• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DIPLOMASI PENYELESAIAN KONFLIK WILAYAH ANTARA PEMERINTAH THAILAND DAN KAMBOJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III DIPLOMASI PENYELESAIAN KONFLIK WILAYAH ANTARA PEMERINTAH THAILAND DAN KAMBOJA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

DIPLOMASI PENYELESAIAN KONFLIK WILAYAH ANTARA PEMERINTAH THAILAND DAN KAMBOJA

Sejarah tentang Kuil Preah Vihear dan hubungan bilateral antara Kamboja dan Thailand setelah penetapan oleh UNESCO telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada bab ini, penulis akan menjelaskan lebih rinci terkait upaya-upaya diplomasi khususnya melalui jalur bilateral dalam penyelesaian konflik perbatasan di sekitar Kuil Preah Vihear. Setidaknya terdapat 2 (dua) upaya besar yang berperan dalam penyelesaian konflik ini, yakni diplomasi bilateral kedua negara yang bersengketa dan peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menunjuk ASEAN sebagai mediator dalam proses penyelesaian konflik.

3.1 Upaya Penyelesaian Konflik Wilayah Melalui Jalur Diplomasi Bilateral antara Thailand dan Kamboja

Sebagai usaha untuk menemukan resolusi konflik yang sesuai, dibutuhkan upaya-upaya yang dapat diterima kedua belah pihak. Salah satunya melalui diplomasi bilateral oleh kedua negara. Secara sederhana, diplomasi merujuk pada sebuah upaya-upaya non kekerasan yang mengedepankan dialog antara pihak yang bersengketa.95

Galtung mengungkapkan bahwa terjadinya konflik dapat dipicu oleh tiga hal utama yang meliputi: perbedaan kepentingan, munculnya perilaku negatif atas timbulnya persepsi negatif yang berkembang di antara pihak-pihak yang berkonflik, serta adanya kekerasan atau adanya ancaman yang dimunculkan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.96 Pada kasus konflik Kamboja dan Thailand, konflik tersebut diakibatkan oleh perbedaan pandangan mengenai garis batas wilayah kedua negara ini, mencapai puncak eskalasi pada tahun 2007. Namun, penyelesaian sengketa terkait status kepemilikan Kuil Preah Vihear telah selesai sejak ICJ menetapkan bangunan kuil preah vihear dan wilayah sekitarnya kecuali wilayah seluas 4,6

95 Op Cit,. hal 73.

96 Universitas Negeri Yogyakarta, https://eprints.uny.ac.id/66284/13/BAB%20II.pdf

(2)

kilometer persegi yang tidak ditetapkan kepemilikannya.97 Wilayah di sekitar kuil inilah yang kemudian masih menjadi konflik berkelanjutan antara Thailand dan Kamboja. Baik Thailand maupun Kamboja, kedua negara yang saling berdekatan secara geografis ini tetap mengklaim wilayah di sekitar Candi kedalam wilayah kedaulatannya masing-masing.98 Meskipun kesepakatan telah dicapai, namun gagasan terkait dengan tindakan menjadikan Kuil Preah Vihear sebagai prasasti bersama yang dinobatkan sebagai Warisan Dunia telah diagendakan kedua negara pada pertemuan bulan April dan Juni 2008 justru menjadi pemicu konflik baru.99 Hal ini disebabkan adanya tindakan yang dilakukan secara sepihak oleh Kamboja yang mendaftarkan Kuil Preah Vihear sebagai Warisan Budaya Dunia milik kamboja ke UNESCO pada akhir tahun 2007. Hingga pada akhirnya pihak pemerintah Thailand mengecam keras tindakan sepihak dari pemerintah Kamboja.

Reaksi keras Thailand atas tindakan Kamboja bukan tanpa sebab. Pasalnya rencana pendaftaran Candi Preah Vihear yang diperebutkan itu dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO telah direncanakan jauh sebelumnya. Pada tanggal 7 Juni 2000, Pemerintah Phnom Penh dan Bangkok yang saat itu masih di bawah kepemimpinan PM Chuan Leekpai menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang survei dan demarkasi batas tanah sebagai jalan untuk penyelesaian sengketa atas Candi Preah Vihear ini serta dibentuknya sebuah Komisi Perbatasan Gabungan untuk menangani implementasi perjanjian tersebut.100 Dimana, salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah, pemerintah Thailand dan Kamboja akan mendaftarkan secara bersama-sama Kuil Preah Vihear kepada UNESCO. 101

97 Trivida Widia, 2018, Analisa Kebijakan Thailand dalam Sengketa perbatasan dengan Kamboja Studi Kasus: Konflik Wilayah Sekitar Kuil Preah Vihear, Skripsi, Universitas Islam Indonesia, diakses pada

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/11120/08%20naskah%20publikasi.pdf?sequen ce=12&isAllowed=y. Pada tanggal 02/01/2022

98 Elfia Farida, Penyelesaian Sengketa Perbatasan Antara Thailand dan Kamboja melalui Mekanisme ASEAN, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, diakses dalam

https://media.neliti.com/media/publications/4643-ID-penyelesaian-sengketa-perbatasan-antara- thailand-dan-kamboja-melalui-mekanisme-a.pdf. Pada tanggal 17/03/2022

99 ibid

100 Volker Grabowsky, Sok Deth, Op, Cit., hal 6.

101 ibid

(3)

Untuk mengatasi konflik berkepanjangan ini, kedua belah pihak telah melakukan upaya-upaya penyelesaian konflik. Jika mengacu pada resolusi konflik menurut Galtung, Kamboja dan Thailand tidak memilih menggunakan cara coercive yakni dengan cara kekerasan fisik, ancaman atau penjatuhan sanksi antara kedua pihak atau cara Litigasi yakni melalui jalur peradilan hukum, Melainkan, kedua pihak memilih jalur Non Litigasi yakni model penyelesaian konflik di luar lembaga peradilan seperti melalui negosiasi atau mediasi untuk mendapatkan suatu kemenangan bersama (win-win solution).

Upaya negosiasi di berbagai level telah dilakukan, mulai dari pejabat senior hingga ke tingkat menteri. Berikut ini merupakan rangkaian proses diplomasi kedua negara selama konflik perbatasan wilayah Preah Vihea setelah penetapan kepemilikan Kuil Preah Vihear oleh UNESCO:

1. Negosiasi antar Perdana Menteri pada 21 Juli 2008

Masing-masing perwakilan dari Thailand dan Kamboja mengirimkan utusan dengan agenda untuk menyelesaikan konflik perbatasan wilayah di sekitar Kuil Preah Vihear dilakukan dengan cepat. Dalam perundingan ini, pihak Thailand diwakili oleh Perdana Menteri Samak Sundaravej.

Sedangkan dari pihak Kamboja adalah Hun Sen. Dialog ini berlangsung di Kota Seam Reap, Kamboja Utara. Dari perundingan ini, disepakati bahwa kedua belah pihak akan menarik pasukan militernya dari sepanjang wilayah Kuil Preah Vihear.102

2. Pertemuan Pejabat Militer Tinggi pada 14 Oktober 2008

Perwakilan pejabat militer kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pertemuan pada hari selasa 14 Oktober 2008 di Siem Reap, kota kecil di wilayah Kamboja. Akan tetapi pertemuan ini ditunda karena kedua belah pihak negara menyatakan diri belum siap untuk melakukan perundingan.103

102 Rudolfo Severino, 2006, Southeast Asia in Search of an ASEAN Community (Singapore:

Institute of Southeast Asian Studies.

103 Ilham Sama 2018, “Konflik Thailand dan Kamboja terhadap sengketa Kuil Preah Vihear di Kamboja”, diakses dalam https://pustaka.unwahas.ac.id/eskripsi/detailskripsi-konflik-thailand-dan- kamboja-terhadap-sengketa-kuil--preah-vihear--di-kamboja, pada 24 Maret 2022.

(4)

3. Pada Kamis, 16 Oktober 2008, pejabat militer kedua belah pihak mendesak untuk diadakan dialog sebagai respon atas terjadinya baku tembak di sekitar wilayah Kuil Preah Vihear pada 15 Oktober 2008. Pejabat militer senior dari kedua pihak bertemu di Sisaket Thailand, dekat di perbatasan Kamboja.104 Pertemuan kali ini diagendakan untuk membicarakan bentrokan yang terjadi pada 14 Oktober 2008 yang telah menelan korban jiwa diantaranya 2 tentera kamboja dan telah melukai 10 orang dari kedua pihak. Baku tembak kedua negara ini dipicu oleh keputusan UNESCO yang menyetujui Kuil Preah Vihear menjadi situs Bersejarah Dunia di wilayah PBB, di bawah pemerintahan Kamboja.

4. Hasil dari perundingan pada 16 Oktober 2008 adalah kedua negara sepakat untuk menggelar patroli bersama di wilayah Kuil Preah Vihear untuk mengurangi risiko kesalahpahaman dari kedua negara yang dapat sewaktu- waktu dapat menimbulkan gesekan dan mengarah kepada bentrokan baru dengan skala dan kerugian yang lebih besar.105

5. Diplomasi Golf pada 28 April 2008

Untuk meredakan ketegangan konflik yang terjadi, masing-masing perwakilan kedua negara melakukan pertemuan di Thailand dengan melakukan kegiatan bermain golf bersama. Dari pihak Thailand, diwakili oleh Menteri Pertahanan Thailand Prawit Wongsuwan dan Tea Banh sebagai perwakilan Menteri pertahanan Kamboja. Bahkan beberapa jenderal dari kedua negara yang tergabung dalam perundingan juga menikmati permainan golf yang berlangsung satu ronde tersebut. Pada Perundingan ini berfokus pada masalah-masalah seputar perseteruan yang kerap muncul di daerah perbatasan yang berkepanjangan.106

Tiga tahun proses diplomasi melalui jalur bilateral dilakukan, konflik antara Thailand dan Kamboja juga belum mereda dan bahkan kian memanas. Strategi penyelesaian konflik tanpa kekerasan atau yang disebut dengan diplomasi memang

104 Ibid.,

105Ibid., hal 12.

106 Ibid., hal 17.

(5)

sudah diupayakan oleh kedua belah pihak dengan membangun dialog-dialog komunikasi untuk mengurangi ketegangan konflik yang dapat meningkatkan intensitas suhu konflik. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh R.P Barston bahwa diplomasi merupakan manajemen relasi antar negara dan aktor sebagai bagian dari usaha untuk menjelajahi dan pada akhirnya diharapkan dapat menemukan sebuah resolusi konflik yang disepakati oleh kedua belah pihak.107

Meskipun dengan jalan diplomasi kedua negara dalam hal ini Kamboja dan Thailand belum menemukan sebuah exit goals yang dapat disepakati bersama, namun jika dilihat dari proses yang telah dilakukan khususnya sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 telah membuahkan hasil yang dapat meredamkan dan menurunkan intensitas suhu konflik yang lebih dingin.

Sebagai upaya lanjutan dalam menemukan resolusi konflik yang dapat diterima kedua belah pihak, pemerintah Kamboja mengusulkan untuk menyelesaikan konflik ini dengan keterlibatan pihak luar. Bertolak belakang dengan apa yang diusulkan Kamboja, Thailand lebih memilih untuk tidak melibatkan pihak luar dalam penyelesaian konflik kedua negara tersebut. Hal inilah kemudian yang menjadi hambatan bagi tercapainya kesepakatan penyelesaian konflik. Meskipun tanpa mengantongi persetujuan dari Thailand, Kamboja bersikukuh untuk meminta bantuan mediator yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB.108

Atas laporan yang diterima dari Kamboja, PBB memutuskan untuk menunjuk lembaga regional Asia Tenggara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagai mediator dalam penyelesaian konflik dua negara tersebut. Keputusan tersebut tidak langsung dapat diterima oleh Thailand, dimana Thailand bersikeras untuk menempuh penyelesaian secara bilateral. Namun, setelah melalui banyak perdebatan, pada akhirnya Thailand menyetujui keputusan PBB untuk menjadikan ASEAN sebagai pihak ketiga dalam upaya penyelesaian konflik sengketa Kuil Preah Vihear tersebut.

107 Barston, R.P, Ibid, hal 23.

108 Oktavina Yohana Pottu , Chontina Siahaan, 2021, Peran ASEAN Dalam Penyelesaian Sengketa Kuil Preah Vihear, Jurnal, diakes dalam https://media.neliti.com/media/publications/4643-ID- penyelesaian-sengketa-perbatasan-antara-thailand-dan-kamboja-melalui-mekanisme-a.pdf, pada 25 Maret 2022

(6)

3.2 Tahapan Resolusi Konflik Kamboja dan Thailand

Jika dilihat dari konsep resolusi konflik dari Galtung, terdapat beberapa langkah yang dipergunakan untuk penyelesaian konflik dalam rangka mengakomodir kepentingan antara Thailand dan Kamboja. Metode penyelesaian konflik tersebut meliputi: peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding. 109

Peacemaking merupakan tahapan paling awal penyelesaian konflik menurut Galtung. Tahapan peacemaking terbagi menjadi tiga yakni coercive melalui jalur kekerasan atau paksaan, litigasi melalui jalur peradilan, dan non-litigasi melalui jalur non-peradilan yang biasanya dilakukan melalui negosiasi atau mediasi.

Kemudian, dilanjutkan pada tahap peacekeeping dan terakhir adalah tahap peacebuilding.

Pada kasus Kamboja dan Thailand, penyelesaian konflik dilakukan melalui cara koersif, cara litigasi melalui peradilan ICJ dan upaya non-litigasi melalui upaya negosiasi bilateral. Penyelesaian konflik melalui cara kekerasan (coercive) paksaan secara fisik (coercive capacity) dilakukan sebagai salah satu cara saling menunjukkan kapabilitas dan kemampuan masing-masing negara berkonflik.

Menjelang pencalonan Preah Vihear sebagai situs Warisan Dunia pada Juli 2008, ketegangan hubungan Kamboja dan Thailand meningkat. Para demonstran Thailand yang melakukan protes atas keputusan UNESCO berkumpul di sepanjang wilayah kuil Preah Vihear. Beberapa dari mereka bahkan telah mengibarkan bendera Thailand di dekat kuil. Atas tindakan tersebut, pihak berwenang Kamboja menangkap demonstran Thailand tersebut. Kamboja kemudian mengklaim bahwa banyak tentara Thailand yang melakukan peningkatan aktivitas hingga melewati garis perbatasan dan terdapat seorang tentara Thailand yang terpaksa harus kehilangan kakinya akibat ledakan ranjau darat Kamboja.

Kemudian, dengan dalih untuk melindungi kedaulatan wilayah, serta keamanan dan ketertiban demonstran, Thailand mengirimkan pasukan militernya

109 ibid

(7)

ke wilayah sekitar kuil. Tercatat hingga tanggal 17 Juli 2008, jumlah total pasukan di kuil meningkat menjadi lebih dari 1.000 tentara, dengan beberapa dari 400 tentara Thailand di daerah tersebut menduduki sebuah pagoda Buddha di dekat kuil dan diklaim oleh Kamboja.

Untuk mencegah pecah dan meluasnya konflik militer, berbagai cara non- litigasi melalui negosiasi telah ditempuh di sela-sela konflik militer, yang dapat dijelaskan sebagai berikut110:

1. Untuk membendung aksi sepihak Thailand dan mencegah aksi-aksi kekerasan seperti bentrokan antar kubu Thailand dan Kamboja, cara- cara litigasi seperti negosiasi telah diupayakan oleh pemerintah Kamboja. Dalam sebuah surat kepada Perdana Menteri Thailand, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menyerukan penarikan segera pasukan dan pengunjuk rasa Thailand dari daerah tersebut. Namun, dalam surat balasannya, pemerintah Thailand menyatakan bahwa Thailand bersikeras mengirimkan pasukan militer di wilayah Thailand di daerah perbatasan dengan kuil. Thailand juga mengatakan bahwa pasukan Kamboja dan bangunan di wilayah seluas 4,6 km2 (1,8 sq mi) adalah "pelanggaran kedaulatan dan integritas teritorial Thailand", tetapi pemerintah Thailand bertekad untuk mencari keadilan dan integritas wilayah dengan solusi damai untuk situasi ini.

2. Pada 21 Juli 2008, Menteri Pertahanan Kamboja Tea Ban dan komandan Angkatan Darat Thailand Boonsrang Niempradit mengadakan pembicaraan di Thailand, namun pembicaraan tersebut tidak mencapai hasil.

3. Pada 22 Juli 2008, Thailand menolak bantuan ASEAN dalam menyelesaikan sengketa perbatasan. Pernyataan Thailand muncul

110 ibid

(8)

saat para menteri luar negeri ASEAN memulai pertemuan di Singapura.

4. Kamboja dan Thailand kembali mengadakan pertemuan pada 28 Juli, dengan hasil kedua belah pihak mendukung penarikan pasukan, dimulai dengan tentara Thailand. Namun tanggal pasti kapan Thailand akan menarik pasukannya tidak disepakati

Pada bulan Agustus, tentara Thailand bertindak lebih agresif dengan memperluas wilayah yang didudukinya hingga ke kompleks Ta Moan, sekitar 150 km ke barat, dan membangun pagar sementara di sekitar reruntuhan Hindu.

Menanggapi hal tersebut, Kamboja menunjukkan sikap tegasnya dengan menduduki kuil Ta Krabei, sekitar 13 km sebelah timur Ta Moan, serta mengirim 70 tentara ke situs yang sebelumnya yang tidak demiliterisasi. Seolah ingin menunjukkan kekuatannya, Thailand mengirimkan jumlah pasukan tambahan sebanyak 35 personil di wilayah tersebut.111

Ketegangan antar dua kubu menyebabkan bertambah tingginya intensitas suhu pada tanggal 3 oktober 2008. Insiden baku tembak dan roket telah melukai satu tentara Kamboja dan 2 tentara Thailand. Meskipun pada akhirnya konfrontasi berhasil dihentikan sementara, namun Thailand melontarkan tuduhan kepada Kamboja untuk memprovokasi Thailand demi meningkatkan profil perselisihan mereka setelah Kamboja gagal meminta PBB pada bulan Juli untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. Insiden tersebut dengan cepat ditanggapi oleh komandan kedua pasukan. Pada tanggal 4 Oktober 2008, komandan kedua negara bertemu di daerah perbatasan yang disengketakan di tengah tuduhan bahwa masing- masing pihak telah menyebabkan pertempuran perbatasan pada hari sebelumnya.

Dipandu oleh komandan Kamboja di daerah Srey Dek dan rekannya dari Thailand

111 Ms. Danielle Breitenbücher, 2013, Cambodia/Thailand, Border Conflict around the Temple of Preah Vihear, the University of Geneva, diakses dalam https://casebook.icrc.org/case-

study/cambodiathailand-border-conflict-around-temple-preah-vihear

(9)

Kolonel Chayan Huaysoongnern, kedua belah pihak menyerukan agar situasi kembali normal.112

Untuk menghindari konfrontasi yang semakin meluas, upaya non-litigasi kembali dilakukan. Pada 13 Oktober 2008, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, mengeluarkan ultimatum kepada Thailand untuk menarik pasukan dari daerah perbatasan yang disengketakan. Namun, seolah tidak mengindahkan permintaan Hun Sen, pasukan Thailand justru maju ke daerah perbatasan yang disebut Veal Intry (Ladang Elang) di dekat kuil dalam upaya untuk menduduki tanah Kamboja di dekat Preah Vihear. Thailand berdalih pasukan tersebut ditujukan untuk menjaga situasi agar tidak ada lagi kekerasan di wilayah tersebut.113

Konfrontasi kedua pasukan kembali pecah pada 15 oktober 2008, dimana antar pasukan militer saling melempar granat, mortir berpeluncur roket serta senapan mesin dan tembakan senjata ringan lainnya. Hal ini diakibatkan adanya kesalahpahaman yang tidak jelas terkait rotasi pasukan Thailand. Atas insiden ini, tiga tentara Kamboja tewas dan dua terluka. Selain itu, tujuh tentara Thailand dikabarkan juga mengalami luka-luka dan salah satu diantaranya meninggal dunia.

Ditengah-tengah ketegangan antar pasukan militer Kamboja dan Thailand, tepatnya pada akhir Mei dan awal April 2009, pejabat UNESCO melakukan “misi memperkuat pemantauan” ke kuil Preah Vihear sebagai bagian dari pengawasan rutin situs Warisan Dunia. Ia menemukan bahwa kerusakan candi dari insiden kebakaran 15 Oktober 2008 relatif kecil, tetapi keberadaan pasukan militer di sekitar candi akan beresiko pada kerusakan candi yang lebih luas apabila insiden penyerangan berlanjut.114

Pada tanggal 3 April 2009, setelah tim UNESCO peri setelah melakukan pemantauan, pertempuran antar pasukan militer kembali pecah, di lokasi yang sama

112 Anonymous, Cambodian–Thai border dispute, diakses melalui

https://military-history.fandom.com/wiki/Cambodian–Thai_border_dispute, pada 9 Juni 2022.

113 Military wiki, Cambodian- Thai border dispute, diakses dalam https://military- history.fandom.com/wiki/Cambodian–Thai_border_dispute

114 ibid

(10)

dengan bentrokan yang terjadi pada bulan Oktober. Hal ini dipicu adanya perbedaan pendapat antara pasukan mengenai akses ke daerah yang disengketakan. Pada bentrokan kali ini, senjata berkaliber lebih tinggi digunakan, termasuk pertukaran artileri, mortir dan granat. Akibatnya, jumlah korban meningkat secara proporsional, dimana setidaknya satu tentara Thailand dan dua tentara Kamboja tewas dan lima tentara Thailand lainnya terluka.

Pertempuran militer Kamboja dan Thailand terus berlanjut dari tahun ke tahun, dan menyisakan kerusakan bangunan, korban jiwa, hingga menyebabkan semakin memburuknya hubungan diplomatik antara Kamboja dan Thailand. Untuk menghentikan serangan militer Thailand ke Kamboja dan inisiasi untuk mengakhiri konflik militer, penyelesaian dengan cara non-litigasi melalui mediasi dipilih Kamboja dengan rincian sebagai berikut115:

1. Pada Februari 7 Februari 2011, Kamboja melaporkan serangan militer yang dilakukan oleh Thailand ke wilayahnya kepada PBB.

Kamboja juga meminta PBB untuk membantu menyelesaikan konflik yang terjadi dan melakukan intervensi dengan mengirimkan pasukan peacekeeping ke wilayah sengketa116

2. 13 Februari 2011, dalam pernyataan pers, PM Thailand menolak keterlibatan pihak eksternal untuk membantu penyelesaian konflik Kamboja dan Thailand117

3. Pada 14 Februari 2011, PBB mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh ASEAN beserta wakil masing-masing dari Kamboja dan Thailand guna membahas penyelesaian konflik kedua negara tersebut. Hasil dari pertemuan tersebut adalah ditunjuknya ASEAN sebagai mediator penyelesaian konflik Kamboja-Thailand. Kamboja

115 ibid

116 Ron Corben , Thailand, Cambodia searching for ways to resolve conflict, DW, diakses dalam https://www.dw.com/en/thailand-cambodia-searching-for-ways-to-resolve-conflict/a-6430440, dipublikasi pada 7 februari 2011

117 https://en.antaranews.com/news/68025/thailand-to-reject-un-help-over-cambodia- pm?utm_source=antaranews&utm_medium=related&utm_campaign=related_news

(11)

menerima keputusan tersebut, sedangkan Thailand merasa keberatan dengan keterlibatan pihak luar dan menginginkan penyelesaian konflik dilakukan secara bilateral.

4. Kesepakatan baru dicapai pada 16 Februari 2011 pada pertemuan ASEAN di Jakarta, bahwa Kamboja dan Thailand sepakat untuk mengizinkan pengamat Indonesia memantau wilayah perbatasan yang disengketakan. tim observer terdiri dari 40 pengamat militer dan sipil. tim pengamat ini, bukan bagian dari pasukan peacekeeping seperti yang diminta oleh Kamboja sebelumnya.

Semenjak disepakatinya penunjukkan ASEAN sebagai mediator, penyelesaian konflik diselesaikan dengan jalan ASEAN. Disisi lain, pertempuran militer antar keduanya masih juga tetap berjalan. Desakan atas konflik militer yang semakin meluas dan perundingan melalui jalan ASEAN tak kunjung mencapai kesepakatan, Kamboja menempuh jalur litigasi melalui peradilan ICJ dengan meminta ICJ menginterpretasikan keputusan tahun 1962. Kemudian, menyusul permintaan Kamboja untuk memaksa tentara Thailand keluar dari wilayah konflik, hakim Mahkamah Internasional, dengan suara 11–5, memerintahkan kedua negara untuk segera menarik pasukan militer mereka dari daerah sengketa yang melintasi perbatasan mereka dan memberlakukan pembatasan. ICJ juga meminta tim observer dari Indonesia diizinkan masuk daerah demiliterisasi sementara untuk mengamati gencatan senjata. Kedua belah pihak menyetujui keputusan tersebut dengan melakukan penarikan pasukan militer masing-masing. Meskipun demikian, konflik militer tidak benar-benar dapat dihapuskan.118

Selanjutnya, setelah dicapainya penyelesaian konflik pada tahapan peacemaking, upaya yang dilakukan untuk mencapai perdamaian abadi pada pihak berkonflik adalah upaya peacekeeping. Menurut Galtung, peacekeeping merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk menjaga perdamaian. Tahap ini ditujukan sebagai upaya tindak lanjut untuk mencapai perdamaian abadi melalui

118 ibid

(12)

penghormatan atas perjanjian damai yang disepakati oleh pihak yang tengah berkonflik. Operasi peacekeeping sendiri melibatkan personel militer tetapi tidak menggunakan kekuatan daya serang. Fungsinya adalah sebagai pengawas agar kesepakatan perdamaian dapat ditegakkan dan dijalankan oleh pihak berkonflik.

Tahap ini juga melegalkan penggunaan kekerasan apabila dibutuhkan.

Keberhasilan resolusi konflik di tahap ini, diharapkan kedepannya implementasi cara-cara untuk membuat perdamaian dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Pada tahapan ini, pihak yang ditunjuk secara tidak langsung sebagai peacekeeper adalah tim observer dari Indonesia yang terdiri dari 40 personil militer dan sipil. Tim observer tersebut ditugaskan untuk mengawasi jalannya penyelesaian konflik termasuk gencatan senjata masing-masing pihak berkonflik.

Sebagai langkah lanjutan dari upaya resolusi konflik, kedua negara membangun jembatan komunikasi untuk memperbaiki kerusakan akibat konflik atau yang dikenal dengan Peace building. Berdasarkan kesepakatan hasil sidang DK PBB di New York, ASEAN sebagai organisasi regional Asia Tenggara diamanatkan untuk menjadi mediator membantu penyelesaian konflik Thailand- Kamboja dan mendorong negara yang bersangkutan untuk bersikap kooperatif.119 Kemudian, menindaklanjuti sidang DK PBB, pada tanggal 22 Februari 2011, ASEAN menggelar pertemuan informal para Menteri Luar Negeri ASEAN atau (Informal ASEAN Foreign Ministers Meeting) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian konflik Kamboja-Thailand. Upaya tersebut merupakan suatu upaya yang ditujukan untuk pemulihan dan perbaikan pada kerusakan yang disebabkan akibat perang yang diimplementasikan melalui pembangunan komunikasi yang baik antar pihak-pihak berkonflik.

119 Antara news, Loc.Cit

Referensi

Dokumen terkait

 Peserta didik berfikir bersama, tiap peserta didik dalam kelompok membagi tugas, menjelaskan kepada teman kelompoknya yang belum memahami materi, menyatukan pendapat

Gambar 5.12 Grafik kelas kurtosis detrital sedimen pada zona gumuk pasir. yang didominasi oleh kelas

Setelah mahasiswa/I melakukan proses pembimbingan, usulan skripsi atau proposal skripsi yang telah disetujui oleh tim pembimbing skripsi wajib diseminarkan du tingkat

Berat jenis maksimum campuran (Gmm) diukur dengan AASHTO T.209-90, maka berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang menyerap

Depresi cenderung meningkatkan risiko atau kemungkinan tidak terjadinya perbaikan infeksi ulkus kaki diabetik, walaupun setelah dilakukan penyesuaian terhadap

Berdasarkan hasil perhitungan Koefisien Determinasi (KD) secara parsial dengan melihat nilai R Square yaitu 0,646, maka besar pengaruh Beban Kerja memberi

Företag 1 jobbar med sitt miljöansvar genom att de köper in i stort sett allt, bortsett från kryddor, korvskinn och plast, från lokala producenter vilket leder till korta