• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM WAKAF UANG DAN DIRE SYARIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM WAKAF UANG DAN DIRE SYARIAH"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

23 A. Tinjauan Umum Wakaf Uang

1. Wakaf Di Dalam Hukum Islam

Wakaf merupakan bentuk pendistribusian kekayaan masyarkat. Wakaf adalah ibadah ijtima’iyah (ibadah sosial) yang bercorak sosial ekonomi di dalam Islam. Karena manfaat wakaf diambil bagi kepentingan umat, maka aset wakaf harus bersifat kekal. Secara Etimologis wakaf berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqfan, yang artinya menghentikan atau menahan (al-habs).48

Secara terminologis ulama telah memberikan definisi wakaf. Menurut Mazhab Syafi’i, yang dikemukakan oleh Imam Nawawi, wakaf adalah

“menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tetapi bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada padanya dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”.49

Wakaf Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami dan Syekh Umairah adalah

“menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut, dengan menutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan.50

Menurut Mazhab Hanafi, seperti yang dikemukakan oleh Imam Syarkhasi, “menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain.” Menurut Al-mughni adalah “Menahan harta dibawah tangan pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai sedekah.51

M.A. Mannan memberi pengertian wakaf sebagai suatu tindakan penahanan dan penggunaan serta penyerahan aset, dimana seseorang dapat memanfaatkan atau menggunakan hasilnya untuk tujuan amal, sepanjang

48 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 132.

49 Elsi Kartika Sari, Pengantar Zakat dan Wakaf (Jakarta: Grasindo, 2006), 55.

50 Elsi Kartika Sari, Pengantar Zakat dan Wakaf (Jakarta: Grasindo, 2006), 55

51 Elsi Kartika Sari, Pengantar Zakat dan Wakaf (Jakarta: Grasindo, 2006), 55

(2)

barang tersebut masih ada. Dengan demikian, setiap harta yang diwakafkan itu keluar dari kepemilikan orang yang mewakafkan dan barang tersebut secara hukum dianggap milik Allah SWT.52

Sedangkan definisi wakaf menurut Undang-undang No. 41 tahun 2004 adalah sebagai berikut:53

“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan wakaf dengan menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.54

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa orang yang telah mewakafkan hartanya (wakif) tidak berhak lagi atas benda yang telah diwakafkan, hal ini karena wakif telah merelakan dan meridhokan haknya atas benda tersebut untuk kepentingan umum.

Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan tujuan, batasan waktunya, dan penggunaan barangnya. Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya ada tiga: 1). Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (waqaf khairi);

yaitu apabila tujuan wakafnya untuk kepentingan umum. 2). Wakaf keluarga (waqaf dzurri); yaitu apabila tujuan wakaf untuk memberi manfaat kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu tanpa melihat apakah kaya atau miskin, sakit atau sehat, dan tua atau muda.55 3). Wakaf

52 M.A. Mannan, Sertifikat Waqf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen keuangan Islam (Depok: CIBER-PKTTI UI, 2001), 4.

53 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

54 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Tentang Wakaf Uang, pada tanggal 11 Mei 2002.

55 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Serang: Darul Ulum Press, 1999) 34. Sebagaimana dikutip Muhammad Aziz, “Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan Prospek Wakaf Uang di Indonesia,” Al-Awqaf Vol. 8 No. 2 (2015): 150.

(3)

gabungan (waqaf musytarak); yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum dan keluargan bersamaan.56

Sedangkan berdasarkan batasan waktunya, wakaf terbagi menjadi dua macam: 1). Wakaf abadi (Wakaf muabbad); yaitu apabila wakafnya berupa barang-barang yang bersifat abadi, seperti tanah, bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, dimana sebagian hasilnya disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perwatan wakaf dan mengganti kerusakannya. 2). Wakaf sementara (waqaf muaqqat); yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa barang-barang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk mengganti bagian yang rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang memberi batasan waktu ketika mewakafkan barangnya.57

a. Dasar Hukum Wakaf

Wakaf adalah ibadah yang sangat dianjurkan di dalam Agama Islam.

Hal ini tidak terlepas dari sumber hukum wakaf itu sendiri. Meskipun tidak ada satu ayat Al-Quran yang secara khusus menerangkan wakaf, ulama dan ahli hukum Islam (empat mazhab, Syafi’i, Hanbali, Maliki, dan Hanafi) sepakat bahwa beberapa dari ayat-ayat Al-Quran dapat menjadi dasar wakaf.58

Dalam Surat Al-Imran, ayat 92, Allah SWT berfirman:

56 Ibrahim al-Bayumi Ghanim, al-Auqaf wa Siyasah Fi Misra (Mesir: Darul-Asyrku, t.th), 55. Sebagaimana dikutip Muhammad Aziz, “Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan Prospek Wakaf Uang di Indonesia,” Al-Awqaf Vol. 8 No. 2 (2015): 150.

57 Ibrahim al-Bayumi Ghanim, al-Auqaf wa Siyasah Fi Misra (Mesir: Darul-Asyrku, t.th), 55. Sebagaimana dikutip Muhammad Aziz, “Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan Prospek Wakaf Uang di Indonesia,” Al-Awqaf Vol. 8 No. 2 (2015): 150.

58 Rochania Ayu Y. Dan Faried Kurnia R, “Pengembangan Kerangka Pengukuran Kinerja Untuk Lembaga Wakaf,” Al-Awqaf Vol.9 No. 1 (2016): 17.

(4)































Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.

dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

1. رِبْلا اوُلاَنَت ْنَل Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) Al-Baydlawi menafsirkan pangkal ayat ini dengan

ةنجلاو ىضرلاو ةمحرلا وه يذلا الله رب اولانت نل وأ ريخلا لامك وه يذلا ربلا ةقيقح اوغلبت نل (tidak akan meraih nilai kebaikan yang hakiki, kebaikan yang sempurna. Tidak akan menggapai kebaikan Allah berupa rahmat, ridho dan surga-Nya).

2. َنوُّب ِحُت اَّمِم اوُقِفْنُت ىَّتَح sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.

Menginfakkan harta yang sangat dicintai merupkanan syarat meraih kebajikan yang hakiki. Iman perlu dibuktikan dengan pengorbanan.

Menginfakkan harta yang dicintai membuktikan bahwa kecintaan pada Allah dan agama melebihi kecintaan pada segalanya.

3. ءْيَش ْنِم اوُقِفْنُت اَم َو Dan apa saja yang kamu nafkahkan,

Namun demikian, bukan berarti menginfakkan harta yang harganya rendah, tidak bernilai di sisi Allah. Apapun yang di infakkan di jalan Allah walau sedikit, tetap bernilai terpuji di sisi Allah SWT. Dengan demikian infaq itu terdiri yang berkualitas terbaik, dan ada pula yang nilainya biasa saja.

Keunggulan infaq dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain (1) dari sudut nilai manfaat harta yang diinfaqkan, (2) dari sudut ke mana infaq diperuntukkan, (3) apa yang diharapkan atau apa yang menjadi tujuan dengan berinfaq.

4. ميِلَع ِهِب َ َّللَّا َّنِإَف maka sesungguhnya Allah mengetahuinya

(5)

Allah SWT mengetahui apa yang diperbuat manusia, tahu juga menilai dan memberi pahalanya.59

Selain itu, ada pula surah Al-Quran yang selaras dengan tujuan dan fungsi wakaf, yaitu surah Al-Baqarah ayat 267:



























































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”60

Ayat berikutnya adalah Surah Al-Hajj ayat 77:























Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini secara umum telah mencakup semua tuntunan Islam, dimulai dari akidah yang ditandai dengan penamaan mereka yang diajak dengan orang-orang yang beriman, selanjutnya dengan memerintahkan shalat dengan menyebut dua rukunnya yang paling

59 Saifuddin Nas, “Tafsir Al-Badlawi II halaman 62,”

http://saifuddinasm.com/2013/01/08/ali-imran-92-meraih-kebajikan-dari-harta-yang-di-cintai/

Diakses 9 Desember 2017.

60 Sesuai tafsir yang telah dibahas pada halaman 5-6.

(6)

menonjol yaitu ruku’ dan sujud. Penyebutan shalat secara khusus karena ibadah ini merupakan tiang agama.

Setelah itu disebut aneka ibadah yang mencakup banyak hal, bahkan dapat mencakup aktivitas sehari-hari jika motivasinya adalah mencari ridha Ilahi, dan akhirnya ditutup dengan perintah berbuat kebajikan yang menampung seluruh kebaikan duniawi dan ukhrawi, baik yang berdasar wahyu maupun nilai- nilai yang sejalan dengan tujuan syariat, baik yang berupa hukum dan undang- undang maupun tradisi dan adat istiadat.

Jika hal-hal di atas dipenuhi oleh satu masyarakat, maka tidak diragukan pastilah mereka, secara individual dan kolektif, akan meraih keberuntungan yakni meraih apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat.

La’allakum tuflihun (semoga kamu mendapat kemenangan) mengandung isyarat bahwa amal-amal yang diperintahkan itu, hendaklah dilakukan dengan harapan memperoleh al-falah (keberuntungan) yakni apa yang diharapkan di dunia dan di akhirat. Kata la’alla (semoga) yang tertuju kepada para pelaksana kebaikan itu, memberi kesan bahwa bukan amal-amal kebaikan itu yang menjamin perolehan harapan dan keberuntungan apalagi surga, tetapi surga adalah anugerah Allah dan semua keberuntungan merupakan anugerah dan atas izin-Nya semata.

Kata tuflihun terambil dari kata falaha yang juga digunakan dalam arti bertani. Penggunaan kata itu memberi kesan bahwa seorang yang melakukan kebaikan, hendaknya jangan segera mengharapkan tibanya hasil dalam waktu yang singkat. Ia harus merasakan dirinya sebagai petani yang harus bersusah payah membajak tanah, menanam benih, menyingkirkan hama, dan menyirami taanamannya, lalu harus menunggu hingga memetik buahnya.61

Selain dari ayat-ayat yang mendorong manusia berbuat baik untuk kebaikan orang lain dengan membelanjakan hartanya tersebut, ada hadis yang dapat dijadikan landasan khusus perbuatan mewakafkan harta, diantaranya:

61 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 9 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 130-131.

(7)

ىَّلَص ِيِبَنلا ىَتأَف َرَبْيَخِب اًض ْرأ َرَمُع َب اَصأ َلاَق َرَمُع ِنْب ِالله ِدْبَع ْنَع اَهْيِف ُه ُرِمْأَتْسَي َمَّلَسو ِهْيَلَع ُالله ْيَخِب اًض ْرأ ُتْبَصأ يِ نإ ِالله َل ْوُس َر اَي َلاَقَف

َرَب

َتْئِش ْنإ َلاَق ِهِب يِن ُرُمْأَت اَمَف ُهْنِم يِدْنِع ُسَفْنَأ َوُه ُّطُق ًلًاَم ْب ِصُأ ْمَل اَهُلْصَأ ُعاَبُي َلً ُهَّنَأ رَمُع اَهِب َقَّدَصَتَف َلاَق اَهِب َتْقَّدَصَت َو اَهَلْصَأ َتْسَبَح َلً َو ُُ َروُي َباَق َّرلا يِف َو ىَب ْرُقْلا يِف َو ِءا َرَقُفْلا يِف رَمُع َقَّدَصَتَف َلاَق

َلُكْأَي ْنَأ اَهْيِل َو ْنَم ىَلَع َحاَنُج َلً ِفْيَّضلا َو ِلْيِبَّسلا ِنْب َو ِالله ِلْيِبَس يِف َو ْيِف ل َّوَمَتُم َرْيَغ اًقْيِدَص َمِعْطُي ْوَأ ِفو ُرْعَمْلاِب اَهْنِم ِ ثَأَتُم َرْيَغ : ظِفَل يِف َو ِه

ل

)ُمِلْسُم َو ِرَخُبْلا ُه َو َر(

Umar Radhiyallahu ‘anhu telah memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata,”Aku telah mendapatkan bagian tanah, yang saya tidak memperoleh harta selain ini yang aku nilai paling berharga bagiku. Maka bagaimana engkau, wahai Nabi? Engkau memerintahkan aku dengan sebidang tanah ini?” Lalu Beliau menjawab,”Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan engkau shadaqahkan hasilnya,” lalu Umar menyedekahkan hasilnya.

Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris, tetapi diinfakkan hasilnya untuk fuqara, kerabat, untuk memerdekakan budak, untuk kepentingan di jalan Allah, untuk menjamu tamu dan untuk ibnu sabil. Orang yang mengurusinya, tidak mengapa apabila dia makan sebagian hasilnya menurut yang makruf, atau memberi makan temann ya tanpa ingin menimbunnya. (HR Bukhari, hadis no. 2565; Muslim, hadis no.

3085).62

62 Hadis Riwayat Bukhari, hadis no. 2565, Hadis Riwayat Muslim, hadis no. 3085, Aplikasi Hadis 9 Imam Lidwa Pustaka.

(8)

Hadis tersebut menjadi dasar hukum dianjurkannya perintah wakaf bagi umat muslim. Hadis tersebut pula yang menjadi dasar dalam mendefinisikan wakaf.

Dari Abu Hurairah RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

اَذِإ َتاَم ُناَسْنِ ْلْا َعَطَقْنا

ُهُلَمَع َّلًِإ ْنِم ةَث َلََث ْنِم ةَقَدَص ةَي ِراَج

مْلِع َو َفَتْنُي ُع

ِهِب دَل َو َو حِلاَص وُعْدَي

ُهَل

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh (HR Muslim hadis no. 1631).63

Hadis ini juga memperkuat wakaf sebagai amalan yang sangat dianjurkan di dalam agama Islam karena pahalanya akan terus mengalir.

b. Rukun dan Syarat Wakaf

Dalam terminologi fikih, rukun artinya sudut, tiang penyangga, yang merupakan sendi utama atau unsur pokok dalam pembentukan suatu hal.

Tanpa rukun sesuatu tidak akan tegak berdiri.64 Sedangkan syarat adalah sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang lain atau sebagai tanda, melazimkan sesuatu.65

Para ulama telah sepakat bahwa tanpa memenuhi rukun dan syarat wakaf, perbuatan wakaf tidak akan terwujud. Jumhur ulama selain Abu Hanifah menyatakan, rukun wakaf terdiri dari waqif, mauquf bih, mauquf alaih, dan shigat. Adapun menurut Imam Abu Hanifah apabila shigat telah diucapkan suatu perbuatan wakaf telah sah secara hukum. Karena beliau berpendapat unsur rukun hanya berupa pengucapan shigat.66

63 Hadis Riwayat Muslim, hadis no. 1631, Aplikasi Hadis 9 Imam Lidwa Pustaka.

64 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Cet. Ke-1 (Jakarta: UI Pres, 1988), 84. Sebagaimana dikutip Diana Lestari, “Peran Reksa Dana Syariah Dalam Pengelolaan Wakaf Uang” (Skripsi, Universitas Indonesia, 2004), 31.

65 Kamal Muchtar, Ushul Fiqh, Jilid I (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1995), 34.

66 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 312.

(9)

Dalam hal ini, penulis akan menguraikan pendapat jumhur ulama mengenai rukun wakaf. Dianataranya: waqif, mauquf bih, mauquf alaih, dan shigat.

1) Wakif

Yang dimaksud dengan wakif adalah pemilik harta benda yang melakukan perbuatan hukum (menyerahkan harta bendanya). Menurut para pakar hukum Islam, suatu wakaf dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila wakif mempunyai kecakapan untuk melakukan (tabarru) yakni melapas hak milik dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan materil.

Orang dapat dikatakan mempunyai kecakapan melakukan dalam hal perwakafan, apabila orang tersebut merdeka, benar-benar pemilik harta yang diwakafkan, berakal sehat, baligh dan pandai (rasyid). Kemampuan melakukan dalam perbuatan wakaf ini sangat penting, karena wakaf merupakan pelepasan benda dari pemiliknya untuk kepentingan umum.67 2) Mauquf bih (benda yang diwakafkan)

Agar harta benda yang diwakafkan sah, maka harta benda tersebut harus memenuhi tiga syarat. Pertama: mutaqawwin (mal mutaqawwin) yakni harta pribadi milik si wakif secara sah dan halal, benda bergerak atau tidak bergerak, kedua: benda yang diwakafkan itu jelas wujudnya dan pasti batas- batasnya dan tidak dalam keadaan sengketa, ketiga: benda yang diwakafkan itu harus kekal yang memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus- menerus. Namun demikian menurut Imam Malik dan golongan Syiah Imamiyah wakaf dapat atau boleh dibatasi waktunya.68

3) Mauquf Alaih (Tujuan Wakaf)

Yang dimaksud dengan mauquf alaih adalah tujuan wakaf yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Oleh karena itu, benda-benda yang dijadikan sebagai

67 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), 241.

68 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), 241.

(10)

objek wakaf hendaknya benda-benda yang termasuk dalam bidang yang mendekatkan diri (qurbat) kepada Allah SWT.69

4) Sighat (Ikrar Wakaf)

Tentang sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh jumhur fuqaha. Tanpa adanya ikrar wakaf, para fuqaha menganggap wakaf belum sempurna dilaksanakan. Yang dimaksud dengan ikrar wakaf adalah pernyataan yang merupakan penyerahan barang-barang wakaf kepada nazhir untuk dikelola sebagaimana yang diharapkan oleh pemberi wakaf. Pada umumnya, lafaz qabul hanya diperuntukkan kepada wakaf perorangan, tetapi bagi wakaf untuk umum tidak disyaratkan adanya lafaz qabul, cukup dengan ikrar penyerahan saja.70

c. Kedudukan Dan Peranan Nazhir

Ahmad Rofiq yang dikutip oleh Muhammad Azis menyatakan bahwa pada umumnya di dalam kitab-kitab fikih tidak mencantumkan Nazhir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf. Hal ini dapat dimengerti karena wakaf adalah perbuatan tabarru. Namun demikian memperhatikan tujun wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari benda wakaf, maka Nazhir sangat diperlukan.71

Dalam Pengelolaan harta wakaf, pihak yang paling berperan dalam berhasil atau tidaknya pemanfaatan harta wakaf adalah Nazhir. Nazhir wakaf adalah seseorang atau sekelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif untuk mengelola wakaf. 72

69 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), 241.

70 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), 241.

71 Muhammad Aziz, “Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan Propek wakaf Uang di Indonesia”, Al-Awqaf Vol.8 No.2 (2015): 149.

72 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Cet. Ke-1 (Jakarta: UI Pres, 1988), 91. Sebagaimana dikutip Diana Lestari, “Peran Reksa Dana Syariah Dalam Pengelolaan Wakaf Uang” (Skripsi S1., Universitas Indonesia, 2004), 52.

(11)

Dalam Pasal 6 Undang-undang No. 41 Tahun 2004, wakaf harus dilaksanakan dengan memenuhi unsur sebagai berikut; Wakif; Nazhir; Harta Benda Wakaf; Ikrar Wakaf; peruntukan harta benda wakaf; dan jangka waktu wakaf.73

Pada Pasal 9 ditentukan bahwa nazhir meliputi; perseorangan;

organisasi; badan hukum.74 Selanjutnya pada Pasal 10 perseorangan hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan; Warga Negara Indonesia; beragama Islam; dewasa; amanah; mampu secara jasmani dan rohani; tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.75

Organisasi hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan; organisai yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.76

Badan hukum hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan; pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan; badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan badan hukum yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.77

Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa Nazhir juga mempunyai tugas sebagai berikut:78

1) melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

2) mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;

3) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

73 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 6.

74 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 9.

75 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 10 ayat 1.

76 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 10 ayat 2.

77 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 10 ayat 3.

78 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 10 ayat 3.

(12)

4) melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.79 Nazhir berhak mendapatkan upah atas jerih payahnya mengurus harta wakaf. Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004, pasal 12 menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengeloaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak lebih dari 10%.80

Muhammad Abu Zahrah yang dikutip oleh Tholhah Hasan menyatakan Pada dasarnya besaran upah yang ditentukan dalam Undang-Undang tersebut tidak mempunyai dasar fikih yang menjadi pedoman, kecuali jika 10%

tersebut dianggap sebagai upah standar (ujrah al-mitsl) atau kebiasaan (al-

‘urf). Sebagai contoh dalam praktik di Mesir, ketentuan 10% seringkali dilanggar karena presentasenya tidak diambil dari hasil bersih tetapi dari hasil kotor sebelum dipotong pajak serta potongan-potongan lain, sehingga seringkali imbalannya bisa mencapai 15% atau lebih.81

2. Wakaf Uang

Wakaf uang adalah wakaf berupa uang tunai yang diinvestasikan ke dalam sektor-sektor ekonomi yang menguntungkan dengan ketentuan prosentase tertentu digunakan untuk pelayanan sosial.82 Secara lebih khusus pengertian wakaf uang dalam konteks regulasi di Indonesia adalah wakaf berupa harta benda bergerak uang, dengan mata uang rupiah melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk pemerintah yang mengeluarkan sertifikat Wakaf Uang.

Pengelolaan dan pengembangan harta wakaf uang hanya dapat melalui investasi pada produk-produk LKS dan atau instrumen keuangan

79 Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan lembaga wakaf yang dibentuk berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. BWI bertugas dan berwenang dalam mengelola aset wakaf nasional termasuk wakaf uang didalamnya, serta membina nazhir-nazhir di seluruh Indonesia. BWI ini bersifat independen namun masih terintegrasi kepeda Kementerian Agama RI.

80 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 12.

81 Tholhah Hasan, “Pemberdayaan Nazhir,” Al-Awqaf Vol. IV No. 4 (2011): 13.

82 Abu bakar dan Bamualim, Chaider S., Filantropi Islam & Keadilan Sosial (Jakarta:

CSRC UIN Jakarta, 2006), 78.

(13)

syariah yang mendapat jaminan keutuhannya oleh lembaga Penjamin Simpanan atau Lembaga Asuransi Syariah.

Secara historis, wakaf uang telah ada pada abad 16 M, pada masa kekuasaan Turki Usmani. Pada masa ini asset atau uang tunai yang berasal dari wakaf dikumpulkan dalam pooling fund kemudian oleh nazhir yang ditunjuk oleh pemerintah disalurkan ke sektor bisnis dalam bentuk pinjaman dimana biasanya setelah satu tahun si peminjam tersebut mengembalikan pinjaman pokok plus extra return. Kemudian extra return yang telah diperoleh dan telah terakumulasi digunakan untuk membiayai kebutuhan sosial.83

a. Tinjauan Syariah terhadap Uang Sebagai Objek wakaf

Perkembangan yang menarik dalam hal pengembangan institusi wakaf akhir-akhir ini adalah digunakannya uang sebagai objek benda yang diwakafkan yang dikenal dengan istilah cash waqh atau banyak diartikan para pihak dengan wakaf tunai. Istilah wakaf tunai sendiri pada dasarnya kurang tepat. Hal ini mengingat inti persoalan dari cash waqf ialah uang, bukan tunai, karena yang menjadi pembahsan para ahli fikih ialah hukum mewakafkan uang, dengan kata lain menjadikan uang sebagai objek wakaf. Adapun tunai telah dianalisa para ahli fikh dan mereka menjelaskan semua wakaf harus tunai, tidak boleh dalam bentuk utang.84

Karena itu tunai tidak dapat menjadi objek wakaf. Digunakannya uang sebagai objek wakaf semakin mendapat tempat di kalangan umat Islam Indonesia akhir-akhir ini. Perkembangan ini pada akhirnya telah menimbulkan pertanyaan, bagaimana sebenarnya tinjauan hukum Islam (syariah) terhadap digunakannya uang sebagai objek wakaf? Timbulnya pertanyaan semacam ini pada dasarnya adalah hal yang wajar. Hal ini

83 Wadjdy, Farid dan Mursydi, Wakaf dan Kesejahteraan Umat: Filantropi Islam yang Hampir Dilupakan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 78.

84 Arief Muzacky Juhanda, “Implementasi Wakaf Uang Di Badan Wakaf Indonesia”

(Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2011), 33.

(14)

mengingat selama ini wakaf yang populer di kalangan umat Islam Indonesia terbatas pada wakaf tanah dan bangunan yang diperuntukkan bagi tempat ibadah, pendidikan, atau lahan perkuburan.85

Karenanya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 dan fatwa MUI tentang diperbolehkannya wakaf dengan uang, merupakan hal baru bagi umat Islam Indonesia. MUI sendiri dalam fatwanya yang membolehkan wakaf uang selain menggunakan dasar hukum Al-Quran dan Hadits yang berkaitan dengan wakaf, juga secara khusus memperhatikan pandangan para ulama yang telah membolehkan wakaf dengan uang. Beberapa pandangan yang digunakan MUI tersebut antara lain adalah:86

1) Pendapat Imam Az-Zuhri bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf alaih.

2) Pandangan dari ulama Mazhab Hanafi yang membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-‘Urf (hukum yang ditetapkan berdasarkan adat kebiasaan), berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud r.a: “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah SWT adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah SWT pun buruk”.

3) Pendapat sebagian ulama Mazhab Syafi’i: “Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)”.

Walaupun banyak dari kalangan ulama yang telah membolehkan wakaf uang, namun ada pula sebagian ulama yang sulit menerima pendapat bahwa sah hukumnya mewakafkan dinar dan dirham (uang).

85 Arief Muzacky Juhanda, “Implementasi Wakaf Uang Di Badan Wakaf Indonesia”

(Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2011), 33.

86 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang, ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2002.

(15)

Adapun alasan para ulama yang tidak membolehkan berwakaf dengan uang, diantaranya:87

1) Bahwa uang bisa habis zatnya sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dengan membelanjakan sehingga bendanya bisa lenyap, sedangkan inti ajaran wakaf adalah pada kesinambungan hasil dari modal dasar yang tetap lazim kekal. Oleh karena itu, ada persyaratan agar benda yang akan diwakafkan itu adalah benda yang tahan lama, tidak habis dipakai.

2) Uang seperti dinar dan dirham diciptakan sebagai alat tukar yang mudah, orang melakukan transaksi jual beli, bukan untuk ditarik manfaatnya dengan mempersewakan zatnya.

Dalam Al-Is’af fi Ahkami al-Awqaf, al-Tharablis menyatakan sebagian ulama klasik merasa aneh ketika mendengar fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammad bin Abdullah al-Anshori, murid dari Zufar, sahabat Abu Hanifah, tentang bolehnya berwakaf dalam bentuk uang kontan dinar dan dirham, dan dalam bentuk komoditas yang dapat ditimbang atau ditukar, seperti makanan gandum. Hal ini membuat mereka merasa aneh karena tidak mungkin mempersewakan benda-benda seperti itu, oleh karena itu mereka segera mempersoalkannya dengan mempertanyakan apa yang kita dapat lakukan dengan dana tunai dirham?

Atas pertanyaan ini Muhammad bin Abdullah al-Anshori menjelaskan dengan mengatakan: “kita investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan labanya kita sedekahkan. Kita jual benda makanan itu, harganya kita putar dengan usaha mudharabah hasilnya disedekahkan”.88

Wahbah Zuhaili menjelaskan secara tegas bahwa ulama Mazhab Maliki memperbolehkan wakaf uang, mengingat manfaat uang masih dalam cakupan hadis Nabi Muhammad SAW dan benda sejenis yang

87 Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah, ed., Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam: Peluang Dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (Depok: PSTTI-UI, 2006), 98.

88 Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah, ed., Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam: Peluang Dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (Depok: PSTTI-UI, 2006), 99.

(16)

diwakafkan oleh para sahabat, seperti baju perang, binatang dan harta lainnya serta hal tersebut mendapatkan pengakuan dari Rasulullah SAW.

Secara qiyas, wakaf uang dianalogikan dengan baju perang dan binatang.

Qiyas ini telah memenuhi syarat ‘illah (sebab persamaan), dan jami’ (titik persamaan) terdapat dalam qiyas dan yang diqiyaskan. Sama-sama benda bergerak dan tidak kekal, yang akan mengancam eksistensi dan kesinambungan aset wakaf.89

Walaupun ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama mengenai sah tidaknya wakaf uang, namun mengingat manfaat wakaf uang yang begitu besar bila dikembangkan dengan baik bagi kemaslahatan umat, pengelolaan wakaf uang tetap menjadi pilihan yang menarik bagi umat Islam untuk dikembangkan. Dari segi pemanfaatan misalnya, wakaf uang tentunya dapat dimanfaatkan lebih luas. Dana wakaf nantinya bisa digunakan untuk mendirikan perusahaan, pusat perbelanjaan, atau apa saja yang bernilai ekonomis tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dananya terus mengalir, keuntungan yang diperoleh lebih besar, akan lebih banyak umat yang dibantu dengan dana tersebut.

Dengan demikian mobilisasi dana dari umat Islam untuk umat Islam dapat dilakukan secara maksimal dan didayagunakan bagi kemanfaatan umat yang sebesar-besarnya.

b. Pengaturan Wakaf Uang Menurut Fatwa MUI

Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertanggal 11 Mei 2002 diatur mengenai dasar hukum dibolehkannya wakaf uang di Indonesia, pengertian wakaf uang, serta obyek yang diperbolehkan dalam wakaf uang. Adapun istilah yang digunakan MUI dalam fatwa ini adalah wakaf uang, sebutan lain untuk wakaf uang selain cash waqf. Penduduk Indonesia yang mayoritas merupakan umat Islam menjadi faktor

89 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta:

Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direkterot Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006), 212.

(17)

pendorong perlunya pengaturan mengenai wakaf uang. Terlebih lagi mengingat pemahaman dari sebagian besar masyarakat tentang wakaf umumnya baru sebatas wakaf yang tidak bisa lenyap dan terpatok pada benda tidak bergerak. Oleh karena itu, untuk menimbulkan kepastian hukum mengenai wakaf uang, MUI berinisiatif menerbitkan fatwa mengenai wakaf uang. Dalam hal membolehkan wakaf uang, MUI berpedoman pada pendapat Imam al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinas hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf alaih.90

Selain itu wakaf uang juga berpandangan bahwa perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurnaan (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis, antara lain, riwayat dari Ibnu Umar.91 Yang pada akhirnya dalam rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002, MUI merumuskan definisi wakaf sebagairumusan definisi yakni:

"menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada"92

Wakaf uang yang diatur dalam fatwa MUI tertanggal 11 Mei 2002 adalah berupa wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Adapun yang termasuk dalam pengertian uang adalah tidak semata uang giral, tetapi termasuk didalamnya adalah surat-surat berharga. MUI tidak menyebutkan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk pembiayaan yang dibolehkan dalam wakaf

90 Abu Su’ud Muhammad, Risalah Fi Jawazi Waqf al-Nuqud (Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997), 20-21. Sebagaimana dikutip Latifah K. Wardhani, “Pengelolaan Wakaf Uang dalam Bentuk Reksa Dana Syariah” (Skripsi, Universitas Indonesia, 2011), 38.

91 Latifah K. Wardhani, “Pengelolaan Wakaf Uang dalam Bentuk Reksa Dana Syariah”

(Skripsi, Universitas Indonesia, 2011), 38

92 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang, ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2002.

(18)

uang. MUI hanya memberikan batasan tentang penyaluran atau pemanfaatan wakaf uang yaitu hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar' iah dan nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.93

3. Wakaf Uang di Dalam Hukum Positif di Indonesia

Saat ini, peraturan mengenai wakaf dan pengelolaanya banyak mewarnai landasan bagi perwakafan di Indonesia. Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf merupakan sebuah langkah besar di dalam perkembangan wakaf di Indonesia. Sebelumnya aturan mengenai wakaf tersebar di berbagai UU, Perpres, dan Inpres.94 Berikut merupakan peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum bagi perwakafan di Indonesia berjumlah 17 peraturan:

a. Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

b. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelakasanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

c. Peraturan Menteri Agama RI No. 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.

d. Peraturan Menteri Agama RI No. 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak Dan Benda Bergerak Selain Uang.

e. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No.

DJ.II/420 Tahun 2009 tentang Model, Bentuk Dan Spesifikasi Formulir Wakaf Uang.

f. Kompilasi Hukum Islam Buku III: Hukum Perwakafan.

g. Daftar LKS PWU Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI.

93 Latifah K. Wardhani, “Pengelolaan Wakaf Uang dalam Bentuk Reksa Dana Syariah”

(Skripsi, Universitas Indonesia, 2011), 38

94 Rendy Dwi Novalianto, “Politik Kebijakan Wakaf: Proses Perumusan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,” Al-Awqaf Vol. 6 No.2 (2013): 80.

(19)

h. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 Tahun 2007 tentang Organisasi Dan Tata Cara Kerja Badan Wakaf Indonesia

i. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyususnan Rekomendasi Terhadap Permohonan Penukaran/Perubahan Status Harta Benda Wakaf.

j. Peraturan Badan Wakaf Indonesia Bo. 3 Tahun 2008 tentng Tata Cara Pendaftaran Dan Penggantian Nazhir Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak Berupa Tanah.

k. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang.

l. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerimaan Wakaf Uang Bagi Nazhir Badan Wakaf Indonesia.

m. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 Tahun 2010 tentang Btata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Anggota Badan Wakaf Indonesia.

n. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 2 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nazhir Wakaf Uang.

o. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dan Pengembangan Harta Benda Wakaf.

p. Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Perwakilan Badan Wakaf Indonesia.

q. Nama-nama Nazhir Wakaf Uang Yang Terdaftar Di BWI.

Pengesahan RUU Wakaf menjadi UU No. 41 Tahun 2004 oleh Presiden dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2004. Pada hari yang sama UU Wakaf dicatatkan di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159.95

Lama proses legislasi UU No. 41 Tahun 2004 sejak diajukan oleh Presiden Megawati hingga disahkan dalam rapat paripurna DPR adalah 81 hari. Dengan disahkannya RUU Wakaf menjadi UU No. 41 Tahun 2004

95 Rendy Dwi Novalianto, “Politik Kebijakan Wakaf: Proses Perumusan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,” Al-Awqaf Vol. 6 No.2 (2013): 91.

(20)

tentang wakaf sebuah tonggak sejarah yang telah tercipta. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia akhirnya memiliki sebuah peraturan wakaf yang tidak hanya komprehensif tetapi juga progresif.96

Setelah disahkannya UU No. 41 Tahun 2004 semua perdebatan mengenai wakaf uang, peran BWI, peran nazhir dan sebagainya dari sudut pandang fikih bisa dikataan berakhir, walau tak menutup adanya perdebatan pandangan. Hal ini karena dalam ushul fiqh terdapat kaidah

“Hukmul hakim ilzamun wa yarfa’ul khilaf” (Keputusan pemerintah itu mengikat dan menghilangkan perbedaan). Konsekuensinya umat Islam Indonesia harus menerima isi UU No. 41 Tahun 2004 sebagai seperangkat fikih Indonesia mengenai wakaf.97

Hal yang paling membedakan dari Undang-undang Wakaf dibandingkan dengan peraturan perwakafan sebelumnya adalah mengenai dibolehkannya wakaf dalam bentuk benda bergerak. Sekarang ini objek benda yang dapat diwakafkan tidak hanya berupa tanah, tetapi juga uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.98

Pengelolaan wakaf juga telah diintegrasikan dengan dibentuknya BWI yang secara independen mengelola wakaf dan mengkoordinir para nazhir. Dengan demikian pengembangan wakaf tidak lagi terpusat kepada Menteri Agama.99

96 Rendy Dwi Novalianto, “Politik Kebijakan Wakaf: Proses Perumusan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,” Al-Awqaf Vol. 6 No.2 (2013): 91.

97 Rendy Dwi Novalianto, “Politik Kebijakan Wakaf: Proses Perumusan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,” Al-Awqaf Vol. 6 No.2 (2013): 91.

98 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 16 ayat (3) sebagaimana dikutip Latifah K. Wardhani, “Pengelolaan Wakaf Uang dalam Bentuk Reksa Dana Syariah” (Skripsi, Universitas Indonesia , 2011), 26.

99 Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 49 sebagaimana dikutip Latifah K. Wardhani, “Pengelolaan Wakaf Uang dalam Bentuk Reksa Dana Syariah” (Skripsi, Universitas Indonesia, 2011), 26.

(21)

a. Pengaturan Wakaf Uang menurut Undang-undang No. 41 tahun 2004 Dalam pasal 16 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa harta benda wakaf dapat berupa benda bergerak.100 Benda bergerak yang diperbolehkan menurut Undang-undang ini adalah sebagai berikut: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa; dan, benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.101

Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU) yang ditunjuk oleh Menteri. Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis.102Wakaf benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.103

Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.104 Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.105

Harta benda wakaf yang telah diterbitkan dalam bentuk akta ikrar wakaf akan didaftarkan dan diumumkan. Adapun instansi yang menangani pendaftaran dan pengumuman ini berbeda-beda sesuai dengan objek harta benda wakafnya. Instansi tersebut diantaranya yaitu sebagai berikut:106

100 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 16 ayat 1.

101 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 16 ayat 3.

102 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 19 ayat 1.

103 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 19 ayat 2.

104 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 19 ayat 3.

105 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 30.

106 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 34.

(22)

1) Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.

2) Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.

3) Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.

b. Pengaturan Wakaf Uang menurut Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2006 pasal 15 dijelaskan bahwa terdapat tiga jenis benda yang dapat diwakafkan yaitu benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang dan benda bergerak berupa uang.107

Yang termasuk benda tidak bergerak yaitu sebagai berikut: (a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, (b) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf (a), (c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, (d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.108

Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang- undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah adalah sebagai berikut: surat saham (dapat berupa saham, surat utang Negara, obligasi dan surat berharga lain yang dapat dinilai dengan uang), Hak Atas Kekayaan Intelektual (hak cipta, merk,

107 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 15.

108 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 16.

(23)

paten, desain industry, rahasia dagang, sirkuit terpadu, perlindungan hak varietas tanaman), selain itu hak atas benda bergerak lain seperti hak sewa, hak pakai, dan hak pakai atas benda bergerak, perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak.109

Benda yang digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.110 Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi kapal, pesawat terbang, kendaraan bermotor, mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan, logam/batu mulia, benda lain yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang.111

Sedangkan wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.112 Bagi wakif yang ingin mewakafkan uang dalam bentuk uang, maka yang bersangkutan dapat hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU)113

untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya, selain itu wakif juga harus menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan, menyetorkan secara tunai dana kepada LKS-PWU dan mengisi sejumlah formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW).

109 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 21.

110 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 19 ayat 1.

111 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 20.

112 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 22 ayat 1.

113 LKS-PWU yang berhak menerima uang adalah LKS-PWU yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS-PWU (Lihat Lihat PP No.42 Tahun 2006 Pasal 23). Penunjukkan LKS-PWU atas dasar saran dan pertimbangan dari BWI. Syarat untuk menjadi LKS-PWU adalah sebagai berikut:

1. Menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri

2. Melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum 3. Memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia

4. Bergerak di bidang keuangan syariah

5. Memiliki fungsi menerima titipan (wadi’ah) (Lihat PP No.42 Tahun 2006 Pasal 24)

(24)

Selain itu, wakif juga dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU.114

LKS-PWU ini bukan merupakan Nazhir yang akan mengelola wakaf uang, LKS-PWU hanya sebagai berfungsi sebagai penerima wakaf uang bukan sebagai pengelola. LKS-PWU akan menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang sebagai bukti pendaftaran wakaf uang.115 Khusus untuk benda bergerak selain uang, pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang.116

c. Pengaturan Wakaf uang Menurut Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009

Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 4 Tahun 2009 mengatur mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang. Permen ini menjelaskan bahwa pendaftaran wakaf uang dilakukan oleh LKS-PWU atas nama Nazhir kepada kepada menteri melalui kantor Departemen Agama kabupaten/kota selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Wakaf Uang (SWU) dengan tembusan kepada

114 LKS-PWU bertugas sebagai berikut:

1. Mengumumkan kepada public atas keberadaannya sebagai LKS-PWU 2. Menyediakan blanko Sertifikat Wakaf Uang

3. Menerima secara tunai wakaf uang dari wakif atas nama Nazhir

4. Menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi’ah) atas nama Nazhir yang ditunjuk wakif

5. menerima pernyataan kehendak wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak wakif

6. menerbitkan serifikat wakaf uang serta menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk wakif

7. mendaftarakan wakaf uang kepada menteri atas nama Nazhir (Lihat PP No.42 Tahun 2006 Pasal 25).

115 Sertifikat wakaf uang harus memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai : nama LKS-PWU, nama wakif, alamat wakif, jumlah wakaf uang, peruntukan wakaf, jangka waktu wakaf, nama Nazhir yang dipilih, alamat Nazhir yang dipilih, tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang. (Lihat PP No.42 Tahun 2006 Pasal 26).

116 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 29.

(25)

BWI setempat. Pendaftaran wakaf uang tersebut harus disertai dengan salinan/ fotocopy AIW dan SWU yang di sahkan oleh LKS- PWU penerbit. Dalam hal tidak terdapat kantor perwakilan BWI di kabupaten/kota, tembusan tersebut disampaikan kepada BWI provinsi.

Dalam hal tidak terdapat kantor perwakilan BWI di kabupaten/kota dan provinsi tembusan disampaikan kepada BWI pusat. Kemudian, Kepala kantor departeman agama kabupaten/kota menerbitkan bukti pendaftaran wakaf uang.117

Dalam hal pengawasan, Kepala kantor Departemen Agama kabupaten/kota wajib melaporkan pendaftaran wakaf uang secara periodik setiap 6 (enam) bulan kepada menteri melalui kantor wilayah Departemen Agama Provinsi. Kepala kantor wilayah Departemen Agama provinsi menyampaikan laporan tersebut kepada menteri melalui Direktur Jendral.118

Selain Kepala Kantor Departemen Agama, LKS-PWU juga wajib menyampaikan laporan keuangan wakaf uang yang meliputi:

jumlah wakaf, nilai wakaf dan nilai bagi hasil pengelolaan wakaf, setiap akhir tahun buku kepada menteri melalui Direktur jenderal dengan tembusan kepada BWI. Laporan keuangan tersebut disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak akhir tahun buku. 119

Kemudian Nazhir juga wajib menayampaikan laporan pengelolaan wakaf uang setiap 6 (enam) bulan kepada BWI dengan tembusan kepada direktur Jenderal. Laporan pengelolaan tersebut meliputi: pelaksanaan pengelolaan, pengembangan, penggunaan hasil pengelolaan wakaf uang dan rencana pengembangan pada tahun

117 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 5.

118 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 7.

119 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 8.

(26)

berikutnya. Laporan disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak akhir tahun buku.120

Pengawasan mengenai wakaf uang dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal alas nama Menteri. Pengawasan tersebut dilakukan melalui laporan tahunan, monitoring dan evaluasi wakaf uang pada LKS-PWU. Apabila dalam hal hasil pengawasan menunjukan bahwa LKS-PWU telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undang, Menteri dapat memberikan sanksi administrasi.121

Selain itu, Menteri dapat menunjukan akuntan publik untuk memeriksa laporan keuangan wakaf uang yang dilakukan oleh LKS- PWU122. Berbeda dengan LKS-PWU yang diawasi oleh Direktur Jendral atas nama menteri, maka pihak yang berhak melakukan pengawasan pengelolaan dan pengembangan wakaf uang yang dilakukan oleh Nazhir adalah Badan Wakaf Indonesia (BWI). 123

Pengawasan dilakukan melalui laporan tahunan, Monitoring dan evaluasi pengelolaan dan pengembangan wakaf uang yang dilakukan oleh Nazhir.124 Hasil pengawasan tersebut digunakan sebagai alat dasar penilaian kinerja dan sebagai bahan pembinaan terhadap Nazhir.125

Dalam hal melaksanakan fungsi pengawasannya ini, BWI dapat menunjuk akuntan Publik untuk memeriksa laporan pengelolaan, pengembangan, dan pemanfaatan hasil pengelolaan wakaf uang yang

120 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 9.

121 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 11 ayat 3.

122 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 11 ayat 4.

123 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 12 ayat 1.

124 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 12 ayat 2.

125 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 12 ayat 3.

(27)

dilakukan oleh Nazhir. 126Selain BWI, masyarakat juga dapat melakukan pengawasan terhapad pelaksanaan tugas Nazhir.

Pengawasan dapat dilakukan dengan menyapaikan laporan adanya indikasi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undang secara tertulis kepada kantor Departemen Agama kabupten/kota dan/atau BWI.127

d. Kewenangan Badan Wakaf Indonesia Sebagai Pengelola Perwakafan Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk dalma rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.128

BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh Nahzir yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik.129

Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri Agama kepada Presiden. Periode berikutnya

126 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 12 ayat 4.

127 Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, Pasal 13.

128 Merujuk pada http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/sekilas-bwi.html diakses pada 8 Desember 2017.

129 Merujuk pada http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/sekilas-bwi.html diakses pada 8 Desember 2017.

(28)

diusulkan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan diberhentikan oleh BWI.130

Struktur kepengurusan BWI terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas.131

Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

1) Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam me-ngelola dan mengembangkan harta benda wakaf.

2) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.

3) Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf.

4) Memberhentikan dan mengganti nazhir.

5) Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.

6) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.132

Kemudian, melalui Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia, BWI menjabarkan tugas dan wewenangnya sebagai berikut:

1) Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.

2) Membuat pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.

130 Merujuk pada http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/sekilas-bwi.html diakses pada 8 Desember 2017.

131 Merujuk pada http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/sekilas-bwi.html diakses pada 8 Desember 2017.

132 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 49.

(29)

3) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional serta harta benda wakaf terlantar.

4) Memberikan pertimbangan, persetujuan, dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf.

5) Memberikan pertimbangan dan/atau persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.

6) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

7) Menerima, melakukan penilaian, menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir, dan mengangkat kembali nazhir yang telah habis masa baktinya.

8) Memberhentikan dan mengganti nazhir bila dipandang perlu.

9) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Agama dalam menunjuk Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS- PWU).

10) Menerima pendaftaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) benda bergerak selain uang dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).133

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BWI bekerja sama dengan Kementerian Agama (c.q. Direktorat Pemberdayaan Wakaf), Majelis Ulama Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Islamic Development Bank, dan berbagai lembaga lain. Tidak tertutup kemungkinan BWI juga bekerja sama dengan pengusaha/investor dalam rangka mengembangkan aset wakaf agar menjadi lebih produktif.134

Kemudian dalam pasal 50 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 diuraikan pula bahwa Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.135

133 Merujuk Pada http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/tugas-dan-wewenang.html diakeses pada 8 Desember 2017.

134 Badan Wakaf Indonesia, “Tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia,”

http://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/tugas-dan-wewenang.html Diakses 8 Desember 2017.

135 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 49.

(30)

Selain itu, pada pasal 63 disebutkan bahwa Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf.136

Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa BWI menjadi pilar utama dalam pemberdayaan wakaf di Indonesia karena merupakan penentu kesuksesaan Nazhir, dimana ia menjadi pembina bagi Nazhir yang terintergrasi kepada menteri Agama.

4. Wakaf yang Berkembang di Masyarakat

Sejak dulu, paradigma masyarakat muslim Indonesia masih terpaku pada wakaf tidak bergerak, seperti tanah kosong. Perkembangan wakaf di kemudian hari tak mengalami perubahan yang berarti. Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid, mushalla, langgar, madrasah, perkuburan, sehingga kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak. 137

Dari aspek sejarah hukum wakaf di Indonesia, adanya kegiatan wakaf seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantaran dana ajaran wakaf ini terus berkembang pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial (Indonesia Merdeka). Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf. Karena pada masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf.138

Meskipun wakaf berasal dari ajaran Islam, tetapi lembaga semacam wakaf sudah ada sebelum Islam datang ke Indonesia.139

Abdurrahman di

136 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 49.

137 Tholhah Hasan, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia,” 14 Maret 2008, https://bwi.or.id/index.php/ar/publikasi/artikel/203-perkembangan-kebijakan-wakaf-di

indonesia.html Diakses 5 Desember 2017.

138 Tholhah Hasan, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”, 14 Maret 2008, https://bwi.or.id/index.php/ar/publikasi/artikel/203-perkembangan-kebijakan-wakaf-di

indonesia.html Diakses 5 Desember 2017.

139 Uswatun Hasanah, “Peran Wakaf dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial (Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di Jakarta Selatan)” (Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, 1997), 127.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya perbedaan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional, disarankan

Halaman view data barang adalah halaman yang berisikan data barang yang telah diinputkan oleh admin, di sini admin dapat melihat barang apa saja yang telah diinputkan dan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan terakhir dengan

Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, adalah seseorang yang melakukan sesuatu dengan

2) Sesuai dengan perencanaan awal semua posisi wrang dalam keadaan level,tetapi jika tidak level nantinya saat akan pemasangan bracket akan terjadi masalah.Yakni bracket akan

Demikian juga halnya dengan orang tua subjek penelitian di Desa Lamdom, melalui komunikasi antara orang tua dan anak dapat memberikan pemahaman tentang pengguaan

Jemaat GPM Nazaret terletak didalam kehidupan bermasyarakat pada kelurahan Amantelu.Kemajemukan agama, suku, dan budaya menjadi kekayaan yang luar biasa dimiliki oleh