• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Persimpangan merupakan bagian terpenting dari suatu jaringan jalan yang secara umum kapasitas persimpangan dapat dikontrol dengan mengendalikan alus lalu lintas dalam sistem jaringan jalan tersebut. Menurut Prasetyanto (2013), persimpangan dapat dikatakan sebagai bagian dari jaringan jalan yang merupakan daerah paling penting atau kritis dalam melayani arus lalu lintas. Tingkat kelancaran atau kinerja suatu persimpangan dapat ditinjau dari beberapa elemen, yaitu kapasitas, tundaan, panjang antrian, angka henti, dan derajat kejenuhan.

Pada tahun 2012, Hadjoh melakukan penelitian untuk mengetahui Evaluasi Kinerja Simpang Empat Bersinyal Ringroad Utara – Affandi – Angga Jaya, Sleman, Yogyakarta menggunakan metode MKJI 1997. Dari hasil penelitian, diperoleh panjang antrian rata-rata sebesar 41,59 meter, lama tundaan rata-rata 57,064 detik/smp, dan termasuk tingkat pelayanan dengan kategori E. Berdasarkan hasil penelitian, solusi perbaikan yang paling cocok untuk persimpangan bersinyal tersebut adalah desain geometri jalan disertai desain waktu hijau optimasi.

Empat tahun kemudian, yaitu tahun 2016, Fadriani dan Ekawati melakukan penelitian Analisa Tundaan pada Simpang Bersinyal Jalolan Soekarno Hatta – Ibrahim Adjie, Bandung. Hasil penelitian pada jam puncak pagi untuk masing- masing pendekat dengan arah pergerakan lurus dan belok kanan adalah 839.125 smp.detik dan 603.468 smp.detik untuk pendekat utara, 733.328 smp.detik dan 868.221 smp.detik untuk pendekat selatan, 1.080.702 smp.detik dan 1.007.636 smp.detik pendekat timur, dan 745.834 smp.detik dan 728.027 smp.detik pada pendekat barat.

Nasution pada tahun 2020 melakukan penelitian Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal Dengan Menggunakan Program SIDRA dan MKJI 1997 dengan Studi

(2)

6 Kasus Persimpangan Jalan Ir. H. Juanda – Brigjen Katamso, Medan. Dari hasil penelitian ini, didapatkan tundaan rata-rata dengan menggunakan metode MKJI 1997 adalah 27,4 detik untuk pendekat utara, 116,8 detik untuk pendekat timur, 51,1 detik untuk pendekat selatan, dan 119,4 detik untuk pendekat barat. Sedangkan menggunakan program SIDRA Intersection, hasil tundaan rata-rata adalah 95,5 detik untuk pendekat utara, 119,0 detik untuk pendekat timur, 101,0 detik untuk pendekat selatan, dan 102,9 detik untuk pendekat barat.

Selanjutnya pada tahun 2021, Fatmawati dan Ain melakukan penelitian yang berjudul Evaluasi Kinerja Simpang Empat Bersinyal dengan Metode MKJI dan SIDRA Intersection. Hasil penelitian dengan menggunakan metode MKJI 1997 mendapatkan nilai tundaan sebesar 39,4 detik/smp untuk pendekat utara, 57,7 detik/smp untuk pendekat timur, 99,2 detik/smp untuk pendekat selatan, dan 152,9 detik untuk pendekat barat. Sedangkan dengan menggunakan program SIDRA Intersection, nilai tundaan rata-rata pada semua simpang sebesar 112 detik/kendaraan. Nilai derajat kejenuhan pada metode MKJI 1997 dan SIDRA Intersection terdapat perbedaan, di mana nilai DS metode MKJI 1997 pada pendekat utara sebesar 1,36, pendekat selatan 1,21, pendekat barat 0,91, dan pendekat timur 0,8, dengan nilai DS menggunakan SIDRA Intersection adalah sebesar 1,2. Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa simpang empat jalan yang ditinjau memiliki kinerja yang buruk sehingga perlu penanganan sebagai upaya perbaikan kinerja simpang, seperti redesain geometrik simpang dengan penambahan lebar lajur maupun penambahan lajur khusus untuk belok kiri atau belok kanan.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Persimpangan

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Bina Marga, 1997), persimpangan adalah pertemuan dua buah jalan atau lebih yang saling berpotongan atau bersilangan. Sedangkan menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat di mana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan persimpangan.

Persimpangan mencakup pergerakan lalu lintas menerus, saling memotong, dan

(3)

7 juga gerakan perputaran (Bina Marga, 1992). Dalam penentuan tipe simpang, sebaiknya mempertimbangkan pengaruh laju pertumbuhan lalu lintas, keselamatan lalu lintas, kebutuhan arus lalu lintas (kapasitas), pengaruh lingkungan, dan ekonomi.

Persimpangan merupakan lokasi dengan risiko tinggi karena pengguna jalan yang berbeda-beda (kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor, dan pejalan kaki) menggunakan ruang yang sama pada waktu yang bersamaan dan bergerak dengan arah yang berbeda. Dari pergerakan tersebut, maka akan terjadi konflik di persimpangan. Berdasarkan MKJI 1997, konflik terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Konflik utama, merupakan konflik yang muncul dari gerakan lurus lalu lintas yang datang dari jalan yang saling berpotongan.

2. Konflik kedua, merupakan konflik yang muncul dari gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan atau gerakan lalu lintas membelok dari pejalan

kaki yang menyeberang.

Untuk lebih jelas, jenis-jenis konflik persimpangan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Konflik Pertama dan Kedua pada Persimpangan Empat Lengan

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2.2.2. Jenis Persimpangan

Berdasarkan pengaturan lalu lintas, persimpangan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

simpang bersinyal dan simpang tidak bersinyal.

(4)

8 1. Simpang tidak bersinyal adalah perpotongan dua ruas jalan atau lebih yang tidak menggunakan sinyal (lampu) sebagai rambu-rambu pengendali lalu lintas. Tipe simpang ini banyak ditemukan di jalan perkotaan dan diterapkan jika arus lalu lintas jalan minor dan pergerakan membelok sedikit.

2. Simpang bersinyal adalah perpotongan dua ruas jalan atau lebih yang menggunakan sinyal lampu lalu lintas. Lampu sinyal lalu lintas biasanya digunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut ini (MKJI, 1997):

a. Menghindari kemacetan simpang akibat terjadinya konflik arus lalu lintas.

b. Memberi kesempatan kepada kendaraan maupun pejalan kaki dari jalan kecil ke jalan utama.

c. Mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan dari arah berlawanan.

2.2.3. Data Persimpangan

Data-data persimpangan bersinyal yang dibutuhkan terkait kondisi persimpangan adalah seperti berikut:

1. Geometrik Persimpangan

Data geometrik persimpangan merupakan informasi dasar terkait persimpangan yang dihitung secara terpisah untuk masing-masing pendekat.

Menurut Sukirman (1984), geometri jalan adalah gambaran simpang dengan informasi mengenai kereb, jalur, lebar bahu, dan median. Data geometri persimpangan ini terdiri dari data , tipe persimpangan, lebar pendekat, lebar masuk, lebar keluar, lebar efektif, jumlah lajur, tipe median jalan, dan data geometrik pendukung lainnya.

2. Pengaturan Lalu Lintas

Pengaturan lalu lintas merupakan data persimpangan yang berupa data fase dan waktu sinyal, dan pengaturan belok kiri langsung (left turn on red).

3. Kondisi Lingkungan

Data ini berupa data kondisi lingkungan di mana persimpangan yang akan dianalisis berada, seperti ukuran kota dan tipe lingkungan jalan (MKJI 1997). Data ukuran kota bergantung pada jumlah penduduk kota dalam

(5)

9 satuan juta jiwa. Sedangkan tipe lingkungan jalan dibagi menjadi tipe komersial, permukiman, dan akses terbatas.

4. Arus Lalu Lintas

a. Arus Lalu Lintas (Q)

Arus lalu lintas dihitung berdasarkan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas pada jam puncak pagi, siang, dan sore. Arus lalu lintas untuk setiap kendaraan dari kendaraan per jam dikonversi menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekuivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan pendekat terlawan (MKJI 1997).

Tabel 2.1. Nilai emp Tiap Kendaraan

Jenis Kendaraan

emp Pendekat Terlindung

Pendekat Terlawan

Kendaraan Ringan (LV) 1 1

Kendaraan Berat (HV) 1.3 1.3

Sepeda Motor (MC) 0.2 0.4

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Arus kendaraan yang telah didapatkan melalui survei, dihitung untuk pendekat dan ekuivalen masing-masing kendaraan, seperti berikut:

Q = QLV+ (QHV× empHV) + (QMC× empMC) (2.1) b. Arus Jenuh (S)

Arus jenuh dasar (So) adalah keberangkatan antrian di suatu pendekat selama kondisi standar. Untuk pendekat terlindung, arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif (We) berikut:

So= 600 × We (2.2)

Arus jenuh merupakan arus lalu lintas maksimum pada suatu pendekat yang dapat melewati persimpangan jika sinyal lampu lalu lintas terus menyala hijau. Arus jenuh (S) yang disesuaikan untuk simpang bersinyal dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So)

(6)

10 dengan faktor penyesuaian (F) dari suatu kumpulan kondisi, dapat dihitung seperti berikut:

S = So× FCS× FSF× FG× FP× FLT× FRT (2.3) 5. Waktu Siklus

Waktu siklus adalah waktu total yang diperlukan suatu rangkaian lampu lalu lintas untuk menyala secara lengkap (Syaikhu dan Widodo, 2016). Menurut MKJI 1997, waktu siklus merupakan waktu urutan lengkap dari indikasi sinyal antara dua saat permulaan hijau yang berurutan di dalam pendekatan yang sama. Komponen waktu siklus meliputi waktu hijau, waktu kuning (amber), waktu merah semua (all red), dan waktu antar hijau (intergreen).

a. Waktu Siklus

Penentuan waktu siklus sinyal lampu lalu lintas bergantung pada volume lalu lintas yang melewati persimpangan. Waktu siklus dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

So= 1,5 × LTI + 5

1 − ΣFRCRIT (2.4)

dengan:

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S) FRCRIT = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat

∑ FRCRIT = Rasio arus simpang b. Waktu Hijau

Sedangkan waktu hijau menggunakan rumus berikut:

g𝑖 = (c − LTI) × FRCRIT

ΣFRCRIT (2.5)

dengan:

c = Waktu siklus (detik) c. Waktu Antar Hijau

Waktu antar hijau adalah waktu antara berakhirnya hijau dengan berawalnya hijau pada fase berikutnya (Alamsyah, 2008). Untuk keperluan perancangan persimpangan, dapat digunakan nilai normal seperti tabel berikut.

(7)

11 Tabel 2.2. Nilai Normal Waktu Antar Hijau

Ukuran Simpang

Lebar Jalan Rata-rata

Nilai Normal Waktu Antar Hijau Kecil 6 - 9 m 4 detik per fase Sedang 10 - 14 m 5 detik per fase Besar ≥ 15 m ≥ 6 detik per fase

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Sedangkan data masukan pada persimpangan tidak bersinyal yang dibutuhkan terkait kondisi persimpangan adalah seperti berikut:

1. Geometrik Persimpangan

Data geometrik persimpangan untuk simpang tidak bersinyal menurut MKJI 1997 meliputi tipe jalan, tipe dan lebar median, lebar pendekat, dan data geometrik pendukung lainnya.

2. Kondisi Lalu Lintas

Kondisi lalu lintas ditentukan menurut arus jam rencana atau Lalu-lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan faktor k sesuai konversi dari LHRT menjadi satuan arus per jam. Kondisi ini meliputi periode, sketsa arus, komposisi arus lalu lintas, dan arus kendaraan tidak bermotor.

3. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan berupa data kondisi lingkungan di mana persimpangan yang akan dianalisis berada, seperti ukuran kota dan tipe lingkungan jalan (MKJI 1997). Data ukuran kota bergantung pada jumlah penduduk kota dalam satuan juta jiwa. Sedangkan tipe lingkungan jalan dibagi menjadi tipe komersial, permukiman, dan akses terbatas.

,

2.2.4. Kinerja Persimpangan

Perhitungan kinerja suatu persimpangan bersinyal dapat dilihat dari beberapa parameter persimpangan yang disebutkan sebagai berikut:

1. Kapasitas (C)

Kapasitas merupakan jumlah maksimum kendaraan pada persimpangan yang berdasarkan lamanya waktu hijau (rasio waktu hijau). Menurut MKJI 1997, kapasitas persimpangan adalah jumlah maksimum arus lalu lintas kendaraan pada suatu bagian jalan. Kapasitas juga dapat diartikan sebagai

(8)

12 laju aliran berkelanjutan di mana kendaraan atau orang cukup dapat diharapkan untuk melintasi titik atau segmen seragam jalur atau jalan selama jangka waktu yang ditentukan berdasarkan diberikan jalan, geometrik, lalu lintas, lingkungan, dan kontrol kondisi, biasanya dinyatakan sebagai kendaraan per jam, mobil penumpang per jam, atau orang per jam (HCM, 2000).

2. Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas (Q) terhadap kapasitas jalan (C) pada suatu ruas jalan (MKJI 1997).

3. Panjang Antrian

Menurut MKJI 1997, jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah dengan jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2).

4. Angka Henti (NS)

Angka henti yaitu jumlah berhenti rata-rata per kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang (MKJI 1997).

5. Tundaan (DT)

Berdasarkan MKJI 1997, tundaan pada simpang dapat terjadi karena 2 hal, yaitu tundaan lalu lintas dan tundaan geometri. Tundaan lalu lintas terjadi karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang.

Sedangkan kinerja suatu persimpangan tidak bersinyal dapat dilihat dari beberapa parameter persimpangan yang disebutkan sebagai berikut:

1. Kapasitas (C)

Kapasitas persimpangan pada simpang tidak bersinyal merupakan hasil perkalian antara kapasitas dasar atau kapasitas pada kondisi ideal (Co) dengan factor penyesuaian (F)

2. Derajat Kejenuhan (DS)

Perhitungan derajat kejenuhan untuk semua persimpangan adalah sama, yaitu merupakan rasio arus lalu lintas (Q) terhadap kapasitas jalan (C).

(9)

13 3. Peluang Antrian

Menurut MKJI 1997, peluang antrian ditentukan dari kurva peluang antrian secara empiris.

4. Tundaan (DT)

Besar tundaan pada simpang tidak bersinyal terjadi karena hambatan rata- rata yang dialami oleh kendaraan saat melewati simpang.

2.2.5. Bundaran

Menurut MKJI 1997, bundaran merupakan beberapa bagian jalinan bundaran yang berurutan yang dikendalikan dengan aturan lalu lintas Indonesia, yaitu memberi jalan kepada yang kiri.

Gambar 2.2. Bundaran

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Dalam perhitungan kinerja bundaran, data masukan yang diperlukan terkait kondisi bundaran adalah seperti berikut:

1. Kondisi Geometrik

Kondisi geometrik bundaran menurut MKJI 1997 meliputi lebar jalinan, rasio lebar/panjang, rasio jalinan, pendekat, lebar jalinan panjang, dan data geometrik pendukung lainnya.

2. Kondisi Lalu Lintas

Kondisi lalu lintas dapat ditentukan menurut Lalu-lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan faktor k sesuai konversi dari LHRT menjadi satuan arus per jam, atau menurut Arus Lalu Lintas Jam Rencana. Kondisi

(10)

14 ini meliputi periode, sketsa arus, dan komposisi arus lalu lintas dalam LV, HV, dan MC.

3. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan berupa data kondisi lingkungan di mana bundaran yang akan dianalisis berada, seperti ukuran kota dan tipe lingkungan jalan (MKJI 1997). Data ukuran kota bergantung pada jumlah penduduk kota dalam satuan juta jiwa. Sedangkan tipe lingkungan jalan dibagi menjadi tipe jalan di daerah komersial dan jalan arteri dan tipe jalan di daerah permukiman.

Dari data masukan yang ada, perhitungan kinerja suatu bundaran dapat dilihat dari beberapa parameter persimpangan yang disebutkan sebagai berikut:

1. Kapasitas (C)

Kapasitas total bundaran adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar atau kapasitas pada kondisi ideal (Co) dengan faktor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas.

2. Derajat Kejenuhan (DS)

Perhitungan derajat kejenuhan untuk bundaran merupakan rasio arus lalu lintas (Q) terhadap kapasitas jalan (C).

3. Peluang Antrian

Menurut MKJI 1997, peluang antrian ditentukan dari kurva antrian empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel masukan.

4. Tundaan (DT)

Besar tundaan pada bundaran terjadi karena tundaan lalu lintas akibat interaksi lalu lintas dengan gerakan yang lain dan tundaan geometrik akibat perlambatan dan percepatan lalu lintas (MKJI 1997).

2.2.6. Program SIDRA Intersection

SIDRA yang merupakan singkatan dari Signalized and unsignalized Intersection Design Research Aid adalah perangkat lunak yang digunakan sebagai bantuan untuk mendesain dan mengevaluasi suatu persimpangan dan jaringan persimpangan.

SIDRA dikembangkan oleh Akcelik dan Associates Pty Ltd dan pertama kali dikembangkan pada tahun 1984. Menurut Frans dkk (2018), SIDRA Intersection

(11)

15 menggunakan model analisis lalu lintas secara detail berupa lane-by-lane analyze yang merupakan suatu metode analisis kinerja dengan memperhatikan masing- masing lajur dan digabungkan dengan metode perkiraan untuk memberikan perkiraan kapasitas dan tampilan kinerja lainnya.

Gambar 2.3. Tampilan awal Program SIDRA Intersection

Sumber: Dokumen penulis, 2021

1. Data Masukan SIDRA Intersection

Untuk melakukan perhitungan data persimpangan, SIDRA Intersection membutuhkan data-data sebagai berikut:

a. Data persimpangan, merupakan data informasi dasar persimpangan seperti jumlah lengan persimpangan.

b. Data Geometri, merupakan data kondisi geometrik jalan yang ditinjau.

c. Data pergerakan, merupakan pergerakan yang didasari oleh Gerakan kendaraan dengan arah pergerakan kiri, lurus, dan kanan.

d. Volume, merupakan jumlah kendaraan yang melewati suatu titik jalan dalam satuan waktu. Jumlah kendaraan dibagi beberapa jenis seperti kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV), dan sepeda motor (MC).

e. Kecepatan, merupakan jarak perpindahan dalam satu satuan waktu.

f. Data fase dan pengaturan waktu siklus, merupakan data waktu fase untuk dievaluasi pengaruhnya terhadap tundaan yang terjadi.

2. Ukuran Kinerja Persimpangan

Menurut SIDRA Intersection User guide, berdasarkan data-data yang telah dimasukkan, SIDRA Intersection menghasilkan berbagai macam output

(12)

16 yang dapat membantu dalam analisis dan pelaporan kinerja dari model persimpangan. Elemen kinerja utama untuk setiap permodelan persimpangan menggunakan SIDRA Interection adalah sebagai berikut:

a. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan adalah perbandingan arus masuk dengan kapasitas.

x = q Q= qc

sg = y

u (2.6)

Dengan syarat pergerakan adalah Q > q atau x < 1, dan sg > qc atau u

> y, dimana:

x = Derajat kejenuhan Q = Kapasitas

q = Arus masuk g = Waktu hijau

s = Arus jenuh, jumlah maksimum kendaraan yang dapat melaju c = Waktu siklus

u = rasio waktu hijau (g/c) b. Panjang antrian

Pada SIDRA Intersection, dapat menghitung 70%, 85%, 90%, 95%, dan 98% persen nilai panjang antrian. Perhitungan panjang antrian berguna untuk mengidentifikasi kondisi spillback.

c. Tingkat pelayanan (level of service)

Berdasarkan User SIDRA Intersection guide, tingkat pelayanan digunakan sebagai kontrol batas untuk memastikan bahwa pemodelan persimpangan mewakili usulan praktis. Dalam mengukur tingkat pelayanan, digunakan metode tundaan (HCM, 2016). Metode ini menggunakan tundaan rata-rata dan derajat kejenuhan sebagai dasar penetapan tingkat pelayanan.

d. Tundaan

Ukuran utama output kinerja dari pemodelan menggunakan SIDRA Intersection adalah tundaan. Tundaan adalah penundaan rata-rata kendaraan selama periode arus yang ditentukan, termasuk penundaan setelah akhir periode.

(13)

17 d =0,5c(1 − u)1

1 − ux + 900Txn[(x − 1) + √(x − 1)2+m(x − xo)

QT ] (2.7) dengan:

d = Tundaan per kendaraan (detik per kendaraan) m,n = Parameter kalibrasi

T = Periode arus per jam

xo = Derajat kejenuhan saat tundaan nol e. Angka henti

Pada SIDRA Intersection, perhitungan angka henti didapatkan dengan rumus di bawah ini (Siahaan, 2014).

ℎ = 0,9 (1 − 𝑢 1 − 𝑦+𝑁𝑜

𝑞𝑐) (2.8)

f. Kapasitas simpang

Menurut Akcelik (1981), kapasitas pergerakan pada lampu lalu lintas bergantung pada jumlah maksimum yang berkelanjutan dari kendaraan yang dapat melaju dan proporsi dari waktu hijau dengan waktu siklus (rasio waktu hijau) untuk pergerakan itu

Q = s ×g

c (2.9)

dengan:

Q = Kapasitas

s = Arus jenuh, jumlah maksimum kendaraan yang dapat melaju g = Waktu hijau

c = Waktu siklus

Gambar

Gambar 2.1. Konflik Pertama dan Kedua pada Persimpangan Empat Lengan
Tabel 2.1. Nilai emp Tiap Kendaraan
Gambar 2.2. Bundaran
Gambar 2.3. Tampilan awal Program SIDRA Intersection

Referensi

Dokumen terkait

The purpose of this study is to determinate the positive effect of independent variables (Perceived Usefulness, Perceived ease of use, and perceived

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai torsi dan nilai daya yang paling ideal terdapat pada variasi bahan bakar campuran pertalite 95% dan

6) Guru bertanya jawab kepada masing-masing kelompok tentang memilih, menentukan dan menggunakan bahan/benda yang sesuai untuk membuat kaca pembesar sederhana. 7)

Setelan dilakukan penelitian tentang Pengaruh Pemberian Buah Pisang Ambon Terhadap Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester I di Wilayah Kerja Puskesmas Balowerti

Berdasarkan hasil presentase respon siswa terhadap media Kantong Saku Baca Tulis yang telah diujicoba di dua kelas dapat disimpulkan bahwa media Kantong Saku Baca

Pada hak akses ini user dapat melihat data profil faskes dan dapat mengajukan perubahan data faskes jika akan melakukan perubahan dengan persetujuan Kepala Bidang

plantarum mempunyai nilai pH yang lebih rendah, warna yang lebih cerah, nilai keempukan yang lebih tinggi dan sarkomer yang lebih panjang dibandingkan dengan daging sapi

selanjutnya adalah pemasaran. Disinilah letak kegiatan yang sangat penting. Berhasil tidaknya produk baru ini diterima pasar bergantung dari proses pemasaran produk