• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan asal usul kata santri dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua penadapat.

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan

“sastri”, sebuah kata dari bahasa sanskerta yang artinya melek huruf.

Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid agaknya didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary, bagi orang jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab. Di sisi lain, Zamakhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa india berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Atau secara umum, dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. (Yasmadi, 2002 : 61)

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak dapat diragukan lagi berperan sebagai pusat transmisi dan desiminasi ilmu-ilmu keislaman, terutama yang bersifat kajian-kajian klasik. Maka pengajaran “kitab-kitab kuning” telah menjadi karakteristik yang merupakan ciri khas dari proses belajar mengajar di pesantren. (Yasmadi, 2002 : 67)

Pesantren itu terdiri dari lima elemen pokok, yaitu: kiyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab islam klasik. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain.

(Yasmadi, 2002 : 63)

Dari penjelasan di atas sudah jelas, di pondok pesantren ciri khusus diantaranya ada santri dan pengajaran kitab-kitab klasik atau yang biasa dikenal dengan sebutan kitab kuning atau kitab gundul.

Pengajaran kitab kuning dalam pendidikan keagamaan formal merupakan bagian dari paket pengajaran agama, yang bahan pengajarannya

(2)

bersumber dari materi-materi kitab yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan kognitif seorang siswa, dan berisikan penjelasan tentang hubungan vertikal manusia (hubungan manusia dengan Allah SWT.) maupun hubungan horisontal (hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam sekitarnya), atau dapat dikatakan bahwa materi kitab kuning berisi tentang aturan-aturan hubungan manusia yang menyangkut aspek Hablumminallaah dan aspek Hablumminannaas. Secara garis besar, berbagai kitab kuning materinya dapat dikategorikan dalam beberapa kategori pokok bahasan, yaitu:

(Martin Van Bruinessen, 1995 : 65)

 Fiqih : 20 %

 Doktrin (Akidah,Ushuluddin) : 17 %

 Tata Bahasa Arab tradisional (Nahwu, Shorof, Balaghah) : 12 %

 Kumpulan Hadis : 8 %

 Tasawuf dan Tarekat : 7 %

 Akhlak : 6 %

 Kumpulan Do'a, Wirid, Mujarrabat : 5 %

 Qishas al Anbiya', Maulid, Manaqib dan sejenisnya : 6 % 35

Kitab kuning adalah kitab-kitab yang dipelajari di pondok pesantren yang bertuliskan Arab tidak berharakat atau biasa yang disebut kitab gundul.

Kitab Ta‟lim Muta‟allim merupakan salah satu bagian dari kitab kuning.

Banyak kitab-kitab kuning yang dipelajari di pondok pesantren khusunya di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon yang mana pondok pesantren tersebut mempelajari salah satu dari kitab kuning, yaitu kitab Ta‟lim Muta‟allim.

Di pondok pesantren para santri diajarkan untuk mampu membaca kitab gundul atau kitab yang bertuliskan Arab tanpa adanya harakat dengan benar, dan mampu menenrjemahakan kata perkata tulisan Arab, dan dapat menjelaskan materi yang dibacanya.

Q. S. Al-„Alaq ayat 1-5.



















(3)

































Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Maksudnya : Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

Surat ini dinamai “Al-„Alaq” (segumpal darah), diambil dari perkataan „Alaq” yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini dimanai juga dengan “Iqra‟” atau “Al-Qalam.”

Pokok-pokok isinya:

Perintah membaca Al-Qur‟an; manusia dijadikan segumpal darah;

Allah menjadikan kalam sebagai alat mengembangkan pengetahuan. (Hasbi Ashshiddiqi, dkk. 1971 : 1078-1079)

Dari penjelasan ayat-ayat di atas dapat di simpulkan bahwa, Allah mengajarkan manusia dengan tulis baca, oleh karena itu manusia diwajibkan untuk terus belajar menulis dan membaca. Oleh karena itu, bagi para santri harus dapat belajar membaca kitab Ta‟lim Muta‟allim dengan baik dan benar sesuai dengan nahwu shorof.

Dengan harapan seperti itu, guru (kiyai, ustadz/ustadzah) harus mempunyai kekeratifan seorang guru agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Jadi dalam proses belajar mengajar guru harus memilih metode yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan, melihat kemapuan santri dan melihat apa yang dibutuhkan oleh para santri, dan jangan lupa melihat situasi dan kondisi mendukung atau tidaknya.

Dengan demikian seorang guru harus mempersiapkan metode yang akan digunakan ketika proses belajar mengajar akan berlangsung.

(4)

Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan intruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru merumuskan tujuannya hanya dengan satu rumusan, tetapi guru merumuskan lebih dari satu tujuan. Karenanya, guru selalu menggunakan metode yang lebih dari satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu, sementara penggunaan metode yang lain, juga digunakan untuk mencapai tujuan yang lain. Begitulah adanya, sesuai dengan kehendak tujuan pengajaran yang telah dirumusakan. (Syaiful Bahri Djamarah, dkk: 86).

Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan program pengajaran dipesantren.

Karena tanpa adanya metode pembelajaran yang baik maka kegiatan pembelajaran dipesantren tidak akan berhasil. Untuk itu sistem pembelajaran di pesantren harus dipilih menggunakan cara yang terbaik sesuai kemampuan santri.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon dalam proses belajar mengajar pengajian kitab Kuning dengan menggunkan metode bandongan.

Atas dasar kenyataan tersebut diatas, maka penulis mencoba menuangkan tugas penulisan dalam judul “Pengaruh Penerapan Metode Bandongan Terhadap Kemampuan Membaca Kitab Ta’lim Muta’allim Usia 13-15 Tahun Di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.”

B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

a. Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian dalam skripsi ini wilayah kajiannya adalah Pendidikan Luar Sekolah yang berkaitan dengan Metode BandonganTerhadap Kemampuan Membaca Kitab Ta‟lim Muta‟allim

(5)

Santri Usia 13-15 Tahun Di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan empirik yaitu penelitian lapangan yang bertempat di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

c. Jenis Masalah

Jenis masalah yang dingkat dalam penelitian ini adalah korelasional, kerena untuk mengetahui pengaruh Metode BandonganTerhadap Kemampuan Membaca Kitab Ta‟lim Muta‟allim Santri Usia 13-15 Tahun Di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

2. Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan dan untuk menghindari kajian diluar batas penelitian, maka peneliti membatasi penelitian dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

a. Metode Bandongan adalah sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. (Zamakhsyari Dhofier, 2011 : 54)

b. Materi pokok bahasan yang akan dijadikan dalam penelitian ini adalah pengaruhnya terhadap kemampuan membaca kitab Ta‟lim Muta‟allim. Kitab Ta‟lim Muta‟allim yang digunakan untuk tes kemampuan membaca adalah materi BAB 2.

c. Penelitian ini akan dilakukan terhadap santri usia 13–15 tahun di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

(6)

a. Bagaimana Penerapan Metode Bandongan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon ?

b. Bagaimana Kemampuan Membaca Kitab Ta‟lim Muta‟allim di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon?

c. Bagaimana Penerapan Metode Bandongan dan Pengaruhnya terhadap Kemampuan Membaca Kitab Ta‟lim Muta‟allim Santri Usia 13-15 Tahun di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Penerapan Metode Bandongan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

2. Untuk Mengetahui Kemampuan Membaca Kitab Ta‟lim Muta‟allim di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

3. Untuk Mengetahui Penerapan Metode Bandongan dan Pengaruhnya terhadap Kemampuan Membaca Kitab Ta‟lim Muta‟allim Santri Usia 13- 15 Tahun di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

D. Kerangka Pemikiran

Pemahaman guru akan pengertian dan makna belajar akan mempengaruhi tindakannya dalam membimbing siswa untuk belajar. Guru yang hanya memahami belajar hanya agar murid bisa menghafal tentu beda cara mengajarnya dengan guru yang memahami belajar merupakan suatu

(7)

perubahan tingkah laku, untuk itu guru penting memahami pengertian belajar dan teori-teori belajar.

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu beriteraksi dengan lingkungannya. W.H. Burton mendefinisikan belajar : “Learning is a change in the individual due to instruction of that individual and his environment, which fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment”. (W.H. Burton, 1952)

Dari pengertian tersebut ada kata „change” maksudnya bahwa seseorang yang telah mengalami proses belajar akan menhalami perubahan tingkah laku baik dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skills) atau dalam tiga aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (affektif), dan ketrampilan (psikomotor). Sedang Ernest R. Hilgard dalam B. Simandjuntak dan IL. Pasaribu mengemukakan “Belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan karena reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau kedaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obatobatan”. (B. Simandjuntak dan IL. Pasaribu, 1981)

Menurut J.B. Watson. Watson membaca karya Pavlov dia merasa mendapatkan model yang cocok untuk pendiriannya, untuk menjelaskan tingkah laku manusia.

Classical conditioning (Ivan Petrovich Pavlov 1849):1936):

Assosiative Learning

Teori ini dikemukkan oleh Pavlov yang kemudian dipelopori oleh Guthric, Skinner yang berhaluan behavioris. Pavlov mengadakan eksperimen disebut Condition reflex karena yang dipelajari gerakan otot sederhana yang secara otomatis bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Reflex dapat ditimbulkan oleh perangsang yang lain yang dahulunya tidak menimbulkan reflex tadi.

Kesimpulan Pavlov:

(8)

Pertanda/ signal dapat memainkan peranan penting alam adaptasi hewan terhadap sekitarnya. Reaksi mengeluarkan air liur pada anjing karena mengamati pertanda mula mula disebut reflek bersyarat (conditional reflex/CR). Pertanda atau signal disebut perangsang bersyarat (Conditioned Stimulus/CS). Makanan disebut perangsang tak bersyarat (Unconditioned Stimulus/US). Sedangkan keluarnya air liur karena makanan disebut refleks tak bersyarat (Unconditioned reflex/UR). (Sumadi Suryabrata, 1987)

Teori ini menekankan bahwa belajar terdiri atas pembangkitan respons dengan stimulus yang pada mulanya bersifat netral atau tidak memadai.

Melalui persinggungan (congruity) stimulus dengan respos, stimulus yang tidak memadai untuk menimbulkan respons tadi akhirnya mampu menimbulkan resposns. (Oemar Hamalik, 2000)

Implikasi teori belajar ini dalam pendidikan adalah : (B. Simandjuntak dan IL. Pasaribu, 1981 : 194)

1. Tingkah laku guru mengharapkan murid menghafal secara mekanis/otomatis

2. Verbalitis karena tingkah laku mechanistis dan reflektif.

3. Guru tersebut membiasakan muridnya dengan latihan

4. Sekolah (duduk), tidak ada inisiatif karena perasaan, pikiran tak mengarahkan tingkah laku

5. Guru hanya memberi tugas tanpa disadari oleh muridnya 6. Guru tidak memperhatikan individual differences

7. Guru menggunakan “learning by parts” sampai tak ada hubungan

8. Guru menyuapi murid saja dan murid menerima yang diolah guru, jadi guru aktif.

Sebaiknya guru menambahkan strategi pengajaran saat pembelajaran berlangsung. Di pesantren memang menggunakan metode bandongan, tetapi sebaiknya seorang guru memasukkan strategi pengajaran di dalam proses belajar mengajar. Seperti diadakannya belajar kelompok.

Belajar Kelompok (Cooperative learning) adalah sebuah strategi pengajaran yang sukses di dalam tim kecil, penggunaan sebuah variasi dari

(9)

aktivitas belajar untuk memperbaiki pemahaman subyek setiap anggota tim tidak hanya bertanggung jawab pada belajar yang telah diajarkan tapi juga membantu kawan belajar se-tim, jadi membuat sebuah kondisi berprestasi. 18

Ciri-ciri pembelajaran cooperative adalah :19

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah

3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras budaya, suku,jenis kelami berbeda-beda

4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu

Metode bandongan sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. (Zamakhasyari Dhofier, 2011 : 54)

Sedangkan menurut M. Sulthon Masyhud, 2003 : 88, metode wetonan/

bandongan merupakan metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiai yang menerangkan pelajaran.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa metode bandongan adalah kiai/ustadz/ustadzah membacakan kitab bertulisan Arab tanpa ada harakat, dengan kata perkata, perkalimat, dan perparagraf, kemudian menelaskan kepada para santri, santri

Di pondok pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon dalam pengajian kitab Ta‟lim Muta‟allim guru menggunakan metode bandongan. Dengan metode bandongan ini para santri diharapkan dapat membaca kitab Ta‟lim Ta‟lim dengan benar sesuai nahwu shorof dan dapat menjelaskan materi yang telah dibaca.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu

(10)

pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses pembaca itu tidak terlaksana dengan baik. ( Henry Guntur Tarigan, 2008 : 7)

Atas dasar tersebut dapat diasumsikan bahwa menerapkan metode bandongan pengajaran memiliki hubungan dengan kemampaun membaca santri di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

Untuk memudahkan dalam memahami kerangka skripsi ini, selanjutnya digambar melalui:

Tabel 1

Indikator Variabel X dan Varibel Y

Variabel Pengertian Indikator

Variabel X:

Metode Bandongan

a. Sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab.

(Zamakhasyari Dhofier, 2011 : 54)

b. 1. Membaca c. 2. Menerjemahkan d. 3. Menerangkan

Variabel Y:

Kemampuan

Membaca Kitab Ta‟lim Muta‟allim

Santri mampu membaca kata demi kata, perkalimat, perparagraf dan memahami, atau menguasai isi kitab Ta‟lim Muta‟allim.

1. Santri dapat membaca dengan benar sesuai nahwu shorof

2. Santri dapat mengartikan atau menerjemahkan

dengan benar dan jelas.

3. Santri dapat

(11)

menjelaskan isi kitab Ta‟lim Muta‟allim dengan benar.

E. Langkah-langkah Penelitian

Untuk mendapatkan data–data aktual yang berkaitan dengan judul skripsi ini, penulis menempuh langkah–langkah sebagai berikut:

1. Penentuan Sumber Data

a. Sumber Data Teoritik, yaitu penulis menggunakan beberapa sumber buku dan sumber lain yang ada hubungannya dengan tema skripsi ini.

b. Sumber Data Empirik, yaitu sumber data yang langsung diambil dari lokasi penelitian dengan cara pengamatan, wawancara, angket, dokumentasi dan tes kemampuan membaca kitab Talim Muta‟allim.

2. Penentuan populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaiatan dengan masalah penelitian. (Riduwan. 2010: 8)

Populasi adalah seluruh santri Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon belajar kitab Ta‟lim Muta‟allim santri yang berusia 13-15 tahun berjumlah 32.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Karena tidak semua data informasi akan diperoses dan tidak semua orang atau benda yang akan diteliti melainkan cukup dengan dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. (Riduwan. 2010: 10)

Dalam penelitian ini adalah penulis tidak menggunakan teknik rondom sampling, yaitu “teknik acak”. Berkaitan dengan hal ini Suharsimi Arikunto (1996: 117) mengemukakan, “Apabila subjeknya

(12)

kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian, populasi selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih dari 100, maka dapat diambil antara 10%-15%, 20%-25%, atau lebih, sesuai dengan kemampuan peneliti”. karena populasinya 32 santri, maka peneliti hanya melakukan penelitian kepada 32 santri.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. (Ngalim Purwanto, 2010: 149).

Teknik observasi dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung ke lokasi untuk mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi di lokasi penelitian yaitu di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

b. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mangajukan pertanyaan secara lisan kepada subjek yang diteliti.

(Sukardi. 2012: 77). Adapun wawancara ini dilakukan dengan:

ustadz/ustadzah, pengurus dan santri Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

c. Dokumentasi

Cara lain untuk memperoleh data dari responden adalah menggunakan teknik dokumentasi. Pada teknik ini, peneliti dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam–macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, dimana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari – harinya.

(Sukardi, 2012: 81)

(13)

d. Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk di jawab.

e. Studi Pustaka

Teknik ini merupakan penelitian yang bersumber pada buku- buku dan dokumen yang ada dipesantren sebagai penunjang data tertulis dalam pembuatan skripsi. Teknik ini difokuskan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah penelitian.

f. Tes

Tes adalah untuk mengukur seberapa besar kemampuan membaca kitab Ta‟lim Muta‟allim pada santri. Tes dilakukan kepada 32 santri dengan cara santri membaca kitab Ta‟lim Muta‟allim pada materi BAB 2.

4. Teknik Analisis Data

Setelah semua data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara penulis menganalisa dengan menggunakan metode kuantitatif untuk membantu proses analisis data yang diperoleh dari hasil angket.

Penulis menggunakan rumus prosentase yaitu sebagai berikut:

a. Rumus Prosentase:

P = x100%

Keterangan:

P = Angka prosentase

F = Frekuensi yang di cari prosedur N = Jumlah Frekuensi

100% = Bilangan Tetap

Kemudian dari hasil perhitungan tersebut, untuk memudahkan penafsiran, maka terhadap nilai skala prosentase, digunakan kategori berikut:

(14)

Interpretasi Hasil Prosentase

Besar Nilai Interprestasi

0%

1% - 9%

10% - 39%

40% - 49%

50% - 59%

60% - 89%

90% - 99%

100%

Tidak ada sama sekali Tidak ada

Sebagian kecil Hampir setengahnya Lebih dari setengah Sebagian besar Hampir seluruhnya Seluruhnya

(Anas Sudijono, 2008: 43) b. Product Moment

Adapun dalam menganalisa data tentang pengaruh variable X terhadap Variabel Y sebelumnya menggunakan rumus korelasi

“product moment” yang digunakan tersebut adalah sebagai berikut:

∑ (∑ )(∑ )

√* ∑ (∑ ) +* ∑ (∑ ) + Keterangan:

X = Variabel I Y = Variabel II

r xy = Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment N = Jumlah Reponden

∑ XY = Jumlah Hasil Kali Skor X dan Skor Y

∑ X2 = Kuadrat dari X‟

∑ Y2 = Kuadrat dar Y‟

Untuk memudahkan pemahaman terhadap hasil penilaian dari penelitian maka penulis membuat interprestasi koefisien korelasi yang diperoleh nilai tersebut yaitu dengan nilai r, interprestasi tersebut sebagai berikut:

(15)

Interprestasi Nilai r

Besar nilai r Interprestasi

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Antara 0,000 sampai dengan 0,200

Tinggi

Cukup Tinggi Agak Tinggi Rendah

Sangat Rendah (Suharsimi Arikunto, 2006: 75)

Setelah nilai korelasinya (rxy ) di hitung selanjutnya dari pengaruhnya berapa (%) dengan rumus berikut: (Sugiono, 2009 : 185) DC = (rxy)2 X 100%

Keterangan:

DC = Determine dab Correlation atau Koefisien Determinasi (rxy) = Hasil Prosesnya Korelasi

100% = Korelasi

Selanjutnya untuk menginterpretasikan dari hasil perhitungan kuantitatif menjadi nilai, berpedoman kepada pendapat Suharsimi Arikunto (1996 – 224): sebagai berikut:

Penilaian Skala Prosentase Keberpengaruhan

No. Prosentase Penafsiran

1. 76 % - 100% Baik

2. 56 % - 75 % Cukup Baik

3. 40 % - 55 % Kurang baik

4. 40 % Tidak baik

Selanjutnya, menurut sugiono untuk menguji signifikansi pengaruh X terhadap Y adalah dengan menggunakan perhitungan:

(Casta, 2012 : 81) Rumus : t hitung =

(16)

c. Hipotesis

Menurut sugiono, ntuk menguji Hipotesis dilakukan dengan cara : (Casta, 2012 : 82)

Kaidah pengujian:

Jika t hitung dari t tabel maka signifikan Jika t hitung dari t tabel maka tidak signifikan

 Membandingkan t – hitung dengan t – tabel

 Menentukan t tabel terlebih dahulu harus menentukan tingkat kesalahan ( ) = 0,05 atau 0,01 dengan rumus derajat kebebasan (db) = n -2

Untuk memperoleh nilai skor dari tiap itempernyataan angket, pebulis menggunakan ketentuan sebagai berikut:

1. Untuk jawaban option A skor nilainya 3 2. Untuk jawaban option B skor nilainya 2 3. Untuk jawaban option C skor nilainya 1

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan hal itu perlu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengkaji dosis substitusi azolla dalam pakan komersil sebagai pakan yang memberikan nilai tinggi

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Aksi diselenggarakan kelompok afi nitas akan menjadi tujuan akhirnya, namun tindakan kolektif infoshop hanya salah satu dari berbagai tugas yang dibutuhkan untuk mempertahankan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

penyusunan anggaran laba dimulai dengan menyusun anggaran penjualan, lalu dilanjutkan dengan anggaran produksi, anggaran biaya bahan baku, anggaran biaya tenaga kerja langsung