• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal EKONOMI DAN PEMBANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal EKONOMI DAN PEMBANGUNAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Volume: 9 Nomor: 1 Juni 2018 ISSN: 0852-9124

Jurnal

EKONOMI DAN PEMBANGUNAN

PEMERINTAH ACEH

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) ACEH 2018

Al Asri Abubakar

Muhammad Insa Ansari

Undang-undang Pemerintah Aceh dan Penanaman Modal di Provinsi Aceh.

Zainuddin, T.Makmur, dan Isthafan Najmi

Analisis Dampak Belanja Pemerintah Terhadap Kemiskinan Pada Era Otonomi Daerah di Indonesia

Murtala

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kabupaten Aceh Timur

Agus Saputra, Wirdah Irawati, dan Talbani Farlian

Pengaruh Capital Adequacy Ratio dan Net Interest Margin Terhadap Nilai Profitabilitas Bank Umum Non Devisa di Indonesia.

Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) Di Gampong Mee Pangwa Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya.

Chenny Seftarita, Fakhruddin, dan Litbang Bappeda Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Efektivitas Dana Desa

(2)

[Bappeda Aceh]

[ISSN: 0852-9124]

[Vol. 9 No.1,Juni 2018]

[0651-29713] | [0651-21440] | [timlitbang@gmail.com]

Jurnal

Ekonomi dan Pembangunan

Muhammad Insa Ansari

Undang-undang Pemerintah Aceh dan Penanaman Modal di Provinsi Aceh.

Zainuddin1, T.Makmur2, dan Isthafan Najmi3

Analisis Dampak Belanja Pemerintah Terhadap Kemiskinan Pada Era Otonomi Daerah di Indonesia

Murtala

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kabupaten Aceh Timur

Agus Saputra1, Wirdah Irawati2, Talbani Farlian3

Pengaruh Capital Adequacy Ratio dan Net Interest Margin Terhadap Nilai Profitabilitas Bank Umum Non Devisa di Indonesia.

Al Asri Abubakar

Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) Di Gampong Mee Pangwa Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya.

Chenny Seftarita1, Fakhruddin2, dan Litbang Bappeda3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Dana Desa

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) ACEH 2018

(3)

i

TIM REDAKSI

JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN terbit dua kali setahun pada bulan Juli dan Desember yang berisi tulisan hasil penelitian dan kajian anallisis kritis di bidang Ekonomi Pembangunan :

Pengarah : Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh Wakil Pengarah : Dr. Ir. Zulkifli, M.Si

Mitra Bestari : Prof. Dr. Tongku N. Siregar, MP Dr. Wawan Hermansyah, SE, MT Dr. Amin Pujiati, SE, M.Si Dewan Redaksi : Dr. Sufirmansyah, SE, M.Si

Dr. Husnan, ST, MT Nanda Yuniza, ST, MT Dr. Irham Iskandar, SE, M.Si Pimpinan Redaksi : Dr. Ir. Ema Alemina, MP Pimpinan Administrasi : Hasrati, SE, MM

Redaktur Pelaksana : Cut Nurmarita, SE, MM Staf Redaksi : Hidayati, S.Si

Iskandar, SE Zuliani, SE, M.Si

Sutrisno Heru Sukoco, SO, Si Zulfikar, S.Ag

Syamsuardi Masdi, ST

T. Andri Arbiansyah, S.Kom

Alamat Redaksi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh Bidang Penelitian dan Pengembangan Jl. Tgk. H. M. Daud Beureueh No. 26 Banda Aceh

Telepon: (0651) 21440, 29713 Website: www.bappeda.acehprov.go.id Email: jurnallitbangbappeda@gmail.com

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan ridha-Nya sehingga Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Volume 9 Nomor 1 Edisi Juni Tahun 2018 dapat diterbitkan. Salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menanamkan risalah kepada ilmuwan masa lalu, sekarang, dan yang akan datang.

Penerbitan jurnal ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan dan memajukan ilmu pengetahuan sekaligus memberikan informasi bagi stakeholder yang berkaitan dengan Ekonomi dan Pembangunan di berbagai sektor.

Terbitan Volume 9 Nomor 1 Edisi Juni Tahun 2018 ini, tim redaksi telah berupaya meningkatkan kualitasnya dengan melakukan perbaikan-perbaikan dalam hal penambahan dewan pakar, format penulisan yang lebih konsisten, judul jurnal yang lebih mudah dimengerti serta selektif dalam pengambilan artikel yang akan diterbitkan.

Volume ini berisi enam artikel, yang dimuat adalah: 1) Undang-undang Pemerintah Aceh dan Penanaman Modal di Provinsi Aceh ; 2) Analisis Dampak Belanja Pemerintah Terhadap Kemiskinan Pada Era Otonomi Daerah di Indonesia; 3) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kabupaten Aceh Timur; 4) Pengaruh Capital Adequacy Ratio dan Net Interest Margin terhadap Nilai Profitabilitas Bank Umum Non Devisa di Indonesia ; 5) Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Gampong Mee Pangwa Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya; dan 6) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Dana Desa.

Akhirnya ucapan terima kasih kepada para penyunting ahli dan reviewer yang telah bersedia memberikan masukan demi penyempurnaan jurnal ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para penulis yang telah dimuat tulisannya. Harapan kami semoga tulisan-tulisan ilmiah yang disajikan akan memberikan tambahan pengetahuan kepada semua pembaca. Selain itu, kami juga mengundang semua pihak untuk dapat mengirimkan tulisan ilmiah untuk terbitan selanjutnya. Redaksi juga mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dalam upaya untuk meningkatkan kualitas jurnal ini.

Redaksi

(5)

iii DAFTAR ISI

Undang-undang Pemerintah Aceh dan Penanaman Modal di Provinsi Aceh

Muhammad Insa Ansari ... 1

Analisis Dampak Belanja Pemerintah Terhadap Kemiskinan Pada Era Otonomi Daerah di Indonesia

𝐙𝐚𝐢𝐧𝐮𝐝𝐝𝐢𝐧𝟏, 𝐓. 𝐌𝐚𝐤𝐦𝐮𝐫𝟐, dan 𝐈𝐬𝐭𝐡𝐚𝐟𝐚𝐧 𝐍𝐚𝐣𝐦𝐢𝟑 ... 13

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kabupaten Aceh Timur

Murtala ... 23 Pengaruh Capital Adequacy Ratio dan Net Interest Margin Terhadap Nilai Profitabilitas Bank Umum Non Devisa di Indonesia

Agus Saputra1, Wirdah Irawati2, Talbani Farlian2 ... 31 Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) Di Gampong Mee Pangwa Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya

Al Asri Abubakar ... 41 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Dana Desa

Chenny Seftarita1, Fakhruddin2, dan Litbang Bappeda3 ... 55

(6)

1 UNDANG-UNDANG PEMERINTAH ACEH DAN PENANAMAN MODAL

DI PROVINSI ACEH

THE LAW OF GOVERNING ACEH AND DIRECT INVESTMENT IN ACEH PROVINCE

Muhammad Insa Ansari

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh e-mail: insa.ansari@unsyiah.ac.id

ABSTRAK

Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) lahir dalam rangka mengakhiri konflik antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dalam kaitannya dengan perekonomian, UUPA mengatur hal yang berkaitan dengan penanaman modal. Dimana dalam UUPA mengatur kewenangan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh dalam halnya penanaman modal. Artikel ini secara normatif mengkaji dan menelaah perkembangan penanaman modal dalam kurun waktu empat tahun sebelum berlakunya UUPA dan empat tahun setelah berlakunya UUPA. Kajian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif.

Dalam penelitian hukum normatif ini digunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Berdasarkan kajian menunjukkan: pertama, bahwa penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri pada masa empat tahun sebelum berlakunya UUPA masih belum berkembang dengan baik; kedua, bahwa penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri pada masa empat tahun setelah berlakunya UUPA telah menunjukkan perkembangan meskipun belum signifikan.

Untuk itu disarankan kepada Pemerintah Aceh untuk melakukan upaya-upaya lain untuk mendorong pertumbuhan penanaman modal di Provinsi Aceh.

Kata Kunci: UUPA, Penananaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri.

ABSTRACT

The Law of Governing Aceh was born in order to end the conflict between the Government of the Republic of Indonesia (GoI) and the Free Aceh Movement (GAM). In relation to the economy, UUPA regulate matters relating to investments. Where in the UUPA for the authorities of Aceh Government and Regency / City in the province of Aceh in the case of investment. This article examines the normative study and development of investment in the past four years before the enactment of the UUPA and four years after the entry into force of the UUPA. The study was conducted using normative legal research methods. In this normative legal research used primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Based on the study show: first, that foreign investment and domestic investment in the four years prior to the enactment of the UUPA is still not well developed; second, that foreign investment and domestic investment in the four years after the entry into force of UUPA has shown progress, although not significantly. It is recommended to the Government of Aceh to undertake other efforts to encourage the growth of investment in the province.

Keywords: UUPA, Foreign Investment, Domestic Investment

(7)

2

PENDAHULUAN

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 1 Agustus 2006 menandatangani Undang-Undang Repu blik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, selanjutnya disingkat UUPA. Kehadiran UUPA juga dalam rangka mengakhiri konflik bersenjata yang berkepanjangan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, setelah sebelumnya dilalui sejumlah perundingan dan pencapaian kesepakatan bersama.

Bahkan dalam konsideran menimbang terdapat sejumlah dasar pertimbangan kelahiran UUPA, diantaranya adalah: Pertama, bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Kedua, bahwa berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.

Ketiga, bahwa ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat, bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Aceh belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejah

teraan rakyat, keadilan serta pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia sehingga Pemerintahan Aceh perlu dikembangkan dan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip kepemerinta han yang baik. Kelima, bahwa bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa Indonesia untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh serta menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

UUPA memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di provinsi Aceh. Hal ini dapat terlihat pada Pasal 7 ayat (1) UUPA, dimana dinyatakan bahwa Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Kemudian pada Pasal 7 ayat (2) UUPA ditegaskan bahwa kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama. Dalam Pasal 7 ayat (3) UUPA dinyatakan bahwa dalam menyelenggarakan kewenangan pemerinta han yang menjadi kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat: a. melaksanakan sendiri;

b. menyerahkan sebagian kewenangan Pemerintah kepada Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota; c.

melimpahkan sebagian kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah dan/atau instansi

(8)

3 Pemerintah; dan d. menugaskan sebagian

urusan kepada Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dan gampong berdasarkan asas tugas pembantuan.

Disamping itu dalam UUPA juga diatur tentang kewenangan untuk mengadakan perjanjian internasional. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 8 ayat (1) UUPA, dimana dinyatakan: “Rencana persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA.

Selain itu juga adanya kewajiban untuk melakukan koordinasi dalam pembuatan kebijakan yang terkait dengan pemerintah Aceh, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 ayat (2) UUPA, dimana disebutkan:

“Rencana pembentukan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA.” Kemudian ketentuan Pasal 8 ayat (3) UUPA yang menyatakan: “Kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur.”

Selain itu Pemerintah Aceh dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga luar negeri dengan batasan tertentu. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPA, dimana dinyatakan bahwa:

“Pemerintah Aceh dapat mengadakan kerja sama dengan lembaga atau badan di luar negeri kecuali yang menjadi kewenangan Pemerintah.” Kemudian dalam ketentuan Pasal 9 ayat (2) UUPA, dimana dinyatakan bahwa: “Pemerintah Aceh dapat berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan seni, budaya, dan olah raga

internasional.” Kemudian juga ber dasarkan Pasal 10 ayat (1) UUPA bahwa:

“Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dapat membentuk lembaga, badan, dan/atau komisi menurut Undang-Undang ini dengan persetujuan DPRA/DPRK kecuali yang menjadi kewenangan Pemerintah.

Secara nasional sebelum lahir UUPA telah lahir Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Menurut Faisal H Basri bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah mengubah secara fundamental tata kehidupan bernegara di tanah air kita. Sentralisme kekuasaan di tangan pemerintah pusat mendadak sontak terpereteli. Kewenangan penuh pemerintah pusat tinggal di empat bidang saja, yaitu pertahanan, politik luar negeri, kebijakan moneter, dan kebijakan fiskal. Sisanya menjadi kewenangan pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota.

Dengan format demikian, dalam realita kita telah memasuki era federalisme, apapun istilah yang disamarkan untuknya karena federalisme sudah terlanjur kata yang

“ditabukan” oleh cukup banyak kalangan.

Akar federalisme semakin kuat karena sudah ada dua provinsi (Papua dan Nanggro[e] Aceh Darussalam) yang memiliki undang-undang otonomi khusus sehingga tak lagi tunduk pada undang- undang nasional yang mengatur tentang otonomi. Bahkan untuk kasus Nanggro[e]

Aceh Darussalam, pengaturan khusus sudah menyentuh elemen yang sangat mendasar, yaitu penerapan syariat Islam (Faisal H Basri, 2003:6).

Dari sejumlah kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Aceh dalam UUPA, artikel ini akan mengkaji berkaitan

(9)

4

dengan penanaman modal (investasi) dalam UUPA, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA).

Penanaman modal sendiri memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat penanaman modal yang tinggi (Uwiyono, 2003:9).

Dengan demikian investasi sangat dibutuhkan bagi perekonomian nasional Indonesia sebagai salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2007:35).

Artikel ini menelaah dua hal, yaitu:

Pertama, bagaimana perkembangan penanaman modal di Provinsi Aceh sebelum berlakunya UUPA; Kedua, bagaimana perkembangan penanaman modal di Provinsi Aceh setelah berlakunya UUPA.

METODE

Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.

Sebagai suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini didasarkan pada analisis terhadap norma hukum, baik hukum dalam arti peraturan perundang-undangan (law as it is written in the books) maupun putusan- putusan pengadilan (law as it is decided by judge through judicial process) (Dworkin, 1977:250).

Dimana dalam penelitian ini hanya mempergunakan data sekunder saja (Soekanto dan Mahmudji, 2001:14). Data sekunder dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dimana penelitian dilakukan dengan melakukan inventarisasi hukum positif sebagai kegiatan awal dan

mendasar untuk melakukan penelitian dan pengkajian dalam penelitian ini (Sunggono, 1997:81).

Bahan-bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, terdiri dari norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat (Soekanto dan Mahmudji, 2001:13).

Ataupun juga bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Marzuki, 2008:12).

Bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar- komentar atas putusan pengadilan (Marzuki, 2008:12). Dimana bahan hukum sekunder tersebut memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum (Soekanto dan Mahmudji, 2001:13). Sementara yang dimaksud dengan bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, indek komulatif, dan sebagainya.

Disamping itu dipergunakan pula metode perbandingan hukum. Pendekatan perbandingan hukum untuk kepentingan pengetahuan dilakukan dengan melakukan perbandingan aturan hukum dari sistem hukum yang berbeda. Disamping itu dalam kontek penelitian hukum, perbandingan hukum dapat dipergunakan untuk menemukan landasan universal dari aturan

(10)

5 hukum atau kebenaran dari sisi ilmu

pengetahuan (Glendon, 1982:3). Namun dalam artikel ini akan dilakukan perbandingan antara perkembangan penanaman modal sebelum berlakunya UUPA dan setelah berlakunya UUPA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanaman Modal Sebelum Berlakunya UUPA

Secara nasional penanaman modal mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, selanjutnya disebut UUPM. UUPM merupakan satu-satunya undang-undang yang mengatur tentang penanaman modal di Indonesia (Abdullah, 2007:5). UUPM ini disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 April 2007 dan diundangkan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengesahan. UUPM tidak lagi memisahkan pengaturan antara Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Hal ini dikarena tuntutan perlakuan yang sama antara Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

UUPM ini sendiri mencabut pemberlakuan dua undang-undang, yaitu:

Pertama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2943). Kedua, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944).

Pada saat berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, UUPA itu sendiri belum lahir. Dengan sendirinya penanaman modal di Provinsi Aceh hanya mengacu pada kedua undang- undang penanaman modal tersebut.

Pada masa berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, berdasarkan data Perkembangan Investasi PMA/PMDN Menurut Tahun,

(11)

6

Bidang Usaha di Provinsi Nanggroe Aceh Dari Tahun 1967 sampai Dengan Juni 2003 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Aceh (sekarang Badan Investasi dan Promosi Aceh)

menunjukan rencana dan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Aceh dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2002 adalah sebagaimana tertuang dalam Gambar 1 berikut ini:

(dalam US $ Ribu)

Gambar 1. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi Aceh (1994 sd 2002)

Berdasarkan data menunjukkan bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Aceh dalam kurun waktu dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2002 antara rencana Penanaman Modal Asing (PMA) dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) memiliki perbedaan yang sangat tinggi. Dalam kurun waktu tersebut hanyalah pada tahun 1995 yang menunjukkan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) lebih tinggi dari rencana Penanaman Modal Asing (PMA). Namun dilihat dari jumlah nilai Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 1995 juga tidak terlalu tinggi.

Dalam kurun waktu tersebut kondisi keamanan juga tidak kondusif di Provinsi Aceh. Hal ini dikarenakan konflik

bersenjata antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka.

Kondisi tersebut menjadikan penanaman modal di Provinsi Aceh tidak begitu menarik bagi penanam modal. Karena bagaimanapun bagi penanam modal, faktor keamanan menjadi pertimbangan penting sebelum pihaknya memilih lokasi untuk melakukan kegiatan penanaman modal.

Dalam kurun waktu tersebut, ditinjau dari jumlah penanam modal yang memperoleh persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal Asing (PMA) dan realisasi dari jumlah penanam modal yang memperoleh persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Rencana PMA 21,253.00 36,564.00 347,124.37 523,400.00 6,195.00 96,593.00 2,360,500.00 1,438,500.00 1,333,630.00

Realisasi PMA 4,518.00 37,883.25 32,091.11 51,285 0 0 0 0 0

0.00 500,000.00 1,000,000.00 1,500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00

(12)

7 Gambar 2. Jumlah Penanam Modal yang Memperoleh Persetujuan PMA dan Realisasi Penanam

Modal yang memperoleh Pesetujuan PMA di Provinsi Aceh (1994 sd 2002) Kemudian pada masa berlakunya Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, rencana dan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2002 di Provinsi Aceh adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 3 berikut ini:

(dalam Rupiah)

Gambar 3. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Aceh (1994 sd 2002)

Dari data di atas menunjukkan bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Aceh dalam kurun waktu dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2002 antara rencana Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) memiliki perbedaan yang relatif sangat tinggi. Dengan demikian dalam kurun masa tersebut menunjukkan bahwa

penanaman modal, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antara rencana dengan realisasi sangat jauh berbeda.

Bahkan pada waktu-waktu tertentu tidak ada realisasinya.

Dalam kurun waktu tersebut juga, ditinjau dari jumlah penanam modal yang memperoleh persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Jumlah Pesetujuan PMA 3.00 4.00 7.00 3.00 5.00 3.00 4.00 4.00 5.00

Realisasi Persetujuan PMA 2.00 2.00 2.00 2.00 4.00 0.00 0.00 0.00 0.00

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Rencana PMA 57,846,456,500.00 250,061,271,150.00 550,862,314,020.00 342,242,000,000 1,240,964,000,000.00 139,212,720,000.00 981,471,000,000.00 64,400,000,000.00 1,170,000,000.00

Realisasi PMA 815,000,000.00 9,735,000,000.00 958,985,000.00 157,327,600,000 479,876,000,000 9,956,000,000

0.00 200,000,000,000.00 400,000,000,000.00 600,000,000,000.00 800,000,000,000.00 1,000,000,000,000.00 1,200,000,000,000.00 1,400,000,000,000.00

(13)

8

realisasi dari penanam modal yang memperoleh persetujuan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:

Diagram 4. Jumlah Penanam Modal yang Memperoleh Persetujuan PMDN dan Realisasi Penanam Modal yang memperoleh Pesetujuan PMDN di Provinsi Aceh (1994 sd 2002)

Rendahnya realisasi dan rencana penanaman modal ini mungkin disebabkan pada kurun waktu sebelum itu terjadinya konflik antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.

Disamping itu tidak bisa dinafikan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi iklim investasi, seperti sistem perpajakan, jaminan keamanan, kondisi perburuhan yang kondusif, dan kinerja pemerintahan yang bersih, serta adanya kepastian hukum (Syahyu, 2003:45). Disamping itu terdapat pandangan bahwa ada lima faktor utama yang mempengaruhi masuknya investor ke suatu negara, yaitu stabilitas politik, kepastian hukum, konsistensi kebijakan, regulasi, dan pajak (Malik, 2007:15).

Dalam kontek Aceh pada saat itu berkaitan dengan jaminan keamanan dan stabilitas politik yang sangat mempengaruhi perkembangan

penanaman modal.

Demikianlah uraian perkembangan penanaman modal pada masa empat tahun sebelum berlakunya UUPA. Secara nyata menunjukkan bahwa penanaman modal di

Provinsi Aceh pada kurun masa tersebut tidak menunjukkan perkembangan yang cukup berarti.

Penanaman Modal Setelah Berlakunya UUPA

Setelah berlakunya UUPA berkaitan dengan penanaman modal mendapat pengaturan pada Bagian Keenam tentang Perdagangan dan Investasi, yang merupakan bagian dari Bab XXII tentang Perekonomian. Pada Bab Perekonomian ini sendiri banyak hal yang diatur, diantaranya adalah pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi, perikanan dan kelautan, perdagangan dan investasi, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sabang, peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang, dan infrastruktur ekonomi.

Berkaitan dengan penanaman modal diatur pada Bagian Keenam tentang Perdagangan dan Investasi. Dalam hal ini ada beberapa prinsip yang sangat mendasar diatur didalamnya, diantaranya adalah:

Pertama, Penduduk Aceh dapat melakukan

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Jumlah Pesetujuan PMDN 5.00 7.00 8.00 8.00 6.00 3.00 8.00 1.00 1.00

Realisasi Persetujuan PMDN 1.00 1.00 2.00 5.00 3.00 0.00 2.00 0.00 0.00

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

(14)

9 perdagangan dan investasi. Berdasarkan

ketentuan Pasal 165 ayat (1) UUPA bahwa penduduk di Aceh dapat melakukan perdagangan dan investasi secara internal dan internasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua, Kewenangan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota di bidang Penanaman Modal. Berdasarkan ketentuan Pasal 165 ayat (2) UUPA, bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, dapat menarik wisatawan asing dan memberikan izin yang terkait dengan investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing, ekspor dan impor dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang berlaku secara nasional.”

Ketiga, kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 165 ayat (3) UUPA, bahwa:

“Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dan berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang berlaku nasional berhak memberikan: a. izin eksplorasi dan eksploitasi pertambangan umum; b. izin konversi kawasan hutan; c.

izin penangkapan ikan paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan satu per tiga dari wilayah kewenangan daerah provinsi untuk daerah kabupaten/kota; d. izin penggunaan operasional kapal ikan dalam segala jenis dan ukuran; e. izin penggunaan air permukaan dan air laut; f. izin yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengusahaan hutan; dan g. izin operator lokal dalam bidang telekomunikasi.

Keempat, Prinsip Dasar pada Perizinan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 165 ayat (4)

UUPA, bahwa: “Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus mengacu pada prinsip-prisip pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, dan prosedur yang sederhana. Kelima, Fasilitas yang diberikan pemerintah di bidang penanaman modal. Berdasarkan ketentuan Pasal 166 UUPA, bahwa pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat menyediakan fasilitas perpajakan berupa keringanan pajak, pembebasan bea masuk, pembebasan pajak-pajak dalam rangka impor barang modal, dan bahan baku ke Aceh dan ekspor barang jadi dari Aceh, fasilitas investasi, dan lain-lain fasilitas fiskal yang diusulkan oleh Pemerintah Aceh.

Disamping itu pada bagian lain dari UUPA berkaitan dengan penanaman modal juga diatur sebagai berikut:

Pertama, urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh. Dimana berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUPA menyebutkan: “Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) merupakan urusan dalam skala Aceh yang meliputi: a. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

b. perencanaan dan pengendalian pemban gunan; c. penyelenggaraan keter tiban umum dan ketenteraman masyarakat; d.

penyediaan sarana dan prasarana umum; e.

penanganan bidang kesehatan; f.

penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g.

penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang penyediaan lapangan kerja dan ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i.

fasilitasi pengembangan koperasi, usaha

(15)

10

kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kepen dudukan dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n.

pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; dan o.

penyelenggaraan pelayanan dasar lain yang belum dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota. Kedua, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Dimana berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UUPA menyebutkan: “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a.

perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; b. perencanaan dan pengendalian pembangunan; c. penyeleng garaan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. pena nganan bidang kesehatan; f. penyeleng garaan pendidikan;

g. penanggulangan masalah sosial; h.

pelayanan bidang penyediaan lapangan kerja dan ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; j. pengendalian dan pengawasan lingkungan hidup; k.

pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m.

pelayanan administrasi umum pemerintahan; dan n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.” Ketiga, salah satu tugas dan wewenang DPRA. Dimana berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c UUPA menyebutkan: “melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah Aceh

dalam melaksanakan program pembangunan Aceh, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta penanaman modal dan kerja sama internasional.” Keempat, salah satu tugas dan wewenang DPRK. Dimana berdasarkan Pasal 24 ayat (1) huruf c UUPA menyebutkan: “melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan program pembangunan kabupaten/kota, pengelo laan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lain, serta penanaman modal dan kerja sama internasional.”

Sejalan dengan UUPA, Pemerintah Aceh mengeluarkan Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penanaman Modal.

Berdasarkan Konsideran Menimbang huruf c Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penanaman Modal bahwa kehadiran qanun dimaksud dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154, Pasal 155, Pasal 156, Pasal 157, Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 165, Pasal 166,Pasal 213 dan Pasal 253 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, perlu pengaturan lebih lanjut mengenai penanaman modal dengan memperhatikan norma, standar dan prosedur yang berlaku secara nasional untuk terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi pertumbuhan penanaman modal.

Pengaturan tentang penanaman modal dalam UUPA tentunya memiliki keterkaitan dengan perkembangan penanaman modal di Provinsi Aceh.

Berdasarkan data yang ditampilkan pada

(16)

11 laman website Badan Investasi dan

Promosi (Bainpro) Aceh, bahwa semenjak tahun 2010 sampai dengan 2016 menunjukan rencana dan realisasi

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) adalah sebagaimana tergambarkan dalam Gambar 5 berikut ini:

Gambar 5. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing di Provinsi Aceh (2010-2016)

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa perkembangan penanaman modal setelah berlakunya UUPA sudah menunjukan perkembangan yang berarti.

Namun demikian perkembangan penanaman modal, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) memperhatikan potensi yang dimiliki provinsi Aceh dirasakan pertumbuhan penanaman modal belumlah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal ini mungkin saja disebabkan masih belum stabilnya kondisi keamanan, mengingat konflik yang terjadi begitu lama.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bagian- bagian sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik berkaitan dengan UU dan perkembangan penanaman modal di Provinsi Aceh, diantaranya adalah: Pertama, bahwa penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam

negeri pada masa empat tahun sebelum berlakunya UUPA masih belum berkembang dengan baik. Kedua, bahwa penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri pada masa empat tahun setelah berlakunya UUPA telah menunjukkan perkembangan meskipun belum signifikan.

Memperhatikan kesimpulan di atas bahwa keberadaan UUPA belum mempengaruhi secara signifikan penanaman modal di provinsi ini. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya lain untuk mendorong pertumbuhan penanaman modal di Provinsi Aceh, seperti insentif penanaman modal, jaminan keamanan, kepastian hukum, dan infrastruktur yang mendukung penanaman modal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Adang. 2007. Tinjauan Hukum Atas UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007: Sebuah Catatan”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4.

(17)

12

Basri, Faisal H. 2003. Prospek Investasi di Era Otonomi Daerah”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 5.

Dworkin, Ronal. 1977. Legal Research.

Spring, Daedalung.

Glendon, Mary Ann. et.al. 1982.

Comparative Legal Tradition. West Publishing Co, St. Paul, Minn.

Investment Realization in Aceh Since 2010-2011,

<http://acehinvestment.com/

investment-realization/>, diakses tanggal 5 Agustus 2016

Malik, Camelia. 2007. Jaminan Kepastian Hukum Dalam Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No.

4.

Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji.

2001. Penelitian Hukum Normatif:

Suatu Tinjauan Singkat. Radja Grafindo Persada, Jakarta.

Sunggono, Bambang. 1997. Metode Penelitian Hukum, Radja Grafindo Persada, Jakarta.

Syahyu, Yulianto. 2003. Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam:

Antara Dualisme Kepemimpinan dan Kepastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 5.

Tambunan, Tulus. 2007. Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia dan Upaya Perbaikan Yang Perlu Dilakukan Pemerintah, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

Uwiyono, Aloysius. 2003. Implikasi Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 5.

Gambar

Gambar 1. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi Aceh (1994 sd 2002)
Gambar 3. Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Aceh           (1994 sd 2002)
Diagram 4.   Jumlah  Penanam  Modal  yang  Memperoleh  Persetujuan  PMDN  dan  Realisasi  Penanam  Modal  yang  memperoleh  Pesetujuan  PMDN  di  Provinsi  Aceh    (1994  sd  2002)
Gambar 5. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing di  Provinsi Aceh (2010-2016)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Adapun implementasi yang digunakan guru bimbingan konseling dalam upaya mengembangkan siswa yang mempunyai self-efficacy tinggi dan menguatkan siswa yang mempunyai

Keempat, dengan memperhatikan koefisien seperti dalam Tabel 1 dan Tabel lampiran 2 yang bersifat simetris, parameter tenaga kerja manusia, tenaga ternak dan bibit pada

Kami akan memberikan manfaat sesuai dengan presentase seperti yang tertera dalam tabel manfaat atas peristiwa kecelakaan yang menyebabkan tertanggung mengalami ketidakmampuan

Setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahnnya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba

Dengan rate of discount yang lebih kecil berarti kita akan memperoleh nilai sekarang dari arus kas bersih yang lebih besar, sehingga jika nilai ini dikurangi dengan pengeluaran

Berlomba membuat program acara terbaik untuk masyarakat dengan berbagai macam tampilan, konten, maupun konsep acara dibuat menarik, lain dari yang lain, serta up to date,

Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, ridha, serta hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas