• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN

SEBAGAI UPAYA

PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI

PROGRAM DIPLOMA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET LAPORAN KHUSUS

GAMBARAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN

PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT PUPUK KUJANG

CIKAMPEK

Dian Novita Permatasari R.0008032

IPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

PROTEKSI KEBAKARAN PENCEGAHAN DAN

III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

PENGESAHAN

Tugas Akhir dengan judul : Gambaran Sarana Proteksi Kebakaran sebagai Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

di PT Pupuk Kujang Cikampek

Dian Novita Permatasari, NIM : R.0008032, Tahun : 2011 Telah disetujui dan dipertahankan di hadapan

Penguji Tugas Akhir

Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS Surakarta

Pada Hari ... Tanggal ... 20 ...

Pembimbing I Pembimbing II

Sumardiyono, SKM, M. Kes. Tutug Bolet Atmojo, SKM

NIP. 19650706 198803 1 002

Ketua Program

D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja FK UNS

Sumardiyono, SKM, M. Kes.

NIP. 19650706 198803 1 002

(3)

PENGESAHAN PERUSAHAAN

Laporan Umum dengaan judul :

Gambaran Sarana Proteksi Kebakaran sebagai Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di PT Pupuk Kujang

Cikampek Jawa Barat

dengan peneliti : Dian Novita Permatasari

NIM. R0008032

telah diuji dan disahkan pada tanggal : Jumat, 13 Mei 2011

Mengetahui, Pembimbing Lapangan

Superintendent KPK

Sumarna Dadi Setiadi

Mengetahui,

Drs. M. Saaf Husnu Manager PPSDM

(4)

ABSTRAK

GAMBARAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI

PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK

Dian Novita Permatasari 1, Sumardiyono2, Tutug Bolet Atmojo3

Tujuan : Tujuan dilakukan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran sarana proteksi kebakaran sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di PT Pupuk Kujang Cikampek Jawa Barat.

Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu dengan memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya terhadap objek penelitian dan data yang diperoleh digunakan sebagai bahan penulisan laporan tanpa dilakukan tes hipotesa.

Hasil : PT Pupuk Kujang merupakan industri Petrokimia yang dalam setiap proses produksinya menggunakan mesin, bahan kimia, suhu dan tekanan yang tinggi yang dapat menyebabkan potensi bahaya seperti peledakan, kebakaran, dan kebocoran bahan kimia. Kebakaran merupakan salah satu potensi bahaya yang perlu diperhatikan karena kebakaran merupakan kejadian yang tidak diinginkn dan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan sehingga diperlukan pengendalian dengan melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap kebakaran. Untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan terlebih dahulu kita harus melakukan identifikasi potensi bahaya, melakukan manajemen terhadap kebakaran, dan menyediakan sarana proteksi kebakaran.

Simpulan : PT Pupuk Kujang telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran. Salah satu upaya yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang adalah menyediakan serta menempatkan sarana proteksi kebakaran baik itu sarana proteksi kebakaran pasif maupun sarana proteksi kebakaran aktif.

Sarana proteksi kebakaran pasif yaitu dengan dibangunnya gedung/bangunan yang tahan api, sedangkan sarana proteksi kebakaran aktif di PT Pupuk Kujang antara lain alat pemadam api ringan (APAR), fire alarm system, hydrant, hose reel, hose box, dan sprinkler.

Kata kunci : Sarana Proteksi Kebakaran, Pencegahan Kebakaran, Penanggulangan Kebakaran

1 Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret

2 Fakultas Kesehatan Kerja, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

3 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan magang serta penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul “Gambaran Sarana Proteksi Kebakaran sebagai Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di PT Pupuk Kujang Cikampek“.

Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di samping itu kerja praktek ini dilaksanakan untuk menambah wawasan guna mengenal, mengetahui dan memahami mekanisme sehingga mencoba mengaplikasikan pengetahuan penulis dan mengamati permasalahan atau hambatan yang ada mengenai penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan.

Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sumardiyono, SKM, M. Kes. selaku Ketua Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Sumardiyono, SKM, M. Kes. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

4. Bapak Tutug Bolet Atmojo, SKM selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

5. Ibuku tercinta, dek Adin, dek Arif serta keluargaku semuanya, yang tidak henti-hentinya memberikan curahan doa, kasih sayang dan pengertiannya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan semua dengan baik.

6. Bapak Sumarna, selaku Superintendent KPK yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini.

7. Bapak Dadi Setiadi, selaku Pembimbing Lapangan yang bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan saran kepada penulis, serta terimakasih telah menjadi pengganti keluarga selama di Cikampek.

8. Bapak Asep Ridwan, Bp. Rahmat Rusyani, Bp. Mujiono, Bp. Endang Susman, Ibu Ida Rosida, Mas Adi, Mas Ainur, Mas Slamet, Bp. Yoen Sutarya, Bp. Irfan, Bp. Muhidin, Bp. Atim/pak Tebe selaku anggota Bagian KPK dan Hiperkes PKC yang telah membantu dalam pengumpulan data dan penyusunan laporan penelitian.

9. Bapak Dadi Mulyadi, Bapak Endang Shodikin, Bapak Cahya, Bpk Ahmad Hidayat, Bpk Tohir, Bpk Jamal, Om Tanaka, Om Yudo, Om dede, Om Erwin, Mas Idoy serta semua anggota shift group A, B, C dan D yang telah memberikan bimbingan dalam observasi lapangan.

Akhir kata penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna dan berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

(6)

masukan yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kemajuan kita bersama, dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.

Surakarta, 13 Mei 2011 Penulis,

Dian Novita Permatasari

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikiran ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

A. Metode Penelitian ... 44

B. Lokasi Penelitian ... 44

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian ... 44

(8)

D. Sumber Data ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Pelaksanaan... 46

G. Analisa Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

D. Hasil Penelitian ... 47

E. Pembahasan ... 85

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Simpulan ... 102

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Identifikasi Bahan Kimia yang dapat Menimbulkan Potensi Bahaya Kebakaran

(10)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Segitiga Api

Gambar 2. Metode/Prinsip Pemadaman Kebakaran

Gambar 3. Struktur Organisasi Bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran

(11)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Keterangan Magang

Lampiran 2. Tanda Peringatan dan Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan Lampiran 3. Jenis-jenis Fire Alarm System

Lampiran 4. Jenis-jenis Fire Hydrant, Fire Hose Box dan Kendaraan Pemadam Kebakaran

Lampiran 5. Pelatihan Pemadam Kebakaran (Fire Fighting) Lampiran 6 . Form Laporan Kebakaran

Lampiran 7. Form Pemeriksaan Fire Ground Lampiran 8. Form Pemeriksaan APAR Lampiran 9. Form Pemeriksaan Fire Hydrant Lampiran 10. Form Pemeriksaan Fire Hose Box Lampiran 11. Form Pemeriksaan Hose Reel Lampiran 12. Form Pemeriksaan Sprinkler

Lampiran 13. Jenis Tempat Kerja Berdasarkan Klasifikasi Potensi Bahaya Kebakaran

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia industri berlomba-lomba melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas dengan menggunakan alat-alat produksi yang semakin modern. Perkembangan ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang berdiri di Indonesia, salah satunya adalah industri yang bergerak di bidang petrokimia. Industri petrokimia dengan bahan baku kimia yang diproses dengan suhu dan tekanan tinggi serta mesin-mesin yang berteknologi modern, tentunya memiliki potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap orang, harta benda perusahaan dan lingkungan.

Adanya penerapan teknologi modern di dalam industri membuat perekonomian nasional berkembang dengan pesat, namun demikian perkembangan tersebut harus diiringi dengan adanya penerapan pada aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Keselamatan dan kesehatan kerja telah menjadi salah satu pilar penting dalam ekonomi makro maupun mikro, karena keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dipisahkan dari proses produksi barang dan jasa. Kemajuan di bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi menyebabkan waktu menjadi salah satu faktor penentu daya saing perusahaan (Syukri Syahab, 1997). Salah satu potensi bahaya dalam industri yang mendapatkan perhatian besar yaitu potensi bahaya kebakaran

(13)

bahaya terjadinya kebakaran di tempat kerja.

Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan kadang kala tidak dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran suatu bahan dalam udara dan mengeluarkan energi panas dan nyala api (Milos Nedved, 1991).

Sedangkan kebakaran perusahaan adalah sesuatu hal yang sangat tidak diinginkan, bagi tenaga kerja kebakaran perusahaan merupakan penderitaan dan malapetaka khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat kehilangan pekerjaan, sekalipun mereka tidak menderita celaka (Suma’mur, 1996). Timbulnya kebakaran di suatu perusahaan dapat terjadi akibat kesalahan yang dilakukan manusia (unsafe action) serta kondisi bahan atau tempatnya (unsafe condition). Manusia berperan secara aktif pada timbulnya suatu kecelakaan, salah satunya kebakaran.

Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu dilakukan dan harus menjadi komitmen dari semua pihak yang terlibat dalam suatu proses produksi, barang dan jasa. Sehingga persiapan dalam menanggulangi bahaya kebakaran perlu penanganan khusus, agar pencegahan dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan aman. Di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mengantisipasi dalam hal mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, memberi jalan penyelamatan, penyelenggaraan latihan penanggulangan kebakaran yang wajib diterapkan di setiap tempat kerja sejak dari perencanaan serta adanya sanksi hukuman terhadap pelanggaran.

(14)

Untuk itu perlu penanganan khusus dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya bahaya kebakaran di tempat kerja. Kelengkapan sarana dan fasilitas untuk pemadam kebakaran juga diperlukan untuk mengantisipasi menyebarnya area kebakaran di suatu perusahaan, dengan adanya deteksi dini dan peralatan proteksi kebakaran yang memadai, petugas penanggulangan kebakaran yang ditunjuk khusus untuk itu, serta dilaksanakannya prosedur penanggulangan kebakaran darurat. Hal tersebut sesuai dengan Kepmenaker No.

186/MEN/1999 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja.

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran dapat dilakukan melalui pengertian dan pemahaman yang baik tentang sebab-sebab terjadinya kebakaran, proses terjadinya kebakaran dan akibat yang dapat ditimbulkan sebagai prinsip dasar dalam melakukan penanggulangan kebakaran. Salah satu upaya penanggulangan kebakaran terutama untuk kesiapsiagaan dengan adanya alat proteksi kebakaran berupa Alat Pemadam Api Ringan (APAR), Hydrant, Fire Alarm System, dan Sprinkler System.

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan pentingnya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di PT Pupuk Kujang Cikampek maka diambil rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Fire Protection sebagai Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di PT Pupuk Kujang Cikampek”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :

(15)

1. Untuk mengetahui sumber potensi bahaya yang dapat menimbulkan kebakaran di tempat kerja di PT Pupuk Kujang Cikampek.

2. Untuk mengetahui sistem manajemen kebakaran di PT Pupuk Kujang Cikampek.

3. Untuk mengetahui sarana proteksi kebakaran aktif di PT Pupuk Kujang Cikampek.

4. Untuk mengetahui sarana proteksi kebakaran pasif di PT Pupuk Kujang Cikampek.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diperoleh manfaat bagi : 1. Mahasiswa

a. Dapat mengetahui sumber potensi bahaya kebakaran di PT Pupuk Kujang.

b. Dapat mengetahui sistem manajemen kebakaran di PT Pupuk Kujang Cikampek.

c. Dapat mengetahui sarana proteksi kebakaran aktif di PT Pupuk Kujang Cikampek.

d. Dapat mengetahui sarana proteksi kebakaran pasif di PT Pupuk Kujang Cikampek.

2. Perusahaan

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, saran, dan kritik kepada perusahaan mengenai sarana proteksi kebakaran sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di PT Pupuk Kujang.

(16)

3. Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Dapat menambah referensi kepustakaan mengenai pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di lingkungan industri, serta dapat mengukur sejauh mana kemampuan mahasiswa D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja dalam menerapkan ilmu Keselamatan Kerja khususnya tentang kebakaran.

(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat kerja

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.

Kep-186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, yang dimaksud dengan tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

Sedangkan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, diperinci dalam pasal 2, yang termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

Menurut Kepmenaker No.Kep-186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja pada Lampiran I, klasifikasi jenis tempat kerja berdasarkan tingkat potensi bahaya kebakaran dapat dilihat pada Lampiran.

2. Identifikasi Potensi Bahaya

Potensi bahaya adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan kecelakaan/kerugian berupa cidera, penyakit, kerusakan atau

(18)

kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan (Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jakarta, 2008).

Identifikasi bahaya merupakan suatu upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan. Namun demikian, tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, OHSAS 18001).

3. Unsafe Condition dan Unsafe Action a. Unsafe Condition

Unsafe condition adalah kondisi tidak aman yang berasal dari lingkungan kerja, misalnya dari mesin, peralatan, pesawat, bahan, lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan sistem kerja. Lingkungan dalam arti luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat saat bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi (Suma’mur, 1996).

b. Unsafe Action

Unsafe action adalah merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatar belakangi oleh berbagai sebab antara lain :

(19)

1) Kekurangan pengetahuan dan ketrampilan 2) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal

3) Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak 4) Kelelahan dan kejenuhan

5) Sikap dan tingkah laku

6) Kebingungan dan stres karena prosedur kerja yang baru 7) Belum menguasai dan dengan peralatan atau mesin-mesin baru 8) Penurunan konsentrasi dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan 9) Sikap masa bodoh dari tenaga kerja

10) Kurang adanya motivasi kerja dari tenaga kerja 11) Kurang adanya kepuasan kerja

12) Sikap kecenderungan melukai diri sendiri.

Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan sering kali disebut sebagai “Human Error” dan sering disalah-artikan karena dituduhkan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal sering kali kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan peralatan kerja yang tidak sesuai (Suma’mur, 1996).

4. Kebakaran

Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan kadang kala tidak dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran suatu bahan dalam udara dan mengeluarkan energi panas dan nyala api (Milos Nedved, 1991). Beberapa industri seperti industri kimia, minyak bumi dan cat

(20)

sangat rawan dipandang dari sudut kebakaran. Pada umumnya, penyebab kebakaran dan peledakan bersumber pada 3 faktor yaitu :

a. Faktor manusia 1) Faktor Pekerja

a) Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan kebakaran dan peledakan.

b) Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah terbakar tanpa menghiraukan norma-norma pencegahan kebakaran dan peledakan.

c) Kurang memiliki rasa tanggungjawab dan disiplin.

d) Adanya unsur-unsur kesengajaan.

2) Faktor Pengelola

a) Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.

b) Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja.

c) Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik, terutama dalam bidang kegiatan penentuan bahaya, penerangan bahaya, dan lain-lain.

d) Tidak adanya standar atau kode yang dapat diandalkan atau penerapan tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian kritis perusahaan.

e) Sistem penanggulangan bahaya kebakaran, baik sistem tekanan udara dan instalasi pemadam kebakaran.

(21)

b. Faktor teknis

Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan antara lain adalah :

1) Melalui proses fisik atau mekanis dimana dua faktor penting yang menjadi peranan dalam proses ini ialah timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat dari pengetesan benda-benda maupun adanya api terbuka.

2) Melalui proses kimia yaitu terjadi sewaktu-waktu pengangkutan bahan-bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa memperhatikan petunjuk-petunjuk yang ada.

3) Melalui tenaga listrik, pada umumnya terjadi karena hubungan pendek sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau membakar komponen lain.

c. Faktor alam

Faktor alam sebagai penyebab kebakaran dan peledakan seperti petir, gunung meletus dan lain-lain.

(Depnaker, 1987)

Beberapa partikel-partikel yang dapat menyebabkan kebakaran : a. Gas, adalah molekul-molekul yang dapat berdefusi ke segala arah

dimana perubahan fase cair atau padat ke fase gas (dry-ice).

b. Uap, adalah bentuk gas dari suatu bahan dalam keadaan normal, cair/padat menghasilkan uap dalam kamar yang dapat berdefusi ke

(22)

segala arah karena disebabkan temperatur yang sangat besar dalam ruangan.

a. Asap, adalah berupa karbon atau tembaga yang mempunyai diameter 0,1 milimikro sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dari bahan yang mengandung karbon.

b. Fumes, adalah partikel-partikel logam yang halus dan mempunyai diameter kurang dari 1 milimikro sebagai hasil dari kondensasi uap logam di udara yang dingin (logam timah hitam/seng).

c. Kabut, adalah merupakan tetesan halus dari suatu cairan yang terdispersi dalam udara yang stabil (kabut minyak pada waktu pemotongan logam/menggerinda dan pengecatan).

d. Debu, adalah partikel-partikel yang halus dari zat yang mempunyai diameter 0,1 s/d 25 milimikro keberadaannya melayang di udara.

(Anizar, 2009)

Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur yang saling berhubungan yaitu adanya bahan yang bisa terbakar, adanya kecukupan oksigen, dan adanya sumber panas atau nyala. Tiga unsur tersebut dinamakan segitiga api, berikut adalah gambar segitiga api :

(23)

Gambar 1. Segitiga api

(Sumber : www.fireexplosionanalysis.blogspot.com) Keterangan gambar segitiga api :

a. Oksigen yaitu gas yang tidak dapat terbakar (nonflammeable gas) dan juga merupakan satu kebutuhan untuk kehidupan yang sangat mendasar. Diatas permukaan laut, atmosfer kita memiliki oksigen dengan konsentrasi sekitar 21%, sedangkan untuk terjadinya pembakaran/api oksigen dibutuhkan minimal 16%.

b. Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur suatu benda/bahan bakar sampai ke titik dimana jumlah uap bahan bakar tersebut tersedia dalam jumlah cukup untuk dapat terjadi penyalaan. Sumber-sumber panas/energi panas antara lain :

1) Arus listrik

Panas akibat arus listrik dapat terjadi akibat adanya hambatan terhadap aliran arus listrik, kelebihan beban muatan, maupun hubungan pendek.

2) Kerja mekanik

(24)

Panas yang dihasilkan oleh kerja mekanik biasanya dari gesekan dua benda atau gas yang diberi tekanan tinggi.

3) Reaksi kimia

Pada reaksi kimia, hubungan panas terdapat dua macam reaksi yaitu reaksi endotermis dan eksotermis. Reaksi endotermis adalah reaksi yang membutuhkan panas untuk dapat berjalan, sedangkan reaksi eksotermis adalah reaksi yang menghasilkan panas dan reaksi inilah yang merupakan sumber panas.

4) Reaksi nuklir

Reaksi nuklir yang menghasilkan panas dapat berup fusi dan fisi.

5) Radiasi matahari

Sinar matahari dapat menjadi sumber panas yang dapat menyebabkan kebakaran apabila intensitasnya cukup besar atau difokuskan oleh suatu alat optik.

c. Bahan bakar yaitu semua benda, bahan atau material baik padat, cair maupun gas yang dapat terbakar. Misalnya: kain, kertas, kayu, oli, bensin, solar, gas, LPG, LNG.

(Anizar, 2009)

Peristiwa terbakar merupakan suatu reaksi yang hebat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam karena reaksi kimia yang terjadi bersifat mengeluarkan panas (Suma`mur, 1996).

Klasifikasi kebakaran adalah pengelompokan atau pembagian jenis- jenis kebakaran berdasarkan jenis bahan bakarnya. Menurut Permenaker

(25)

No. Per 04/MEN/1980 dan Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 1992 tentang penanggulangan bahaya kebakaran dalam wilayah DKI Jakarta, kebakaran terbagi atas 4 kelas yaitu :

a. Kelas A

Bahan-bahan yang termasuk klasifikasi api kelas A adalah kebakaran dari bahan bukan logam, seperti kayu, bahan dari kayu, plastik, bahan tekstil dan karet. Pemadam api klas A adalah dengan pendingin (cooling) dengan bahan pemadam yang tepat berupa air.

b. Kelas B

Bahan-bahan yang termasuk klasifikasi kelas B adalah kebakaran dari bahan cair dan gas seperti minyak, oli, gas minyak maupun gas alam cair. Pemadam api kelas B :

1) Penyelimutan (smothering) dengan bahan pemadam api, busa, serbuk kimia kering, air dalam bentuk kabut

2) Menghentikan persediaan bahan bakar.

c. Kelas C

Bahan-bahan yang termasuk klasifikasi api kelas C adalah kebakaran dari listrik. Pemadam api kelas C adalah sumber api dari listrik tidak dapat dipadamkan, kecuali bila listrik telah dimatikan.

Kemudian yang harus dilakukan adalah membatasi api agar tidak menjalar (starving) dengan media pemadam api yang tidak mengandung air.

d. Kelas D

(26)

Kebakaran dari logam, seperti : magnesium, titanium, sodium, uranium, plutonium dan potasium. Pemadam api kelas D adalah dengan menggunakan bahan pemadam api khusus seperti : met-LX, GL Powder, Na-X.

Dari pembagian kelas api berkaitan dengan bahan yang mudah terbakar yang berbeda sifat kimianya, sehingga memerlukan pemadaman yang berbeda. Media pemadam yang sering digunakan adalah :

a. Air

Air adalah media pemadam yang paling murah, mudah didapat, tidak beracun, dan panas penguapan yang besar. Kekurangannya adalah penghantar listrik tidak dapat dipakai untuk logam yang reaktif dan tidak bercampur dengan beberapa zat organik. Hanya dipakai untuk pemadaman api kelas A. Air biasanya dipakai dalam bentuk semprotan atau spray. Bila 1 volume air menguap pada 100° C maka volume uap menjadi 1000 kali, sehingga mekanisme pemadaman adalah :

1) Menutup api dengan uap dan memisahkan udara.

2) Mendinginkan nyala dan benda terbakar.

3) Mengencerkan cairan yang mudah tercampur.

b. Busa (foam)

Busa terutama dipakai untuk kebakaran cairan flammable. Busa pekat dalam air yang diaerasi, dan untuk jenis yang berekspansi baik, 1 volume busa pekat dalam air menghasilkan 100 volume untuk jenis modern yang baik. Busa modern terbuat dari zat organik terflourinasi

(27)

dan mudah membentuk lapisan tipis. Berfungsi tidak hanya mendinginkan tetapi juga membentuk lapisan tipis yang tidak dapat ditembus dan melekat pada permukaan benda sehingga mencegah penjalaran kembali (re-ignition) bila air sudah menguap. Apabila dipakai untuk cairan terbakar, akan menutup permukaan sehingga mengurangi penguapan dan menghambat pembakaran. Selain itu juga menutup hubungan dengan oksigen.

c. Gas

Gas yang sering dipakai adalah gas asam arang (CO2), gas zat lemas (N2), gas argon serta gas-gas inert lainnya. Gas yang banyak dipakai adalah karbondioksida. Dalam ruang tertutup lebih efisien dibanding dengan pemadam api dalam ruang terbuka. Cairan mudah menguap, mampu untuk menghambat proses kebakaran dan amat efektif mengingat jumlah (berat) cukup sedikit untuk memadamkan api. Hanya harganya mahal. Jenis ini sangat tepat untuk memadamkan kebakaran instalasi listrik karana non konduktor dan dapat masuk ke dalam sela- sela peralatan.

d. Bubuk Kering (Dry Chemical)

Bubuk kering amat efektif untuk kebakaran dari tumpahan cairan.

Dapat memadamkan api yang besar, tetapi mengganggu pandangan para anggota pemadam. Mekanisme pemadaman dapat bersifat kimia maupun fisik. Setelah disemprotkan pada bahan yang terbakar, ia akan meleleh dan membentuk lapisan pada bahan. Pelelehan tersebut akan

(28)

menyerap panas. Dan lapisan tersebut akan mengurangi kecepatan pembentukan uap atau mengurangi kecepatan kebakaran.

Terbakarnya suatu zat padat atau zat cair merupakan reaksi berantai.

Atas pengaruh panas zat tersebut mengurai dan menyebabkan terbentuknya uap yang secara terus menerus terjadi dan terbakar lagi sampai habisnya zat tersebut.

Menurut Anizar (2009) faktor-faktor yang menyebabkan kemudahan terbakar yaitu :

a. Titik nyala (Flash point) yaitu temperatur terendah pada saat dimana suatu bahan bakar cair menghasilkan uap dalam jumlah yang cukup banyak untuk menghasilkan nyala sesaat dari campuran bahan bakar dan udara (oksigen).

b. Titik bakar (Fire point) yaitu temperatur terendah (akibat pemanasan) dimana sutu bahan bakar cair dapat memproduksi uap dengan cukup cepat sehingga memungkinkan terjadinya pembakaran yang kontinyu/terus menerus. Titik bakar biasanya beberapa derajat diatas titik nyala.

c. Suhu menyala sendiri (Auto Ignition Temperature) yaitu suhu terendah dimana suatu zat akan menyala sendiri tanpa adanya bunga api atau nyala api.

d. Batas Konsentrasi Bawah (Lower Flammable Limit) adalah batas konsentrasi terendah zat dalam udara yang dapat dibakar.

(29)

e. Batas Konsentrasi Atas (Upper Flammable Limit) adalah batas konsentrasi tertinggi suatu zat dalam udara yang masih dapat dibakar.

Kita dapat menentukan media/jenis pemadam api yang tepat untuk digunakan dalam memadamkan suatu kebakaran apabila kita mengetahui klasifikasi kebakaran. Klasifikasi kebakaran menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 04/MEN/1980 Bab I Pasal 2, ayat 1 adalah sebagai berikut :

a. Kebakaran Kelas A

Adalah kebakaran yang menyangkut benda-benda padat kecuali logam. Contoh: Kebakaran kayu, kertas, kain, plastik, dsb. Alat/media pemadam yang tepat untuk memadamkan kebakaran kelas ini adalah dengan : pasir, tanah/lumpur, tepung pemadam, foam (busa) dan air.

b. Kebakaran Kelas B

Kebakaran bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar. Contoh : Kerosin, solar, premium (bensin), LPG/LNG, minyak goreng. Alat pemadam yang dapat dipergunakan pada kebakaran tersebut adalah Tepung pemadam (dry powder), busa (foam), air dalam bentuk spray/kabut yang halus.

c. Kebakaran Kelas C

Kebakaran instalasi listrik bertegangan. Seperti : Breaker listrik dan alat rumah tangga lainnya yang menggunakan listrik. Alat pemadam yang dipergunakan adalah : Carbondioxyda (CO2), tepung kering (dry chemical). Dalam pemadaman ini dilarang menggunakan media air.

(30)

d. Kebakaran Ke

Kebakaran pada benda alumunium, natrium, kalium, dsb.

adalah : pasir halus dan kering

Untuk memutus rantai segitiga api perlu adanya metode/prinsip dalam pemadaman api. Berikut adalah gambar metode/prinsip pemadamann api :

Gambar 2. Metode/prinsip

(Sumber : Modul Pelatihan Pemadam Kebakaran, 2010) Metode/prinsip

cara, antara lain:

a. Starvition atau m Teknik ini

terbakar. Contoh : menutup kran/

b. Smothering atau memisahkan uap bahan bakar dengan udara.

Smothering

Starving

Bahan bakar

elas D

Kebakaran pada benda-benda logam padat seperti : magnesum, alumunium, natrium, kalium, dsb. Alat pemadam yang dipergunakan adalah : pasir halus dan kering, dry powder khusus.

Untuk memutus rantai segitiga api perlu adanya metode/prinsip dalam pemadaman api. Berikut adalah gambar metode/prinsip pemadamann api :

Gambar 2. Metode/prinsip pemadaman kebakaran (Sumber : Modul Pelatihan Pemadam Kebakaran, 2010)

Metode/prinsip pemadaman kebakaran dapat dibagi menjadi empat

atau menghilangkan bahan bakar

nik ini dilakukan dengan memisahkan benda yang mudah Contoh : menutup kran/valve suplai bahan bakar.

atau memisahkan uap bahan bakar dengan udara.

Udara

Panas Cooling Dilution

benda logam padat seperti : magnesum, Alat pemadam yang dipergunakan

Untuk memutus rantai segitiga api perlu adanya metode/prinsip dalam pemadaman api. Berikut adalah gambar metode/prinsip pemadamann api :

pemadaman kebakaran dapat dibagi menjadi empat

dilakukan dengan memisahkan benda yang mudah Cooling

(31)

Teknik ini dilakukan dengan mengurangi atau mengambil atau memisahkan udara dengan bahan bakar. Contoh : pemadaman api dengan menggunakan karung goni basah.

c. Cooling atau mendinginkan

Teknik ini ditujukan untuk mengurangi panas sampai bahan bakar mencapai suhu di bawah titik nyala. Contoh : pemadaman dalam bejana.

d. Dilution atau memutus rantai pembakaran

Teknik ini dilakukan dengan memutus reaksi atau menghilangkan salah satu unsur dari segitiga api. Contoh : pemadaman api dengan menggunakan foam.

(Modul Pelatihan Pemadam Kebakaran, 2010) 5. Peledakan

Peledakan atau eksplosi didefinisikan sebagai proses pertambahan tekanan yang amat cepat dari suatu yang terbatas, sebagai akibat adanya reaksi eksotermis dan dihasilkan gas dalam jumlah besar. Dapat juga didefinisikan singkat sebagai pelepasan energi secara cepat. Sumber energi peledakan bervariasi, dari pemanasan sekaleng daging sampai pada energi dari gas yang bertekanan tinggi (Milos Nedved, 1991).

Menurut Suma’mur (1996), tiga syarat terjadinya peledakan adalah sebagai berikut :

a. Bahan yang mudah terbakar.

b. Udara atau unsur penunjang lain bagi terjadinya pembakaran.

(32)

c. Sumber terjadinya nyala atau suhu di atasnya temperatur suatu zat terbakar.

Setiap debu, uap, dan gas yang dapat terbakar dan bercampur dengan udara dengan udara atau unsur-unsur penunjang lain, pada keadaan yang sesuai akan meledak jika dinyalakan. Bahan demikian adalah :

a. Zat-zat padat termasuk logam yang mudah terbakar, asalkan dalam keadaan halus, seperti bentuk tepung dan debu.

b. Uap-uap zat cair yang mudah terbakar.

c. Gas-gas yang mudah terbakar.

(Suma’mur, 1996)

Pada umumnya sisa-sisa kebakaran sebagai akibat reaksi kimiawi adalah gas-gas atau campuran-campuran gas dan bahan padat.

Peledakan menimbulkan panas yang menjalar dari tempat terjadinya peledakan ke semua tempat atau benda-benda di sekelilingnya.

Meningkatnya suhu sekitar berakibat pada membesarnya tekanan. Untuk zat cair, gas dan debu yang mudah terbakar terdapat kadar minimum dan maksimum dari uap, gas, dan debu dalam udara atau zat asam yang memungkinkan zat-zat tersebut di udara. Batas-batas explosive perlu untuk perbandingan bahaya peledakan dari berbagai material. Dengan diketahui bahan-bahan yang mempunyai kadar explosive dapat direncanakan secara baik upaya pencegahan kebakaran (Suma’mur, 1996),

(33)

6. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

Pencegahan kebakaran adalah suatu usaha menyadari atau mewaspadai akan faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Sedangkan penanggulangan kebakaran adalah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran (Permenaker No. Per- 186/MEN/1999 tentang Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja pasal 1 huruf c).

Apabila suatu industri menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar maka upaya pencegahan dan penangggulangan kebakaran harus ditingkatkan, agar kerugian yang ditimbulkan akibat bahaya kebakaran menjadi sekecil mungkin. Pencegahan kebakaran lebih ditekankan pada usaha-usaha untuk mengurangi terjadinya kebakaran. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan, beserta pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas pembangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik atas peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik daris segi kesiapan untuk digunakan maupun dari segi kemudahan untuk mengaksesnya. Sedangkan

(34)

Penanggulangan kebakaran lebih ditekankan pada tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat terjadi kebakaran agar kerugian dan korban seminimal mugkin (Anizar, 2009).

Pencegahan dan penanggulangan kebakaran tergantung dari lima prinsip pokok (Suma’mur, 1996) yaitu :

a. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atau keadaan panik.

b. Pembuatan bangunan yang tahan api.

c. Pengawasan yang teratur dan berkala.

d. Penemuan kebakaran pada tingkat awal dan pemadamannya.

e. Pengendalian kerusakan untuk mengatasi kerusakan sebagai akibat kebakaran dan tindakan pemadamannya.

Dari penjelasan di atas dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Keselamatan terhadap terjadinya kebakaran atas dasar pengaturan perusahaan dan perencanaannya.

Pencegahan kebakaran dimulai sejak perencanaan perusahaan dan pengaturan proses produksi. Suatu prinsip penting pada semua perencanaan adalah tidak meluasnya kebakaran yang terjadi dan dimungkinkan penanggulangan kebakaran secara efektif. Pendekatan dilakukan dengan dengan penelahaan secara cermat atas bangunan menurut kegunaannya dan penentuan lokasi yang diperlukan.

b. Konstruksi bangunan dan material

Konstruksi bangunan dalam banyak hal bertalian dengan pencegahan kebakaran. Pada pendirian bangunan baru atau pada

(35)

kegiatan perubahan konstruksi yang tahan api perlu dipertimbangkan pada tingkat-tingkat awal perencanaan. Sifat tahan api bahan-bahan konstruksi sangat penting. Sekalipun bangunan-bangunan modern terbuat dari bahan-bahan tahan api dibanding dengan bangunan kayu atau batu bata, bangunan-bangunan tersebut sering mudah, manakala terjadi kebakaran.

c. Pengawasan terhadap kemungkinan kebakaran

Saat terbaik untuk menghentikan timbulnya kebakaran adalah sebelum kebakaran itu terjadi. Sekalipun bangunan-bangunan direncanakan secara tepat, dilengkapi dengan alat-alat pencegahan kebakaran dan bahan-bahan untuk konstruksi tahan api tetapi juga perlu adanya pengawasan oleh setiap perusahaan sebagai satu segi program keselamatan diperusahaan yang dilakukan secara teratur sehingga dapat menjamin perlindungan terhadap kebakaran secara penuh.

d. Sistem tanda kebakaran dalam perusahaan

Sistem tanda kebakaran diperusahaan ada dua jenis sistem yaitu : 1) Sistem tak otomatis

Yaitu suatu sistem yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda-tanda bahaya dengan segera, dengan cara memijit atau menekan tombol dengan tangan. Sistem ini dianjurkan untuk bangunan-bangunan perusahaan pada umumnya dan khususnya bagi tempat-tempat penimbunan kayu secara besar-besaran.

2) Sistem otomatis

(36)

Yaitu suatu sistem yang dapat memberikan tanda secara sendiri tanpa dikendalikan oleh orang. Sistem ini digunakan untuk tempat- tempat kerja yang berisi alat, bahan, dan lain-lain yang mudah rusak oleh asap atau air sehingga tanda bahaya perlu diberikan sebelum alat percikan air bekerja atau dipasang di daerah-daerah yang tidak dilakukan secara lengkap pengamatan kebakaran.

Sistem tanda bahaya kebakaran harus bekerja dengan baik dan memberikan tanda secara tepat tentang terjadinya kebakaran.

e. Jalur evakuasi kebakaran

Secara ideal, semua bangunan harus memiliki sekurang-kurangnya dua jalan penyelamat diri. Jalan-jalan penyelamatan harus dipelihara bersih, tidak terhalang oleh barang-barang, mudah terlihat dan diberi tanda-tanda yang jelas. Bangunan-bangunan bertingkat banyak memerlukan jalur-jalur evakuasi, tangga-tangga penyelamatan yang terlindungi oleh konstruksi-konstruksi dengan ketahanan 30 menit terhadap api kebakaran dan dilengkapi dengan pintu-pintu penghalang asap serta penerangan-penerangan darurat.

f. Perlengkapan pemadam dan penanggulangan kebakaran di perusahaan Alat-alat pemadam dan penanggulangan kebakaran meliputi dua jenis yaitu terpasang tetap di tempat dan dapat bergerak atau dibawa.

Perlengkapan yang terpasang di tempat meliputi peralatan pemadam dengan menggunakan air seperti pemancar otomatis, pompa air, pipa- pipa dan selang-selang untuk aliran air. Peralatan pemadam dengan

(37)

menggunakan bahan-bahan, kimia kering, karbondioksida, atau busa.

Sedangkan alat-alat pemadam kebakaran yang tidak terpasang tetap harus tersedia terutama untuk keadaan darurat. Alat-alat demikian harus ditempatkan pada tempat-tempat yang paling mungkin terjadi kebakaran.

g. Petugas pemadam kebakaran

Pekerjaan pemadam kebakaran mengandung bahaya-bahaya yang tidak dimiliki oleh pekerjaan-pekerjaan lain. Pekerjaan pemadam kebakaran mempunyai resiko bahaya yang tinggi. Dengan adanya petugas pemadam kebakaran sangat membantu dalam hal penyelamatan harta, kekayaan dan jiwa saat terjadi kebakaran. Mengenai petugas pemadam kebakaran, dapat dikemukakan tentang kwalifikasi, latihan, bahaya-bahaya yang dihadapi dan perlindungan kesehatan serta keselamatannya sebagai berikut :

1) Kwalifikasi

Kwalifikasi yang dimaksud adalah tidak semua orang dapat dan mampu menjadi petugas pemadam kebakaran. Petugas pemadam kebakaran harus memenuhi persyaratan baik fisik maupun mental.

Kwalifikasi tersebut meliputi kegesitan, kesehatan fisik, kemampuan fisik, dan tingkat kecekatan. Kesiapan mental diperoleh antara lain lewat pendidikan dan latihan dan dengannya seorang petugas pemadam pemadam kebakaran memiliki kecepatan mengambil keputusan yang tepat, kemampuan melakukan pengamatan dan

(38)

penilaian serta kesanggupan menerima dan melaksanakan perintah dari pimpinan yang bersangkutan.

2) Latihan

Tim pemadam kebakaran tidak dipilih berdasarkan pengalaman semata, melainkan dibina dan dibentuk melalui program pelatihan yang meliputi pendidikan teori, latihan jasmani, praktek dan pengalaman yang benar-benar didapat dari pemadaman kebakaran.

3) Bahaya-bahaya yang dihadapi

Penyakit-penyakit kardiovaskuler dan pernafasan sangat mungkin menghinggapi petugas-petugas pemadam kebakaran. Jenis-jenis kecelakaan yang terjadi pada petugas pemadam kebakaran mungkin dalam bentuk keseleo, kelelahan, luka serut, terbakar, dan lain-lain.

4) Usaha-usaha kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas-petugas pemadam kebakaran

a) Latihan yang sebaik-baiknya

b) Perlengkapan dan peralatan pemadam kebakaran yang memadai c) Penggunaan alat-alat proteksi diri

7. Macam dan Jenis Peralatan Proteksi Kebakaran

a. Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Kelas Bangunan, adalah pembagian bangunan

(39)

atau bagian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan sebagai berikut:

1) Kelas 1: Bangunan Hunian Biasa

Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:

a. Kelas 1a: bangunan hunian tunggal yang berupa:

(1) satu rumah tunggal; atau

(2) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing (3) bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api,

termasuk

(4) rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau

b. Kelas 1b: rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

2) Kelas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3) Kelas 3: Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk:

a) rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau

b) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau c) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

(40)

d) panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

e) bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya.

4) Kelas 4: Bangunan Hunian Campuran

Adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

5) Kelas 5: Bangunan kantor

Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

6) Kelas 6: Bangunan Perdagangan

Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:

a) ruang makan, kafe, restoran; atau

b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau

c) tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau d) pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

7) Kelas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang

Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk:

(41)

a) tempat parkir umum; atau

b) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.

8) Kelas 8: Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik

Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

9) Kelas 9: Bangunan Umum

Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

a) Kelas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium;

b) Kelas 9b: bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.

10) Kelas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian:

a) Kelas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya;

(42)

b) Kelas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya

(Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor: 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan)

b. Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman.

Selain itu sistem ini digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran.

(Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor: 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan)

Berikut adalah alat-alat yang biasanya digunakan di tempat kerja/gedung-gedung dalam antisipasi bahaya kebakaran :

1) Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Per-04/MEN/1980 Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah alat ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. APAR harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas dan mudah dicapai/diambil serta

(43)

dilengkapi pemberian tanda pemasangan. APAR pada umumnya merupakan tabung berwarna merah. Pemasangan dan penempatan APAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran. Jenis alat pemadam api ringan antara lain :

a) Jenis cairan

Prinsip APAR yang menggunakan bahan dari air yaitu dengan metode pendinginan pada pusat api dan isolasi bahan dari O2 oleh uap air. Pengaplikasiannya untuk api kelas A dan akan berbahaya pada api kelas B, C, dan D.

b) Jenis busa/foam

APAR jenis busa menggunakan bahan dispersi gas dalam cairan. APAR jenis ini mengisolasi bahan dari oksigen.

Pengaplikasian APAR busa cocok untuk api kelas A dan B dan berbahaya untuk api kelas C (listrik) dan api kelas D (bereaksi dengan logam alkali).

c) Jenis tepung kering/dry powder

Bahan yang digunakan untuk pengisian APAR jenis Dry Chemical Powder yaitu berupa bubuk halus campuran seperti:

Na2CO3, K2CO3, KCl dan(NH4)3PO4. Baik untuk pemadaman api kelas A,B,C dan D. Fungsi APAR Dry Chemical Powder yaitu mengisolasi bahan dari O2, melindungi atau menahan radiasi panas, dan menyerap radikal bebas. Kelemahan APAR jenis kering antara lain :

(44)

(1) Tidak efektif ditempat berangin atau diluar .

(2) Bekas pemadaman yaitu mengakibatkan lingkungan kotor d) Jenis gas

Bahan sebagai pengisi karbondioksida yaitu CO2 bertekanan tinggi. Salah satu fungsinya mengurangi atau menghilangkan O2

dari sekeliling bahan. Tapi APAR jenis ini memilki kelemahan yaitu :

(1) Tidak cocok untuk tempat berangin (2) Berat dan bertekanan tinggi

(3) Mudah bocor sehingga kadang kala habis dikala akan dipakai (4) Bentuk aplikasi APAR CO2 yaitu untuk memadamkan api

kelas A, B, C,dan D.

e) Jenis Halon (Halogeneted Hydrocarbon)

Halon merupakan senyawa hidrokarbon (metana dan etana) yang terhalogenasi. APAR ini digunakan untuk memadamkan api kelas A,B,C, dan D. Fungsi Halon :

(1) Membentuk selimut inert yang mengisolasi bahan dari O2. (2) Menghentikan reaksi berantai dengan mengabsorpsi radikal-

radikal bebas.

2) Hydrant

Hydrant merupakan alat yang digunakan untuk pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan selang kebakaran. Komponen

(45)

hydrant kebakaran sesuai dengan standar internasional (NFPA), terdiri dari :

a) Sistem penyedian air (45 menit)

b) Sistem pompa (Jockey, Utama, dan Cadangan) c) Jaringan pipa

d) Coupling outlet/pilar/Landing valve e) Selang dan nozzle

f) Sistem kontrol tekanan dan aliran

Jaringan fire hydrant adalah merupakan bagian yang terintegrasi dengan alat-alat pabrik yang setiap saat dibutuhkan, terutama dalam keadaan darurat. Oleh karena itu fire hydrant harus selalu dalam keadaan baik dan siap pakai. Berdasarkan lokasi penempatannya, hydrant dibagi menjadi yaitu :

a) Hydrant gedung adalah hydrant yang terletak di dalam suatu bangunan atau gedung dan sistem peralatannya disediakan serta dipasang dalam bangunan atau gedung tersebut.

b) Hydrant halaman adalah hydrant yang terletak diluar bangunan, sedang instalasi dan peralatannya disediakan serta dipasang dilingkungan bangunan.

(Kepmen Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985) 3) Sprinkler

(46)

Sprinkler merupakan sistem yang mampu memadamkan kebakaran secara otomatis sekaligus memberikan signal pendeteksi kebakaran. Klasifikasi berdasarkan arah pancarannya :

a) Arah pancaran ke bawah b) Arah pancaran ke atas c) Arah pancaran ke segala arah

(Kepmen Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985)

Sedangkan klasifikasi berdasarkan kepekaannya terhadap suhu a) Warna segel

(1) Warna putih pada temperatur 93oC (2) Warna biru pada temperatur 141oC (3) Warna kuning pada temperatur 182oC (4) Warna merah pada temperatur 227oC (5) Tidak berwarna pada temperatur 68oC/74oC b) Warna cairan pada bulb

(1) Warna jingga pada temperatur 53oC (2) Warna merah pada temperatur 68oC (3) Warna kuning pada temperatur 79oC (4) Warna hijau pada temperatur 93oC (5) Warna biru pada temperatur 141oC (6) Warna ungu pada temperatur 182oC

(7) Warna hitam pada temperatur 201oC/260oC (Kepmen Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985)

(47)

4) Sistem Deteksi Dini Bahaya Kebakaran

Sistem deteksi dini bahaya kebakaran dapat dilakukan dengan pemasangan Instalasi Alarm Kebakaraan Otomatik. Menurut Permenaker No : Per/02/MEN/1983, Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran. Menurut Depnakertrans 1998/1999, jenis-jenis alat pendeteksi kebakaran atau Fire Detector secara garis besar dibagi dalam 3 yaitu :

a) Detektor Panas (Heat detector)

Detektor panas adalah suatu detektor yang sistem kerjanya bekerja didasarkan pada panas atau temperatur. Ada tiga tipe detektor panas, yaitu:

(1) Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas tertentu (fixed temperature).

(2) Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur (rate of rise).

(3) Detektor kombinasi yang bekerjanya berdasarkan kenaikan temperatur dan batas temperatur maksimum yang ditetapkan.

b) Detektor Asap (Smoke detector)

(48)

Detektor asap adalah detektor yang sistem kerjanya didasarkan atas akumulasi asap dalam jumlah tertentu. Ada 2 tipe detektor asap yaitu :

(1) Detektor asap ionisasi

Detektor asap ionisasi digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang terdiri dari partikel kecil yang biasa terjadi pada kebakaran sempurna. Pada tipe ini cara mendeteksi asap menggunakan elemen radioaktif dan dua elektroda yaitu positif dan negatif.

(2) Detektor asap optik

Detektor asap optik digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang menghasilkan asap tebal seperti pada kebakaran PVC. Alat deteksi asap tipe ini menggunakan bahan bersifat foto elektrik yang sangat peka sekali terhadap cahaya.

c) Detektor Nyala Api (Flame detector)

Detektor nyala api adalah detektor yang bekerja berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api yaitu :

(1) Detektor nyala api Ultra Violet

Adalah suatu alat yang elemen penginderaannya akan bereaksi terhadap energi radiasi di luar jangkauan mata manusia (kira-kira di bawah 4.000 Angstrom).

(2) Detektor nyala api Infra Merah

(49)

Adalah suatu alat yang elemen penginderaannya akan bereaksi terhadap energi radiasi di luar jangkauan penglihatan manusia (kira-kira 7.700 Angstrom).

d) Detektor gas (Gas detector)

Detektor gas adalah detektor yang bekerja berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar.

Menurut Depnakertrans 1998/1999, Selain pemasangan detektor, pada sistem instalasi alarm kebakaran juga diperlukan kelengkapan berupa :

1) Titik Panggil Manual (Manual Call Point)

Adalah suatu alat yang bekerjanya secara manual untuk mengaktifkan isyarat adanya kebakaran yang dapat berupa :

a) Titik panggil manual secara tuas (Pull Down)

b) Titik panggil manual secara tombol tekan (Push Button) 2) Alarm Kebakaran

Adalah komponen dari sistem yang memberika isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang dapat berupa :

a) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm).

b) Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).

3) Panel Indikator Kebakaran

(50)

Adalah suatu komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang fungsinya unuk mengendalikan bekerjanya sistem dan terletak di ruang operator. Panel indikator kebakaran dapat terdiri dari panel kontrol utama atau satu panel kontrol dengan satu atau beberapa panel bantu.

8. Manajemen tanggap darurat

Keadaan darurat adalah suatu keadaan yang tidak direncanakan dan membahayakan bagi manusia, peralatan/harta benda dan atau merusak lingkungan sekitarnya. Untuk menghadapi keadaan darurat tersebut diperlukan sistem tanggap darurat guna mengantisipasi kemungkinan seperti kecelakaan, kebakaran, peledakan maupun bocoran bahan kimia.

Tanpa sistem tanggap darurat, jika kejadian menimpa, mereka tidak akan siap dan tidak mampu menghadapinya sehingga timbul korban dan kerugian yang lebih besar. Dalam OHSAS 18001 mensyaratkan agar setiap perusahaan mengembangkan prosedur tanggap darurat untuk mengidentifikasi kemungkinan keadaan darurat dan penanggulangannya.

Pengembangan suatu sistem tanggap darurat sekurangnya meliputi elemen sebagai berikut :

a. Kebijakan Keadaan Darurat

Penanganan tanggap darurat harus merupakan kebijakan manajemen karena menyangkut berbagai aspek seperti organisasi dan sumberdaya yang memadai. Tanpa kebijakan manajemen, program tanggap darurat tidak akan berhasil dengan baik.

(51)

b. Identifikasi Kedaan Darurat

Langkah awal dalam pengembangan sistem tanggap darurat adalah melakukan identifikasi keadaan darurat yang mungkin terjadi dalam suatu operasi atau kegiatan. Keadaan darurat dapat dikategorikan atas beberapa faktor yaitu :

1) Faktor operasional misalnya kebakaran, kebocoran bahan kimia dan gangguan operasi (kerusakan alat)

2) Faktor alam misalnya banjir, topan, gempa bumi, dan lain-lain.

3) Faktor sosial misalnya rumor, perselisihan, sabotase, dan lain-lain.

c. Perencanaan Awal (Preplanning)

Setelah semua potensi keadaan darurat diidentifikasi, dilakukan perencanaan awal (preplanning) untuk mengetahui dan mengembangkan strategi pengendaliannya. Dari perencanaan awal ini dapat diketahui apa saja sumberdaya yang diperlukan, strategi pengendalian yang tepat, pengorganisasian dan sistem komunikasi serta dampak terhadap lingkungan sekitarnya.

d. Penyusunan Prosedur Keadaan Darurat

Dari hasil preplanning disusun prosedur tetap penanganan keadaan darurat yang diperluakn. Prosedur keadaan darurat mencakup struktur organisasi, tugas dan tanggungjawab tim, logistik, sarana yang diperlukan, jalur komando dan komunikasi, pengamanan dan pengelolaan masyarakat sekitar.

(52)

e. Organisasi Keadaan Darurat

Penanganan keadaan darurat dilakukan secara terorganisir dengan melibatkan berbagai fungsi dalam organisasi sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing.

f. Prasarana Keadaan Darurat

Kebutuhan prasarana untuk penaggulangan keadaan darurat harus dipersiapkan dengan baik sesuai dengan hasil identifikasi dan perencanaan awal. Prasarana mencakup berbagai aspek seperti :

1) Sarana penanggulangan (kebakaran, pencemaran, ledakan, bocoran bahan kimia, bencana alam, dan sebagainya)

2) Sarana penyelamatan (rescue) 3) Peralatan dan sistem komunikasi.

4) Logistik seperti kebutuhan material penanggulangan, konsumsi, transportasi dan lainnya.

5) Sarana medis mencakup klinik atau rumah sakit, pertolongan pertama dan tenaga medis yang diperlukan.

6) Pusat Krisis (crisis center) lengkap dengan fasilitasnya untuk mengendalikan keadaan darurat.

g. Pembinaan dan Pelatihan

Untuk menjamin keberhasilan sistem manajemen darurat diperlukan upaya pembinaan dan pelatihan yang terencana dan berkesinambungan.

Tim pelaksana misalnya tim pemadam kebakaran, medis, keamanan dan

(53)

lainnya juga perlu diberi pelatihan sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan tepat dan cepat.

h. Komunikasi

Komunikasi memegang peranan penting dalam mendukung keberhasilan sistem tanggap darurat. Komunikasi dapat dikelompokkan atas komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal harus dirancang mulai dari deteksi keadaan darurat sampai ke penanggulangannya. Komunikasi eksternal dengan pemerintah daerah atau masyarakat sekitar untuk mencegah kepanikan atau jatuhanya korban yang tidak diinginkan.

i. Investigasi dan Pelaporan

Setiap kejadian darurat harus diinvestigasi denagn teliti untuk mengetahui penyebab sekaligus juga untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dalam proses penanggulangannya. Hasil penanggulangan darurat harus dilaporkan kepada manajemen sebagai bahan evaluasi untuk peningkatannya.

j. Inspeksi dan Audit

Secara berkala dilakukan audit dan inspeksi sistem tanggap darurat yang menyangkut prosedur, sarana (peralatan) dan kemampuan petugas.

(Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, OHSAS 18001)

(54)

B. Bagan Kerangka Pemikiran

Industri

Sumber Bahaya

Potensi Bahaya

Sarana Proteksi Kebakaran

Sarana Proteksi Kebakaran Aktif

Mencegah terjadinya Kebakaran Pencegahan

Sarana Proteksi Kebakaran Pasif

Penanggulangan

Mengurangi Korban Manajemen Kebakaran

Kerugian Terkendali

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran secara jelas berdasarkan oleh suatu fakta dan data yang ada yang dipergunakan untuk penulisan laporan.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di PT Pupuk Kujang Jl. Jend. A. Yani No.

39 Dawuan, Cikampek 41373, Karawang, Jawa Barat.

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian Objek penelitian ini berupa :

1. Pencegahan kebakaran 2. Penanggulangan kebakaran 3. Tenaga kerja

4. Alat pemadam kebakaran yang digunakan 5. Sistem tanggap darurat kebakaran

D. Sumber Data

Sumber data diperoleh dan dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder, sedangkan untuk penjelasannya adalah sebagai berikut :

(56)

1. Data Primer

Data diperoleh secara langsung yaitu dengan mengadakan observasi ke pabrik, selain itu wawancara dengan narasumber tentang bagaimana pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Data juga diperoleh dari kegiatan melakukan pemeliharaan, pemeriksaan, pengujian terhadap alat pemadam kebakaran.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh secara tidak langsung. Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen terintegrasi di PT Pupuk Kujang.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung tentang bagaimana gambaran pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta alat pemadam kebakaran yang digunakan di PT Pupuk Kujang.

2. Wawancara

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan karyawan PT Pupuk Kujang untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta alat-alat pemadam kebakaran yang digunakan.

3. Studi Kepustakaan

Data diperoleh dengan membaca referensi dan dokumen yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan serta alat pemadam kebakaran.

(57)

F. Pelaksanaan

Magang atau praktek kerja lapangan di PT Pupuk Kujang Cikampek dilaksanakan pada tanggal 07 Februari 2011 sampai dengan 13 Mei 2011.

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan termasuk analisa deskriptif atau menggambarkan yang sejelas-jelasnya mengenai pelaksanaan rencana keadaan darurat di PT Pupuk Kujang yang selanjutnya dibandingkan dengan pedoman atau standar yang ada yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No : KEP- 186/MEN/1999 pasal 2 ayat 1 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan penanggulangan kebakaran di tempat kerja.

Dalam ayat 2 berbunyi kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja salah satunya adalah pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja dan penyelenggarakan pelatihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Efektivitas biaya produksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara meminimalkan penyimpangan biaya produksi yang terjadi,

Kombinasi ekstrak kulit jeruk bali dan susu tinggi kalsium berpotensi meningkatkan densitas tulang tikus betina terovariektomi karena adanya fitoestrogen yang

Terdapat peningkatan kegiatan belajar siswa dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Check pada mata pelajaran Konstruksi Bangunan kelas X TGB 1 SMKN 1

SBL adalah pengelolaan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang dilandasi oleh kesadaran dan pemahaman atas kondisi lingkungan sekolah

9 Pandu Patriadi, Ibid, hal 71. upeti dari para petinggi BUMN 10. Hal ini semakin menunjukkan bagaimana tokoh politik memiliki peran yang sangat besar dalam terlaksananya

Pemberian pendidikan kesehatan melalui metode konseling gizi pada responden dalam upaya pencegahan gizi buruk pada balita dengan leaflet sebagai media penunjang yang

a) Program dapat dikembangkan dengan menambah data kegempaan lainnya sebagai parameter fisik untuk memperkaya data input sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. b) Pada

Seorang karyawan bernama La Derodo pada awalnya memperoleh gaji sebesar Rp.600.000,00. jika kita susun gajinya itu mulai bulan pertama adalah sebagai berikut.. Susunan yang