sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang lebih baik serta ketersediaan sumberdaya pendidikan dan kesehatan di daerah pedesaan, peningkatan taraf gizi dan kesejahteraan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan di desa dan kota merupakan prasyarat meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) yang lebih baik.

4.5 Posisi dan Isu Strategis Pengembangan Kota Tidore Kepulauan

4.5.1 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Nasional

Kota Tidore Kepulauan dalam RTRW Nasional di klasifikasikan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah, berada di bawah Pusat Kegiatan Nasional Ternate

Tabel 4.5 Posisi Kota Tidore Kepulauan

Provinsi PKN PKW PKSN

MALUKU UTARA Ternate (I/C/1) Tidore (I/C/1) Daruba (I/A/2) Tobelo (II/C/2)

Labuha (II/C/1) Sanana (II/C/2) Sumber: RTRW Nasional

Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan pengertian sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan fungsi.

(31)

Hal IV-31 4.5.2 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Regional

Kedudukan Kota Tidore dalam lingkup regional Propivinsi Maluku Utara dijelaskan sebagai berikut:

1. Berdasarkan pada Peraturan Presiden Tentang RTR Kepulauan Maluku mengenai Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Kepulauan Maluku, dijelaskan bahwa Kota Tidore merupakan kota dengan fungsi kota PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dengan Jenis Pelayanan sebagai Pusat Pelayanan Tersier Pemerintahan dan Perkebunan,

2. Menurut sistem Kawasan Andalan, Kota Tidore adalah salah satu bagian dari Kawasan Andalan yang terdiri dari Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi, Weda dan sekitarnya. Dengan sektor unggulan adalah perkebunan, perikanan laut, industri, pertambangan dan pariwisata,

3. Menurut sistem Kawasan Andalan Laut Halmahera dan sekitarnya, Kota Tidore berbatasan dan berhubungan erat serta merupakan bagian dari sistem tersebut,

4. Menurut Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku, strategi pengembangan Kota Tidore diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai Pusat Pertumbuhan Wilayah Propinsi yang berorientasi pada kegiatan pelayanan sentra pengolahan hasil perkebunan, terutama tanaman tahunan.

4.5.3 Isu Strategis Kota Tidore Kepulauan

Isu strategis jangka pendek Kota Tidore Kepulauan 1. Kualitas SDM yang Relatif Masih Rendah

Sumber daya manusia Kota Tidore Kepulauan mempunyai kuantitas yang potensial menjadi tenaga kerja. Namun kualitas sumber daya manusia Kota Tidore Kepulauan relatif masih rendah untuk pengembangan integrated farming dan integrated tourism. Integrated farming membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni untuk pengolahan sumber daya alam yang melimpah dari hulu sampai hilir, sedangkan

(32)

Hal IV-32 integrated tourism membutuhkan sumber daya manusia yang berketerampilan dalam membuka peluang-peluang usaha.

2. Besarnya Kawasan Lindung

Kota Tidore Kepulauan memiliki kawasan lindung yang cukup luas karena keberadaan Kota Tidore Kepulauan yang cukup unik yang mempunyai pegunungan dan pantai dengan jarak yang dekat. Keberadaan kawasan lindung harus mendapatkan perhatian utama dalam rencana pola ruang karena kawasan lindung pada dasarnya untuk melindungi kegiatan masyarakat dan daerah hunian. Beberapa wilayah kawasan lindung telah digunakan untuk daerah bermukim. Penanganan yang dibutuhkan adalah menjadikan wilayah tersebut berstatus quo yang tidak diperbolehkan dikembangkan lagi.

3. Infrastruktur yang Belum Mencukupi

Kota Tidore Kepulauan telah memiliki kelengkapan sarana prasarana penunjang kegiatan. Namun ketersediaan infrastruktur tersebut tidak menjangkau wilayah Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan dan belum mengakomodasi kegiatan utama pertanian-perkebuanan, pariwisata bahari, perikanan, jasa dan perdagangan. Sarana-prasarana untuk menunjang kegiatan utama ini yang harus didahulukan dalam pembangunan.

4. Adanya wilayah di Kota Tidore Kepulauan yang Menjadi Ibukota Provinsi (Kota Sofifi)

Ibukota provinsi yang direncanakan dipindahkan dari Ternate ke Kota Sofifi mempengaruhi konstelasi tata ruang Kota Tidore Kepulauan. Pulau Tidore sebagai daerah perkotaan dan ibukota perlu menyikapi agar terus berkembang.

Isu strategis jangka panjang Kota Tidore Kepulauan

1. Perkembangan penduduk yang melampaui daya dukung di akhir tahun perencanaan pada beberapa wilayah kecamatan

Pada akhir tahun perencanaan, diperkirakan perkembangan jumlah penduduk akan melampaui daya dukung. Sehingga perlu penanganan terhadap jumlah penduduk dan distribusi penduduk.

(33)

Hal IV-33 2. Implikasi pengembangan ekonomi utama di masa yang akan datang

mengingat lahan pertanian/perkebunan yang terbatas

Pengolahan lahan untuk area pertanian-perkebunan sangat terbatas jika mengingat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan kegiatan budidaya permukiman. Sehingga perlu dikembangkan perekonomian dari sektor lainnya seperti perikanan, pariwisata, jasa dan perdagangan yang dalam PDRB telah memberikan kontribusi yang cukup berarti.

Selain itu, pertanian-perkebunan tetap akan menjadi sektor basis perekonomian karena sumberdaya manusia di Kota Tidore Kepulauan masih lebih banyak terserap pada sektor tersebut.

3. Global Warming

Global warming atau pemanasan global adalah isu dunia dan harus disikapi secara bijak. Global warming terjadi dikarenakan semakin tingginya polusi udara dengan semakin banyaknya perkerasan pada lahan budidaya tanpa memperhatikan kelangsungan hidup hayati. Kota Tidore Kepulauan sebagai bagian dari penduduk dunia dan mempunyai kawasan lindung yang cukup luas perlu menyikapi isu global warming dengan merencanakan pada program pembangunan yang ramah lingkungan dan menjaga keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Selatan, Kota Ternate, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten

Hasil penelitian menghasilkan bahwa tanah pada Kelurahan Tomalou Kecamatan Tidore Selatan Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara termasuk kelompok OL menurut tabel

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan

pemanggangan reduksi terhadap laterit kadar rendah dengan menggunakan reduktor kokas (di China) selanjutnya hasil pemanggangan reduksi dilebur untuk menghasilkan NCPI/NPI dan

Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Selatan, Kota Ternate, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten

Peraturan Daerah Kota Tidore Kepulauan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Tidore Kepulauan

Kebijakan strategi yang dapat mendukung pemasaran usahatani cengkeh di Kelurahan Kalaodi, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara adalah (a) Meningkatkan kualitas

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Fitdiani (2009) yang menyatakan bahwa semakin besar rasio leverage maka semakin