• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian

Pulau Bali terletak di antara Pulau Lombok dan Pulau Jawa. Pulau Bali terletak pada 8°3’38” – 8°50’56” Lintang Selatan dan 114°25’53” – 115°42’39” Bujur Timur. Adapun luas daerah Bali sekitar 5.636,66 km2 [3]. Badung merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Bali. Kabupaten Badung mencakup wilayah Kuta, Abiansemal, Mengwi dan Petang. Adapun peta penelitian kabupaten Badung dapat dilihat pada gambar 2.1.

Struktur geologi regional kabupaten Badung disusun oleh 4 gunung api yaitu Gunung Api Batukaru, Gunung Api Kelompok Lesong Poheng-Seng Ayang, Gunung Api Kelompok Buyan-Bratan Purba, dan Gunung Api Kelompok Buyan- Bratan dan Batur sehingga kondisi geologi pada daerah sekitar disusun oleh formasi-formasi batuan (gambar 2.1) dari gunung api tersebut [10].

Formasi batuan yang terdapat pada Gunung Api Batukaru adalah tufa pasiran, breksi vulkanik dan endapan lahar. Wilayah pesisir Kuta merupakan daerah alluvial endapan pantai yang tersusun dari pasir, sedangkan di daerah selatan merupakan bukit kapur yang berasal dari napal (batu lumpur yang mengandung tanah liat dan aragonit), batu pasir gampingan dan batu gamping. Kabupaten Badung memiliki formasi batuan endapan abu vulkanik intermedier, tufa, breksi, lahar, kerikil dan pasir hasil produksi Gunung Api Lesong Poheng-Seng Ayang, Gunungapi Buyan- Bratan Purba, dan Gunung Api Batur [11][12][10].

(2)

5

Gambar 2.1 Peta geologi regional Badung 2.2 Kondisi Tektonik Bali Bagian Selatan

Pulau Bali adalah bagian dari busur vulkanik kepulauan Sunda Kecil yang terbentuk sebagai akibat proses menunjamnya lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng benua Eurasia [13]. Pulau Bali memiliki daerah permukaan bumi yang cekung ke bawah membentuk seperti mangkok yang berada di bagian utara Pulau Bali. Daerah tersebut terjadi akibat adanya aktivitas tektonik dari sesar naik belakang busur.

Tatanan tektonik Pulau Bali berada di antara 2 sumber gempa bumi, yaitu zona sesar naik belakang busur di bagian utara dan zona subduksi lempeng Indo- Australia di selatan [14].

Penyebab utama dari aktivitas tektonik gempa bumi untuk pulau Bali adalah karena tunjaman antara Busur Sunda dan lempeng Indo-Australia yang membentang dari Pulau Romang di timur sampai Selat Sunda di barat. Tunjaman tersebut menyebabkan terbentuknya pusat-pusat gempa bumi di zona subduksi Jawa yang dimulai dari Pulau Banda di bagian timur dan berakhir di Selat Sunda di bagian barat dan pusat-pusat gempa bumi yang berada di sesar naik belakang busur Flores.

Gempa bumi sering terjadi di wilayah Bali bagian selatan dengan kedalaman 150-

(3)

6

200 km. Namun demikian, aktivitas gempa bumi dangkal juga terjadi di Cekungan sebelah Utara Pulau Bali [13].

Aktifitas gempa bumi Bali dapat dilihat di peta persebaran seimisitas wilayah III Bali. Gambar 2.2 menunjukan peta persebaran seismisitas bulan September tahun 2021 yang dikeluarkan oleh BMKG BAWIL III menunjukan bahwa aktifitas gempa bumi didominasi oleh gempa dangkal, gempa menengah, dan gempa dalam. Gempa bumi tersebut terjadi di wilayah Barat Pulau Sumbawa dan Barat Pulau Sumba.

Gambar 2.2 Peta persebaran seismisitas Bali 2.3 Sesar

Secara struktur sesar diartikan sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran. Namun, terdapat definisi lain yang menjelaskan mengenai struktur sesar. Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan disertai oleh adanya pergerakan atau pergeseran secara relatif terhadap satu blok batuan ke blok batuan lainnya akibat adanya gaya endogen dari bumi. Jarak pada pergerakan bidang tersebut adalah beberapa milimeter sampai puluhan kilometer, sedangkan bagian sesarnya bergerak mulai dari ukuran sentimeter hingga puluhan kilometer. Sesar adalah suatu

(4)

7

bagian pecah (fracture) yang memotong pada bagian batuan dengan disertai oleh adanya pergerakan yang sejajar dengan bagian pecahnya [15].

Sesar terbentuk akibat batuan yang lapisannya telah melebihi batas maksimum elastisitasnya. Pergerakan sesar tersebut ada yang bergerak mendatar, naik dan turun. Pergerakan sesar apabila terjadi secara tiba-tiba dapat mengakibatkan satu getaran yang disebut gempa bumi. Sesar dibagi menjadi dua bagian agar untuk mudah dipahami, yaitu bagian hanging wall dan bagian foot wall dapat di lihat pada gambar 2.3. Bagian Hanging wall adalah suatu lapisan yang terletak di bagian atas yang mengalami gerak mematah sedangkan sebaliknya bagian foot wall merupakan lapisan yang terletak di bagian bawah sesar. Untuk bisa membedakan mana yang merupakan hanging wall dan mana yang foot wall dapat dilihat dengan melihat struktur batuannya jika ada yang berbentuk mematah dan bergeser ke arah bawah berarti itu adalah bagian foot wall, sebaliknya jika ada yang berbentuk mematah dan bergeser ke arah atas maka itu adalah bagian hanging wall [16][17].

Gambar 2.3 Sesar (fault)[16]

Pembagian sesar berdasarkan gerak relatif dibagi menjadi 3 jenis sebagai berikut:

a. Sesar Normal (Extention Fault)

Sesar normal merupakan sesar yang bergerak karena gaya gravitasi sebagai faktor utama. Sesar normal secara pergerakannya dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian Hanging wall yang cenderung turun dari bagian Foot wall kemudian bidang sesarnya memiliki kemiringan yang besar. Dikarenakan bagian hanging wall turun

(5)

8

maka dapat disebut pula sesar ini sebagai sesar turun. Sesar normal memiliki dua jenis yaitu sesar sintetik dan sesar antitetik. Kedua jenis tersebut berlaku pada sesar yang pergerakannya serentak, sesar ini dikaitkan dengan struktur lipatan karena sesar ini merupakan lanjutan dari struktur lipatan yang telah melebihi maksimum dari elastisnya. Salah satu blok mengalami penurunan terhadap blok yang lain.

Bidang miring (fault scrap) adalah permukaan dari bidang sesarnya. Sesar dikategorikan ke dalam sesar normal (extention fault) jika sesar tersebut mempunyai satu lapisan bagian foot wall memiliki lapisan yang bergerak searah namun relatif naik terhadap lapisan hanging wall. Ciri yang sangat mudah ditemukan pada jenis sesar normal (extention fault) adalah tingkat kemiringannya yang hampir 90 ͦ [16]. Sesar normal dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Sesar normal [16]

b. Sesar Naik (Reverse fault)

Sesar naik adalah sesar yang terjadi apabila bidang permukaan hanging wall bergerak cenderung naik dari bidang permukaan foot wall. Yang menjadi ciri- ciri dari sesar naik adalah sudut kemiringan pada sesar yang kecil (pada sudut 45 ͦ ), jika dibandingkan dengan sesar normal yang dapat mendekati vertikal di sudut kemiringannya. Kebalikan dari jenis sesar normal (extention fault), untuk sesar jenis sesar naik (reserve fault) ini merupakan sesar yang terjadi pada bagian foot wall yang cenderung mengalami penurunan dari bagian hanging wall [16].

Sesar naik dapat dilihat pada gambar 2.5.

(6)

9

Gambar 2.5 Sesar naik [16]

c. Sesar mendatar (Strike Slip Fault / Transcurent Fault / Wrench Fault)

Sesar mendatar adalah sesar yang pada proses terbentuknya dipengaruhi oleh gaya endogen dari bumi yang terkompresi (tegasan kompresi). Letak gaya endogen utamanya (tegasan utama) ialah bergerak secara sejajar (horizontal), sama dengan posisi gaya endogen yang sedikit. Sedangkan untuk posisi gaya endogen menengah adalah bergerak secara tegak lurus (vertical). Pada sesar ini, untuk permukaan hanging wall dan foot wall tidak digunakan dalam proses ini karena tidak ada pergerakan secara signifikan mengenai arah pergerakan sesarnya. Sesar mendatar dibagi menjadi dua berdasarkan gerak relatif, yaitu sinistral (bergerak ke arah kiri) tidak searah jarum jam dan dekstral (bergerak ke arah kanan) searah jarum jam. Pada sesar mendatar (strike fault) ini merupakan sesar yang memiliki arah bergerak cenderung mendatar baik itu ke arah kiri maupun ke arah kanan lihat pada gambar 2.6. Namun, arah sesar ini memang tidak pasti bergerak mendatar namun juga bisa dengan bergerak secara vertikal [16] .

(7)

10

Gambar 2.6 Sesar datar [16]

2.3.1 Klasifikasi Sesar

Berdasarkan klasifikasi gerak rotasi sesar dibagi menjadi 2 jenis sebagai berikut:

a. Sesar Tranlasi adalah suatu patahan yang tidak mengalami gerakan secara rotasi dari bagian-bagian lapisan, namun berbentuk sejajar dari masing-masing lapisan yang berlawanan arah.

b. Sesar rotasi adalah suatu patahan yang mengalamai gerak rotasi pada bagian- bagian lapisan yang membuat kedudukan kedua lapisan tidak sejajar dan berlawanan arah [18].

Berdasarkan klasifikasi gerak gelincirnya, dibagi menjadi 3 jenis sebagai berikut:

a. Strike Skip Fault adalah suatu patahan yang mempumyai sudut sebesar 0° dan memiliki arah sejajar terhadap bidang sesar.

b. Dip Slip Fault adalah suatu patahan yang mempunyai sudut sebesar 90° dan memiliki arah gerak tegak lurus pada bidang-bidangnya.

c. Diagonal Fault adalah suatu patahan yang tidak mempunyai sudut sebesar 0°

dan 90° terhadap bidang sesar [18].

2.3.2 Ciri-ciri sesar

Ciri-ciri sesar berdasarkan strukturnya dibagi menjadi 2 struktur, yaitu struktur sesar tampak dan struktur sesar buta. Struktur sesar tampak adalah sesar yang terbentuk di permukaan bumi, sebaliknya struktur sesar buta merupakan sesar yang

(8)

11

terbentuk di bawah permukaan bumi dan tertutupi oleh lapisan sedimen. Pada keadaan aslinya, ada beberapa petunjuk yang dapat mengindikasikan adanya bidang sesar sebagai berikut:

1. Terdapat struktur permukaan bumi yang tidak kontinu atau terpotong tiba-tiba 2. Menghilangnya lapisan pada batuan

3. Penampakan yang mempunyai ciri-ciri terdapatnya sesar, seperti cermin sesar, gores garis (slickens slides)

4. Perbedaan di bagian fasies sedimen (merupakan satuan batuan yang dapat dimengerti dan dibedakan dengan melihat satuan batuan lain atas dasar fosil, pola arus purbanya, struktur sedimen dan geometri litologi)[19]

5. Mineralisasi (merupakan suatu proses masuknya mineral yang jarang berharga ke dalam batuan membentuk endapan bijih)[20] dan silifikasi (proses penyaringan dan pemisahan silika ke dalam batuan dengan cara pengisian pori atau pergantian unsur senyawa)[21] di area sepanjang sesar

6. Penampakan suatu bentuk khas pada zona sesar, seperti seretan dan breksi sesar 7. Petunjuk fisiografi, seperti scarplets (piedmont scarp), triangular facet, gawir (scarp), dan terpotongnya bagian depan pada rangkaian pegunungan struktural 8. Adanya boundins, yaitu lapisan batuan yang bentuknya terpotong-potong akibat

sesar[18] [16].

2.4 Kekar

Kekar merupakan suatu struktur geologi terbentuk dari batuan yang rapuh, dimana batuan tersebut belum mengalami perpindahan atau pergeseran, hanya mengalami peregangan (extension). Kekar terbentuk karena adanya perubahan bentuk permukaan bumi akibat gaya endogen dari bumi. Kekar termasuk jenis struktur geologi yang bersifat rapuh dan banyak ditemui di berbagai jenis batuan. Kekar berupa bidang retak tanpa pergeseran atau perpindahan pada bagian batuan dan dapat terbentuk secara sistematis karena adanya gaya tektonik. Pembentukan kekar akibat dari gagalnya sebuah batuan untuk menahan elastisitas dari tegangan (stress) mengenai suatu batuan [22].

(9)

12 2.4.1 Klasifikasi Kekar

Klasifikasi kekar dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk, ukuran, proses terjadinya, keaktifan gaya yang membentuknya, serta kerapatannya.

a. Berdasarkan bentuknya kekar di bagi menjadi 2 jenis, yaitu kekar sistematik dan kekar non sistematik. Kekar sistematik memiliki bentuk berpasangan dan arahnya sejajar satu sama lain. Kekar sistematis dapat dikenali dengan melihat bidang permukaan yang halus, terpisah dalam jarak teratur dengan bidang kekar didekatnya, dan memanjang mengikuti satu arah tertentu terlihat pada gambar 2.7. Data kekar sistematik bersifat konsisten dalam suatu wilayah yang relatif luas, sehingga biasa digunakan untuk interpretasi tektonik suatu daerah. Kekar jenis ini biasanya terjadi akibat dari proses tektonik sedangkan kekar nonsistematik adalah kekar dengan bentuk tidak beraturan, melengkung, bertemu dan tidak memotong kekar lainnya. Gambar kekar nonsistematik dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 (a) Kekar sistematik,(b) Kekar nonsistematik [22].

b. Kekar Berdasarkan Ukuran atau Dimensinya di bagi menjadi 4 jenis, sebagai berikut:

1) Master joint, yaitu perpotongan lapisan batuan atau bahkan satuan batuan dan mempunyai ukuran hingga ratusan meter.

(10)

13

2) Mayor joint, yaitu perpotongan lapisan batuan yang ukurannya lebih kecil dari master joint dan masih bisa untuk dianalisis strukturnya.

3) Minor joint, yaitu dengan perpotongan lapisan batuan yang ukurannya satuan meter hingga 1 inci. Kekar jenis ini tidak dapat digunakan untuk analisis struktur.

4) Mikro joint, yaitu perpotongan lapisan batuan dengan ukuran dari 1 inci hingga 0.5 mm [22].

2.5 Metode Georadar atau Ground Penetrating Radar (GPR)

Metode georadar atau Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan metode survei geofisika yang menggunakan gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi untuk memetakan litologi bawah tanah atau benda terkubur [9]. Metode Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan metode yang memiliki spesialisasi untuk eksplorasi dangkal (nearsurface geophysics) dengan ketelitian resolusi yang tinggi sehingga mampu mendeteksi benda sasaran yang berada di bawah permukaan tanah [23]. Untuk persiapan untuk survei GPR adalah mendefinisikan tujuan survei dan masalah survei. Hal tersebut merupakan aspek terpenting dalam survey lapangan dan untuk hasil metode GPR yang baik. Aspek dalam survei GPR perlu mempertimbangakan jenis frekuensi yang ingin digunakan untuk mencapai sebuah target di bawah permukaan bumi. Jika target tersebut berada di bawah permukaan bumi dengan kedalaman yang cukup untuk penetrasi radar, metode GPR dianggap mencapai objek yang dijadikan target tersebut. Frekuensi operasi antena menjadi hal yang mempengaruhi kedalaman penerobosan sinyal (penetrasi gelombang) dan resolusi spasial dari metode GPR. Untuk meningkatkan kedalaman penerobosan sinyal (penetrasi gelombang) maka resolusi spasial akan menurun. Untuk target yang lebih dalam maka frekuensi antena yang rendah lebih direkomendasikan walaupun resolusi spasialnya menjadi menurun [24].

Selanjutnya diperlukan pembentukan lintasan survei di lokasi. Lintasan survei GPR dibuat secara sejajar terhadap wilayah target yang sedang diselidiki. Menempatkan garis survei sesuai dengan tingkat variasi target dengan arah tertentu. Misalnya jika yang dicari adalah target kecil maka selang jarak garis survei harus dekat.

Mendeteksi objek yang menjadi target adalah tolak ukur dalam menentukan jarak

(11)

14

lintasan pada survei GPR [24]. Berikut ilustrasi pada penggunaan metode Ground Penetrating Radar (GPR) terlihat pada gambar 2.8 dan gambar 2.9

Gambar 2.8 Metode georadar atau Ground Penetrating Radar (GPR) [24]

Gambar 2.9 Diagram cara kerja GPR ( di gambar ulang oleh penulis ) Prinsip kerja metode GPR adalah mentransmisikan gelombang radar (Radio Detection and Ranging) ke dalam tanah dan selanjutnya gelombang tersebut dipantulkan kembali ke permukaan dan diterima oleh alat penerima radar (receiver), dari hasil refleksi itulah barbagai macam objek dapat terdeteksi dan terekam dalam radargram [25]. Landasan dari metode Ground Penetrating Radar (GPR) rumus

(12)

15

persamaan Maxwell yang merupakan korelasi antara medan magnet dan medan listrik yang berkaitan. Penulisan rumusan sebagai berikut :

0

1

 =

 = 0

t

  =−

−

0J 0 0

  

t

 = +

(2. 1)

Persamaan di atas menjelaskan hubungan korelasi antara medan magnet dan medan listrik diberi tanda jika B adalah kuat medan magnet (A/m), E adalah kuat medan listrik (V/m), J adalah rapat arus (A/m), dan

merupakan tahanan jenis (Ωm), dimana parameter tersebut berhubungan D = 𝜀E, B = 𝜇H, J = 𝜎E.

Pada persamaan Maxwell di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai kecepatan gelombang elektromagnetik pada berbagai benda bergantung dengan kecepatan cahaya (c), konstanta relatif dielektrik (εr) dan permeabilitas magnetic (μr = 1 untuk material non magnetik). Persamaan kecepatan gelombang elektromagnetik dalam suatu medium adalah sebagai berikut:

( )

1 2 2

Vm =

1 1

2

r r

c

  P

  + + 

  

 

(2. 2)

Dengan penjelasan bahwa, c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa (3 x 108 m/s), εr adalah konstanta dielektrik relatif, μr adalah permeabilitas magnetik relative, P adalah loss factor, dimana P = σ / ωε, σ adalah konduktifitas, ω adalah 2πf, f adalah frekuensi, ε adalah permitifitas dielektrik, f adalah frekuensi gelombang elektromagnetik, εo adalah permitifitas ruang bebas (8,854 x 10-12 F/m) [26].

(13)

16

Pada material dengan tingkat loss factor yang rendah sehingga P = 0, maka kecepatan gelombang dapat diketahui memalui rumus :

0,3

m

r r

V c

 

= = (2. 3)

Bahwa tingkat loss factor pada material menunjukkan jika jumlah energi penjalaran (propagasi) muatan atau sinyal yang hilang terjadi karena penyerapan oleh benda yang dilewati. Energi tersebut sebenarnya tidak hilang tetapi berubah menjadi suatu bentuk yang berbeda, misalnya dari energi gelombang elektromagnetik menjadi energi termal (panas) sama seperti yang berlaku pada alat masak oven microwave.

Parameter fisis pada metode GPR adalah nilai koefisien refleksi gelombang elektromagnetik dengan rentang waktu dan frekuensi tertentu pada objek yang berbeda nilai konstanta dielektriknya [27].

Koefesien refleksi (R) didefinisikan sebagai perbandingan energi yang dipantulkan dan energi yang datang , persamaan untuk koefesien refleksi adalah sebagai berikut :

R = V

(

1−V / V2

) (

1+V2

)

(2. 4) atau

R=

(

r r

) (

/ + r

)

(2. 5) Dimana V1 dan V2 adalah kecepatan gelombang pada lapisan 1 dan 2, sedangkan ε1 dan ε2 adalah konstanta dielektrik relatif (εr) lapisan 2. ε didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu material untuk dilewati gelombang elektromagnetik, memiliki hubungan erat dengan porositas material tersebut, dan diformulasikan sebagai berikut :

 = −

(

1  

)

m+w (2. 6) Dengan penjelasan bahwa, φ adalah porositas, εm adalah konstanta relatif dielektrik untuk matriks batuan, εw adalah konstanta relatif dielektrik untuk fluida [28].

(14)

17

Nilai konstanta dielektrik relatif dan kecepatan gelombang elektromagnetik pada berbagai macam material dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 1 Tabel konstanta dielektrik relative dan kecepatan gelombang elektromagnetik [28]

Material 𝜀𝑟 V (mm/ns)

Udara 1 300

Air Tawar 81 33

Air Asin 81 33

Salju Kutub 1,4-3 192-252

Es Kutub 3-3,15 168

Es Murni 3,2 167

Pasir Pantai (Kering) 10 95

Pasir (Kering) 3,0-6,0 120-170

Pasir Basah 25-30 55-60

Slit (Basah) 10 95

Lempung (Basah) 8,0-15 86-115

Lempung (Kering) 3 173

Tanah Rata-rata 16 75

Granit 5,0-8,0 106-120

Batu Kapur 7,0-9,0 100-113

Dolomit 6,8-8 106-115

Batubara 4,0-5,0 134-150

Kwarsa 4,3 145

Beton 6,0-30 55-112

2.6 Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang menggunakan sifat-sifat kelistrikan dari batuan untuk menjelaskan karakteristik batuan dan struktur geologi

(15)

18

yang ada di bawah permukaan bumi. Terdapat 2 sumber listrik yang digunakan pada metode geolistrik ini yaitu, sumber listrik yang berasal dari alam (metode geolistrik pasif) atau sumber listrik yang kita injeksikan sendiri menggunakan perantara alat konduktor listrik (metode geolistrik aktif). Metode geolistrik resistivitas merupakan metode geolistrik aktif yang menginjeksikan arus listrik ke dalam tanah lalu penyaluran potensial listriknya diukur menggunakan elektroda potensial. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai nilai resistivitas formasi batuan yang berada di bawah peermukaan bumi [8].

Keunggulan jika menggunakan metode geolistrik mudah dalam pelaksanaannya, metode yang bersifat non-desktruktif, biayanya relatif lebih murah, efesiensi pada akusisi data, dan pada saat pengambilan data tidak ada pengeboran yang cenderung akan merusak sifat asli tanah dan batuan [29][30][31].

Ada beberapa Teknik pengukuran metode geolistrik yang populer digunakan diantaranya adalah sounding, mapping, dan imaging/tomografi.

a. Mapping atau Treversing yaitu pengukuran geolistrik yang bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai variasi resistivitas permukaan bawah tanah secara lateral.

b. Sounding (VES) yaitu pengukuran geolistrik yang bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai variasi resistivitas permukaan bawah tanah secara vertikal (kedalaman).

c. Imaging/tomografi yaitu pengukuran geolistrik yang bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai variasi resistivitas permukaan bawah tanah secara vertikal dan lateral baik 2D atau 3D [8].

2.6.1 Metode geolistrik konvigurasi dipol-dipol

Konfigurasi dipole-dipole adalah gabungan dari teknik profiling dan depth sounding, sehingga konfigurasi ini merupakan salah satu konfigurasi yang umumnya digunakan dalam eksplorasi geofisika. Susunan lintasan konfigurasi dipole-dipole dengan menempatkan jarak elektroda arus pada lintasan yang sama dengan jarak elektroda potensial, yang diperlihatkan pada gambar 2.10. Penjelasan lintasan konfigurasi dipole-dipole adalah dengan menaruh dua elektroda arus dan

(16)

19

dua elektroda potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na (merupakan konstanta pada gambar 2.10). Landasan yang digunakan pada metode geolistrik adalah hukum Ohm. Dengan penulisan persamaan hukum Ohm sebagai berikut :

𝑅 = ∆𝑉

𝐼 (2. 7)

Persamaan di atas mejelaskan bahwa mencari resistansi (R) dari batuan dengan perbandingan antara potensialnya (V) dan arusnya (I). Dengan resistivitas semu pada metode geolistrik, yang di rumuskan sebagai berikut :

a I k V

 = (2. 8)

Dari persamaan diatas menjelaskan jika dalam mencari resistivitas semu ada faktor geometri yang menjadi pengali dengan perbandingan potensial dan arus [32]. Kita dapat mengerti faktor geometri dari pengukuran geolistrik dengan konfigurasinya.

Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektroda potensial (V) pada suatu penampang dengan elektroda arus (I) tetap, kemudian pemindahan elektroda arus pada jarak anatar na berikutnya diikuti oleh pemindahan elektroda potensial sepanjang lintasan seterusnya hingga pengukuran elektroda arus pada titik terakhir di lintasan itu. Penempatan elektroda di lintasan berjarak a dari pasangan elektroda di lintasan dengan nilai factor tersebut [33].

Gambar 2.10 Konfigurasi dipole-dipole (digambar ulang oleh penulis)

Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole- dipole memiliki persamaan sebagai berikut :

n =1, 2, 3 (2. 7) Nilai K diturunkan ke persamaan, dengan nilai

(17)

20

1 1 1 1 1

2 1 2 3 4

kr r r r

 

=  − − −  (2. 8)

1 1 1 1 1

2 2 3

kna a na a na a na

 

=  − + − + − + 

(

1

)(

2

)

k=an n+ n+ (2. 8)[33]

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas menunjukan jika pada pengukuran geolistrik ada beberapa parameter yang digunakan, salah satunya adalah tahanan jenis pada material-material di bawah permukaan bumi. Berikut tabel tahanan jenis pada pengukuran metode geolistrik.

Tabel 2.2 Tabel tahanan jenis pada pengukuran geolistrik [29]

Material Nilai Tahanan Jenis

Air Tanah 30-100

Air Permukaan 80-200

Air Asin/Payau <0,2

Tanah Lempung <20

Lempung-Slit 10-200

Kerikil 100-1000

Pasir 100-600

Batu Pasir 30-500

Batu Lumpur 20-200

Konglomerat 100-500

Tufa 20-200

Granit 1000-10000

Gamping Kristalin 20-150

Andesit 100-2000

Chert 200-2000

Gamping Kalkarenit 10-1955

(18)

21 2.7 Penelitian Terkait

Tomas Fischer dkk (2012) mengungkapkan dalam penelitiannya tersebut menemukan beberapa tanda adanya sesar yang ditandai dengan terdapat bidang yang mengalami pergeseran (diskontinunitas) terlihat pada gambar 2.11 dan gambar 2.12 pada kedalaman 10,5-20 m menggunakan metode GPR dengan ditunjukan oleh tanda panah. Kemudian di perjelas lagi gambar pergeseran tersebut dengan metode resistivity (geolistrik) dengan pengukuran pada kedalaman 40-60 m menunjukan terdapat beberapa tanda-tanda sesar lain, yang artinya daerah tersebut teridentiifikasi adanya sesar [34].

Gambar 2. 11 Indentifikasi tanda-tanda keberadaan sesar dengan 2 metode, metode georadar dan metode geolitrik[34]

Gambar 2. 12 Penggabungan gambar 2 metode untuk pencarian tanda keberadaan sesar[34]

(19)

22

Bhat dkk (2018) melakukan penelitian di Joggers Park, Andaman, Port Blair, India.

Daerah tersebut sering mengalami terjadinya gempa bumi, akibatnya permukaan tanah daerah tersebut menjadi terangkat dan bergeser. Dari pergeseran tanah tersebut Bhat dkk menyimpulkan bahwa terdapat bidang permukaan tanah mengalami pergeseran maka itu adalah tanda-tanda keberadaan sesar pada daerah tersebut. Dalam usaha untuk membuktikan keberadaan sesar tersebut Bhat melakukan identifikasi kebearadaan sesar pada daerah tersebut dengan menggunakan 2 metode survei geofisika, metode tersebut adalah metode GPR dan metode geolistrik.

Pertama meng-identifikasi menggunkan metode GPR pada kedalaman 2 m dan menghasilkan gambar radargram yang menunjukan telah terjadi pergeseran bidang pada daerah tersebut, terlihat bergesernya bidang tersebut tampak pada hasil radargram pada (gambar 2.12 dan gambar 2.13). Dan dikonfirmasi juga dengan metode geolistrik supaya bisa melihat jauh lebih dalam kebawah permukaan bumi, di buktikan dengan metode geolistrik pada kedalaman 4,06 m terdapat bidang- bidang yang mengalami pergeseran terlihat pada hasil gambar 2.13 dan gambar 2.14 yang membuktikan bahwa daerah tersebut terdapat sesar [35].

Gambar 2. 13 Hasil radargram menggunkan metode GPR yang memperlihatkan bidang pergeseran [35]

(20)

23

Gambar 2. 14 Hasil geolistrik yang memperlihatkan bidang-bidang pergeseran [35]

Cekungan Bandung adalah salah satu daerah diantara Kabupaten Bandung dan Sumedang. Cekungan Bandung merupakan daerah yang rawan bencana gempa bumi karena di daerah ini ditemui adanya beberapa sesar aktif. Sekitar tanggal 19 April 2010 hingga 10 Mei 2010 terdapat stasiun televisi yang mengabarkan terjadinya serangkaian guncangan tanah didaerah Tanjungsari, kabupaten Sumedang. Guncangan tersebut menimbulkan beberapa kerusakan bangunan masyarakat di sekitar Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, guncangan tersebut disimpulkan merupakan kejadian gempa bumi yang di akibatkan bergesernya sesar aktif didaerah tersebut. Dalam upaya mengurangi dan mengantisipasi akibat dari terjadinya bencana yang tidak kita ketahui, alangkah baiknya kita melakukan kiat-kiat mitigasi bencana. Begitu pula dalam bencana gempa bumi yang sering terjadi akibat pergeseran tanah atau disebut juga sesar pun terdapat kiat-kiat mitigasi bencana.

Dalam kiat-kiat mitigasi bencana gempa bumi adalah dengan memperhitungkan nilai laju geser pada pada sesar tersebut. Untuk itu Supartoyo dkk (2020) melakukan penelitian identifikasi pergeseran sesar aktif di daerah Tanjungsari dengan menggunakan metode geologi yaitu metode geolistrik pada kedalaman 60 m dengan panjang lintasan 200 m dalam membuktikan sesar aktif tersebut. Dan hasil dari penelitian tersebut membuktikan keterdapatan sesar aktif yang di buktikan dengan hasil pendugaan geolistrik dengan gambar hasil perhitungan dengan software

(21)

24

Res2dinV yang menunjukan pada lintasan 100 hingga 115 meter, memperlihatkan adanya ketidak menerusan resistivitas batuan, yang mengindikasikan kejenuhan akan air dan mencerminkan adanya zona rekahan atau artinya keterdapatan sesar terlihat pada gambar 2.15. Yang membuktikan bahwa sesar aktif adalah laju pergeseran yang masih mengalami pergeseran dan nilai laju pergeseran ini pun yang bisa kita perhitungkan dalam kiat-kiat mitigasi bencana [36].

Gambar 2.15 Hasil perhitungan dengan software Res2dinV yang menunjukan adanya sesar aktif di tunjukan dengan garis merah putus-putus [36].

Dalam pembangunan infrstruktur terowongan kita harus memperhatikan bagian penopang dari bagunan tersebut yaitu bagian dinding terowongan. Jika pada dinding terowongan terdapat masalah akan berpengaruh pada bagunan tersebut. Di Padalarang Jawa Barat terdapat perbaikan pada dinding terowongan akibat ada dinding terowongan yang mengalami rembesan air. Dikhawatirkan jika rembesan air di biarkan akan terjadinya dinding yang mengalami lemahnya daya dukung dan akan mengakibatkan longsor pada terowongan. Dalam hal ini Syahril (2007) meneliti penyebab terjadinya rembesan air pada terowongan tersebut menggunakan metode Georadar (Ground Penetrating Radar). Hasil radargram tersebut memperlihatkan jika terdapat zona rekahan pada kedalaman 2-4 m yang mengakibatkan terdapatnya cela sehingga membuka jalan lewatnya air terlihat pada gambar 2.16. Dari situlah munculnya rembesan air pada dinding terowongan [37].

(22)

25

Gambar 2. 16 Hasil gambar radargram pada zona rekahan di dinding terowongan [37]

Radar penetrasi tanah atau georadar adalah metode populer dalam teknik dan arkeologi untuk penyelidikan objek di bawah permukaan dangkal pada resolusi tinggi. Georadar menghasilkan gelombang elektromagnetik yang merambat ke bawah permukaan, interaksinya dengan kontras dielektrik tercermin, dan dicatat dalam radargram. Ini adalah metode yang aman dan tidak merusak lingkungan, serta digunakan untuk pemantauan sesar aktif di wilayah rawan longsor.

Maman dkk (2019) menjelaskan konsep georadar dan implementasinya pada deteksi patahan aktif pada jalur Patahan Lembang berlokasi di Bandung, Indonesia.

Bandung merupakan kota berpenduduk dengan banyak masyarakat yang tinggal di sekitar patahan aktif yang menimbulkan risiko tinggi Tanah longsor. Patahan Lembang muncul diakibatkan oleh peristiwa kekuatan tektonik selama Pleistocene dan patahan tersebut terus-menerus diaktifkan kembali oleh peristiwa vulkanik baru-baru ini. Ini adalah patahan aktif terbesar di Jawa Barat, Indonesia, yang terletak di tengah-tengah daerah perkotaan. Pada survei georadar ini menggunakan antena dengan frekuensi 25 MHz dan 50 Hz untuk mendeteksi patahan pada daerah perkotaan. Dan menggunkan perangkat lunak berbasis Unix untuk memproses sinyal elektromagnetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berhasil mengidentifikasi patahan aktif dengan pencitraan yang jelas dari struktur bawah permukaan dan ruang bawah tanah pada wilayah tersebut terlihat pada gambar 2.17 dan gambar 2.18 [38].

(23)

26

Gambar 2. 17 Gambar hasil penelitian identifikasi patahan aktif dengan pencitraan yang jelas [38]

Gambar 2. 18 Gambar hasil penelitian identifikasi patahan aktif dengan pencitraan yang jelas [38].

Dampak keberadaan sesar aktif Kaligarang adalah menjadi sumber gempabumi Kota Semarang. Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk mengidentifikasi keberadaan sesar aktif Kaligarang. Edi dkk (2011) melakukan penelitian yang bertujuan mengidentifikasi sesar aktif Kaligarang yang berada di Kota Semarang.

Pada penelitiannya Edi dkk menggunakan analisis citra landsat untuk

(24)

27

memperlihatkan pola kelurusan sebagai indikasi adanya struktur sesar, serta melakukan pendekatan geologi permukaan berupa pengukuran data geologi struktur dan geomorfologi terlihat pada gambar 2.19 [39].

Gambar 2. 19 Gambar pendekatan pendekatan geologi permukaan berupa pengukuran data geologi struktur dan geomorfologi di Kaligarang [39].

Referensi

Dokumen terkait

Eισχωρεί στο βάθος, εξηγεί τους λγους του φαινομένου, δείχνει την αλληλουχία, την ιεραρχία των αξιών, ανακαλύπτει τους ρυθμούς των

Introduksi pada karya musik Nunca Andes Soloterdapat pada birama 1, kalimat ini diawali dengan harmonisasi mezzo forte pada instrument Violin1, violin2, violadan

Letak buah dada yang besar yang terlalu tinggi dapat dikamuflase dengan cara mengenakan busana berpotongan leher agak tinggi dan mengenakan bra yang memiliki

Dalam kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan peneliti terkait dengan upaya meningkatkan hasil belajar tenis meja melalui metode pembelajaran terbimbing

∗ Jika bola yang terambil dari kotak A pada tahap ke-1 berwarna merah, maka bola itu dimasukkan ke kotak C, selanjutnya dari kotak C diambil satu bola.. Jika yang terambil adalah

atau dari luar negeri yang diakui oleh Dikti; IPK mata ajaran penting seperti matematika, fisika, kimia, biologi, ekonomi, sosiologi (sesuai bidang ilmu program studi) IPK-nya

Tugas Sarjana dengan judul “PERENCANAAN AGITATOR PADA PABRIK ES KAPASITAS 30 TON PER HARI” telah disahkan pada :.. Hari

DKK yang integratif dengan laporan Surveilans Terpadu Puskesmas (STP) yang pasif case finding juga sudah mulai dilakukan pada tahun 2010 oleh Dinkes Propinsi