• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Produksi Perusahaan

Tahapan proses produksi yang dilakukan berupa aktivitas perakitan mesin A. Berikut merupakan proses produksi mesin A pada Assembly Engine di PT.

XYZ yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proses Produksi Mesin A

Pada Assembly Engine dilakukan perakitan komponen sehingga menjadi mesin pada sepeda motor. Komponen yang terlibat dalam: Assy Engine, Crank Case, Crank Shaft, Cylinder Head, Cylinder Comp, dan Mission Case. Setelah itu, mesin akan dilakukan pengecekan selama 2 tahap. Tahap pertama meliputi:

Starting Ability adalah kemampuan memulai/menyalakan mesin, Oil Distribution menunjukkan distribusi oli dalam mesin, Idle Condition adalah pengecekan saat mesin menganggur, Rotation Condition adalah pengecekan saat mesin dalam kondisi melakukan putaran, Engine Noise menguji kebisingan mesin, Electrical Function adalah pengecekan terhadap fungsi listrik pada mesin. Tahap kedua meliputi : Visual Engine Check yaitu pengecekan yang dapat dilihat langsung pada mesin, Number Engine Check adalah pengecekan nomor seri mesin, Oil Engine Check adalah pengecekan oli mesin. Jika mesin ditolak dari antara kedua pengecekan tersebut, maka dilakukan perbaikan mesin. Namun Jika diterima maka dilanjutkan ke supplier packing. Dimana supplier packing adalah tahap pengemasan mesin yang akan dikirimkan ke pemasok.

Mesin A merupakan produk mesin utama pada salah satu sepeda motor yang diproduksi oleh PT. XYZ. Proses perakitan mesin A dibagi menjadi 5 pos.

Terdapat perbedaan pembacaan stasiun kerja, perbedaan tersebut yaitu ditandai

(2)

II-2

dengan huruf awal pada setiap stasiun kerja. Untuk kode “M” adalah stasiun kerja untuk Perakitan Utama, kode “S” adalah stasiun kerja untuk Assembly Komponen, kode “Q” adalah stasiun kerja untuk Pemeriksaan Kualitas. Gambaran proses perakitan mesin A pada Assembly Engine di PT. XYZ yang dapat dilihat pada Lampiran dalam bentuk Operation Process Chart.

2.1.1 POS 1 SEKSI ASSEMBLY ENGINE

Proses Perakitan Pos 1 Mesin A dimulai pada stasiun kerja Numbering dengan kode stasiun S11. Selanjutnya masuk ke stasiun kerja Press Bushing Mission Case dengan kode stasiun S12. Lalu diproses ke stasiun kerja Press Fitting Crank Shaft & Shaft Drive dengan kode stasiun S13. Sebelum masuk ke stasiun kerja Quality Gate 2 (Q2), produk harus diproses dahulu di stasiun kerja Press Bearing Mission Case dengan kode stasiun S14. Selanjutnya produk diproses pada stasiun kerja Press Oil Seal Crank Case L dengan kode stasiun S15.

Proses terakhir pada pos 1 yaitu stasiun kerja Leak Tester Mission Case dengan kode stasiun M01.

2.1.2 POS 2 SEKSI ASSEMBLY ENGINE

Setelah diproses di Pos 1, produk masuk pada proses Perakitan di Pos 2.

Proses perakitan dimulai pada stasiun kerja Press Bush Crank Case R (S09) sebagai pemasok komponen yang nantinya akan diproses lebih lanjut pada stasiun kerja Liquid Gasket dengan kode stasiun S10. Selanjutnya masuk ke stasiun kerja Shaft Comp Cam & Termostat Assy dengan kode stasiun M02. Pada stasiun kerja Cylinder Comp & Piston (S01) memproses komponen yang nantinya akan dirakit pada stasiun kerja Assy Cylinder Comp dengan kode stasiun (M03). Pada stasiun kerja Shaft Comp Cam & Thermostat Assy (S02) memproses komponen yang nantinya akan dirakit pada stasiun kerja Pump Assy Water (M06) dan komponen yang akan diproses lebih lanjut oleh stasiun kerja Setting Tappet (S03). Setelah stasiun kerja S03, komponen akan dilakukan pemeriksaan pada stasiun kerja Quality Gate 1 (Q1). Selanjutnya produk akan dirakit secara berurutan pada stasiun kerja Assy Cylinder Head (M04), Sprocket, Cam (M05), dan Pump Assy Water (M06).

(3)

II-3 2.1.3 POS 3 SEKSI ASSEMBLY ENGINE

Setelah diproses di Pos 2, produk masuk pada proses Perakitan di Pos 3.

Proses perakitan dimulai pada stasiun kerja Cylinder Comp & Piston (S04) sebagai komponen yang nantinya akan digunakan pada stasiun kerja Assy Base, Stator Assy dengan kode stasiun M07. Selanjutnya produk akan diproses secara berurutan di stasiun kerja Assy Flywheel Comp (M08), Assy Face Comp Movable Drive (M09), dan Pulley Assy, Driven (M10). Setelah itu pada stasiun kerja Face Comp Moveable Drive & Cap Noise Assy dengan kode stasiun (S05) memproses komponen yang nantinya akan digunakan untuk stasiun kerja Assy Coil IGN (M11). Setelah itu, produk akan diakhiri pada stasiun kerja Assy Cover L (M12).

2.1.4 POS 4 SEKSI ASSEMBLY ENGINE

Setelah diproses di Pos 3, produk masuk pada proses Perakitan di Pos 4.

Proses perakitan dimulai pada stasiun kerja Cover L & Cover Comp Head (S06) sebagai komponen yang nantinya akan digunakan pada stasiun kerja Cover Comp Head (Assy) dengan kode stasiun M13. Selanjutnya produk akan diproses pada stasiun kerja Fan Comp, Cooling dengan kode stasiun M14. Setelah itu pada stasiun kerja Joint Comp Water Hose dengan kode stasiun (S07) memproses komponen yang nantinya akan digunakan untuk stasiun kerja Assy Radiator dengan kode stasiun M15. Selanjutnya produk akan diproses pada stasiun kerja Balt-Wash dengan kode stasiun M16. Lalu, pada stasiun kerja Pipe Inlet (S08) memproses komponen yang nantinya akan digunakan pada stasiun kerja Sub Harness Eng Assy (M17) dan Leak Tester Radiator (M18).

2.1.5 POS 5 SEKSI ASSEMBLY ENGINE

Setelah diproses di Pos 4, produk masuk pada proses Perakitan di Pos 5.

Proses perakitan dimulai pada stasiun kerja Leak Tester Engine dengan kode stasiun kerja M19. Selanjutnya produk akan diproses secara berurutan pada stasiun kerja Radiator Coolant Filling (M20), Oil Filling Engine (M21), dan Cover Comp Radiator Assy (M22). Setelah itu, produk akan diperiksa pada stasiun kerja Quality Gate 3 dengan kode stasiun kerja (Q3). Terakhir Produk akan produk jadi akan dipindahkan sehingga keluar dari lini perakitan pada stasiun kerja Unloading (M23).

(4)

II-4 2.2 Sistem Produksi

Sistem produksi adalah gabungan dari beberapa unit atau elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan tertentu (Ahyari, 2002). Beberapa elemen yang termasuk dalam sistem produksi ini adalah produk perusahaan, lokasi pabrik, letak dan fasilitas produksi yang dipergunkan dalam perusahaan, lingkungan kerja karyawan, serta standar produksi yang berlaku dalam perusahaan tersebut. Elemen atau subsistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem produksi.

1. Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasi

Dilihat dari tujuan melakukan operasinya dalam hubungannya dengan penentuan kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu (Bedworth dan Bailey, 1987):

a) Engineered Order (ETO)

Adalah sistem produksi di mana order penetration point (OPP) terletak paling jauh di value stream, yaitu lebih jauh (upstream) dari pelanggan daripada mode produksi dasar lainnya (make-to-order, assembly to-order dan make-to-stock). Produk diproduksi berdasarkan pesanan pelanggan, tetapi selain memproduksi barang, pesanan juga membutuhkan rekayasa produk. Tidak ada persediaan barang jadi, stok produksi terdiri dari pekerjaan yang sedang berlangsung serta bahan, komponen dan suku cadang. Persediaan material yang ada juga sangat sedikit karena semua atau sebagian besar bahan yang dibutuhkan dipesan dari pemasok berdasarkan pesanan pelanggan.

b) Assembly to Order (ATO)

Adalah dimana produsen membuat desain standar, modul-modul operasional standar sebelumnya dan merakit suatu kombinasi tertentu dari modul standar tersebut bisa dirakit untuk berbagai tipe produk. Contohnya adalah pabrik mobil, dimana mereka menyediakan pilihan transmisi secara manual atau otomatis, AC, audio system, opsi-opsi interior, dan opsi-opsi khusus. Sebagaimana juga warna frame mobil yang khusus. Komponen-

(5)

II-5

komponen tersebut telah disiapkan terlebih dahulu dan mobil akan mulai diproduksi begitu pesanan dari agen datang.

c) Make to Order (MTO)

Adalah dimana produsen melaksanakan item akhirnya jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut. Bila item tersebut bersifat dan mempunyai desain yang dibuat menurut pesanan, maka pembeli mungkin bersedia menunggu hingga produsen dapat menyelesaikannya.

d) Make to Stock (MTS)

Adalah dimana produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan pembeli diterima. Item terakhir tersebut baru akan dikirim dari sistem persediaan setelah pesanan pembeli diterima.

2. Sistem Produksi Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk

Kriteria lain dalam mengklasifikasikan sistem produksi adalah jenis aliran operasi dari unit-unit produk yang melalui tahapan konversi. Ada tiga jenis dasar aliran operasi, yaitu flow shop, job shop, dan proyek (Kostas, 1982). Ketiga dasar aliran operasi ini berkembang menjadi aliran operasi modifikasi dan ketiganya, yaitu batch dan continuous. Adapun karakteristik dari masing-masing aliran operasi tersebut adalah sebagai berikut :

a) Flow Shop

Flow Shop, yaitu proses konversi dimana unit-unit output secara berturut-turut melalui urutan operasi yang sama pada mesin-mesin khusus, biasanya ditempatkan sepanjang suatu lintasan produksi. Proses jenis ini biasanya digunkan untuk produk yang mempunyai desain dasar yang luas, diperlukan penyusunan bentuk proses produksi flow shop yang biasanya bersifat MTS (Make to Stock). Bentuk umum proses flow shop kontinyu dan flow shopterputus. Pada flow shop kontinyu, proses bekerja untuk memproduksi jenis output yang sama. Pada flow shop terputus, kerja proses secara periodik diinterupsi untuk melakukan set up bagi pembuatan produk dengan spesifikasi yang berbeda.

b) Continuous

(6)

II-6

Continuous, proses ini merupakan bentuk sistem dari flow shop dimana terjadi aliran material yang konstan. Contoh dari proses continuous adalah industri penyulingan minyak, pemrosesan kimia, dan industri- industri lain dimana kita tidak dapat mengidentifikasikan unit-unit output prosesnya secara tepat. Biasanya satu lintasan produksi pada proses kontinyu hanya dialokasikan untuk satu jenis produk saja.

c) Job shop

Job shop yaitu merupakan bentuk proses konversi di mana unit-unit untuk pesanan yang berbeda akan mengikuti urutan yang berbeda pula dengan melalui pusat-pusat kerja yang dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Volume produksi tiap jenis produk sedikit, variasi produksi banyak, lama produksi tiap produk agak panjang, dan tidak ada lintasan produksi khusus. Job shop ini bertujuan memenuhi kebutuhan khusus konsumen, jadi biasanya bersifat MTO (Make to Order).

d) Batch

Batch yaitu merupakan bentuk satu langkah kedepan dibandingkan job shopdalam hal ini standarisasi produk, tetapi tidak terlalu standarisasi seperti padaflow shop. Sistem batch memproduksi banyak variasi produk dan volume, lama produsi untuk tiap produk agak pendek, dan satu lintasan produksi dapat digunkan untuk beberapa tipe produk. Pada sistem ini, pembuatan produk dengan tipe yang berbeda akan mengakibatkan pergantian peralatan produksi, sehingga sistem tersebut harus “general purpose” dan fleksibel untuk produk dengan volume rendah tetapi variasinya tinggi. Tetapi, volume batch yang lebih banyak dapat diproses secara berbeda, misalnya memproduksi beberapa batchlebih untuk tujuan MTS dari pada MTO.

e) Proyek

Proyek yaitu merupakan penciptaan suatu jenis produk yang akan rumit dengan suatu pendefinisian urutan tugas-tugas yang teratur akan kebutuhan sumber daya dan dibatasi oleh waktu penyelesaiannya. Pada jenis proyek ini, beberapa fungsi mempengaruhi produksi seperti perencanaan, desain, pembelian, pemasaran, penambahan personal atau mesin (yang

(7)

II-7

biasanya dilakukan secara terpisah pada sistem job shop dan flow shop) harus diintegrasi sesuai dengan urutan-urutan waktu penyelesaian, sehingga dicapai penyelesaian ekonomis.

2.3 Keseimbangan Lini Perakitan

Menurut Stevenson dan Chuong (2014), keseimbangan lintasan merupakan proses memberikan tugas ke stasiun kerja sedemikian rupa sehingga stasiun kerja memiliki kebutuhan waktu yang kira-kira sama. Dengan kata lain, bahwa setiap stasiun kerja yang ada memiliki waktu dan pembagian tugas yang merata.

Menurut Heizer dan Render (2011), mengartikan keseimbangan lini dengan menyeimbangkan lini perakitan dengan memberikan tugas perakitan tertentu pada stasiun kerja. Keseimbangan yang efisien dapat melengkapi perakitan yang dibutuhkan, mengikuti urutan yang telah ditentukan dan menjaga waktu supaya waktu kosong setiap stasiun kerja tetap minimal. Keseimbangan lini (Line Balancing), menurut Adam dkk. (1982), menunjukkan tugas atau pekerjaan untuk beberapa stasiun lini, sehingga waktu yang digunakan untuk melaksanakan tugas tersebut mungkin lebih sesuai. Jika waktu yang diperlukan untuk semua stasiun sama, kita tidak akan mempunyai waktu yang menganggur, dan akan tercapai keseimbangan lini. Menurut Ahyari (1994) keseimbangan lini adalah usaha untuk mengadakan keseimbangan kapasitas antara suatu bagian yang lain di dalam perusahaan yang bersangkutan. Dalam suatu perusahaan lebih baik apabila mempunyai tingkat kapasitas yang sama atau hampir sama, sehingga pelaksanaan proses produksi dari bahan baku sampai produk akhir menjadi lancar. Maka dapat disimpulkan bahwa keseimbangan lini (Line Balancing) merupakan penetapan tugas yang merata ke setiap stasiun kerja dengan memperhatikan Precedence Relationship sehingga dapat meminimalisir terjadinya kemacetan/hambatan dan pemanfaatan maksimum tenaga kerja dan mesin.

Menurut Stevenson dan Chuong (2014), keseimbangan lini memiliki tujuanuntuk menghasilkan pengelompokan tugas, seperti kebutuhan waktu yang kira-kira sama sehingga ini akan memperkecil waktu menganggur sepanjang lini dan mengakibatkan pemanfaatan tenaga kerja dan peralatan yang tinggi. Lini yang tidak seimbang tidak diinginkan dalam hal pemanfaatan tenaga kerja dan peralatan yang tidak efisien karena dapat menciptakan masalah moral pada stasiun

(8)

II-8

yang lebih lambat untuk tenaga kerja yang harus bekerja secara terus menerus.

Oleh sebab itu, penempatan peralatan dan tenaga kerja pada suatu bagian yang tepat akan memberikan pengaruh pada efisiensi produksi tersebut.

2.4 Efisiensi

Menurut Kokasih (2009), efisiensi merupakan konsep dinamis yang dapat ditinjau dari segi teknik maupun dari sisi ekonomis. Efisiensi dari segi teknik merupakan pilihan proses produksi yang kemudian menghasilkan output tertentu dengan meminimalisasi sumber daya. Sedangkan Efisiensi dari sisi ekonomis merupakan pilihan apapun teknik yang digunakan dalam kegiatan produksi haruslah yang meminimumkan biayadan tidak berdampak pada pemborosan atau pengeluaran yang tidak berarti. Menurut Robbins dan Coulter (2007), definisi efisiensi yaitu memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil digambarkan sebagai melakukan segala sesuatu secara benar. Dengan kata lain, bahwa perusahaan dapat dikatakan efisien jika mampu menghasilkan keluaran (barang/produk) yang lebih tinggi dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang dan waktu). Maka dari itu dapat disimpulkan, efisiensi adalah suatu kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan output semaksimal mungkin dan input seminimal mungkin.

Menurut Render dan Heizer (2011), efisiensi keseimbangan lini dilakukan untuk dapat menentukan sensitivitas lini produksi terhadap perubahan dalam tingkat produksi dan penugasan stasiun kerja. Efisiensi lini produksi merupakan tingkat efisiensi dari lintasan produksi dan dinyatakan dalam bentuk persentase.

Lini produksi yang efisien dapat dilihat dari seberapa besar persentase waktu menganggur (idle time) yang dimiliki oleh stasiun kerja.

2.5 Assembly Line Balancing Problem (ALBP)

Keseimbangan lini perakitan adalah permasalahan untuk menugaskan berbagai tugas ke stasiun kerja, dengan mengoptimalkan satu atau lebih tujuan tanpa melanggar batasan urutan tugas (Precedence Relationship). Assembly line balancing (ALB) telah menarik bagi para peneliti sejak 1950-an. Masalah ALBP bisa dari tipe deterministik atau tipe stokastik. Tugas, atau elemen kerja, masing- masing memiliki waktu operasi (waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas), yang dapat berupa konstan atau variabel. Ketika jalur perakitan

(9)

II-9

sepenuhnya otomatis, semua tugas akan memiliki waktu operasi yang tetap.

Variabilitas (stokastik) muncul ketika tugas dilakukan secara manual (oleh operator) di stasiun kerja. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi operator adalah desain tempat kerja, faktor lingkungan seperti pencahayaan, tingkat kebisingan, dll., Kelelahan, dan sebagainya. ALBP bertujuan untuk menetapkan tugas-tugas ke sejumlah minimum stasiun kerja untuk waktu siklus tertentu, sehingga dapat meminimalkan waktu idle dan / atau untuk mengurangi kemungkinan penghentian jalur dalam jalur produksi. Perlu dicatat bahwa Jalur dihentikan kapan pun waktu stasiun melebihi waktu siklus. Dalam masalah stokastik ALBP telah diberikan sangat penting. Masalah ALBP deterministik kemudian dapat dipecahkan dengan mudah dengan menyamakan waktu tugas mereka dengan cara waktu tugas dalam kasus stokastik, dan kemudian mengatur varians dari waktu tugas ke nol.

Singkatnya, dapat dikatakan bahwa penugasan elemen dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.

1. Semua elemen tugas / pekerjaan harus ditugaskan.

2. Satu tugas / elemen kerja ditugaskan untuk satu dan hanya satu stasiun kerja.

3. Jumlah waktu unsur dari semua tugas yang ditugaskan ke stasiun (waktu stasiun) tidak boleh melebihi waktu siklus.

4. Hubungan yang diutamakan (Precedence Relationsip) antara tugas / elemen kerja tidak boleh dilanggar.

Masalah ALBP pertama kali dirumuskan secara matematis oleh Salveson (1955). Moodie dan Young (1965) adalah yang pertama untuk mengatasi masalah stokastik ALBP. Mansoor dan Ben-Tuvia (1966), Ramsing and Downing (1970), Reeve dan Thomas (1973) mengasumsikan waktu tugas yang terdistribusi secara normal dan mengembangkan heuristik untuk solusi masalah ALBP stokastik.

Kottas dan Lau (1973, 1976), Silverman dan Carter (1986), Shin (1990) semuanya mempertimbangkan biaya dalam mengembangkan keseimbangan yang efisien untuk saluran tersebut. Algoritma Raouf dan Tsui (1982) didasarkan pada penugasan prioritas pada elemen. Namun, seperti yang dilaporkan Ghosh dan Gagnon (1989), masalah ALBP terus-menerus menentang pengembangan metode yang efisien untuk solusi optimal. Pendekatan pemrograman dinamis juga dapat

(10)

II-10

ditemukan dalam literatur (Kao 1976, Sniedovich 1981) yang memberikan solusi optimal, tetapi jumlah upaya komputasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang cukup besar sangat tinggi. Ghosh dan Gagnon (1989) serta Erel dan Sarin (1998) memberikan ulasan rinci tentang topik ini. Konfigurasi jalur perakitan untuk produk tunggal dan banyak dapat dibagi menjadi tiga jenis garis, model tunggal, model campuran dan multi-model. Model tunggal merakit hanya satu produk, dan model campuran merakit banyak produk, sedangkan multi-model menghasilkan urutan batch dengan operasi pengaturan menengah (Becker dan Scholl, 2006).

ALBP berupaya untuk mengoptimalkan kriteria ekonomi seperti total biaya dengan pemilihan mesin (Agpak dan Gökçen, 2005; Yamada dan Matsui, 2003).

ALBP dengan berbagai tujuan diklasifikasikan menjadi tiga jenis (Tasan dan Tunali, 2008; Yeo dkk. 1996):

1. ALBP-I: meminimalkan jumlah stasiun kerja, untuk waktu siklus yang telah diberikan.

2. ALBP-II: meminimalkan waktu siklus, untuk sejumlah stasiun kerja yang diberikan.

3. ALBP-III: memaksimalkan kelancaran beban kerja, untuk sejumlah stasiun kerja tertentu.

Dalam masalah tipe I, ALBP penugasan tugas ke stasiun kerja dirumuskan dengan tujuan meminimalkan jumlah stasiun kerja yang digunakan untuk memenuhi target waktu siklus. Hal ini dapat menghasilkan biaya tenaga kerja rendah dan mengurangi kebutuhan ruang. Masalah Tipe II memaksimalkan tingkat produksi jalur perakitan. Ketika tujuan ini membutuhkan jumlah stasiun kerja yang telah ditentukan, maka dapat dilihat sebagai kebalikan dari ALBP tipe I. Permasalahan tentang perataan beban kerja pada lini perakitan dengan mengalokasikan tugas ke sejumlah stasiun kerja tertentu, sehingga beban kerja terdistribusikan serata mungkin. Hal ini dapat dikenal dengan ALBP tipe III.

ALBP dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu Simple Assembly Line Balancing Problems (SALBP) dan General Assembly Line Balancing Problems (GALBP). SALBP diklasifikasikan ke dalam empat kelompok sehubungan dengan fungsi tujuan (Jusop dan Rashid. 2015) :

(11)

II-11

1. Penyeimbangan jalur perakitan sederhana Tipe-1 (SALB-1) bertujuan untuk meminimalkan jumlah stasiun kerja di jalur untuk waktu siklus yang tetap.

2. Penyeimbangan jalur perakitan sederhana Tipe-2 (SALB-2) bertujuan untuk meminimalkan waktu siklus untuk jumlah stasiun kerja yang tetap pada saluran.

3. Penyeimbangan jalur perakitan sederhana Tipe-E (SALB-E) bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi jalur secara bersamaan meminimalkan jumlah workstation dan waktu siklus.

4. Penyeimbangan jalur perakitan sederhana Tipe-F (SALB-F) bertujuan untuk menentukan jalur yang layak untuk kombinasi jumlah workstation dan waktu siklus.

Balance line perakitan model campuran (MALBP) atau model campuran masalah sequencing (MSP) dan juga masalah keseimbangan U-line (UALBP) dikategorikan sebagai GALBP.

2.6 State Of The Art

Penyusunan skripsi ini mengambil beberapa referensi penelitian sebelumnya termasuk jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian dilakukan oleh Chen pada tahun 2009 dari Chung Yuan Christian University dengan judul penelitian “A Grouping Genetic Algorithm for the Assembly Line Balancing Problem of Sewing Lines in Garment Industry”. Pada penelitian ini Grouping Genetic Algorithm (GGA) untuk masalah penyeimbangan lini penjahitan di industri garmen. GGA mengalokasikan beban kerja di antara mesin serata mungkin, sehingga minimum Mean Absolute Deviations (MAD) dapat diminimumkan.

Kedua adalah penilitian yang berjudul “Assembly Line Balancing in Garment Industry” yang dilakukan oleh Chen dkk. (2012) dari National Tsing Hua University. Dalam penelitian tersebut Penelitian ini menyajikan Grouping Genetic Algorithm (GGA) untuk memecahkan masalah penyeimbangan lini perakitan (ALBP) dengan tingkat keterampilan tenaga kerja yang berbeda dan perataan beban kerja di stasiun kerja jalur menjahit di industri garmen.

Penelitian selanjutnya dengan judul “Assembly Line Balancing Problem of Sewing Lines in Garment Industry”. Penelitian ini dilakukan dengan Chen dkk.

(12)

II-12

Pada tahun 2014 dari National Tsing Hua University. Dalam penelitian ini menggunakan Grouping Genetic Algorithm(GGA) untuk menyelesaikan ALBP tipe I dengan tingkat keterampilan tenaga kerja yang berbeda dalam garis jahit industri garmen.

2.7 Model Keseimbangan Lini Perakitan

Pada subbab ini dibahas mengenai model keseimbangan lini perakitan untuk meminimumkan MAD yang dikembangkan oleh Chen (2012). Chen menggunakan variabel keputusan 0-1 untuk menunjukan alokasi tugas, operator, dan stasiun kerja yang optimal. Tujuan model ini adalah untuk menentukan alokasi setiap tugas, operator, dan stasiun kerja untuk meminimalkan MAD sehingga mengurangi Bottleneck yang ada. Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam model:

Formulasi masalah ditunjukkan dalam Persamaan. (2.1) - (2.15). Persamaan (2.1) menyajikan deviasi absolut rata-rata (MAD) sebagai indeks untuk mengukur kelancaran beban kerja. MAD adalah indeks kinerja khas di bidang penelitian perataan beban kerja (mis., Yong et al., 1998), dan nilai 0 menunjukkan beban kerja lini yang seimbang dan mulus. Persamaan. (2.2) memastikan bahwa setiap tugas ditugaskan tepat satu stasiun kerja. Persamaan (2.3) membatasi jumlah jenis mesin minimum dan maksimum yang ditetapkan untuk setiap stasiun kerja.

Persamaan (2.4) memastikan bahwa hanya satu jenis tenaga kerja dapat ditugaskan untuk setiap stasiun kerja. Persamaan (2.5) mengharuskan setiap tugas ditugaskan ke satu jenis mesin di satu stasiun kerja. Persamaan (2.6) memastikan bahwa operator u di stasiun kerja j dapat mengoperasikan semua mesin di stasiun kerja ini. Persamaan (2.7) menjamin persyaratan diutamakan, yaitu, tugas diberikan ke stasiun kerja hanya jika semua pendahulunya telah ditugaskan ke stasiun kerja yang sama atau stasiun kerja sebelumnya. Persamaan (2.8) memberikan batasan waktu siklus di semua stasiun kerja. Persamaan (2.9) - (2.13) membatasi situasi variabel biner. Persamaan (2.14) menghitung beban kerja stasiun kerja, yaitu, total waktu operasi tenaga kerja yang ditugaskan ke stasiun kerja. Persamaan (2.15) menghitung beban kerja rata-rata semua stasiun kerja di garis jahit.

Minimasi MAD = 1

𝑊𝑤𝑗=1|𝑇𝑗− 𝑇̅ (2.1)

(13)

II-13

𝑊𝑗=1𝑋𝑖𝑗= 1 (2.2)

1 ≤ ∑𝑀𝑘=1𝑌𝑗𝑘 ≤ 𝑀 (2.3)

𝑃𝑢=1𝐿𝑢𝑗 = 1 (2.4)

𝑁𝑖=1𝑊𝑗=1𝑍𝑖𝑗𝑘 = 1 (2.5)

𝑖∈𝐼𝑗𝑘∈𝐾𝑗𝑍𝑖𝑗𝑘 − ∑𝑢∈𝑈𝑗𝑘∈𝐾𝑗𝐴𝑆𝑢𝑗𝑘 ≥ 0 (2.6)

∑ 𝑗𝑋𝑗 𝑎𝑗 ≤ ∑ 𝑗𝑋𝑗 𝑏𝑗 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑒𝑠𝑒𝑠𝑠𝑜𝑟 𝑡𝑎𝑠𝑘 𝑏 (2.7)

𝑘∈𝐾𝑗𝑢∈𝑈𝑗𝑖∈𝐼𝑗𝑡𝑖 . 𝑋𝑖𝑗𝑅𝑢𝑘 ≤ 𝐶𝑇 (2.8)

𝑋𝑖𝑗 ∈ {0,1} (2.9)

𝑌𝑗𝑘 ∈ {0,1} (2.10)

𝑍𝑖𝑗𝑘 ∈ {0,1} (2.11)

𝐿𝑢𝑗 ∈ {0,1} (2.12)

𝐴𝑆𝑢𝑗𝑘 ∈ {0,1} (2.13)

𝑇𝑗 = 𝑘=𝐾𝑗𝑢=𝑈𝑗𝑖∈𝐼𝑗𝑡𝑖𝑅𝑢𝑘

𝐻𝑗 (2.14)

𝑇̅ = 1

𝑊𝑊𝑗=1𝑇𝑗 (2.15)

Daftar Notasi :

i = index dari tugas, dimana i = 1,2, … , N j = index dari stasiun kerja j = 1,2, … , W k = index dari tipe mesin k = 1,2, … , M u = index dari tipe operator u = 1,2, … , P N = Jumlah total tugas

W = Jumlah total jenis mesin M = Jumlah total jenis operator P = Jumlah total jenis tenaga kerja

PN = Jumlah maksimum operator di stasiun kerja j 𝑡𝑖 = Waktu pemrosesan standar tugas i

CT = Waktu Siklus (waktu rata-rata antara dua produk berturut-turut yang keluar dari akhir lini)

𝐼𝑗 = Subset tugas yang ditugaskan ke stasiun kerja j

𝑈𝑗 = Subset dari jenis tenaga kerja yang ditugaskan ke stasiun kerja j 𝐾𝑗 = Subset jenis mesin yang ditugaskan ke stasiun kerja j

(14)

II-14

𝐻𝑗 = Jumlah operator yang ditetapkan ke stasiun kerja j 𝑋𝑖𝑗 = jika tugas i ditugaskan ke stasiun kerja j; 0: jika tidak

𝑌𝑗𝑘 = jika tipe mesin k dialokasikan ke stasiun kerja j; 0: jika tidak

𝑍𝑖𝑗𝑘 = Jika tugas u ditugaskan ke tipe mesin k di workstation j; 0: jika tidak 𝐿𝑢𝑗 = Jika jenis tenaga kerja u ditugaskan ke workstation j; 0: jika tidak

𝐴𝑆𝑢𝑗𝑘 = Jika tipe pekerja u ditugaskan ke stasiun kerja j dan mampu mengoperasikan mesin tipe k; 0: jika tidak

𝑅𝑢𝑘 = Efisiensi tenaga kerja dari tipe tenaga kerja u untuk tipe mesin k (1.0) 𝑆𝑢 = Jumlah keterampilan

𝑇𝑗 = Beban kerja stasin kerja j ( Total waktu operasi dari pekerja yang ditugaskan ke stasiun kerja j)

= Rata-rata beban kerja dari stasiun kerja 2.8 Penentuan Jumlah Stasiun Kerja

Jumlah stasiun kerja sangat dibutuhkan untuk menentukan perancangan keseimbangan lintasan agar hasilnya lebih maksimal.

Penentuan jumlah stasiun kerja dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝑊𝑚𝑖𝑛 = 𝑡𝑖

𝑊𝑗=1

𝑇𝑇 (2.15)

Dimana,

𝑊𝑚𝑖𝑛 = Jumlah stasiun kerja minimal

𝑡𝑖 = Waktu pemrosesan standar aktivitas i TT = Takt Time

Takt time dapat dijelaskan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk berdasarkan pada kecepatan permintaan pelanggan. (Wignjosoebroto, 2003). Penentuan Takt Time dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝑇𝑎𝑘𝑡 𝑇𝑖𝑚𝑒 =𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒

𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑡 (2.16)

2.9 Produktivitas dan Efisiensi

Produktifitas adalah aktivitas mengukur jam kerja aktual dalam periode tertentu dibandingkan dengan kapasitas produksi berdasarkan mesin atau jumlah pekerja yang ada. Rumus yang digunakan adalah:

(15)

II-15 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (2.17)

Efisiensi adalah tingkat penggunaan sumber produktifitas seperti tenaga kerja dan alat mesin dalam menyelesaikan pekerjaan. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan kegiatan produksi aktual dalam periode tertentu terhadap standard produksi yang telah ditetapkan sebelumnya. Rumus yang digunakan adalah :

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 =𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑

𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 (2.18)

2.10 Uji Kecukupan dan Keseragaman Data

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai N’ dengan jumlah pengukuran (N). Perhitungan N’ bergantung pada tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Misalnya tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Artinya diperbolehkan rata-rata pengukuran menyimpang 5% dari rata-rata sesungguh-nya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil ini adalah 95%. Dari data yang didapat, maka jumlah data yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus (Ralph M. Barnes, 1980:274)

𝑁= [

𝑘/𝑠√𝑁 ∑ 𝑥2 − (∑ 𝑥)2

∑ 𝑥

]

2

Dimana,

k= Tingkat Keyakinan (95% ≈ 2) s = Derajat Ketelitian (5%) N = Jumlah Data Pengamatan N’ = Jumlah Data Teoritis x = Data Pengamatan

Bila N’< N maka data telah cukup mewakili pengukuran, sebaliknya maka data masih kurang, perlu penambahan data.

Diperlukan pengujian keseragaman data guna memisahkan data yang memiliki karakteristik yang berbeda karena pengaruh-pengaruh seperti

(16)

II-16

contoh yang disebutkan tadi. Adapun rumus yang digunakan dalam pengujian keseragaman data adalah:

𝐵𝐾𝐴 = 𝑥̅ + 𝑘𝜎 𝐵𝐾𝐴 = 𝑥̅ − 𝑘𝜎

𝜎 = √∑(𝑥 − 𝑥̅)2 𝑁 − 1 Dimana,

BKA = Batas Kontrol Atas BKB = Batas Kontrol Bawah 𝑥̅ = Nilai Data Rata-Rata σ = Standar Deviasi k = Tingkat Keyakinan

2.11 Faktor Penyesuaian dan Faktor Kelonggaran 2.11.1. Faktor Penyesuaian

Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing (Sutalaksana, 1979) :

1. Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan

kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan.

Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude (keserasian) untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya.

2. Usaha atau Effort adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.

3. Kondisi Kerja atau Condition adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang

(17)

II-17

dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar

operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya.

4. Konsistensi atau Consistency merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari.

Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor di atas diperhatikan pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Westinghouse

2.11.2. Faktor Kelonggaran

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu kebutuhan pribadi,

menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat

dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh

(18)

II-18

pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 1979). Berikut adalah Tabel 2.2 yang menjelaskan besarnya kelonggaran berdasarkan factor-faktor pengaruhnya.

Tabel 2.2 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh

Tabel 2.2 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Lanjutan)

(19)

II-19 2.12 Waktu Normal dan Waktu Baku

Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan faktor penyesuaian, yaitu waktu pengamatan rata-rata dikalikan dengan faktor penyesuaian. Rating factor pada umumnya diaplikasikan untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja akibat kecepatan kerja operator yang berubah-ubah. Maka waktu normal dapat diperoleh dari rumus berikut:

𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑥 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟%

100 %

(20)

II-20

Waktu standar adalah waktu yang sebenarnya digunakan operator untuk memproduksi satu unit dari data jenis produk. Waktu standar untuk setiap part harus dinyatakan termasuk toleransi untuk beristirahat untuk mengatasi kelelahan atau untuk factor-faktor yang tidak dapat dihindarkan.

Namun jangka waktu penggunaannya waktu standard ada batasnya. Dengan demikian waktu baku dapat diperoleh dengan rumus berikut:

𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 + (𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑥 % 𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒) 2.13 Efisiensi Lini, Utilitas, dan Smoothness Index

Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 = 𝑊𝑖

𝑊𝑠 𝑥 100%

Efisiensi Lini merupakan jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah stasiun kerja. Efisiensi Lini dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐿𝑖𝑛𝑖 = ∑𝑘𝑖=1𝑆𝑇𝑖

(𝐾)(𝐶𝑇) 𝑥 100%

Dimana,

STi = Waktu stasiun kerja dari ke-i K = Jumlah stasiun kerja

CT = Waktu Siklus

Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu mengganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance Delay dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐷 = 𝑛. 𝐶 − ∑ 𝑡𝑖

(𝑛𝑡𝑖) 𝑥 100%

Dimana,

D = Balance Delay (%) n = Jumlah stasiun kerja

C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

∑ti = Jumlah semua waktu operasi Ti = Waktu operasi

(21)

II-21

Utilitas adalah ukuran kemampuan stasiun kerja dalam memanfaatkan kapasitas tersedia secara efektif. Utilitas dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎

Smoothing index yaitu suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Smoothing index dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝑆𝐼 = √∑(𝑆𝑇𝑀𝐴𝑋− 𝑆𝑇𝑖)

𝑘

𝑖=1

Dimana,

STMAX = Maksimum Waktu proses pada Stasiun kerja STi = Waktu proses pada stasiun kerja i

SI = Smoothing index

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Bappeda Tahun Anggaran 2020 disusun dengan mengacu kepada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas

Pemberian ASI yang kurang dipengaruhi oleh perilaku dalam memberikan ASI secara eksklusif, dimana perilaku seseorang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya

Jumlah Persembahan Ibadah Hari Minggu di Rumah Sektor Karmel : 6 Nama Keluarga Sektor..

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan observasi berstruktur (Bungin, 2007), aspek-aspek yang akan diobservasi telah dimuat dalam suatu daftar

Pada penelitian ini diusulkan suatu metoda (flowchart) yang dapat dipakai dalam pemilihan relai anti islanding yang paling sesuai dengan mempertimbangkan teknologi

Kelainan bicara dan/atau bahasa adalah adanya masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian yang berhubungan dengannya seperti fungsi organ bicara Keterlambatan dan

/ksternal 8nternal Peluang (Opportunities) &lt;alan menuju 'esa abanio dari #anjarbaru mudah dilalui 'ekat dengan kota #anjarbaru, %artapura dan #anjarbaru Salah satu tempat

(Ungkapan sang Defacer ini adalah isi kepalaku yang belajar politik supaya bisa ngegantung para koruptor dan mengubur hidup-hidup pemimpin-pemimpin bangsa yang sudah