4. HASIL DAN ANALISIS
4.1 Analisa Material
Fly ash yang diperoleh dari PLTU Paiton terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap karakteristik material yang digunakan. Untuk penelitian ini karakterisasi dilakukan dengan cara melakukan Particle Size Analysis (PSA), Specific Surface Area (SSA), pengujian pH, pengujian Specific Gravity (SG), dan pengujian x-ray fluorescence (XRF). Setelah dilakukan pengujian GS didapatkan GS dari fly ash yang digunakan adalah 2.753. Gambar 4.1 menunjukkan sample fly ash yang didapat dari PLTU Paiton, Jawa Timur.
Gambar 4.1 Fly ash dari PLTU Paiton, Jawa Timur 4.1.1 Pengujian pH
Pengujian pH pada fly ash dilakukan dengan menggunakan alat ukur pH meter digital. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat keasaman dari fly ash.
Pengujian pH dari fly ash dilakukan dengan mengikuti standar dari ASTM D 5239.
Menurut cara ASTM D 5239, (2004) pengujian pH dilakukan dengan mencampurkan 20 gram fly ash ke dalam 80 gram aquades kemudian diaduk dan didiamkan 15 menit hingga mengendap. Pengujian pH dilakukan dengan pH meter digital dengan ketelitian 1 angka di belakang koma dengan ketentuan pH meter hanya boleh menyentuh larutan dan tidak boleh menyentuh endapan fly ash. Hasil pengujian pH fly ash dengan standar ASTM D 5239 menunjukkan nilai pH dari fly ash yang digunakan sebesar 11.2.
4.1.2 Particle Size Analysis (PSA) dan Specific Surface Area (SSA)
Pengujian Particle Size Analysis (PSA) dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel dari fly ash yang digunakan dalam penelitian ini.
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang.
Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah CILAS 1090 Dry. Hasil yang didapatkan dari pengujian ini menunjukkan bahwa partikel fly ash pada kumulatif 10% diameter ukurannya lebih kecil dari 0.67 µm, partikel fly ash pada kumulatif 50% memiliki diameter lebih kecil dari 6.72 µm dan pada kumulatif 90% memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 35.95 µm. Sedangkan untuk Specific Surface Area (SSA) yang dihitung didapatkan hasil sebesar 570.14 cm2/gram. Berikut hasil pengujian Particle Size Analysis untuk fly ash yang digunakan yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Particle Size Analysis Particle Size Analysis Diameter at 10% : 0.67 µm Diameter at 50% : 6.72 µm Diameter at 90% : 35.95 µm 4.1.3 Pengujian X-Ray Fluorescence (XRF)
Tabel 4.2 Komposisi Fly Ash dari PLTU Paiton, Jawa Timur
No. Parameter %
1 SiO2 34.29
2 Al2O3 16.62
3 Fe2O3 15.38
4 TiO2 0.73
5 CaO 18.18
6 MgO 7.52
7 K2O 1.35
8 Na2O 2.97
9 SO3 1.63
10 MnO2 0.17
11 P2O5 0.25
12 L O I 0.36
SiO2 +Al2O3 +Fe2O3 66.29
Pengujian XRF bertujuan untuk mengukur kandungan dari fly ash.
Kandungan dari fly ash ini kemudian bisa dijadikan acuan untuk menentukan tipe fly ash. Menurut ASTM C 618, (2010), tipe fly ash dibedakan dari kandungan SiO2, Fe2O3, dan Al2O3. Fly ash dikategorikan sebagai fly ash tipe C jika memiliki kandungan SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 minimal 50%. Sedangkan untuk fly ash tipe F memiliki kandungan SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 minimal 70%. Selain itu fly ash juga dikategorikan berdasarkan kadar CaO. Berdasarkan hasil pengujian XRF pada Tabel 4.2 didapatkan bahwa fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe C. Hal ini bisa dilihat dari jumlah SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 sebesar 66.29% dan kadar CaO di atas 10% yaitu sebesar 18.18%.
4.2 Hasil Pengujian Setting Time Pasta Geopolimer
Pengujian setting time dilakukan sesuai dengan standar dari ASTM C 191 - 04, (2004) dimana alat yang digunakan adalah vicat needle. Penentuan initial setting time dicapai ketika penetrasi jarum mencapai 25 mm. Dalam penelitian ini, dilakukan berbagai kombinasi prosedur pencampuran dalam pembuatan beton geopolimer. Masing-masing dari percobaan yang sudah dilakukan menghasilkan initial setting time yang berbeda-beda. Pada pengujian ini, sebagai contoh (FH3)S dapat diartikan menjadi fly ash yang dicampurkan dengan larutan NaOH selama 3 menit dan kemudian ditambahkan larutan sodium silikat.
4.2.1 Initial Setting Time dari F(SH) dan F(SH)-D
Prosedur ini adalah prosedur pencampuran pasta geopolimer yang dilakukan pada umumnya. Sodium silikat dan larutan NaOH 8M dicampur terlebih dahulu selama 1 menit kemudian dicampur dengan fly ash hingga merata. Tercatat initial set pada prosedur ini adalah 14 menit. Waktu initial set prosedur ini dapat dikatakan sangat cepat jika dibandingkan dengan initial set pasta semen konvensional yang mengeras setelah 1 - 2 jam setelah pencampuran. Pada prosedur ini fly ash mengalami flash set ketika dicampurkan dengan larutan alkali.
Pada prosedur F(SH)-D, proses pencampurannya sama dengan prosedur F(SH) namun material yang digunakan untuk membuat pasta seperti fly ash dan larutan alkali didinginkan terlebih dahulu hingga mencapai suhu 0 ºC. Dengan
prosedur ini, initial set yang tercatat adalah 36 menit. Dapat disimpulkan bahwa dengan menurunkan suhu awal material dapat menambah waktu initial set.
4.2.2 Initial Setting Time dari (FH)S
Pada prosedur ini, dilakukan variasi waktu lama pencampuran antara fly ash dengan larutan NaOH 8M. Variasi pengujian yang dilakukan adalah (FH3)S, (FH5)S dan (FH10)S. Prosedur (FH3)S dapat diartikan sebagai fly ash dan larutan NaOH 8M yang dicampurkan selama 3 menit. Berdasarkan hasil pengujian ini didapatkan bahwa semakin lama pencampuran antara fly ash dan larutan NaOH maka semakin lama pula initial set yang terjadi. Dimana hasil initial set dari lama pencampuran selama 3 menit adalah 75 menit, dari lama pencampuran selama 5 menit adalah 122 menit dan dari lama pencampuran selama 10 menit adalah 165 menit. Dalam prosedur ini dapat dilihat bahwa initial set yang terjadi lebih lama dari prosedur F(SH) dan F(SH)-D
4.2.3 Initial Setting Time dari (FS)H
Pengujian initial setting time ini dilakukan dengan cara mencampurkan terlebih dahulu fly ash dengan sodium silikat selama 1 menit disebut juga prosedur (FS1)H. Dalam pencampuran ini setelah penambahan sodium silikat, fly ash tampak menggumpal namun tetap dalam keadaan kering. Setelah ditambahkan NaOH dan dicampur secara merata, campuran segera dituang ke dalam cetakan untuk dilakukan pengujian setting time. Hasil initial setting yang didapat dengan metode ini adalah 9 menit.
4.3 Analisa Uji Setting Time Pasta Geopolimer
Berikut hasil pengujian initial setting time dari semua prosedur dan dapat dilihat pada Gambar 4.2. Waktu initial set tercepat adalah 9 menit dengan prosedur (FS1)H dan untuk waktu initial set terlama adalah 165 menit dengan prosedur (FH10)S. Pada pengujian yang telah dilakukan terbentuk suatu pola dilihat dari material mana yang dicampur terlebih dahulu dengan fly ash. Pola yang pertama apabila sodium silikat dicampurkan terlebih dahulu dengan fly ash maka pasta akan mengeras dengan cepat (flash set). Pola kedua, jika fly ash dicampur dengan campuran antara larutan NaOH dan larutan sodium silikat maka initial set yang terjadi sedikit lebih lama dari pola yang pertama. Pola ketiga fly ash yang dilarutkan
ke dalam larutan NaOH dengan waktu pencampuran yang berbeda akan menghasilkan initial set yang berbeda juga, semakin lama waktu pencampuran antara fly ash dengan NaOH maka semakin lama pula initial set yang terjadi.
Gambar 4.2 Hasil Pengujian Initial Setting Time Pasta Geopolimer 4.4 Hasil Pengujian Kuat Tekan dan Density Mortar Geopolimer
Pengujian kuat tekan mortar geopolimer dilakukan berdasarkan standar ASTM C109M-02, (2007). Uji mortar dilakukan pada usia 3, 7, 14 dan 28 hari dengan menggunakan alat kuat tekan di Laboratorium Beton dan Konstruksi Universitas Kristen Petra.
4.4.1. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FP(HS) Tabel 4.3 Hasil Kuat Tekan Prosedur FP(HS)
Usia beton (hari)
Kuat Tekan (KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
70 28
31
2.318
2.345
81 32 2.359
80 32 2.357
7
94 38
37
2.346
2.345
99 40 2.335
87 35 2.354
14
136 54
48
2.314
2.314
121 48 2.314
100 40 2.313
28
125 50
54
2.313
2.308
147 59 2.309
135 54 2.302
9 14
36
75
122
165
0 50 100 150
(FS1)H F(HS) F(HS)-D (FH3)S (FH5)S (FH10)S
Waktu (menit)
Prosedur FP(HS): fly ash dan pasir dicampur secara kering. NaOH ditambahkan dengan sodium silikat yang sebelumnya dicampur terlebih dahulu kemudian dibiarkan untuk mencapai suhu ruang sebelum dilakukan pencampuran.
Mortar kemudian dituang dan dicetak ke dalam bekisting. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Kuat tekan prosedur ini pada umur 3 hari dapat mencapai kuat tekan lebih dari 25 MPa dengan rata-rata kuat tekan sebesar 31 MPa, sedangkan untuk umur 28 hari dapat mencapai kuat tekan tertinggi sebesar 59 MPa. Contoh beton yang dihasilkan dari prosedur pencampuran ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Contoh Spesimen Prosedur FP(HS) 4.4.2. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FPHS
Gambar 4.4 Contoh Spesimen Prosedur FPHS
Prosedur FPHS: fly ash + pasir dicampur secara kering, kemudian ditambahkan larutan NaOH ke dalam campuran dan diaduk selama 5 menit, dan terakhir ditambahkan sodium silikat ke dalam campuran dan diaduk selama 1 menit.
Mortar kemudian dituang dan dicetak ke dalam bekisting. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Hasil dari prosedur pencampuran ini dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Kuat Tekan Prosedur FPHS
Usia beton
(hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
47 19
19
2.394
2.406
49 20 2.394
50 20 2.429
7
70 28
29
2.417
2.416
74 30 2.417
75 30 2.413
14
105 42
40
2.415
2.417
102 41 2.424
95 38 2.411
28
115 46
44
2.422
2.407
108 43 2.406
110 44 2.394
4.4.3. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FHPS
Prosedur FHPS: Larutan NaOH ditambahkan ke dalam fly ash dan di mix selama 5 menit. Selanjutnya ke dalam campuran ditambahkan pasir lalu dicampur selama 1 menit, terakhir ditambahkan sodium silikat dan dicampur sampai mortar tercampur rata. Mortar kemudian dituang dan dicetak ke dalam bekisting. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.5. Beton yang dihasilkan dari prosedur pencampuran ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Kuat Tekan Prosedur FHPS
Usia beton (hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
35 14
14
2.416
2.421
33 13 2.422
35 14 2.425
7
56 22
22
2.414
2.412
58 23 2.414
51 20 2.408
14
79 32
31
2.419
2.415
77 31 2.408
75 30 2.417
28
97 39
36
2.393
2.383
86 34 2.372
87 35 2.385
Gambar 4.5 Contoh Spesimen Prosedur FHPS 4.4.4. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FHSP
Prosedur FHSP: Larutan NaOH ditambahkan ke dalam fly ash dan dicampur selama 5 menit. Pada langkah selanjutnya ditambahkan sodium silikat dan dicampur lagi selama 1 menit, terakhir ditambahkan pasir lalu dicampur sampai mortar tercampur rata. Mortar kemudian dituang dan dicetak ke dalam bekisting.
Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Hasil Kuat Tekan Prosedur FHSP
Usia beton (hari)
Kuat Tekan (KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
45 18
17
2.393
2.387
41 16 2.387
43 17 2.381
7
65 26
28
2.359
2.378
71 28 2.379
75 30 2.396
14
50 -
39
2.378
2.384
91 36 2.388
103 41 2.385
28
130 52
53
2.391
2.386
126 50 2.376
138 55 2.391
Contoh spesimen yang dibuat berdasarkan prosedur FHSP ini dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Contoh Spesimen Prosedur FHSP 4.4.5. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FH(PS)
Prosedur FH(PS): Larutan NaOH ditambahkan ke dalam fly ash dan di mix selama 5 menit. Sodium silikat dan pasir dicampur terlebih dahulu dan dicampur selama 1 menit. Selanjutnya kedua campuran dicampur selama 1 menit hingga tercampur merata. Mortar kemudian dituang dan dicetak ke dalam bekisting. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat
pada Tabel 4.7 di bawah ini. Beton hasil dari pencampuran prosedur FH(PS) ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Kuat Tekan Prosedur FH(PS)
Usia beton
(hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
45 18
18
2.373
2.367
44 18 2.360
43 17 2.367
7
79 32
32
2.353
2.357
83 33 2.358
80 32 2.358
14
106 42
40
2.373
2.368
101 40 2.371
96 38 2.361
28
109 44
46
2.354
2.363
121 48 2.378
113 45 2.356
Gambar 4.7 Contoh Spesimen Prosedur FH(PS) 4.4.6. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FSPH
Prosedur FSPH: Larutan sodium silikat ditambahkan ke dalam fly ash kemudian dicampur selama 1 menit. Setelah itu ditambahkan pasir dan diaduk sampai merata. Selanjutnya ditambahkan larutan NaOH ke dalam Campuran.
Mortar kemudian dituang dan dicetak ke dalam bekisting. Data kuat tekan mortar
prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8 Hasil Kuat Tekan Prosedur FSPH
Usia beton (hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
69 28
29
2.290
2.296
73 29 2.311
73 29 2.286
7
111 44
42
2.292
2.289
108 43 2.295
95 38 2.280
14
104 42
42
2.299
2.294
107 43 2.295
107 43 2.287
28
111 44
47
2.284
2.289
115 46 2.297
127 51 2.288
Contoh beton yang dihasilkan dari prosedur pencampuran FSPH ini dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Contoh Spesimen Prosedur FSPH 4.4.7. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FSHP
Prosedur FSHP: Larutan sodium silikat ditambahkan ke dalam fly ash kemudian dicampur selama 1 menit. Setelah itu ditambahkan larutan NaOH dan
diaduk selama 1 menit. Pada langkah selanjutnya ditambahkan pasir ke dalam campuran dan dicampur hingga merata. Dalam prosedur ini terjadi kesulitan saat campuran akan dituang ke dalam bekisting. Campuran sudah mulai mengeras sehingga tidak sepenuhnya bekisting dapat terisi seperti pada Gambar 4.9. Prosedur pencampuran ini tidak bisa didapatkan data kepadatan dan kuat tekannya.
Gambar 4.9 Campuran Beton Prosedur FSHP Dalam Bekisting
Beton yang dihasilkan dari prosedur pencampuran FSHP ini dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Contoh Spesimen Prosedur FSHP 4.4.8. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FS(PH)
Prosedur FS(PH): Larutan sodium silikat ditambahkan ke dalam fly ash kemudian dicampur selama 1 menit. Setelah itu ditambahkan pasir dan diaduk sampai merata. Selanjutnya ditambahkan larutan NaOH ke dalam Campuran.
Mortar kemudian dituang dan dicetak ke dalam bekisting. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini. Contoh mortar yang dihasilkan dari prosedur pencampuran FS(PH) ini dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Tabel 4.9 Hasil Kuat Tekan Prosedur FS(PH)
Usia beton
(hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
60 24
28
2.333
2.334
78 31 2.340
72 29 2.330
7
116 46
48
2.328
2.325
119 48 2.327
126 50 2.321
14
136 54
53
2.318
2.316
132 53 2.312
126 50 2.316
28
155 62
59
2.324
2.321
146 58 2.318
142 57 2.321
Gambar 4.11 Contoh Spesimen Prosedur FS(PH) 4.4.9. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FP(HS)-D
Prosedur FP(HS)-D: material yang digunakan untuk membuat beton geopolimer seperti fly ash, pasir dan larutan alkali didinginkan terlebih dahulu
hingga mencapai suhu 0 ºC. Setelah mencapai suhu tersebut material kemudian segera dicampurkan sesuai dengan prosedur FP(HS) yang telah diuraikan sebelumnya. Mortar kemudian dimasukkan ke dalam bekisting. Data kuat tekan untuk prosedur FP(HS)-D ini dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah ini. Hasil kuat tekan menunjukkan pada umur 3 hari kuat tekan rata - rata yang didapatkan sudah mencapai 39 MPa dan untuk umur 28 hari didapatkan kuat tekan rata – rata sebesar 65 MPa.
Tabel 4.10 Hasil Kuat Tekan Prosedur FP(HS)-D
Usia beton (hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
94 38
39
-
97 39 - -
99 40 -
7
123 49
47
-
117 47 - -
116 46 -
14
135 54
53
-
133 53 - -
132 53 -
28
163 65
65
2.446
2.417
173 69 2.398
153 61 2.408
4.4.10. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FHPS-C
Prosedur FHPS-C: Pada prosedur ini, urutan pencampurannya sama dengan prosedur FHPS namun yang berbeda dari prosedur FHPS adalah metode curing dimana FHPS menggunakan metode curing pada suhu ruang dan metode FHPS-C menggunakan metode curing oven. Mortar yang sudah jadi dimasukkan ke dalam oven yang bersuhu 60 ºC selama 24 jam. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.11. Mortar hasil dari prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Tabel 4.11 Hasil Kuat Tekan Prosedur FHPS-C
Usia beton (hari)
Kuat Tekan (KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
152 61
62
2.333
2.341
155 62 2.347
159 64 2.342
7
132 53
57
2.331
2.336
139 56 2.322
160 64 2.356
14
155 62
61
2.326
2.323
140 56 2.325
160 64 2.318
28
180 72
72
2.370
2.364
192 77 2.372
165 66 2.351
Gambar 4.12 Contoh Spesimen Prosedur FHPS-C 4.4.11. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FHSP-C
Prosedur FHSP-C: Proses pencampuran prosedur FHSP-C ini juga masih sama dengan prosedur FHSP namun dilakukan dengan metode curing yang berbeda yaitu dengan menggunakan oven bersuhu 60 ºC selama 24 jam. Hasil kuat tekan yang didapatkan untuk metode ini jauh lebih tinggi daripada kuat tekan pada prosedur FHSP. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan
28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.12. Contoh mortar dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Tabel 4.12 Hasil Kuat Tekan Prosedur FHSP-C
Usia beton
(hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
85 -
64
2.347
2.347
160 64 2.352
162 65 2.342
7
129 52
53
2.335
2.334
133 53 2.332
135 54 2.334
14
150 60
62
2.319
2.324
150 60 2.325
165 66 2.327
28
170 68
68
2.318
2.319
173 69 2.320
165 66 2.319
Gambar 4.13 Contoh Spesimen Prosedur FHSP-C 4.4.12. Kuat Tekan dan Density dari prosedur FH(PS)-C
Prosedur FH(PS)-C: Prosedur pencampuran FH(PS)-C dilakukan dengan cara menambahkan larutan NaOH ke dalam fly ash dan dicampur selama 5 menit.
Pasir dan larutan sodium silikat dicampur terlebih dahulu selama 1 menit. Setelah
semua dicampur menjadi satu dan dimasukkan ke dalam bekisting, dilakukan curing oven pada suhu 60 ºC selama 24 jam. Data kuat tekan mortar prosedur ini untuk usia mortar 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.13. Hasil dari prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Tabel 4.13 Hasil Kuat Tekan Prosedur FHSP-C
Usia beton (hari)
Kuat Tekan
(KN)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-Rata
(MPa)
Density (gr/cm3)
Density Rata-Rata
(gr/cm3)
3
153 61
57
2.320
2.321
148 59 2.313
130 52 2.331
7
149 60
59
2.335
2.339
149 60 2.341
145 58 2.341
14
150 60
60
2.306
2.317
160 64 2.328
140 56 2.317
28
150 60
61
2.302
2.299
150 60 2.294
155 62 2.302
Gambar 4.14 Contoh Spesimen Prosedur FHSP-C
4.5 Analisa Prosedur Pembuatan Mortar Geopolimer
Untuk memudahkan analisa dari uji kuat tekan dan density, mortar dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan material yang mana dulu dicampurkan dengan fly ash. Pengelompokan diambil dari pola analisa uji setting time. Berikut pengelompokannya seperti tertulis di Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Pengelompokan Prosedur Mix Design
Prosedur No.
Kelompok Dry Mix
1 FP(HS) 2 FPHS
Dilarutkan Dengan Larutan NaOH 3 FHPS
4 FHSP 5 FH(PS)
Ditambahkan Dengan Larutan Na2SiO3
6 FSPH 7 FSHP 8 FS(PH)
4.5.1 Analisa Kelompok Dry Mix
Kelompok dry mix merupakan kelompok dimana fly ash tidak bertemu langsung dengan larutan alkali pada awal pencampuran. Terlebih dahulu fly ash dicampur dengan pasir, sehingga ada kemungkinan untuk pasir akan menyerap larutan alkali dan mempengaruhi terjadinya reaksi geopolimerisasi. Prosedur FP(HS) dimana (fly ash + pasir) dicampur dengan larutan alkali activator, prosedur ini mengalami kesulitan dimana beton mengeras dengan cepat. Prosedur FPHS yaitu (fly ash + pasir) kemudian ditambahkan larutan NaOH dan terakhir ditambahkan larutan sodium silikat. Campuran dari prosedur ini tidak mengalami kesulitan pada saat pelaksanaannya. Pelaksanaan kedua prosedur tersebut didukung dengan hasil uji setting time pada Gambar 4.15.
Untuk kuat tekan yang dihasilkan, prosedur FP(HS) menghasilkan sampel dengan kuat tekan yang lebih tinggi dari sampel prosedur FPHS dari umur awal 3 hari hingga umur akhir 28 hari. Jika dilihat dari density sampel prosedur FPHS memiliki nilai yang lebih padat dari sampel prosedur FP(HS). Dapat disimpulkan
bahwa meskipun density sampel prosedur FPHS lebih padat dari sampel prosedur FP(HS), dan pembuatan sampel prosedur FPHS lebih mudah daripada pembuatan sampel prosedur FP(HS). Mortar yang dibuat menggunakan prosedur FP(HS) menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi meski cepat mengalami initial set. Hasil perbandingan kuat tekan dan density dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17.
Gambar 4.15 Perbandingan Pola Initial Set untuk Prosedur FP(HS) dan Prosedur FPHS
Gambar 4.16 Perbandingan Kuat Tekan Prosedur FP(HS) dan Prosedur FPHS
14
75
0 50 100 150
F(HS) (FH3)S
Waktu (menit)
31 37
48
54
19
29
40 44
0 10 20 30 40 50 60
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
Kuat Tekan (Mpa)
FP(HS) FPHS
Gambar 4.17 Perbandingan Density Prosedur FP(HS) dan Prosedur FPHS 4.5.2 Analisa Fly Ash yang Dilarutkan Dengan Larutan NaOH
Fly ash yang dilarutkan dengan larutan NaOH dibuat dengan cara melarutkan terlebih dahulu fly ash dengan NaOH selama 5 menit. Pada langkah selanjutnya dicoba beberapa kombinasi prosedur pencampuran material yaitu:
prosedur FHPS (fly ash + larutan NaOH) dicampur dengan pasir lalu ditambahkan sodium silikat, prosedur FHSP (fly ash + larutan NaOH) dicampur dengan sodium silikat lalu ditambahkan pasir, prosedur FH(PS) (fly ash + larutan NaOH) dicampur dengan campuran (pasir + sodium silikat). Dapat dilihat melalui pola initial set pada Gambar 4.18, prosedur kelompok fly ash yang dilarutkan dengan larutan NaOH ini tidak mengeras dengan cepat sehingga tidak ada masalah dalam pelaksanaannya.
Untuk uji kuat tekan kelompok fly ash yang dilarutkan dengan larutan NaOH, terdapat perbedaan kuat tekan untuk setiap prosedur seperti dilihat pada gambar 4.19. Prosedur FHPS menghasilkan kuat tekan yang paling rendah, prosedur FHSP menghasilkan kuat tekan yang tinggi, dan prosedur FH(PS) menghasilkan kuat tekan yang paling tinggi. Sedangkan untuk uji density dapat dilihat pada gambar 4.20, prosedur FHPS menghasilkan density yang paling tinggi, kemudian prosedur FHSP menghasilkan density yang lebih rendah dan prosedur FH(PS) menghasilkan density yang paling rendah.
2.260 2.310 2.360 2.410
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
DENSITY (gr/cm3)
FP(HS) FPHS
Gambar 4.18 Pola Initial Set untuk Prosedur FHPS, Prosedur FHSP dan Prosedur FH(PS)
Gambar 4.19 Perbandingan Kuat Tekan Prosedur FHPS, Prosedur FHSP dan Prosedur FH(PS)
Gambar 4.20 Perbandingan Density Prosedur FHPS, Prosedur FHSP dan Prosedur FH(PS)
75
122
165
0 50 100 150
(FH3)S (FH5)S (FH10)S
Waktu (menit)
14
22
31 36
17
28
39
53
18
32
40 46
0 10 20 30 40 50 60
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
Kuat Tekan (Mpa)
FHPS FHSP FH(PS)
2.260 2.310 2.360 2.410
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
DENSITY (gr/cm3)
FHPS FHSP FH(PS)
4.5.3 Analisa Fly Ash yang Ditambahkan Dengan Larutan Na2SiO3
Fly ash dicampur dengan larutan sodium silikat terlebih dahulu, kemudian dicampur merata selama ± 1 menit. Prosedur FSPH (fly ash + sodium silikat) dicampur dengan pasir lalu ditambahkan NaOH. Prosedur FSHP (fly ash + sodium silikat) dicampur dengan NaOH lalu ditambahkan pasir. Prosedur FS(PH) (fly ash + sodium silikat) dicampur dengan campuran (pasir + NaOH). Dapat dilihat melalui pola initial set pada gambar 4.21, prosedur ini mengalami masalah pada pengerjaannya karena initial set yang terjadi terlalu cepat (flash set), diakibatkan oleh penambahan larutan sodium silikat dengan fly ash pada awal prosedur. Dan untuk Prosedur FSHP tidak dapat dikerjakan karena sampel tidak bisa dituang ke dalam bekisting.
Uji kuat tekan untuk kelompok ini menghasilkan kuat tekan yang tinggi.
Sesuai dengan gambar 4.22, prosedur FSPH dan prosedur FS(PH) untuk umur mortar 3 hari diperoleh kuat tekan di atas 25 MPa, dan untuk umur mortar 28 hari diperoleh kuat tekan di atas 45 MPa. Sedangkan density yang didapat dari kelompok fly ash yang ditambahkan dengan larutan sodium silikat ini sangat rendah dengan nilai dibawah 2.340 untuk semua mortar. Hasil density mortar dapat dilihat pada Gambar 4.23.
Gambar 4.21 Pola Initial Set untuk Prosedur FSPH, Prosedur FSHP dan Prosedur FS(PH)
9
0 50 100 150
(FS1)H
Waktu (menit)
Gambar 4.22 Perbandingan Kuat Tekan Prosedur FSPH dan Prosedur FS(PH)
Gambar 4.23 Perbandingan Density Prosedur FSPH dan Prosedur FS(PH) 4.5.4 Perbandingan Kuat Tekan dari Percobaan yang Telah Dilakukan
Gambar 4.24 Perbandingan Kuat Tekan Beberapa Mortar Geopolimer dengan Prosedur Pembuatan Berbeda
Berikut hasil pengujian Kuat Tekan dari semua prosedur, dapat dilihat pada Gambar 4.24. Berdasarkan hasil pengujian yang sudah dilakukan dari beberapa
29
42 42 47
28
48 53 59
0 10 20 30 40 50 60 70
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
Kuat Tekan (Mpa)
FSPH FS(PH)
2.260 2.310 2.360 2.410
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
DENSITY (gr/cm3)
FSPH FS(PH)
31 37
48 54
19
29
40 44
14
22
31 36
17
28
39
53
18
32
40 46
29
42 42 47
28
48 53 59
0 10 20 30 40 50 60 70
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
Kuat Tekan (MPa)
FP(HS) FPHS FHPS FHSP FH(PS) FSPH FS(PH)
prosedur, hasil kuat tekan yang paling tinggi dihasilkan oleh prosedur FS(PH).
Sedangkan kuat tekan yang paling rendah dihasilkan oleh prosedur FHPS.
4.5.5 Perbandingan Density dari percobaan yang telah dilakukan
Berikut hasil pengujian density dari semua prosedur, dapat dilihat pada gambar 4.25. Perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa padat mortar yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai density maka semakin padat mortar yang dihasilkan, sebaliknya semakin rendah nilai density maka semakin banyak rongga yang ada pada mortar. Dari hasil yang didapatkan, mortar yang memiliki nilai rata - rata density paling besar dihasilkan dari prosedur FHSP dan prosedur FH(PS).
Sedangkan nilai rata – rata density yang paling kecil adalah prosedur FSPH.
Gambar 4.25 Perbandingan Density Beberapa Mortar Geopolimer dengan Prosedur Pembuatan Berbeda
4.5.6 Perbandingan Kuat Tekan dari Prosedur dengan Suhu Awal yang Berbeda
Prosedur FP(HS) dan FP(HS)-D mempunyai perbedaan pada suhu awal campuran. Dari perbedaan suhu ini prosedur FP(HS)-D mempunyai initial set yang lebih lama dari prosedur FP(HS). Hal ini menyebabkan campuran yang didinginkan terlebih dahulu menjadi lebih mudah dikerjakan sehingga mempengaruhi hasil kuat tekannya. Dapat dilihat pada Gambar 4.26, hasil kuat tekan prosedur FP(HS)-D melebihi kuat tekan prosedur FP(HS).
2.260 2.310 2.360 2.410
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
DENSITY (gr/cm3)
FP(HS) FPHS FHPS FHSP FH(PS) FSPH FS(PH)
Gambar 4.26 Perbandingan Kuat Tekan dari Prosedur dengan Suhu Awal yang Berbeda
4.5.7 Perbandingan Kuat Tekan dari Prosedur dengan Curing yang Berbeda Dari perbandingan data kuat tekan prosedur yang telah dilakukan, data kuat tekan kelompok fly ash yang dilarutkan dengan larutan NaOH adalah yang terendah, oleh sebab itu dilakukan curing oven untuk meningkatkan kuat tekannya.
Hasil perbandingan kuat tekan dapat dilihat pada Gambar 4.27. Prosedur dengan curing suhu ruang mengalami peningkatan kuat tekan seiring bertambahnya umur mortar, sedangkan untuk prosedur dengan curing oven tidak terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya umur mortar.
Gambar 4.27 Perbandingan Kuat Tekan dari Prosedur dengan Curing yang Berbeda
31 37
48 54
39
47 53
65
0 10 20 30 40 50 60 70
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari
Kuat Tekan (MPa)
FP(HS) FP(HS)-D
14
62
17
64
18
57
22
57
28
53
32
59
31
61
39
62
40
60
36
72
53
68
46
61
0 10 20 30 40 50 60 70 80
FHPS FHPS-C FHSP FHSP-C FH(PS) FH(PS)-C
Kuat Tekan (MPa)
3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari