BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Pasar
Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran produk baik berupa barang maupun jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya suatu intervensi harga (price intervention) seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar yaitu hanya karena pergeseran permintaan dan penawaran.
Pasar telah mendapatkan perhatian yang memadai dari para ulama klasik seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah.
Pemikiran mereka tentang pasar tidak saja mampu memberikan analisis yang tajam tentang apa yang terjadi pada masa itu, tetapi tergolong futuristik.
Banyak dari pemikiran mereka baru dibahas oleh para ekonom barat ratusan tahun kemudian.
Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna, peranan pemerintah sangat penting. Rasulullah SAW sendiri telah menjelaskan fungsi sebagai pengawas pasar (al-hisbah) yang berfungsi untuk mengawasi pasar dari praktik perdagangan yang tidak jujur atau berpotensi mengakibatkan cederanya mekanisme pasar.1
B. Ketidaksempurnaan Pasar
Penentuan harga dilakukan oleh kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Pertemuan antara permintaan dan penawaran tersebut harus terjadi ridha sama ridha, tidak ada pihak yang merasa tertipu atau adanya kekeliruan objek transaksi dalam melakukan transaksi barang tertentu (Q) pada tingkat harga tertentu (P). Namun pada kenyataannya, situasi ideal ini tidak selalu tercapai, karena sering kali terjadi
1M. Nur Rianto Al Arif, Euis Amalia, Teori Mikroekonomi (Jakarta: Kencana, 2010), 277.
gangguan/intervensi pada mekanisme pasar yang ideal ini. Gangguan terhadap mekanisme pasar ini sering dikenal sebagai distorsi pasar (market distortion). Ada tiga bentuk distorsi pasar sebagai berikut: (1) distorsi penawaran dan distorsi permintaan; (2) tadlis (penipuan); (3) taghrir (dari kata gharar = uncertainty, kerancuan).
Distorsi permintaan (Ba’i Najasy), transaksi najasy diharamkan karena si penjual bekerja sama dengan orang lain agar menawar barangnya dengan harga tinggi agar orang lain tertarik pula untuk membeli. Si penawar sendiri tidak bermaksud untuk benar-benar membeli barang tersebut, ia hanya ingin menipu orang lain yang benar-benar ingin membeli. Ikhtikar (distorsi penawaran), yaitu mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi.
Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama tentang barang yang akan diperjualbelikan.
Apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi (assymetric information) seperti yang dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadi kecurangan/penipuan. Al-Qur’an dengan tegas telah melarang semua transaksi bisnis yang mengandung unsur penipuan dalam segala bentuk terhadap pihak lain. Ragam tadlis adalah: tadlis kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.
Taghrir berasal dari kata bahasa Arab gharar, yang berarti: akibat, bencana, bahaya, risiko, dan ketidakpastian. Ragam tahrir adalah: taghrir kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.2
C. Persaingan Usaha
Dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia, hukum persaingan usaha (competition law) merupakan pengembangan dari hukum ekonomi (economi law), yang memiliki karakteristik tersendiri. Selain mempelajari ilmu hukum juga penting mempelajari ilmu ekonomi khususnya ekonomi
2M. Nur Rianto Al Arif, Euis Amalia, Teori Mikroekonomi (Jakarta: Kencana, 2010), 308.
industri, sehingga dengan bantuan ilmu ekonomi akan dapat dipahami secara baik hukum persaingan usaha.3
1. Pengertian Persaingan
Persaingan berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang artinya persaingan itu sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, kompetisi. Sedangkan dalam kamus manajemen, persaingan adalah usaha- usaha dari dua pihak atau lebih perusahaan yang masing-masing bergiat‚
memperoleh pesanan dengan menawarkan harga atau syarat yang paling menguntungkan. Persaingan ini dapat terdiri dari beberapa bentuk pemotongan harga, iklan/promosi, variasi dan kualitas, kemasan, desain, dan segmentasi pasar.4
Definisi lain tentang persaingan adalah suatu proses sosial yang melibatkan individu atau kelompok yang saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan.5
2. Pengertian Usaha
Melihat pada asal katanya bisnis berasal dari bahasa Inggris yang berarti: Perusahaan, Urusan atau Usaha. Misalnya The Grocery Business = Perusahaan sayur mayur. It is not your business = ini bukan urusanmu.
This store is going out of business = Toko ini akan menghentikan usahanya.6 Melihat dari paparan kalimat diatas bisa disimpulkan bahwa bisnis mempunyai arti yang sama dengan usaha.
Definisi lain dari usaha adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan (perbuatan,
3Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 1.
4S Ramadhan, artikel persaingan usaha. http://digilib.uinsby.ac.id/1734/5/Bab%202.pdf diakses pada hari senin 10 April 2017.
5Desy Aty Purnama, Analisis Persaingan Minimarket Dengan Pedagang Kecil Menurut Perspektif Hukum Ekonomi Syari’ah (Studi Kasus Jalan Perjuangan II Harapan Mulya Cirebon), (Skripsi Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, 2015), 36.
6Buchari Alma, Pengantar Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2014), 20.
prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu kegiatan di bidang perdagangan (dengan maksud mencari untung); perdagangan; perusahaan.7
Hughes dan Kapoor menyatakan: Business is the organized effort of individuals to produce and sell for a profit, the goods and services that satisfy society’s needs. The general term business refers to all such efforts within a society or within an industry. Maksudnya bisnis ialah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, dan ada dalam industri.8
Sedangkan menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya, pengertian bisnis mempunyai dua pandangan berbeda yaitu:
a. Pandangan Praktis-Realistis
Pandangan ini bertumpu pada kenyataan dewasa ini bahwa pada umumnya orang-orang yang berbisnis melihat bahwa bisnis sebagai suatu kegiatan diantara sesama manusia yang menyangkut tentang kegiatan memproduksi, menjual, dan membeli barang atau untuk memperoleh keuntungan (profit making).
b. Pandangan Ideal
Menurut pandangan ini bisnis adalah suatu kegiatan diantara manusia yang menyangkut tentang kegiatan memproduksi, menjual dan membeli barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam pandangan ini tidak menolak bahwa keuntungan adalah tujuan utama bisnis namun dengan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya.
Masyarakat akan merasa terikat membeli barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka dengan mutu dan harga yang baik. Bisnis adalah suatu kegiatan pertukaran (barter) antara pihak-pihak yang terkait dalam proses
7Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
8Buchari Alma, Pengantar Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2014), 21.
produksi maupun distribusi baik itu barang jasa, yang mana satu pihak dengan pihak yang lain memperoleh keuntungan dari kegiatan dan sama-sama dapat memenuhi kebutuhan.9
3. Pengertian Persaingan Usaha
Persaingan Usaha merupakan sebuah tolak ukur yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam sebuah kegiatan usaha tidak melanggar kepentingan satu sama lain dan memberikan jaminan bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia berada dalam persaingan yang sehat dan wajar. Hal ini menjadikan persaingan usaha harus diperhatikan oleh para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya, baik sebelum maupun setelah usahanya dijalankan.10
Kegiatan usaha atau kegiatan ekonomi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sarat dengan perjuangan dan persaingan yang sangat kuat.
Pelaku ekonomi dan pelaku usaha selalu berada dalam kondisi siap dan waspada dalam melaksanakan kegiatannya dari waktu kewaktu. Setiap pelaku ekonomi/pelaku usaha juga selalu berkeinginan untuk menjadi pemenang diantara mereka, selalu ingin menjadi yang pertama dalam penguasaan pangsa pangsar. Pada dasarnya, persaingan dalam suatu perekonomian modern adalah sesuatu yang penting dan wajar sehingga pelaku ekonomi/usaha wajar juga apabila menginginkan keuntungan yang optimal. Keuntungan tersebut harus diperoleh secara jujur dan wajar.11
Dalam kamus manajemen persaingan usaha terdiri dari:
1. Persaingan sehat (healthy competition), persaingan antara perusahaan- perusahaan atau pelaku bisnis yang diyakini tidak akan menuruti atau melakukan tindakan yang tidak layak dan cenderung mengedepankan etika-etika bisnis.
9A. Aonny Keraf, Etika Bisnis Tuntunan Dan Relevansinya (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 48-50.
10Abdul Hakim G. Nusantara, Erman, HMBC R ,Litigasi Persaingan Usaha.
http://obor.or.id/litigasi-persaingan-usaha diakses pada hari senin 10 April 2017.
11Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia (Malang: Bayumedia, 2007), 140.
2. Persaingan gorok leher (cut throat competition) persaingan ini merupakan bentuk persaingan yang tidak sehat atau fair, dimana terjadi perebutan pasar antara beberapa pihak yang melakukan usaha yang mengarah pada menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan lawan, sehingga salah satu tersingkir dari pasar dan salah satunya menjual barang dibawah harga yang berlaku di pasar.12
D. Persaingan Usaha Sehat
Persaingan bisnis (usaha) sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi barang dan atau jasa yang dilakukan dengan jujur dan tidak melawan hukum. Persaingan sehat dan jujur sangat diperlukan bagi membina kekuatan lembaga-lembaga usaha, dari berbagai skala usaha yang ada sehingga kegiatan ekonomi berjalan secara efisien.13 Persaingan usaha yang sehat seperti ini justru akan melahirkan pengusaha yang tangguh dan terpercaya di dalam menghadapi iklim ekonomi global.
Perlu ditegaskan bahwa penciptaan persaingan usaha yang sehat haruslah dimulai dari pembenahan perilaku pengusaha.14
Keunggulan bersaing sangatlah penting bagi kesuksesan perusahaan.
perusahaan kecil memiliki keunggulan bersaing jika pelanggannya memperoleh kesan bahwa, produk atau jasanya lebih baik dari pada produk atau jasa pesaing. Pemilik perusahaan dapat menciptakan persepsi ini dengan berbagai cara. Perusahaan-perusahaan kecil kadang-kadang mencoba menciptakan keunggulan bersaing dengan menawarkan harga terendah.15 Sikap kewiraswastaan dan kemampuan manajerial pengusaha golongan ekonomi lemah masih perlu ditingkatkan. Upaya tersebut dapat diwujudkan
12S Ramadhan, artikel persaingan usaha. http://digilib.uinsby.ac.id/1734/5/Bab%202.pdf diakses pada hari senin 10 April 2017.
13Bchtiar Hassan Miraza, Manajemen Bisnis (Bandung: ISEI Bandung, 2004), 20.
14Bchtiar Hassan Miraza, Manajemen Bisnis (Bandung: ISEI Bandung, 2004), 24.
15Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, dan Doug Wilson. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil Edisi 5 (Jakarta: Salemba Empat, 2008), 380.
melalui pelatihan maupun penyuluhan yang lebih intensif dan merata bagi semua sektor usaha.16
Prinsip terpenting yang mengatur seluruh aktivitas ekonomi adalah keadilan, yang berarti perdagangan jujur, terbuka, transparansi dengan sesama dan menjaga keseimbangan keadilan. Syariah menaruh keutamaan besar bagi peran informasi dalam pasar. Seseorang harus memberikan kesempatan luas kepada klien untuk melihat dan memeriksa komoditas yang akan dibelinya.
Informasi yang tidak akurat atau menipu adalah dilarang dan dinilai sebagai sebuah dosa. Nabi Muhammad SAW pernah berkata: “Mendustai seorang mustarsal (seorang peserta baru/tak dikenal kedalam pasar) adalah riba”.17
Persaingan usaha memberikan insentif untuk melakukan penelitian dan pengembangan serta memperkenalkan metode produksi dan distribusi, produk dan jasa yang baru serta menciptakan atau masuk pasar baru untuk terus menerus dapat mendahului pesaing usahanya. Lebih dari itu ada banyak jalan yang dapat ditempuh oleh kemajuan tekhnologi, persaingan usaha memungkinkan banyak dari jalan-jalan tersebut diuji dan akhirnya dipilih yang paling baik.18
E. Persaingan Usaha Tidak Sehat
Persaingan bisnis (Usaha) tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum sehingga menghambat persaingan usaha.19 Saat ini persaingan usaha sudah semakin ketat. Hal ini bisa terjadi karena terdapatnya perkembangan teknologi yang sedemikian luar biasa sehingga proses produksi berjalan dengan cepat dan efisien. Sejalan dengan itu faktor transportasi, yang dapat
16Abdul Bashith. Ekonomi Kemasyarakatan (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2012), 19.
17Veithzal Rivai, Amiur Nuruddin, Faisar Ananda Arfa. Islamic Business and Economic Ethics (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 404.
18Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 30.
19Aan Rahmawati, Analisis Strategi Bersaing Dalam Pengembangan Produk pada CV.
MUSTIKA FLAMBOYAN Desa Ciawigebang Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan (Skripsi, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, 2015), 39.
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya juga bertumbuh dengan baik sehingga perpindahan barang berjalan dengan lancar. Namun perlu dimaklumi bahwa barang yang ditawarkan di masyarakat tidak disiapkan oleh satu perusahaan saja tapi oleh banyak perusahaan dengan tingkat teknologi dan efisiensi tinggi sehingga peluang pasar yang ada harus diperebutkan oleh banyak perusahaan. Dalam kondisi yang seperti ini persaingan antar perusahaan semakin ketat, sehingga memicu perilaku pengusaha untuk mempertahankan produknya agar dapat terus bersaing meskipun dengan melakukan pelanggaran dalam berbisnis.
Berbagai pelanggaran yang terjadi bisa dalam bentuk manipulasi ukuran, harga, kualitas, merk dan lain sebagainya, yang ada kaitannya dengan transaksi perdagangan yang terjadi. Namun pelanggaran ini berjalan secara terselubung sehingga tidak disadari oleh pihak pembeli. Posisi konsumen/pembeli dinilai rendah oleh pengusaha karena mereka tidak kritis pada saat melakukan pembelian sehingga merugikan konsumen sendiri.
Agaknya hal ini merupakan ciri khas masyarakat konsumen dari negara- negara berkembang. Keadaan yang seperti ini dimanfaatkan pengusaha untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya dilarang dalam kegiatan bisnis.20
Strategi bersaing negatif biasanya mengandung unsur:
1. Gharar yaitu ketidak pastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas objek akad maupun penyerahannya.
2. Taghrir yaitu upaya untuk mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi.
3. Jahalah yaitu ketidakjelasan dalam suatu akad , baik mengenai objek akad, kualitas atau kuantitas (shifatnya), harganya (tsaman), maupun mengenai waktu penyerahannya.
4. Ihtikar yaitu membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjualnya kembali pada saat harganya lebih mahal.
20Bachtiar Hassan Miraza, Manajemen Bisnis (Bandung: ISEI Bandung, 2004), 70-72.
5. Ghabn yaitu ketidak seimbangan antara dua barang (obyek) yang dipertukarkan dalam suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitasnya.
6. Ghabn Fahisy yaitu ghabn tingkat berat, seperti jual beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar.
7. Talaqqi al-rukban yaitu bagian dari ghabn; yaitu jual beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak mengetahui harga tersebut.
8. Tadlis yaitu tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah obyek akad tersebut tidak cacat.
9. Tanajusy atau Najsy yaitu tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya.
10.Ghisysy yaitu salah satu bentuk tadlis; yaitu penjual menjelaskan atau memaparkan keunggulan atau keistimewaan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya.
11.Dharar yaitu tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian orang lain.21
Akhir-akhir ini sering kali para pelaku bisnis terutama dalam menghadapi persaingan bebas lebih mengedepankan aspek strategis perusahaan guna mencapai kepuasan egoistiknya dengan mematok keuntungan sebesar-besarnya. Padahal seharusnya menurut Islam, manusia tidak cukup hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, bahkan juga harus memikirkan kepentingan orang lain. Sikap egoistik (ananiyah) tidak boleh melampaui sikap sosial, karena kedua sikap ini harus berkeseimbangan (tawazun). Perilaku bisnis seperti ini telah mendorong pelaku bisnis menghalalkan segala macam cara dengan merampas hak hidup para pesaingnya. Bagi mereka yang tak kuasa masuk dalam kancah persaingan
21Aan Rahmawati, Analisis Strategi Bersaing Dalam Pengembangan Produk pada CV.
MUSTIKA FLAMBOYAN Desa Ciawigebang Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan (Skripsi, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, 2015), 39-40.
secara fair (terbuka), berkecenderungan akan mencari jalan pintas dengan melakukan perilaku yang tidak jujur. Dampak yang bisa dirasakan dari praktik kotor seperti ini telah melahirkan persaingan yang tidak sehat.22
Sepanjang etika bisnis dapat berjalan sebagaimana harusnya diharapkan jalannya perekonomian dan perdagangan tidak mengalami gangguan.
Kepentingan produsen atau pedagang dan konsumen atau customer pun akan terwujud secara baik. Namun adakalanya pengusaha sebagai economic animal selalu berupaya mengambil jalan pintas dengan sikap-sikap keserakahan dan ketidak jujuran sehingga melanggar jalur-jalur etika yang dipantangkan. Pada akhirnya jika hal ini tidak menjadi perhatian secara bersama akan dapat merugikan semua pihak dalam masyarakat, baik konsumen maupun perusahaan sendiri. Tingkah laku perorangan pengusaha akan berdampak pada perekonomian secara total jika hal ini terus berjalan. Pencegahan masalah ini dianggap penting dan tidak sekadar mencegah “persaingan tidak sehat”.23
Kontrol dan pembatasan faktor-faktor produksi dalam tatanan nilai Islam dilakukan dengan memanfaatkan sekali lagi instrumen harga di pasar.
Instrumen harga akan mengarahkan efisiensi bahan baku produksi dari berbagai macam hasil produksi permintaan konsumen di pasar. Konsep ini menegaskan bahwa setiap harga produk yang dibayarkan oleh konsumen mewakili atau mengcover besar ongkos produksi yang diperlukan. Dengan demikian, keputusan para produsen dan investor dalam memproduksi barang dan jasa akan selalu dikaitkan (bergantung) kepada expected return (prediksi keuntungan) yang akan didapat. Karena kenaikan harga produk ditentukan oleh volume permintaan pasar, yang secara otomatis akan merangsang para produsen untuk menambah jumlah produknya di pasar. Sedang di sisi lain, bila terjadi penurunan harga, para produsen akan dengan serta-merta
22Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis (Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2009), 318-319.
23Bchtiar Hassan Miraza, Manajemen Bisnis (Bandung: ISEI Bandung, 2004), 72-73.
mengurangi jatah produksinya, baik dalam kuantitas ataupun kualitas (dengan mengubah bahan baku produk kepada kualitas yang lebih rendah).24
Bila produk yang ditawarkan kurang bagus, bisa dipastikan konsumen akan enggan membeli produk tersebut. Bagaimanapun kualitas produk lebih penting daripada kuantitasnya. Walaupun sebagian pengusaha ingin mendapatkan keuntungan besar, jangan pernah mengurangi kualitas produk untuk mendapatkan keuntungan. Konsumen saat ini semakin cerdas dan bisa membedakan mana produk yang benar-benar berkualitas dan mana produk yang tidak berkualitas. Jangan sampai produk anda tersingkir dari pasaran karena kualitas yang tidak terjaga.25 Dalam transaksi bisnis, produk yang dijual haruslah barang yang halal, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya. Al-qur’an telah menegaskan konsep halal dan haram bahwa bisnis dihalalkan dan riba diharamkan. Segala bentuk praktik jahat dan curang yang berhubungan dengan transaksi bisnis dilarang. Prinsipnya adalah jangan ada ketidakadilan dan jangan ada penipuan. Halal dan haram bukan hanya mengharuskan tujuannya yang mesti benar, tetapi juga sarana untuk mencapai tujuan itu juga harus baik. Halal dan haram merupakan masalah yang esensial.
Dalam transaksi bisnis, Islam juga sangat membenci penipuan. Jika seseorang menjual barang dikatakannya bahwa barang tersebut berkualitas baik, cacat disembunyikan agar transaksi lancar, akan tetapi setelah terjadi transaksi barang sudah pindah ke tangan pembeli, ternyata ada cacat dalam barang tersebut, maka itu namanya penipuan.26
F. Strategi Usaha dalam Hukum Islam
Adapun bisnis (Usaha) Islami dapat diartikan sebagai serangkaian aktifitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas), kepemilikan hartanya (barang atau jasa), termasuk profitnya,
24Mustafa Edwin Nasution, Budi Setyanto, Nurul Huda, dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2007), 167.
25Hiqmad Muharman Pilliangsani. A to Z Sukses Bisnis Rumahan (Jakarta: Gramedia, 2012), 300.
26Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 99.
namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).27 Islam sebagai sebuah aturan hidup yang khas, telah memberikan aturan-aturannya yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat praktik persaingan yang tidak sehat.28
Husein Umar menyatakan bahwa strategi bersaing adalah perumusan untuk meningkatkan daya saing perusahaan dimata pelanggan atau calon pelanggan. Startegi bersaing memberikan keunggulan sehingga membedakannya dengan perusahaan lain dan menimbulkan persaingan sehat dengan pelanggan tersegmentasi.29
Prinsip dasar yang telah diterapkan dalam Islam menngenai perdagangan adalah tolok ukur dari kejujuran, kepercayaan dan ketulusan.
Prinsip perdagangan ini telah ada dalam Al-qur’an dan sunah, sperti mengenai melakukan sumpah palsu, memberikan takaran yang tidak benar dan lain sebagainya. Sumpah palsu, dewasa ini banyak pedagang yang mencoba meyakinkan calon pembelinya dengan melakukan sumpah palsu.
Hal ini sebagian disebabkan oleh ketidaksempurnaan ekonomi pasar dewasa ini dan sebagian karena ketidakacuhan masyarakat terhadap nilai moral dan spiritual kehidupan. Islam mengutuk semua transaksi bisnis yang menggunakan sumpah palsu yang diucapkan.
Kemudian takaran yang benar, dalam perdagangan, nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan standar benar-benar harus diutamakan, padahal Islam telah meletakkan penekanan penting dari faedah memberikan timbangan dan ukuran yang benar. Selanjutnya, mengenai itikad baik, Islam juga menekankan itikad baik dalam transaksi bisnis, karena hal tersebut dianggap sebagai hakikat dari bisnis itu sendiri dewasa ini.30
27S Ramadhan, artikel persaingan usaha. http://digilib.uinsby.ac.id/1734/5/Bab%202.pdf diakses pada hari senin 10 April 2017.
28Aan Rahmawati, Analisis Strategi Bersaing Dalam Pengembangan Produk pada CV.
MUSTIKA FLAMBOYAN Desa Ciawisgebang Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan (Skripsi, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon, 2015), 36.
29Husein Umar, Strategik Manajemen in Action (Jakarta: Pt. Gramedia Pustakama, 2003), 34.
30Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 98.
Aturan Berbisnis dalam Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi SAW saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi SAW, sebagai pedagang adalah selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shiddiq (jujur), fathanah (mengerti atau bisa berinovasi yang bermanfaat), amanah (tanggung jawab), dan tabligh (mengajak atau memberikan contoh baik sebagai pelaku bisnis). Berdasarkan sifat-sifat tersebut, para pelaku usaha atau pihak perusahaan dituntut bersikap tidak kontradiksi secara disengaja antara ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta tidak boleh menipu dan berbohong.31
Walaupun Islam mendorong umatnya untuk berdagang dan bahkan merupakan fardhu kifayah, bukan berarti dapat dilakukan sesuka dan sekendak manusia seperti lepas kendali. Adab dan strategi bisnis dalam Islam harus dihormati dan dipatuhi jika para pedagang dan pembisnis ingin termasuk dalam golongan para Nabi, syuhada dan shiddiqien. Keberhasilan termasuk dalam kategori itu merupakan keberhasilan yang terbesar bagi seorang muslim.
Dengan demikian ekonomi Islam bertujuan untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan bagi setiap individu yang membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Perhatian utama ekonomi Islam adalah pada upaya bagaimana manusia meningkatkan kesejahteraan materialnya yang sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan spiritualnya.
Karena aspek spiritual harus hadir bersamaan dengan target material, maka diperlukan sarana penopang utama, yaitu moralitas pelaku ekonomi.32 Nilai- nilai dan norma dalam berproduksi, sejak dari kegiatan mengorganisasi faktor
31Veithzal Rivai, Andi Buchari. Islamic Economics (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 237.
32Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 55.
produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen, semuanya harus mengikuti moralitas Islam.33
Strategi produk dalam Al-qur’an dinyatakan dalam dua istilah, yaitu al- tayyibat dan al-rizq. Kata al-tayyibat digunakan 18 kali, sedangkan kata al- rizq digunakan 120 kali dalam Al-qur’an. Al-tayyibat merujuk pada suatu yang baik, suatu yang murni dan baik, sesuatu yang bersih, dan murni, sesuatu yang baik dan menyeluruh, serta makanan yang terbaik. Al-rizq merujuk pada makanan yang diberkahi Tuhan, pemberian yang menyenangkan dan ketetapan Tuhan. Menurut Islam produk konsumen adalah berdaya guna, materi yang dapat dikonsumsi, bermanfaat, bernilai guna, dan yang menghasilkan perbaikan material, moral, spiritual bagi konsumen.dalam barang ekonomi konvensional adalah barang yang dapat dipertukarkan. Tetapi barang dalam Islam adalah barang yang dapat dipertukarkan dan berdaya guna secara moral.
Produk meliputi kualitas, keistimewaan, desain, gaya, keanekaragaman, bentuk, merk, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan, dan pengembalian kualitas didefiniskan oleh pelanggan. Kualitas merupakan seberapa baik sebuah produk sesuai dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan. Dari Jabir r.a., katanya, “Nabi Muhammad SAW. Melarang menjual buah-buahan sebelum masak”. Lalu ditanyakan orang kepada beliau, “Bagaimanakah buah yang masak?” Jawab Nabi Muhammad SAW. “Kemerah-merahan, Kekuning- kuningan, dan dapat dimakan seketika”. (Bukhari).34 Selain kualitas produk Rasulullah SAW juga berkonsentrasi kepada penggunaan kasih sayang sesama manusia ketika melakukan bisnisya.
Rasulullah SAW menjadikan rasa kasih sayang sebagai syarat untuk mendapatkan rahmat Allah. Sebagaimana sabdanya:
33Veithzal Rivai, Amiur Nuruddin, Faisar Ananda Arfa. Islamic Business and Economic Ethics (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 280.
34Veithzal Rivai, Amiur Nuruddin, Faisar Ananda Arfa. Islamic Business and Economic Ethics (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 381.
“orang-orang yang belas kasih akan dikasihi (dirahmati) oleh Tuhan Yang Maha Pengasih (Ar-Rahman), kasihanilah orang yang di muka bumi niscaya yang berada di langit akan mengasihimu.” (HR. Abu Dawud).
Dalam hal ini Islam mewajibkan sikap kasih sayang sesama makhluk, sehingga dengan demikian seorang pelaku bisnis yang menjadikan obsesi kepentingan dirinya sendiri untuk mengumpulkan keuntungan yang sebesar- besarnya dengan menghalalkan segala cara haram hukumnya. Sesungguhnya Islam ingin membangun atmosfer pasar yang diliputi nilai-nilai luhur yang manusiawi, dimana produsen atau penjual menghormati konsumen (pembeli), pembisnis yang kuat tulus membimbing yang lemah, dan lain sebagainya.35
G. Pengertian Home Industry
Home Industry adalah suatu industri yang di kerjakan di rumah dan berskala kecil. Menurut kamus kecil bahasa Indonesia pengertian home adalah rumah, sedangkan industry adalah perusahaan yang memproduksi barang-barang. Dalam suatu industri kecil pasti terdapat beberapa aspek yang dibutuhkan untuk bisa mendukung berjalannya suatu industri tersebut, diantaranya: modal, bahan baku, tenaga kerja, pemasaran, serta konsumen.36
H. Pengertian Tape Ketan
Tapai yaitu panganan yang dibuat dari beras ketan (ubi kayu, dan sebagainya) yang direbus dan setelah dingin diberi ragi, kemudian dibiarkan semalam atau lebih hingga manis, usaha yang gagal karena kurang hati-hati mengerjakannya: Ketan tapai yang dibuat dari ketan, Singkong tapai yang dibuat dari singkong, Uli tapai (ketan) yang biasanya dimakan dengan uli.37
35Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis (Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2009), 323.
36W Herzuwandha, Jurnal Home Industry (Yogyakarta: 2013), 8.
37Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).