PROBLEMATIKA WEWENANG BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM
PELAKSANAAN WAKAF UANG (Studi Kasus: BMT KSPPS USAHA BERSAMA ASY- SYUHADA (UBASYADA))
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Disusun Oleh:
Nabilah Rusydah 11170490000055
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2021 M/1442 H
ii
PROBLEMATIKA WEWENANG BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM PELAKSANAAN WAKAF UANG
(STUDI KASUS: BMT KSPPS USAHA BERSAMA ASY-SYUHADA (UBASYADA))
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Nabilah Rusydah 11170490000055
Dosen Pembimbing:
Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.S., M.Sc., Ph.D.
NIP. 19610624 198512 1 001
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2021 M/1442 H
iii
iv
v ABSTRAK
Nabilah Rusydah. NIM 11170490000055. PROBLEMATIKA WEWENANG BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM PELAKSANAAN WAKAF UANG (STUDI KASUS: BMT KSPPS USAHA BERSAMA ASY-SYUHADA (UBASYADA)). Program studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1442H/2021 M.
Masalah pokok penelitian ini ialah mengenai analisis terhadap kewenangan Baitul Mal wa Tamwil dalam pelaksanaan pengelolaan wakaf uang dengan mengaitkan terhadap Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kewenangan dan dasar kesesuaian Baitul Mal wa Tamwil dalam mengelola wakaf uang dan bagaimana mekanisme pengelolaan wakaf uang yang dikelola oleh Baitul Mal wa Tamwil khususnya KSPPS UBASYADA.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) sumber yaitu data primer yang diperoleh dari regulasi pemerintah Republik Indonesia yang terkait dengan pengelolaan wakaf uang serta wawancara. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari artikel, jurnal ilmiah, dan laporan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi kasus dan kepustakaan. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Baitul Mal wa Tamwil tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan wakaf uang yang diakibatkan bentuk badan hukum dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil yang cenderung Profit Oriented.
Kata Kunci : Baitul Mal wa Tamwil, Pengelolaan Wakaf uang, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
Pembimbing : Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.S., M.Sc., Ph.D.
Daftar Pustaka : 2002 - 2021
vi
KATA PENGANTAR
ْ سِب
ِّْاللْ ِم
َّْرلاْ
ِْم يحَّْرلاِْنَم ح
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, rasa syukur adalah kalimat pembuka dari barisan kata pengantar yang hendak peneliti uraikan. Segala puji, syukur dan sujud kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang selalu melimpahkan rahmat, ampunan, serta hidayah-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, semoga kelak kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir nanti. Dengan rahmat Allah SWT. Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Problematika Wewenang Baitul Mal wa Tamwil Dalam Pelaksanaan Wakaf Uang (Studi Kasus: BMT KSPPS Usaha Bersama Asy-Syuhada (Ubasyada))”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini mungkin tidak dapat diselesaikan oleh peneliti tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu selama proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan peneliti menyampaikan rasa terimakasih kepada para pihak yang telah secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesian skripsi ini. Kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. AM. Hasan Ali, M.A., selaku ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Dr.
Abdurrauf, Lc., M.A., sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
3. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS., M.Sc., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah senantiasa meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan nasihat, motivasi, serta perbaikan-perbaikan selama penyusunan skripsi ini, terima kasih atas arahan, masukan dan koreksi skripsinya yang bersifat membangun. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Bapak dengan berlipat ganda.
vii
4. Dr. Alimin, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi, saran, dan bimbingan selama masa perkuliahan.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan motivasi, mendidik, membimbing serta memberikan ilmunya dengan ikhlas selama masa perkuliahan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan pahala kepada bapak dan ibu semua dengan berlipat ganda.
6. Bapak Rokim Nur Hakim, selaku Manajer Maal KSPPS Usaha Bersama Asy-Syuhada (Ubasyada), terima kasih telah memberikan informasi yang diperlukan guna penyelesaian skripsi.
7. Pimpinan Perpustakaan, Pengelola Perpustakaan, Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.
8. Untuk kedua orangtua (Bapak Drs. H. Arif Rahman Khairi dan Ibu tercinta Hj. Ety Maswaty, S.Ag., M.Pd.), yang tiada henti memberikan arahan, nasihat, semangat dan do’anya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi. Semoga seluruh pengorbanan, ketulusan dan keikhlasan, serta cinta dan kasih sayang mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
9. Untuk kakak (Nida Fahriyah, S.Pd., M.Pd), kakak ipar (Ahmad Jaelani, S.H), dan adik tersayang (Muhammad Kamil Syafi’i) yang tiada henti memberikan arahan, nasihat, semangat dan do’anya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi. Semoga seluruh pengorbanan, ketulusan dan keikhlasan, serta cinta dan kasih sayang mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
10. Untuk keluarga besar dari pihak kakek dan nenek yang tiada henti memberikan arahan, nasihat, semangat dan do’anya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi. Semoga seluruh pengorbanan, ketulusan dan keikhlasan, serta cinta dan kasih sayang mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
11. Kepada sahabat-sahabat peneliti, Nindia Prihatin Ningsih, Khumaeroh, Fatechatul Ulfi, Fairuzzi Husniyah Sanjaya, dan Khairulianti Nur Rizkha yang telah memberikan semangat, motivasi dan menemani peneliti hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
viii
12. Terima kasih kepada Annisa Ramadhani sahabat peneliti di SMA Darul Ma’arif yang telah memberikan semangat, motivasi dan menemani peneliti hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
13. Terima kasih kepada teman-teman Hukum Ekonomi Syariah (muamalat) Angkatan 2017 yang selalu membantu dan memberikan saran selama perkuliahan, khususnya kepada teman-teman seperjuangan kelas B yang telah sama-sama berjuang dan saling berbagi dukungan serta motivasinya dalam menyelesaikan studi demi meraih cita-cita.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan petunjuk dan rahmat-Nya kepada kita semua.
14. Terima kasih kepada teman-teman kajian Sharia Bussiness Intelligence (SBI) yang telah sama-sama berjuang dan saling berbagi dukungan serta motivasinya dalam menyelesaikan studi demi meraih cita-cita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan petunjuk dan rahmat-Nya kepada kita semua.
15. Teman seperjuangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 1 (satu) bulan di daerah rumah masing-masing, walaupun KKN terkendala karena Pandemi Covid-19 namun kebersamaan dan semangatnya tetap terjaga.
16. Serta teman-teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas doa-doa terbaiknya.
17. Terakhir, terima kasih kepada diri sendiri yang telah mampu bekerjasama untuk tetap kuat, semangat, sehat dan selalu mau berjuang dari segala macam kendala, ujian dan tantangan dalam proses penyelesaian skripsi.
Akhir kata, peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas semua pihak. Semoga Allah memberikan ampunan, rahmat, dan pahala pada setiap kebaikan yang telah diberikan untuk peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Ekonomi Syariah.
Jakarta, 27 April 2021
Nabilah Rusydah
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
G. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Kajian Teori ... 8
1. Wakaf Uang ... 8
a. Pengertian Wakaf Uang ... 9
b. Dasar Hukum Wakaf Uang ... 10
x
c. Regulasi di Indonesia ... 11
d. Tujuan Wakaf Uang ... 11
e. Mekanisme Pengelolaan Wakaf Uang di Indonesia ... 12
2. Pengaturan Wakaf Uang di Indonesia ... 15
a. Pengaturan Wakaf Uang di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 15
b. Pengaturan Wakaf Uang di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 16
3. Baitul Mal wa Tamwil ... 20
a. Pengertian dan Perkembangan Baitul Mal wa Tamwil ... 20
b. Fungsi dan Peran Baitul Mal wa Tamwil ... 21
c. Tujuan Baitul Mal wa Tamwil ... 22
d. Dasar Hukum Baitul Mal wa Tamwil ... 23
e. Produk-produk Baitul Mal wa Tamwil ... 23
B. Tinjauan (Review) Penelitian Terdahulu ... 26
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28
B. Pendekatan Penelitian ... 28
C. Sumber Data ... 28
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 28
E. Objek Penelitian ... 29
F. Teknik Pengolahan Data ... 29
G. Metode Analisis Data ... 30
H. Teknik Penulisan ... 30
I. Framework Analysis ... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Aplikasi Pelaksanaan Pengelolaan Wakaf Uang Pada Baitul Mal wa Tamwil di KSPPS UBASYADA ... 32
xi
1. Penghimpunan dan Penerimaan Wakaf Uang Oleh Baitul Mal wa Tamwil di KSPPS UBASYADA ... 32 2. Pelaksanaan Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Uang Oleh Baitul Mal wa
Tamwil di KSPPS UBASYADA ... 34 3. Penyaluran Hasil Investasi Wakaf Uang Oleh Baitul Mal wa Tamwil di KSPPS
UBASYADA ... 35 4. Pengoordinasian Dalam Pengelolaan Wakaf Uang Oleh Baitul Mal wa Tamwil di
KSPPS UBASYADA ... 35 B. Analisis Pengaturan Kewenangan dan Dasar Kesesuaian Baitul Mal wa Tamwil
Dalam Pelaksanaan Pengelolaan Wakaf Uang Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ... 38 C. Masalah dan Resiko Baitul Mal wa Tamwil Dalam Pengelolaan Wakaf Uang
1. Masalah Yang Dialami Baitul Mal wa Tamwil Dalam Pengelolaan Wakaf Uang ... 44 2. Resiko Yang Dialami Baitul Mal wa Tamwil Dalam Pengelolaan Wakaf Uang
... 45 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 49 B. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
4.1 Penghimpunan Wakaf Uang BMT KSPPS UBASYADA Tahun 2019-2020 4.2 Penyaluran Hasil Wakaf Uang BMT KSPPS UBASYADA Tahun 2019-2020 4.3 Profil dan Pengelolaan Wakaf Uang BMT KSPPS UBASYADA
4.4 Validitas Kewenangan BMT Menurut UU No. 41 Tahun 2004 dan PP No. 42 Tahun 2006
xiii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Mekanisme Wakaf Uang ………. 24 2.2 Skema Mekanisme Pengelolaan Wakaf Uang di KSPPS UBASYADA ……… 38
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Laporan Keuangan BMT KSPPS UBASYADA ke Badan Wakaf Indonesia Periode Tahun 2019-2020
2. Formulir Wakaf
3. Laporan Rapat Anggota Tahunan Periode 2020 BMT KSPPS UBASYADA ke Dinas Koperasi
4. Data Mauquf ‘Alaih
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cabang ilmu syariah yang termasuk dalam cakupan ilmu fiqih ialah muamalah. Muamalah merupakan hubungan manusia dengan tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Hubungan dalam muamalah bertujuan saling menguntungkan dan memupuk rasa solidaritas antar sesama untuk menciptakan kehidupan yang aman dan sejahtera.
Dalam muamalah ada berbagai macam cara untuk melakukan pemindahan hak kepada orang lain. Di antaranya adalah sedekah jariah atau infaq. Sedekah jariyah merupakan salah satu amal perbuatan yang pahalanya dapat mengalir secara terus-menerus hingga manusia sudah meninggal dunia. Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan umat Islam dalam bersedekah. Sedekah tidak hanya sekedar tolong-menolong orang lain, melainkan setiap kebajikan adalah sedekah, baik yang berupa harta, tenaga maupun pikiran.
Berdasarkan ketentuan agama dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT implikasi dari sedekah jariah ialah wakaf. Mewakafkan sebagian harta jauh lebih utama dan lebih besar pahalanya daripada bersedekah biasa.
Istilah wakaf memiliki arti ialah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.1
Dalam perkembangan wakaf, saat ini wakaf tidak hanya berupa harta tidak bergerak melainkan juga harta bergerak, meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan syariah. Wakaf uang di Indonesia mulai dikenal sejak dikeluarkannya fatwa wakaf uang Nomor 29 oleh Komisi Fatwa MUI pada 11 Mei Tahun 2002.
Adapun mengenai definisi wakaf uang tercantum dalam Keputusan Komisi Fatwa MUI Tahun 2002 Tentang Wakaf Uang yang memiliki arti bahwa wakaf uang (Cash
1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
2
Wakaf/Waqf al-Nauqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum lainnya dalam bentuk uang tunai.
Indonesia sebagai negara jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia, memiliki potensi ekonomi yang bersumber dari dana wakaf yang cukup besar. Untuk merespons hal tersebut pemerintah mengakomodasikan dalam bentuk hukum positif yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dalam pengelolaan wakaf bergerak dan wakaf tidak bergerak.
Di Indonesia, Baitul Mal wa Tamwil merupakan sebuah lembaga keuangan syariah yang ikut berperan dalam pengelolaan wakaf uang. Baitul Mal wa Tamwil dibagi menjadi 2 (dua) jenis dan memiliki kewenangan lembaga negara yang berbeda, yaitu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Pendirian BMT di Indonesia terinspirasi oleh keluarnya kebijakan pemerintah berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan PP Nomor 72 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Bagi Hasil. BMT tumbuh subur mengikuti kebijakan pemerintah tersebut.
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) merupakan koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil berdasarkan syariah. Koperasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Hal ini mengartikan bahwa semua Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kebijakan Badan Wakaf Indonesia (BWI) bersama dengan Kementerian Agama RI dan Bank Indonesia memberikan izin kepada bank-bank syariah di Indonesia untuk dapat menjadi Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf (LKS-PWU). Sebagaimana dirilis oleh Badan Wakaf Indonesia, potensi wakaf uang di Indonesia jumlahnya mencapai Rp.
180 Triliun per Tahun 2017 dan saat ini sudah terdaftar 272 Nazhir wakaf uang yang terdaftar resmi per Februari 2021.2
Pelaksanaan wakaf uang dikelola oleh Nazhir yang berhak menerima harta benda wakaf dari Wakif dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, Nazhir meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum.
Diatas telah dijelaskan bahwa UU Wakaf telah membatasi kewenangan pengelolaan wakaf secara kelembagaan hanya diberikan kepada Nazhir yang meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum.
Adapun mengenai wakaf uang, dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa wakaf uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS- PWU). Hal yang sama juga disebutkan dalam Pasal 28 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf juga menjelaskan bahwa Wakif dalam mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga perbankan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
Di sisi lain, Perbankan Syariah dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 pada Bab II Pasal 4 Ayat 3 disebutkan bahwa Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (Nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (Wakif). Hal ini mengartikan bahwa saat ini perbankan syariah hanya dapat bertindak sebagai pengumpul dana wakaf uang dan kemudian menyerahkan kepada beberapa Nazhir untuk dikelola.
Hal ini juga didukung pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 25 butir c dan d yang menegaskan bahwa posisi lembaga keuangan syariah bukan sebagai Nazhir wakaf uang, namun hanya sebagai perantara dan keharusan menempatkan dana wakaf ke dalam rekening titipan (wadi’ah) atas nama Nazhir.
Saat ini, sudah terdaftar sebanyak 22 (dua puluh dua) lembaga keuangan syariahyang terdaftar sebagai LKS-PWU yang telah disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Agama, yaitu: Bank Muamalat Indonesia, BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri,
2 Badan Wakaf Indonesia, Daftar Nazhir Wakaf Uang Februari 2021, diakses https://www.bwi.go.id pada tanggal 25 Maret 2021
4
Bank Mega Syariah, Bank DKI Syariah, BTN Syariah, BPD Yogyakarta Syariah, Bank Syariah Bukopin, BPD Jawa Tengah Syariah, BPD Kalimantan Barat Syariah, BPD Kepri Riau Syariah, BPD Jawa Timur Syariah, Bank Sumatera Utara Syariah, Bank CIMB Niaga Syariah, Bank Panin Dubai Syariah, Bank Sumsel Babel Syariah, Bank BRI Syariah, BJB Syariah, Bank Kaltim Kaltara Unit Usaha Syariah, BPRHS HIK, Bank BPD Syariah Kalimantan Selatan dan Bank Danamon (Unit Usaha Syariah).3
. Dari data diatas dapat dilihat bahwa BMT tidak termasuk sebagai lembaga keuangan syariah yang terdaftar dan diberi wewenang serta disahkan untuk menghimpun wakaf uang berdasarkan Keputusan Menteri Agama.
Namun, hal ini berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi di lapangan. BMT KSPPS Usaha Bersama Asy-Syuhada (Ubasyada) yang berada di Jl. Dewi Sartika, Gg.Nangka, No. 02, Ciputat, Tangerang Selatan merupakan salah satu Baitul Mal wa Tamwil yang menerima dan mengelola wakaf uang selama lima tahun dan sudah terkumpul sebesar Rp. 90.000.000.4 Akan tetapi pada kenyataannya pihak BMT KSPPS UBASYADA tidak terdaftar sebagai LKS-PWU, namun menerima wakaf uang
Yang kemudian menimbulkan masalah adalah mengenai legitimasi dan kewenangan Baitul Mal wa Tamwil dalam melakukan pelaksanaan pengelolaan wakaf uang, baik secara nasional maupun lokal. Sedangkan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Terpadu, merupakan lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan sistem ekonomi yang salaam: keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.5
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penyusunan skripsi tentang “Problematika Wewenang Baitul Mal Wa Tamwil Dalam Pelaksanaan Wakaf Uang (Studi Kasus: BMT KSPPS USAHA
3 www.bali.kemenag.go.id Data Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang per 31 Agustus 2020 diakses pada tanggal 10 April 2021
4 Interview Pribadi dengan Bapak Rokim Nur Hakim, Manajer Baitul Maal Ubasyada, pada tanggal 24 Maret 2021 pukul 10.00 WIB
5 M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Jakarta: Pustaka Setia, 2012), h. 317.
BERSAMA ASY-SYUHADA (UBASYADA))”. Pada penelitian ini, peneliti akan melakuka penelitian yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dimana peneliti akan menggunakan objek Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Sedangkan penelitian sebelumnya hanya terfokus pada objek Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, peneliti mengidentifikasi beberapa masalah yaitu:
a. Bagaimana kedudukan dan peran BMT terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006
b. Tinjauan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf mengenai pengelolaan wakaf dan lembaga yang berhak mengatur pengelolaan dan pendistribusiannya
c. Manajemen pengelolaan dan pelaporan wakaf uang d. Macam-macam lembaga pengelola wakaf uang
e. Persyaratan pendaftaran sebagai Nazhir wakaf yang sah ditinjau dari Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam skripsi ini lebih fokus, lebih terarah dan tidak menyimpang dari topik utama pembahasan, maka dalam penulisan ini membahas mengenai kewenangan pengelolaan wakaf uang dan praktek pengelolaan dana wakaf uang oleh Baitul Mal wa Tamwil di BMT KSPPS Usaha Bersama Asy-Syuhada (UBASYADA) yang dikaji dari sisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006.
D. Rumusan Masalah
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka peneliti memberikan perumusan masalah antara lain yaitu:
1. Bagaimana pengaturan kewenangan dan dasar kesesuaian Baitul Mal wa Tamwil dalam pelaksanaan Wakaf Uang menurut undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006?
6
2. Bagaimana pelaksanaan mekanisme pengelolaan wakaf uang di Baitul Mal wa Tamwil?
E. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dari penelitian ini berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang peneliti uraikan sebelumnya. Maka, tujuan adanya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui lembaga-lembaga yang sah dan berwenang dalam mengelola wakaf uang.
b. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan wakaf uang oleh Baitul Mal wa Tamwil.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain:
a. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini sebagai bahan referensi untuk pembaca yang ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan wakaf uang oleh Baitul Maal wa Tamwil.
b. Secara Praktis
1) Dengan adanya penelitian ini bisa menjadi bahan referensi keoada pemerintah/otoritas dan para akademisi, baik dosen maupun mahasiswa.
2) Bagi masyarakat umum, tentunya penelitian ini bisa menjadi tambahan informasi serta wawasan mengenai pelaksanaan pengelolaan wakaf uang pada Baitul Mal wa Tamwil.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan disusun dalam beberapa bab dengan tujuan untuk mempermudah penulisan dan memperjelas pembacanya. Adapun sistematika penulisan laporan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan pengantar yang menjelaskan secara singkat mengenai latar belakang permasalaham yang mendasari dalam pengambilan topik ini, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Bab ini memuat penjelasan perihal tinjauan pustaka yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dibagi kedalam 3 (tiga) bagian yang terdiri atas, teori wakaf uang, pengaturan pengelolaan wakaf uang di Indoneisa dan teori tentang Baitul Mal wa Tamwil.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memuat perihal metode penelitian yang akan membahas permasalahan yang ditemukan oleh peneliti serta cara menyelesaikan masalah tersebut.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab empat ini berisi hasil penelitian mengenai kewenangan pengelolaan wakaf uang pada Baitul Mal wa Tamwil dalam mengelola wakaf uang ditinjau dari Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Bagaimana fakta yang terjadi di lapangan tentang keberadaan undang-undang tersebut yang membatasi ruang gerak lembaga pengelolaan wakaf uang, dalam penelitian ini dikhususkan pada BMT. Apakah BMT sudah mengikuti regulasi yang ada dalam pengambilan wewenang pengelolaan, sehingga legitimasi dari Negara dapat dibuktikan. Atau masih menjalankan kegiatan pengelolaan wakaf uang seperti biasa tanpa menindaklanjuti undang-undang yang berlaku.
BAB V PENUTUP
Bab lima berisi tentang kesimpulan dan saran dari peneliti yang diambil dari penelitian yang telah dilakukan.
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Wakaf Uang
a. Pengertian Wakaf Uang
Kata wakaf atau waqf ( فق ولا) berasal dari Bahasa Arab yang berasal dari kata wa- qa-fa ( فق و ) berarti menahan, berhenti, diam di tempat atau berdiri. Kata waqafa- yaqifu-waqfan semakna dengan kata habasa-yahbasu-tahbisan maknanya terhalang untuk menggunakan.6
Di Indonesia, definisi mengenai wakaf tercantum dalam Pasal 1 butir 1 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Kompilasi Hukum Islam Buku ke-3 Pasal 215 juga memberikan penjelasan mengenai wakaf yaitu perbuatan hukum seseorang atau kelompok atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama- lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Al-Minawi sebagai ulama fiqh yang bermazhab Syafi’i mengemukakan bahwa wakaf adalah menahan harta benda yang dimiliki dan menyalurkan manfaatnya dengan tetap menjaga pokok barang dan keabadiannya yang berasal dari para dermawan atau pihak umum. Selain harta yang dihasilkan dari perbuatan maksiat semata-mata karena ingin mendekatkan diri kepada Allah.7
Wakaf adalah salah satu lembaga yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam untuk dipergunakan oleh seseorang sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Allah kepadanya. Meskipun wakaf tidak jelas dan tegas disebutkan dalam Al-
6 Ali Amin Isfandiar, Tinjauan Fiqh Muamalat dan Hukum Nasional Tentang Wakaf di Indonesia, (La Riba:
Jurnal Ekonomi Islam, Vol.2, No.1, 2008), h. 53.
7 Suryani dan Yunal Isra, Wakaf Produktif (Cash Waqf) Dalam Perspektif Hukum Islam dan Maqasid Al- Shari’ah, (Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.23 No.1, 2016), h. 24.
Qur'an, tetapi ada beberapa ayat yang digunakan oleh para ahli sebagai dasar hukum disyariatkannya wakaf.8
Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa defenisi diatas bahwa wakaf memiliki arti menahan perpindahan hak milik suatu harta yang memiliki kemanfaatan bagi orang lain dan bersifat tahan lama atau kekal zatnya untuk diberikan kepada yang berhak untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah muslim yang banyak sudah sangat populer dengan keberadaan wakaf. Adapun pengertian tentang wakaf masih terbatas pada persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah dan pendidikan. Namun paradigma baru pada saat ini setelah dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, masyarakat telah mengenal wakaf uang. Hal ini sesuai yang telah di amanatkan dalam Pasal 16 Ayat (1) yang mengemukakan bahwa wakaf terdiri dari wakaf bergerak dan wakaf tidak bergerak.
Wakaf uang merupakan suatu produk baru dalam lembaga keuangan Islam.
Wakaf uang di Indonesia mulai dikenal sejak dikeluarkannya Fatwa Wakaf Uang Nomor 29 oleh Komisi Fatwa MUI pada 11 Mei Tahun 2002 yang menjelaskan bahwa wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nauqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum lainnya dalam bentuk uang tunai.
Adapun ketentuan yang mengatur dan membolehkan pelaksanaan wakaf benda bergerak berupa uang diatur dalam Pasal 22-27 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Dapat disimpulkan bahwa wakaf uang atau yang disebut wakaf tunai telah diperbolehkan oleh regulasi yang sudah berlaku dalam bentuk rupiah dan dapat dikelola secara produktif guna dimanfaatkan hasilnya untuk Mauquf ‘Alaih.
8Uswatun Hasanah, Peranan Badan Wakaf Indonesia Dalam Pengembangan Wakaf Uang di Indoensia Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, (Depok: Universitas Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-42 No. 1, 2012), h. 161.
10
b. Dasar Hukum Wakaf Uang 1) Al-Qur’an
Dalam AL-Qur’an tidak disebutkan secara tegas ayat-ayat yang menunjukkan masalah wakaf. Namun para ulama memandang perlu adanya beberapa ayat yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum masalah perwakafan, antara lain yaitu:
a) Q.s. Al-Baqarah (2): 261:
ِ لُك ِفي َلِب اَنَس َعْبَس ْتَتَ بْ نَأ ٍةَّبَح ِلَثَمَك َِّللَّا ِليِبَس ِفي ْمَُلَاَوْمَأ َنوُقِفْنُ ي َني ِذَّلا ُلَثَم ٌميِلَع ٌع ِساَو َُّللَّاَو ۗ ُءاَشَي ْنَمِل ُفِعاَضُي َُّللَّاَو ۗ ٍةَّبَح ُةَئاِم ٍةَلُ بْ نُس
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi setiap yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Ayat ini menjelaskan bahwa amal yang dikeluarkan di jalan Allah antara lain berupa infaq akan menolong pada saat hari akhir. Seseorang tidak akan mendapat pertolongan kecuali dari hasil amalnya sendiri. Infaq menjauhkan dari sifat kikir dan menimbulkan kesadaran sosial yang mendalam bagi orang yang membutuhkan.
b) Q.s. Al-Hajj (22): 77:
ْمُكَّلَعَل َْيَْْلْا اوُلَعْ فاَو ْمُكَّبَر اوُدُبْعاَو اوُدُجْساَو اوُعَكْرا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ َيَ
َنوُحِلْفُ ت
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan., supaya kamu mendapat kemenangan.”
Ayat ini menjelaskan bahwa amal kebaikan berupa ibadah yang berhubungan kepada Allah swt. dan ibadah yang berhubungan dengan manusia. Amal kebajikan ini yang akan membawa setiap orang yang mengamalkannya kepada suatu kemenangan pada hari akhir nanti.
2) Hadist
َةَرْ يَرُه ْبيَا ْنَع : ُهْنَع َُّللَّا َيِضَر
ْنِم ُهْنَع َعَطَقْ نِا ُناَسْنِْلْا َتاَم َذِا : َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ للَّا ىَّلَص ِ للَّا َلْوُسَر َّنَأ
ْدَي ٍحِلاَص ٍدَلَوْوَأ ،ِهِب ُعَفَ تْ نُ ي ٍمْلِع ْوَأ ،ٍةَيِراَج ٍةَقَدَص ٍثَلاَث ْنِم َّلِْا ِهِلَمَع )ملسم هاور( ُهَلْوُع
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW.
bersabda, ‘Apabila manusia meninggal dunia, putuslah pahala semua amalnya, kecuali tiga macam amal yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang selalu mendoakan orangtuanya”. (HR. Muslim)9
c. Regulasi di Indonesia
1) Keputusan Komisi Fatwa MUI Tahun 2002 Tentang Wakaf Uang menjelaskan bahwa wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nauqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum lainnya dalam bentuk uang tunai.
2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang di atur dalam Pasal 28, 29, 30, dan 31 tentang wakaf benda bergerak berupa uang.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang diatur dalam pasal 22, 23, 24, 25, 26 dan 27 tentang benda bergerak berupa uang.
4) Peraturan Menteri Agama Nomor 92-96 Tahun 2008 Tentang Penetapan LKS menjadi LKS-PWU.
5) Peraturan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf, yang di atur dalam Pasal 7 tentang pengelolaan dan pengembangan wakaf uang.
d. Tujuan Wakaf Uang
Tujuan wakaf uang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Tidak dibenarkan jika tujuan wakaf itu didasarkan kepada tujuan yang tidak baik dan mendatangkan kemudharatan kepada masyarakat.
9 Imam Abi Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusairi, Shahih Muslim, (Semarang: Usaha Keluarga, 2011), h.
14.
12
Adapun tujuan wakaf uang adalah:10
1. Melengkapi perbankan Islam dengan produk wakaf uang yang beruoa suatu sertifikat berdenominasi tertentu yang diberikan kepada para Wakif sebagai bukti diikutsertakan
2. Membantu penggalangan tabungan sosial melalui Sertifikat Wakaf Tunai yang dapat diatasnamakan orang-orang tercinta baik yang masih hidup maupun sudah meninggal, sehingga dapat memperkuat integrasi kekeluargaan di antara umat 3. Meningkatkan investasi sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi
modal sosial dan membantu pengembangan pasar modal sosial
4. Menciptakan kesadaran orang kaya terhadap tanggungjawab sosial mereka e. Mekanisme Pengelolaan Wakaf Uang di Indonesia
Wakaf uang merupakan alternatif yang efektif untuk pengentasan kemiskinan.
Karena dalam sistem programnnya memerlukan dana yang besar, yang tidak dapat disediakan oleh pemerintah. Dana wakaf hendaknnya dapat dikelola dengan baik agar bermanfaat dalam membantu meringankan beban negara. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat Wakif kepada Nazhir dan diinvestasikan dana tersebut pada sektor riil.
Sertifikat Wakaf Uang diterbitkan dan disampaikan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai bentuk dari wakaf benda bergerak berupa uang kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan wakaf. Pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjelaskan bahwa lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Apabila uang yang ingin diwakafkan masih berbentuk mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu kedalam rupiah agar dapat diwakafkan sesuai dalam Pasal 22 pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
10 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009, Cet. I), h. 114.
Kewajiban bagi Wakif jika akan mewakafkan uangnya di atur Pasal 22 sebagai berikut:11
1. Hadir di Lemabaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya
2. Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan 3. Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU
4. Mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang berfungsi sebagai AIW Adapun jika Wakif tidak dapat hadir, maka Wakif dapat menunjuk kuasanya untuk menyatakan ikrar wakaf bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Kemudian penyerahan Akta Ikrar Wakaf (AIW) oleh Nazhir kepada LKS-PWU.
Lembaga Keuangan Syariah yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) dapat menerima wakaf benda bergerak berupa uang dari Wakif. Adapun LKS yang ditunjuk oleh Menteri atas dasar saran dan pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI memberikan saran dan pertimbangan setelah mempertimbangkan saran dari instansi terkait. Saran dan pertimbangan dapat diberikan kepada LKS-PWU yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:12
1. Menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri
2. Melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum 3. Memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia
4. Bergerak di bidang keuangan syariah
5. Memiliki fungsi menerima titipan (wadi’ah)
BWI wajib memberikan pertimbangan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga
11 Pasal 22, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
12 Pasal 24, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
14
puluh) hari kerja setelah LKS memenuhi persyaratan yang telah disebutkan di atas.
Setelah BWI memberikan saran dan pertimbangan, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja Menteri menunjuk LKS atau menolak permohonan yang dimaksud.
Ketentuan dalam Sertifikat Wakaf Uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:
1. Nama LKS Penerima Wakaf Uang 2. Nama Wakif
3. Alamat Wakif 4. Jumlah wakaf uang 5. Peruntukan wakaf
6. Nama Nazhir yang dipilih 7. Alamat Nazhir yang dipilih, dan
8. Tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang
Tugas Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) sebagai berikut:
1. Mengumumkan kepada publik atas keberadaaannya sebagai LKS Penerima Wakaf Uang
2. Menyediakan blanko Sertifikat Wakaf Uang
3. Menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir
4. Menempatkan uang wakaf ke adalam rekening titipan (wadi’ah) atas nama Nazhir yang ditunjuk Wakif
5. Menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak Wakif
6. Menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif, dan
7. Mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir 2. Pengaturan Wakaf Uang di Indonesia
a. Pengaturan Wakaf Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Melihat potensi wakaf yang cukup tinggi, pemerintah mengakomodasikan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang mana telah di sahkan oleh Presiden pada tanggal 27 Oktober 2004. Setelah dikeluarkannya peraturan tersebut masyarakat telah mengenal wakaf tidak hanya tanah atau bangunan, tetapi juga mengenal Wakaf Tunai.
Adapun dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 16 mendefinisikan benda wakaf tidak hanya mencakup benda tidak bergerak dan benda bergerak secara konvensional tetapi juga benda ekonomi modern seperti surat berharga dan hak kekayaan karya intelektual.
Penengasan uang sebagai benda wakaf terdapat dalam bagian keenam tentang harta benda wakaf Ayat (3) butir a tentang harta benda bergerak. Harta benda bergerak yang tidak habis dikonsumsi, meliputi: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah.
Sementara pengaturan khusus wakaf uang terdapat dalam bagian kesepuluh yang membahas wakaf benda bergerak berupa uang yaitu pada Pasal 28 Undang- Undang Wakaf menyatakan bahwa Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah yang ditunjuk oleh Menteri dan mempunyai kewajiban melaporkan wakaf uang ke Menteri. Penjelasan lebih lanjut tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf mengenai mekanisme wakaf uang, yaitu:
a. Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis
16
b. Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Sertifikat Wakaf Uang
c. Sertifikat Wakaf Uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf kepada BWI untuk mengelola harta beda wakaf. Harta benda wakaf bersifat harus kekal dan abadi pokok hartanya, lalu dikelola hasilnya dan disalurkan sesuai dengan peruntukannya. Dalam perwakafan, pihak Wakif dapat menentukan peruntukan hasil pengelolaan harta wakaf itu sendiri.
Sedangkan dalam sistem pengelolaan wakaf uang, Nazhir bertugas untuk menginvestasikan harta benda wakaf sesuai dengan syariah dengan syarat nominal uang yang diinvestasikan tidak boleh berkurang. Sedangkan hasil investasi dialokasikan untuk upah Nazhir (maksimal 10%) dan kesejahteraan masyarakat (minimal 90%).13
Dalam manajemen modern saat ini, wakaf diintegrasikan dengan berbagai sistem yang telah ada seperti diatur dalam UU No. 41 Tahun 2004, penghimpunan dan penerimaan wakaf uang dapat diintegrasikan dengan Lembaga Keuangan Syariah. Dalam pelaksanaan wakaf uang, Wakif tidak boleh langsung menyerahkan harta benda wakaf berupa uang kepada Nazhir, namun harus melalui perantara Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
b. Pengaturan Wakaf Uang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, pemerintah juga mengakomodasikan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf untuk menjelaskan lebih lanjut ketentuan Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 66, dan Pasal 68 UU Wakaf.
13 Pasal 12 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Adapun peraturan khusus terkait pengelolaan wakaf uang terdapat pada paragraf 3 (tiga) mengenai benda bergerak berupa uang. Paragraf ini memuat 6 (enam) pasal, yaitu :
a. Pasal 22 Ayat 1 dan 2 mengatur tentang keharusan wakaf uang dengan mata uang rupiah dan kewajiban mengkonversi ke mata uang rupiah bila asalnya dari mata uang asing. Sedangkan Ayat (3) dan (4) pada pasal ini mengariskan kewajiban Wakif dalam proses mewakafkan wakaf uang b. Pasal 23 – 25 mengatur mengenai Lembaga Keuangan Syariah Pengelola
Wakaf Uang (LKS-PWU)
c. Pasal 26 mengatur mengenai Sertifikat Wakaf Uang
d. Pasal 27 mengatur mengenai ketentuan wakaf temporer dalam wakaf uang Pengaturan khusus wakaf uang juga terdapat dalam bagian ketiga tentang Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Pasal 37 Ayat (3) yang menggariskan PPAIW khusus wakaf uang adalah pejabat Lembaga Keuangan Syariah (LKS) setingkat kepala Seksi. Ayat (4) dan (5) mengatur kemungkinan notaris sebagai PPAIW termasuk wakaf uang.
Pengaturan yang terkait dengan investasi wakaf uang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tersebar dalam beberapa pasal, yaitu:
a. Pasal 23 menegaskan bahwa Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang harus melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU)
b. Pasal 25 poin c dan d menegaskan bahwa posisi lembaga keuangan syariah bukan sebagai Nazhir wakaf uang, namun hanya perantara dan keharusan menempatkan dana wakaf ini dalam rekening wadi’ah atas nama Nazhir.
c. Pasal 48 Ayat (1) memberi kewenangan kepada BWI untuk membuat peraturan yang wajib dijadikan pedoman dalam pengelolaan wakaf uang d. Pasal 48 Ayat (2), (3), dan (4) ditegaskan investasi wakaf uang hanya dapat
dilakukan melaui produk-produk LKS dan atau instrumen keuangan
18
syariah. Investasi di perbankan syariah harus masuk dalam program penjaminan LPS adapun investasi di luar perbankan harus diasuransikan dalam asuransi syariah.
Mengenai hal tentang Nazhir, juga diperjelas pada Peraturan Pemerintah No.
42 Tahun 2006 bagian ketiga Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9. Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan memenuhi persyaratan Undang-Undang yaitu wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat. Setelah itu, BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran Nazhir. Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat menjadi ketua.14
Adapun mengenai Nazhir organisasi, wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat. Nazhir organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, Pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:15
a. Pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
b. Salah seorang pengurus organisasi harus berdomisili di kabupaten/kota letak benda wakaf berada;
c. Memiliki:
1) Salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar;
2) Daftar susunan pengurus;
3) Anggaran rumah tangga;
4) Program kerja dalam pengembangan wakaf;
5) Daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf terpisah dari kekayaan lain atau yang merupakaan kekayaan organisasi; dan
6) Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Adapun mengenai Nazhir badan hukum, wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat. Nazhir badan hukum yang melaksanakan
14 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
15 Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
pendaftaran ialah badan hukum yang bergerak di bidang sosial, Pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam. Pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan. Salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada. Nazhir badan hukum harus memiliki:16
a. Salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
b. Daftar susunan pengurus;
c. Anggaran rumah tangga;
d. Program kerja dalam pengembangan wakaf;
e. Daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf terpisah dari kekayaan lain atau yang merupakaan kekayaan organisasi; dan
f. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menentukan bahwa Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukan wakafanya. Selanjutnya Undang-Undang menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan wakaf yang dirangkum sebagai berikut:
a. Pengelolaan wakaf harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;
b. Pengelolaan wakaf harus dilakukan secara produktif
c. Apabila pengelola memerlukan penjamin maka harus menggunakan penjamin syariah
d. Bagi wakaf dari luar negeri, pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dari perseorangan warna negara asing, organisasi asing dan badan hukum asing yang berskala nasional maupun internasional, serta harta benda wakaf yang terlantar dapat dilakukan oleh BWI;
e. Pengelolaan dan pengembangan harta wakaf dapat dilaksanakan ketentuan sebagai berikut:
1) Harus berpedoman pada peraturan BWI;
16 Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
20
2) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dilakukan investasi pada produk-produk lembaga keuangan syariah atau instrumen keuangan syariah;
3) Dalam hal Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka Nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf pada LKS-PWU yang dimaksud;
4) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank syariah harus mengikuti program lembaga penjamin syariah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan;
dan
5) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.
3. Baitul Mal wa Tamwil
a. Pengertian dan Perkembangan Baitul Mal wa Tamwil
BMT adalah singkatan dari Baitul Maal wat Tamwil atau padanan kata dari Balai-usaha Mandiri Terpadu. Kegiatan Baitul Tamwil adalah mengembangkan usaha- usaha peoduktif dan investasi dlam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang ekonominya.
Kegiatan Baitul Mal adalah menerima dari dana zakat, infaq dan shodaqoh, dan menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.17
Baitul Mal wa Tamwil memiliki 2 (dua) istilah yakni Baitul mal dan Baitul tamwil. Baitul mal lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang sifatnya non-profit seperti zakat, infaq dan shodaqoh. Sedangkan Baitul
17 Kuat Ismanto, Pengelolaan Baituk Maal Pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di Pekalongan, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2015), h. 24-25.
Tamwil cenderung kepada usaha pengumpulan dan penyaluran dana secara komersial yang sifatnya Profit Oriented.18
Dalam kegiatannya, BMT di gambarkan sebagai perantara keuangan yang mana dalam kegiatannya melakukan penghimpunan dana simpanan dari masyarakat (deposito) dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pembiayaan bagi kegiatan komersial sesuai syariah.
b. Fungsi dan Peran Baitul Mal wa Tamwil
BMT menggabungkan sifatnya yang laba dan nirlaba dalam satu lembaga.
Namun dalam operasionalnya tetap diharuskan memisahkan badan yang berbeda.
Dalam perkembangannya, fungsi BMT sebagai berikut:19
1. Penghimpunan dan penyalur dana, dalam hal ini BMT dapat menerima simpanan dari anggotanya dan menyalurkan melalui berbagai mekasnisme pembiayaan sektor produktif untuk sektor kecil
2. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan suatu alat pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan
3. Sumber pendapatan, BMT dapat memberikan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat
4. Pemberi informasi, memberikan informasi kepada masyarakat perihal produk- produk yang dikeluarkan disertai dengan resiko dan manfaatnya
5. Memberi pembiayaan bagi UKM tanpa jaminan dan tidak memberatkan bagi UMKM
Selain itu, BMT memiliki peran sebagai berikut:20
a. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi bersifat haram dan non-islam melalui berbagai macam cara, mulai dari sosialisasi dan pelatihan terkait ekonomi Islam
18 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deksripsi dan Ilustrasi ed. 3, (Yogyakarta:
Penerbit Ekonisia, 2008), h. 103.
19 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Kencana, 2013), h. 364.
20 Ibid., h. 365.
22
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil, BMT harus aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga keuangan mikro melalui berbagai macam cara, baik pembiayaan yang tidak memberatkan, pendampingan dan pembiayaan
c. Melepaskan ketergantungan masyarakat kepada rentenir yang bertentangan dengan hukum Islam dan menyulitkan masyarakat
d. Menjaga keadilan ekonomi dengan distribusi yang merata kepada seluruh masyarakat keci
Visi dan misi BMT mengarahkan pada perwujudan BMT sebagai lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT.21
c. Tujuan Baitul Mal wa Tamwil
Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 91 Tahun 2004, maka yang menjadu tujuan pengembangan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) yang merupakan wadah BMT, harus diaraahkan pada:
a. Peningkatan program pemberdayaan ekonomi, khususnya dikalangan usaha mikro kecil, menengah dan koperasi melalui sistem syariah
b. Pemberian dorongan bagi kehidupan ekonomi syariah dalam kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya
c. Peningkatan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan koperasi syariah
d. Dasar Hukum Baitul Mal wa Tamwil
Kepastian legalitas pada suatu lembaga keuangan syariah harus dimiliki agar dapat berkegiatan secara maksimal sehingga akan memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat, namun BMT masih mengalami suatu kendala. Hal tersebut disebabkan tidak adanya payung hukum yang pasti akan keberadaan BMT. Sehingga kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang dilakukan oleh BMT bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
21 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), h. 24.
Berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 91/Kep/M.KUMKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha KJKS, guna mendapatkan kepastian hukum serta perlindungan hukum, maka BMT harus berkonvensi menjadi badan hukum Koperasi. Sejak saat itu BMT secara legalitas merupakan badan koperasi yang berasas pada Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 91/Kep/M.KUMKM/IX/2004 sehingga BMT saat ini dikenal juga sebagai Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS).
e. Produk-produk Baitul Mal wa Tamwil
Secara umum, kegiatan BMT dapat dikelompokkan menjadi beberapa sektor, yaitu:22
a. Jasa Keuangan
Jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT berupa kegiatan intermediasi yang dilakukan baik kepada anggota ataupun non-anggota dalam bentuk penghimpunan dana yang diperoleh dari nasabah dalam bentuk tabungan wadi’ah, simpanan mudharabah jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian disalurkan dalam bentuk pembiayaan dengan sistem bagi hasil dan jual beli yang ditangguhkan pembayarannya.
b. Sektor Rill
Sektor riil juga merupakan bentuk penyaluran dana BMT namun sifatnya berbeda dengan jasa pembiayaan yang sifatnya untuk jangka waktu tertentu. Penyaluran dana pada sektor riil bersifat permanen atau jangka panjang dalam bentuk penyertaan modal atau investasi.
c. Sosial
Kegiatan pada sektor ini adalah pengelolaan zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf baik yang diperoleh oleh BMT ataupun dari lembaga pengelolaan ZISWAF. Sektor ini menjadi salah satu kekuatan utama BMT karena selain dapat menjadi bentuk pembinaan agama terhadap nasabah juga menjadi
22 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi ed. 3, (Yogyakarta:
Penerbit Erlangga, 2008), h. 103.
24
wujud pemberdayaan BMT terhadap masyarakat yang tidak hanya pada aspek ekonomi tetapi juga aspek agama.
Secara umum produk BMT dalam rangka melaksanakan fungsinya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat hal, yaitu:
a. Produk penghimpun dana (funding) b. Produk penyaluran dana (lending) c. Produk jasa
d. Dana sosial; ZISWAH (Zakat, Infaq, Shodaqoh, Wakaf dan Hibah)
Baitul Mal wa Tamwil sebagai lembaga yang tidak hanya berfungsi sebagai Baitul tamwil (jasa keuangan), namun juga berfungsi sebagai Baitul mal (pengelola wakaf uang).
Secara praktis. Baitul Mal wa Tamwil dalam pelaksanaan pengelolaan wakaf uang selain berperan sebagai Nazhir yang mengelola wakaf uang, juga berperan sebagai lembaga yang menerima wakaf uang dari masyarakat.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, diketahui bahwa ruang lingkup pengelolaan wakaf uang meliputi, pertama, penghimpunan dan penerimaan wakaf uang yang dang dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil sebagai lembaga yang menerima wakaf uang. Kedua, pengelolaan dan pengembangan yang dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil sebagai Nazhir. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 2.1 Skema Pengelolaan Wakaf Uang23
Kedudukan Baitul Mal wa Tamwil dalam perannya sebagai Nazhir, namun juga sebagai lembaga yang menerima wakaf uang setidaknya harus tunduk terhadap batasan-
23 M. Nur Rianto Al Arif, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Wakaf Uang, (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Jurnal Asy-yir’ah, Vol. 44, No. II, 2010), h. 10.
batasan pengelolaan wakaf uang sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 yang menyebutkan tugas-tugas bagi LKS-PWU, yaitu:
1. Mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS Penerima Wakaf Uang
2. Menyediakan blanko Sertifikat Wakaf Uang
3. Menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir
4. Menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi’ah) atas nama Nazhir yang ditunjuk Wakif
5. Menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak Wakif
6. Menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif
7. Mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.
Adapun mengenai kedudukan Baitu Mal wa Tamwil sebagai Nazhir Wakaf Uang, harus tunduk terhadap batasan-batasan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 11 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyebutkan tugas-tugas Nazhir, yaitu:
1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi,dan peruntukannya
3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia
BMT yang dibentuk dengan tujuan mulia memiliki asas dan sifat yang harus dijaga dan ditaati. Asas yang wajib dimiliki dlam BMT adalah didirikan pada masyarakat yang salaam, yakni penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteran.24 selain asas tersebut, BMT juga wajib bersifat terbuka, independent dan tidak partisan, berorientasi pada
24 Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan dan Praktis, (Jakarta; Kencana, 2013), h. 365.
26
pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan masyarakat.25
B. Tinjauan (Review) Penelitian Terdahulu
Mengenai permasalahan pada wewenang Baitul Mal wa Tamwil dalam melaksanakan pengelolaan wakaf uang Adapun penelitian sebelumnya yang penulis jadikan panduan yaitu Penelitian pertama yang diteliti oleh Asti Mayangsari yang berjudul “Pengaturan Kewenangan Pengelolaan Wakaf Uang (Studi Kasus di BMT Barrah Margacinta Buah Batu Bandung)”. Dimana pada skripsi ini membahas mengenai adanya ketidaksesuaian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Ayat (23) oleh BMT Barrah yang tidak terdaftar sebagai LKS-PWU namun menerima penyetoran wakaf. Selain itu juga membahas mengenai kewenangan BMT dalam mengelola wakaf uang menurut peraturan dan fikih muamalah.26 Yang menjadi aspek pembeda adalah dalam skripsi ini peneliti akan membahas mengenai wewenang BMT dalam melaksanakan pengelolaan wakaf uang berdasrkan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Yang kedua penelitian yang diteliti oleh Humaedullah Irfan yang berjudul
“Wewenang Baitul Mal Wa Tamwil Dalam Mengelola Zakat Berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat”. Dimana dalam skripsi ini membahas mengenai kesesuaian kewenangan BMT dalam mengelola zakat secara kelembagaannya sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Hasil penelitian bahwa BMT tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pengelolaan zakat yang diakibatkan bentuk badan hukum BMT dan kegiatan usaha yang dilakukan cenderung Profit Oriented.27 Aspek yang menjadi pembeda dengan yang akan peneliti teliti adalah objek penelitian yaitu wewenang BMT dalam pelaksanaan wakaf uang.
Yang ketiga penelitian yang diteliti oleh Merry Merdika Agustiani dengan judul
25 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), h. 22.
26 Asti Mayangsari, “Pengaturan Kewenangan Pengelolaan Wakaf Uang (Studi Kasus di BMT Barrah Margacinta Buah Batu Bandung”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati, 2018).
27 Humaedullah Irfan, “Wewenang Baitul Mal wa Tamwil Dalam Mengelola Zakat Berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
“Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap Pengelolaan Wakaf Uang di KSPPS BMT Al-Amanah Situraja Kabupaten Sumedang”. Dimana skripsi ini membahas mengenai ketidaksesuaian pihak Nazhir yang tidak mempergunakan imbalan sejumlah 10%
berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan juga membahas mengenai mekanisme wakaf uang di KSPPS BMT Al-Amanah.28 Aspek pembeda yang akan diteliti pada skripsi adalah peneliti akan membahas mengenai wewenang BMT dalam pelaksanaan wakaf uang berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Yang keempat penelitian yang diteliti oleh Ayip Syaripudin dengan judul
“Ketentuan Nazhir Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Kajian Wakaf di Desa Cihaur Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan)”. Dimana skripsi ini membahas bahwa Nazhir tidak mengetahui perannya dalam mengelola wakaf, sehingga bertentangan dengan Pasal 11 No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Aspek pembeda yang akan dibahas dalam pada skripsi adalah peneliti membahas mengenai pelaksanaan wakaf uang pada Baitul Mal wa Tamwil.
Yang kelima penelitian jurnal yang diteliti oleh Kuat Ismanto dengan judul
“Pengelolaan Baitul Maal pada Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) di Pekalongan. Dimana dalam penelitian ini membahas dua divisi utama lembaga BMT yaitu sebagai Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Fakta dilapangan menunjukan bahwa ada BMT yang telah menjalankan Baitul Maal, namun demikian banyak yang tidak menjalankannya.29
28 Merry Merdika Agustiani, Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Pengelolaan Wakaf Uang di KSPPS BMT Al-Amanah Situraja Kabupaten Sumedang, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2019).
29 Kuat Ismanto, Pengelolaan Baituk Maal Pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di Pekalongan, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2015).
28 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ialah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Studi kasus ialah adanya kemampuan untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti, dokumen, peralatan dan observasi.
Dalam hal ini untuk penerapan pengelolaan wakaf uang di BMT KSPPS Usaha Bersama Asy-Syuhada (UBASYADA).
B. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang diguanakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah. Objek yang alamiah adalah objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti hingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek.30 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mana bersumber dari hasil studi kepustakaan dan wawancara langsung kepada pihak yang bersangkutan.
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 (dua) macam jenis data, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer diperoleh langsung dari objek penelitian yaitu dari BMT KSPPS Usaha Bersama Asy- Syuhada (UBASYADA).
b. Data Sekunder
Data Sekunder didapatkan dari berbagai literatur maupun berbagai informasi yang terkait dengan penelitian yang peneliti lakukan melalui buku, jurnal, artikel, Undang- Undang, media internet dan bahan tertulis lainnya yang menjadi faktor pendukung.
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam menyusun skripsi ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
30 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2021), h.1.