MENGALAMI KECELAKAAN BUS
(Studi Pada PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno- Hatta)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Pima Claudia Markezia NIM: 130200445
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA TERHADAP PENUMPANG YANG
MENGALAMI KECELAKAAN BUS
(Studi Pada PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno- Hatta)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh:
Pima Claudia Markezia NIM: 130200445
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof.Dr.Hasim Purba.,SH,M.Hum NIP : 196603031985081001
Pembimbing I Pembimbing II
Sinta Uli Pulungan,SH.,M.HUM Rabiatul Syahriah,SH.,M.HUM NIP. 195506261986012001 NIP. 195902051986012001
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA : PIMA CLAUDIA MARKEZIA
NIM : 130200445
DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHU- SUSAN PERDATA BW
JUDUL SKRIPSI : TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA TERHADAP PENUM- PANG YANG MENGALAMI KECELAKAAN BUS (STUDI PADA PERUM DAMRI KANTOR CABANG ANGKUTAN BANDARA SOEKARNO-HATTA)
Dengan ini menyatakan:
1. Skripsi yang saya tulis adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah dari orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.
3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, 2017
Pima Claudia Markezia 130200445
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia-Nya penulis dapat menyelsaikan penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam menyelsaikan studi untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Doa serta motivasi dari keluarga, sahabat merupakan dorongan dalam penulisan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Tanggungjawab PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Bus (Studi Pada PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur)”. Penulisan skripsi ini berawal ketika saya tertarik dengan judul yang berhubungan dengan tanggung jawab perusahaan angkutan terhadap penumpang, karena menurut saya pada era globalisasi sekarang ini, semakin majunya teknologi, dan mobilitas masyarakat yang tinggi membuat angkutan umum merupakan salah satu kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya angkutan bandara yang sangat dibutuhkan saat seseorang akan menuju bandara tanpa ada kendaraan yang aman, nyaman, dan harga terjangkau. Terjadinya suatu kecelakaan bus dengan tujuan Bandara Soekarno-Hatta yang tidak dapat dihindari perusahaan angkutan berupa luka-luka pada penumpang hingga kematian menjadi tanggungjawab yang perusahaan angkutan dalam pelayanannya terhadap masyarakat.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk membuat skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
2. Bapak Dr.OK Saidin,SH,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan,S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr.Jelly Leviza,S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Prof.Dr.H.Hasim Purba,SH,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Ibu Sinta Uli Pulungan,S.H.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen sekaligus Pembimbing I yang telah sabar mengajari dan membimbing penulis dan banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan di dalam proses skripsi ini;
7. Ibu Rabiatul Syahriah,S.H.,M.Hum, selaku Seketaris Departemen Hukum Keperdataan sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah sabar mengajari dan membimbing penulis untuk menulis dengan tata cara yang baik dan benar, dan banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan- arahan di dalam proses skripsi ini;
8. Prof. Sulaiman, S.H., selaku Dosen Penasihat Akademik penulis;
9. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama proses belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini serta
segenap staf administrasi fakultas yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan;
10. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan juga penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yang tercinta yang sangat luar biasa, Ir. Martin Sembiring dan Yemima br.Ginting.
Mereka merupakan motivator dan yang paling setia selalu mendukung dan berdoa untuk masa depan dan cita-cita penulis tanpa henti-hentinya dan mereka yang tetap memberikan kasih sayang tiada hentinya, selalu memahami, mendukung, dan menerima penulis dalam keadaan susah maupun senang;
11. Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada adik tercinta Teguh Persada yang selalu ada saat saya dalam menulis skripsi dia tetap menyemangati saya dari candatawa dan sabar menghadapi setiap emosi dan kemarahan saya;
12. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada pada teman-temanku Naomi S.Tanida, Ruth Diyantika, Rachel Yovani yang selalu memberi dukungan;
13. Terima kasih juga saya ucapkan kepada pihak PERUM DAMRI KANTOR cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur, yang telah bersedia memberikan informasi sedalam-dalamnya terkait penulisan skripsi ini;
14. Terimakasih juga saya ucapkan kepada teman-teman Grup E yang telah banyak memberi kenangan dari awal semester saat memasuki bangku perkuliahan;
15. Untuk terakhir kalinya penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik
Demikian yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, 2017
Penulis
Pima Claudia Markezia NIM : 130200445
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
ABSTRAK ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Permasalahan ... 8
C. Tujuan Penulisan ... 8
D. Manfaat Penulisan ... 9
E. Metode Penelitian ... 10
F. Keaslian Penulisan... 11
G. Sistematika penulisan ... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN ... 14
A. Pengertian Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan ... 14
B. Jenis-Jenis dan Dasar Hukum Pengangkutan ... 21
C. Asas-Asas Hukum Pengangkutan... 25
BAB III TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA DENGAN PENUMPANG BUS ... 30
A. Prinsip-Prinsip Tanggungjawab di Bidang Angkutan ... 30
B. Hak dan Kewajiban PERUM DAMRI sebagai Pengangkut .. 40
C. Hak dan Kewajiban Penumpang Bus DAMRI... 46 BAB IV TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN
BANDARA TERHADAP PENUMPANG YANG
B. Tanggungjawab PERUM DAMRI sebagai Angkutan
Bandara terhadap penumpang yang Mengalami Kecelakaan 62
C. Pihak-Pihak yang dapat Meminta Pertanggungjawaban PERUM DAMRI dalam Kecelakaan Bus ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 85
1. Surat pengantar riset kepada Pihak PERUM DAMRI kantor cabang Jakarta Timur ... 85
2. Surat balasan riset dari PERUM DAMRI kantor cabang angkutan Bandara Soekarno- Hatta Jakarta-Timur ... 86
3. Hasil wawancara dengan pihak PERUM DAMRI cabang Soekarno-Hatta 87 4. Berita acara permintaan keterangan (BAPK ... 89
5. Surat pernyataan bersama ... 92
6. Surat pernyataan asuransi PT. Jasa Raharja kepada rumah sakit (RS) untuk biaya perawatan/pengobatan korban ... 93
7. SOP (Standart Operating Prosedure) pengemudi PERUM DAMRI cabang Bandara Soekarno-Hatta ... 94
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Perusahaan Umum (PERUM) DAMRI ... 97
ABSTRAK Pima Claudia Markezia*
Sinta Uli**
Rabiatul Syahriah***
Angkutan khusus bandara secara khusus belum memiliki definisi yang secara tegas dan universal, merupakan salah satu usaha pemerintah untuk solusi semakin tingginya tingkat mobilitas masyarakat di Indonesia, dimana pada saat seseorang akan melakukan perjalanan melalui transportasi udara/pesawat harus ada transportasi yang membawa mereka menuju bandara. Semakin tingginya penggunaan angkutan khusus bandara DAMRI maka tingkat kecelakaan (accident) juga semakin meningkat. Skripsi yang berjudul “Tanggungjawab PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Bus (Studi Pada PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur). Membahas permasalahan mengenai bagaimanakah eksistensi PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara, bagaimana tanggungjawab PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan, dan pihak-pihak mana saja yang dapat meminta pertanggungjawaban PERUM DAMRI dalam kecelakaan bus.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif dan Empiris. Penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi, sedangkan penelitian hukum empiris dilakukan melalui kajian di lapangan yaitu PERUM DAMRI kantor cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur.
Eksistensi PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara hingga sekarang dapat terus maju dan berkembang karena usaha mereka untuk melayani penumpang dengan sebaik-baiknya sesuai harapan dan keinginan para penumpang, ketepatan waktu keberangkatan, kebersihan armada, dan keramahan para crew untuk melayani penumpang dengan selamat sampai tujuan. Pengaturan PERUM DAMRI diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 tentang Perusahaan Umum (PERUM) DAMRI. PERUM DAMRI berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dalam pelaksanaan pengangkutan. Tanggungjawab PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan sangatlah besar, karena setiap penumpang yang diangkut diikat oleh perjanjian dalam bentuk tiket dan setiap penumpang yang berada di dalam bus angkutan khusus bandara DAMRI diproteksi dengan asuransi kecelakaan lalu lintas, sehingga saat kecelakaan santunan dapat segera diberikan kepada korban.
Pihak yang termasuk dapat meminta pertanggungjawaban PERUM DAMRI dalam kecelakaan bus adalah pihak ketiga yaitu pihak yang berada di luar perjanjian pengangkutan tetapi terkena dampak dari kecelakaan diakibatkan oleh bus dan juga berupa santunan dari PT.Jasa Raharja sebagai asuransi kecelakaan.
*) Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**) Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum UniversitasSumateraUtara
***) Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Sehingga transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.1
Sarana transportasi pada era globalisasi, merupakan salah satu penunjang dalam mewujudkan proses kelancaran dalam penyelenggaraan pengangkutan orang maupun barang dan menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas. Transportasi tersebut akan menjadi alat penghubung untuk pengangkutan orang maupun barang menuju suatu tempat. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai, dan danau, serta tingkat mobilitas masyarakat yang begitu tinggi yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Rosa Greaves dalam bukunya yang berjudul “E C Transport Law”
ditulis bahwa “The transport industry is a difficult one to regulate. Not only are there three main sectors, inland transport, sea, and air transport, each with their
1http://cherylcarissa.blogspot.co.id/2015/04,resume-hukum-pengangkutanhtml/m=1 diakses 4 Juni 2016, pukul 12.00.
2
own special features, but there are other general factors which make the transport industry different in economic terms from other industrial sectors. Geographical factors have also had in impact on the mode of transport each member state has developed and encourage”.2
Hal lain yang tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan di berbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya; sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan. Fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa fungsi pengangkutan adalah sebagai jembatan penghubung waktu dan ruang yang memisahkan antar para pembeli dan para penjual/
konsumen dengan pelaku usaha (In other words, it is the function of transport to bridge the time and space gaps separating buyers and sellers), atau (to move passengers or things from where they are to where they would prefer to be or to where their relative value is greater).3
Mengingat akan pentingnya peran lalu lintas dan angkutan jalan yangmenguasai hajat hidup orang banyak, maka kepentingan masyarakat umumsebagai pengguna jasa transportasi perlu mendapatkan prioritas dan pelayanan yang baik dari penyedia jasa transportasi maupun pemerintah.
Salah satu usaha pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai tingkat mobilitas yang tinggi, terutama pada saat
2Rosa Greaves, EC TRANSPORT, Pearson Education Limited, England, 2000, hal 1.
3Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat: Jalan dan Kereta Api, Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, hal 3.
seseorang itu melakukan perjalanan jauh menggunakan transportasi udara/pesawat dan mereka sulit menemukan transportasi yang akan membawa mereka ke bandara dengan aman, nyaman, harga terjangkau, dan mudah untuk menemukannya, maka salah satu usaha pemerintah adalah dengan menggunakan angkutan bus khusus bandara yaitu DAMRI. DAMRI adalah kepanjangan dari Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia yang dibentuk berdasarkan Makloemat Kementrian Perhoeboengan RI No.01/DAMRI/46 tanggal 25 November 1946 dengan tugas utamanya menyelenggarakan angkutan orang dan barang di atas jalan dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Perkembangan selanjutnya sebagai Perusahaan Umum (Perum), nama DAMRI sebagai produk dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga saat ini masih tetap konsisten menjalankan tugasnya dalam memberikan pelayanan pengangkutan orang dan barang dengan menggunakan bus dan truk. Hingga saat ini, DAMRI memiliki pelayanan yang tersebar hampir seluruh wilayah di Indonesia dan salah satu pelayanan PERUM DAMRI adalah angkutan khusus bandara. Angkutan bandara merupakan salah satu segmen pelayanan yang beroperasi dari dan ke bandara. Segmen angkutan bandara ini tidak hanya melayani wilayah Ibu Kota Jakarta saja, namun sudah hampir menjangkau bandara-bandara yang ada di wilayah Indonesia. Pelayanan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan ini akan terus memberikan pelayanan terbaiknya dengan tarif relatif murah, aman, dan nyaman.Mudahnya menemukan bus DAMRI menjadi kenikmatan tersendiri bagi penumpang, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih bus DAMRI untuk menuju bandara. Pada saat tiba malam hari di bandara penumpang tidak perlu khawatir bila tidak ada kendaraan untuk melanjutkan
4
perjalanan karena transportasi ini memberikan pelayanan bus angkutan khusus bandara hingga malam hari.4
Masalah ataupun kendala yang sering terjadi dalam pengangkutan salah satunya adalah kecelakaan (accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa kejadian atau musibah; yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak; terjadi sebelum, dalam waktu, atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan; karena perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkut sehingga menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut.5
Pihak PERUM DAMRI sendiri pun juga menghadapi masalah kecelakaan yang tak terduga seperti ini yang tidak dapat dihindari. Peristiwa kecelakaan dapat diakibatkan dari faktor manusia (karena salahnya, faktor mekanik) dan alam (cuaca, jalan yang rusak) yang dapat terjadi kapan saja, dimana saja, sehingga menimbulkan rasa tidak aman. Sehingga dalam penyelenggaran pengangkutan, PERUM DAMRI mempunyai tanggungjawab penuh terhadap keselamatan penumpang, adanya rasa tanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukan ada kaitannya dengan hukum yang berlaku dimana agar tercapai keadilan antara kedua belah pihak.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa Pasal 189 yang menentukan “perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188”, Pasal 237 yang menentukan (1) “perusahaan angkutan umum wajib
4http://damri.co.id/produk/angkutan-bandara diakses 18 Mei 2016 pukul.22.00.
5 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal 225.
mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggungjawabnya atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan” dan (2) “perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan”.6 PERUM DAMRI pun tidak luput dari hal tersebut, sehingga bekerjasama dengan pihak PT. Jasa Raharja sebagai asuransi kecelakaan lalu lintas jalan terhadap korban kecelakaan dijalan. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance. 7 Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu pihak penanggung sebagai pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu penggantian kerugian yang akan mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung.8
Koordinasi terkait adanya korban kecelakaan yang membutuhkan pengobatan dan perawatan diakibatkan oleh bus DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta selalu dilakukan oleh pihak PT. Jasa Raharja dengan DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta, sehingga asuransi terhadap korban kecelakaan dapat terus ditindaklanjuti dengan adanya keterangan dari rumah sakit dan kepolisian.9Adapun tugas dan fungsi khusus PT. Jasa Raharja
6 Siti Nurbaiti, Op.Cit., hal 294.
7 J.C.T. Simorangkir, Rudy Erwin,J.T Prasetyo, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 182.
8 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermasa, Jakarta, 2001, hal 217-218.
9 Hasil wawancara tanggal 25 Juli 2016 dengan narasumber Bpk Andi Yuneska, selaku ASM.Perencanaan dan PJ PERUM DAMRI kantor cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur.
6
adalah memberikan pertanggungan dalam bidang asuransi tanggungjawab kendaraan bermotor dan kecelakaan penumpang termasuk reasuransi tanggung jawab kendaraan bermotor dan kecelakaan penumpang.10
Dengan adanya program asuransi sosial dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, maka tugas dan fungsi utama PT. Jasa Raharja adalah menghimpun dana dari masyarakat dengan cara mengadakan iuran wajib yang dipungut dari penumpang umum yang sah dari kendaraan bermotor umum sesuai dengan Pasal 3 Sub 1a dan sumbangan wajib dari para pihak pemilik kendaraan bermotor, dimana pemilik angkutan lalu lintas diharuskan memberi sumbangan wajib setiap tahunnya (Pasal 2 sub 1) pembayaran dilakukan saat pendaftaran dan perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Wajib Penumpang.
Iuran dan sumbangan wajib tersebut akan disalurkan kembali kepada masyarakat yang menjadi korban dari kerugian yang timbul akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi beban masyarakat sesuai dengan yang diatur di dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964, yaitu jaminan sosial untuk masyarakatlah yang menjadi tujuan pokoknya. Dalam pemberian santunan oleh Jasa Raharja harus disertakan dengan laporan kepolisian, karena bila tidak ada laporan dari pihak kepolisian terkait kecelakaan bus maka santunan tidak akan diberikan oleh pihak Jasa Raharja.11
Tanggungjawab terhadap penumpang dipandang secara material maupun
10http://www.jasaraharja.co.id/, di akses tanggal 16 Juli 2016, pukul. 17.00.
11 Hasil wawancara tanggal 25 Juli2016 dengan narasumber Bpk Andi Yuneska, selaku ASM.Perencanaan dan PJ PERUM DAMRI kantor cabang Angkutan BandaraSoekarno Hatta Jakarta Timur.
formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai tujuan usaha. Dengan demikian, upaya–upaya untuk memberikan tanggungjawab yang memadai terhadap kepentingan penumpang merupakan suatu hal yang penting untuk dicari segera solusinya terutama di Indonesia, mengingat permasalahan yang menyangkut tanggungjawab terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan bus begitu kompleks dan menyangkut nyawa seseorang.
Indonesia sendiri telah memberlakukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tanggungjawab perusahaan pengangkutan umum terhadap penumpang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas Dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2012 Tentang Sumber Daya Manusia Di Bidang Transportasi ikut mengatur mengenai sumber daya manusia dalam transportasi, ini erat kaitannya dalam pengawasan terhadap pengemudi bus dalam mengemudikan bus sehingga penumpang dapat merasa aman dan nyaman.
Sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting dan utama dalam penyelenggaraan transportasi untuk dapat menjalankan peran transportasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tanggungjawab perusahaan bus dalam era globalisasi menjadi yang utama, karena penumpang sebagai konsumen di samping mempunyai hak-hak yang bersifat universal juga mempunyai hak-hak yang bersifat spesifik (baik situasi
8
maupun kondisi). Sehingga perusahaan bus dan pemerintah tidak hanya melihat dan mementingkan hak-haknya saja yang harus dipenuhi, akan tetapi melaksanakan kewajibannya sepenuhnya terhadap penumpang pemakai jasa bus angkutan khusus bandara.
Berkenaan dengan hal di atas maka akan dibahas masalah yang berhubungan dengan: “Tanggungjawab PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Bus” (Studi Pada PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta).
Berkenaan dengan pembahasan ini dapat diketahui masalah-masalah yang berkaitan dengan tanggungjawab pihak PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara dalam memberikan tanggungjawab kepada penumpang yang mengalami kecelakaan bus. Hal ini yang merupakan alasan untuk memilih judul tersebut di atas.
B. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan ini dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah eksistensi PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara?
2. Bagaimana tanggungjawab PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan?
3. Pihak-pihak mana saja yang dapat meminta pertanggungjawaban PERUM DAMRI dalam kecelakaan bus?
C. Tujuan Penulisan
Dimaksudkan untuk menerangkan sejelas mungkin mengenai persoalan-
persoalanyang timbul secara detail untuk menghindari timbulnya keraguan terhadap permasalahan yang diterangkan dalam skripsi ini. Adapun yang menjadi tujuan penulisan daripada skripsi ini adalah sebagai berikut:
1 Untuk mengetahui bagaimanakah eksistensi PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara.
2 Untuk mengetahui bagaimana tanggungjawab PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan.
3 Untuk mengetahui pihak-pihak mana saja yang dapat meminta pertanggungjawaban PERUM DAMRI dalam kecelakaan bus.
D. Manfaat Penulisan
Tulisan ini mempunyai manfaat teoretis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoretis
Tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi awal dalam bidang ilmu hukum bagi kalangan masyarakat guna mengetahui dan memberi pemahaman lebih lanjut tentang perkembangan hukum pengangkutan darat terutama mengenai pertanggungjawaban PERUM DAMRI terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan bus.
2. Secara Praktis
Tulisan ini menerapkan secara praktis agar masyarakat, perusahaan, dan pemerintah serta para pihak yang berkaitan langsung dengan aktivitas PERUM
DAMRI dapat memahami tata cara penyelenggaraan, pemberian pelayanan dan pertanggungjawaban PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara terhadap penumpang bus yang mengalami kecelakaan. Sehingga menjadi bahan
10
masukan kepada pihak yang bersangkutan dalam memberikan pelayanan angkutan bandara yang baik, nyaman, dan aman terhadap penumpang bus bandara dan tanggungjawab bagi penumpang yang mengalami kecelakaan bus.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris.
Penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi sedangkan penelitian hukum empiris, dilakukan melalui kajian di lapangan (PERUM DAMRI kantor cabang angkutan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur).
2. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Data primer
Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian.
b. Data sekunder
Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku- buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.12
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Library research (studi kepustakaan) yaitu mempelajari dan menganalisa buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
12Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2005, hal 11-12.
b. Field research (studi lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke lapangan, perolehan ini dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada pihak PERUM DAMRI kantor cabang angkutan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur.
4. Analisis Data
Seluruh data, informasi, sumber pustaka yang digunakan dalam penulisan skripsi ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh data yang jelas yang berhubungan dengan skripsi penulis. Dalam hal ini data diperoleh dari bahan literatur, kepustakaan, dan hasil wawancara terhadap pihak PERUM DAMRI.
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian terdahulu, penelitian terhadap “TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA TERHADAP PENUMPANG YANG MENGALAMI KECELAKAAN BUS (Studi Pada PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta)” belum pernah dilakukan sebelumnya pembahasan permasalahan yang sama. Beberapa penelitian sebelumnya ada ditemukan skrispsi yang berkaitan dengan tanggungjawab pada transportasi darat, yaitu:
1. Juwanda Ginting (110200270) Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Sebagai Pengguna Jasa Angkutan Umum Pada Pengangkutan Darat (Studi Pada CV. PAS TRANSPORT). Membahas tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai pengguna jasa angkutan umum pada pengangkutan darat.
12
2. Khairunisa (060200086) Tanggungjawab Perusahaan Angkutan Barang Terhadap Barang Kiriman Menurut UU No.22 Tahun2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Studi pada Perusahaan Angkutan CV. Sempurna).
Membahas tentang bagaimana tanggungjawab perusahaan angkutan barang terhadap barang kiriman menurut UU No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dari angkutan jalan.
3. Christian Mikhael Parsaoran Damanik (100200089) Aspek Hukum Perlindungan Anak dan Wanita Sebagai Penumpang Angkutan Umum (Studi pada PERUM DAMRI cabang Medan). Membahas tentang bagaimana aspek hukum perlindungan anak dan wanita sebagai penumpang angkutan umum
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpusatakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa Judul skripsi tentang
“Tanggungjawab PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Bus” (Studi Pada PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Timur) belum ada yang menulis dengan permasalah yang sama. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa isi dari tulisan ini asli, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam lima bab. Setiap bab menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan secara terperinci adapun bagiannya yaitu:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang: latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN
Setelah penguraian bab satu yang mempunyai fungsi sebagai pengantar dari pembahasan ini, maka dalam bab ini menguraikan tentang pengertian pengangkutan dan dasar hukum pengangkutan, jenis-jenis dan dasar hukum pengangkutan, asas-asas hukum pengangkutan.
BAB III: TANGGUNG JAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA DENGAN PENUMPANG BUS
Dalam bab ini memuat tentang prinsip-prinsip tanggungjawab di bidang angkutan, hak dan kewajiban PERUM DAMRI sebagai pengangkut, dan hak dan kewajiban penumpang bus DAMRI.
BAB IV: TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA TERHADAP PENUMPANG YANG MENGALAMI KECELAKAAN BUS
Dalam bab ini akan menguraikan tentang eksistensi PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara, tanggungjawab PERUM DAMRI sebagai angkutan bandara terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan,dan pihak-pihak yang dapat diminta pertanggungjawaban PERUM DAMRI dalam kecelakaan bus.
BAB V: KESIMPULAN dan SARAN Terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN
A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan
Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya:
a. Menurut Abdulkadir Muhammad pengangkutan adalah kegiatan pemuatan ke dalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan dengan alat pengangkut, dan penurunan/pembongkaran dari alat pengangkut baik mengenai penumpang ataupun barang.13
b. Menurut Sinta Uli pengangkutan suatu kegiatan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.14
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari suatu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang muatan.15 Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi kegiatan:
1) Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut;
2) Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan;
3) Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan.
13 Sri Ambarwati, “Realisasi Tanggung Jawab Perdata Pengangkut Udara Terhadap Penumpang Penerbangan Domestik Pada PT. Garuda Indonesia (persero), Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008, hal 15.
14 Sinta Uli, Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara, USU press, Medan, 2006, hal 20.
15 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hal 42-43.
Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan suatu kesatuan proses yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Pengangkutan juga dapat dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/
bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan.
Untuk menentukan pengangkutan itu dalam arti luas atau arti sempit bergantung pada perjanjian pengangkutan yang dibuat oleh para pihak-pihak, bahkan kebiasaan masyarakat. Pada pengangkutan dengan kereta api, tempat pemuatan dan penurunan penumpang atau pembongkaran barang disebut stasiun. Pada pengangkutan dengan kendaraan umum disebut terminal, pada pengangkutan dengan kapal disebut pelabuhan, dan pada pengangkutan dengan pesawat udara sipil disebut dengan bandara. Dengan demikian, proses yang digambarkan dalam konsep pengangkutan berawal dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara pemberangkatan dan berakhir di stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan, kecuali apabila ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pengangkutan Niaga” ditulis bahwa konsep pengangkutan meliputi 3 aspek, yaitu:
(a) Pengangkutan sebagai usaha (business)
Pengangkutan sebagai usaha (business) adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Kegiatan usaha tersebut selalu berbentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan, usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Perusahaan bidang jasa pengangkutan lazim disebut perusahaan pengangkutan.
16
(b) Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang/pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penumpang atau pengirim.
Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak di tempat pemberangkatan hingga sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Sedangkan kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.
(c) Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process).
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut menuju ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem, yaitu:
1.1 Subjek pelaku pengangkutan
Yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan dan pihak yang berkepentingan dengan pengangkutan.
1.2 Status pelaku pengangkutan
Khususnya pengangkut selalu berstatus perusahaan perseorangan, persekutuan, badan hukum.
1.3 Objek pengangkutan
Yaitu alat pengangkut, muatan, dan biaya pengangkutan, serta dokumen pengangkutan.
1.4 Peristiwa pengangkutan
Yaitu proses terjadi pengangkutan dan penyelenggaraan pengangkutan serta berakhir di tempat tujuan.
1.5 Hubungan pengangkutan
Yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihak-pihak dalam pengangkutan dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan.
1.6 Tujuan pengangkutan
Yaitu tiba dengan selamat di tempat tujuan dan peningkatan nilai guna, baik barang dagangan maupun tenaga kerja.16
HMN Purwosutjipto, mendefinisikan pengangkutan sebagai suatu
“perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim ialah membayar ongkos angkut”.
Berdasarkan definisi pengangkutan tersebut terdapat unsur-unsur yang harus diketahui yaitu bahwa:
1. Sifat perjanjiannya adalah timbal balik, baik antara pengangkut dengan penumpang atau pengirim barang (pengguna jasa), masing-masing mempunyai hak dan kewajibannya sendiri-sendiri. Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan berhak atas biaya angkutan, sedangkan kewajiban pengirim barang atau penumpang adalah membayar uang angkutan dan berhak untuk diangkut ke suatu tempat tujuan tertentu dengan selamat.
Pengangkut dan penumpang dan/atau pengirim barang mempunyai hak dan
16Ibid, hal 1-2.
18
kewajiban yang seimbang, maka sifat hubungan hukum yang terjalin antar pengangkut pengguna jasa adalah bersifat campuran, yaitu bersifat pelayanan berkala dan perjanjian pemberian kuasa dengan upah. Hal ini berarti antara pengangkut dengan pengguna jasa mempunyai kedudukan yang sama tinggi dan sederajat (koordinasi), dan perjanjiannya dapat dilakukan sewaktu-waktu atau kadang-kadang, jika mereka membutuhkan pengangkutan, jadi tidak terus menerus dan upah yang diberikan berupa biaya atau ongkos angkut.
2. Penyelenggaraan pengangkutan didasarkan pada perjanjian, hal ini berarti antara pengangkut dengan penumpang dan/atau pengirim barang harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan; “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, kata sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal”.
Kesepakatan dan kecakapan merupakan syarat subjektif, jika dilanggar menyebabkan dapat dibatalkannya perjanjian, sedangkan suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat objektif, jika dilanggar menyebabkan batalnya perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian pengangkutan tersebut tidak disyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan saja, asalkan ada persetujuan kehendak (consensus) dari para pihak. Dengan demikian surat, baik berupa karcis atau tiket penumpang maupun dokumen angkutan barang bukan sebagai syarat sahnya perjanjian tetapi hanya merupakan salah satu alat bukti saja, karena dapat dibuktikan dengan alat bukti lainnya. Dengan demikian yang menjadi syarat sahnya perjanjian adalah kata sepakat, bukan karcis atau tiket atau dokumen angkutan. Tidak adanya karcis atau tiket atau dokumen angkutan tidak membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada. Dan perjanjian tersebut juga berlaku sebagai undang-undang bagi pengangkut dan pengirim barang atau penumpang, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”;
3. Istilah menyelenggarakan pengangkutan berarti pengangkutan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain atas perintahnya. Jika pengangkutan dilakukan oleh orang lain, berarti pengangkutan tersebut dilakukan melalui perantara. Dalam kitab Undang- Undang Hukum Dagang, perantara ada yang disebut sebagai Makelar dan ada yang disebut sebagai Komisioner. Makelar diatur secara khusus dalam Pasal 62 sampai dengan Pasal 73 KUHD, sedangkan komisioner diatur dalam Pasal 76 sampai dengan Pasal 85a KUHD.Tetapi, walaupun makelar dan komisioner sama-sama merupakan perantara, terdapat perbedaan yang mendasar diantara keduanya, yaitu, bahwa makelar dalam menjalankan tugasnya, diangkat oleh Presiden, Menteri Hukum dan HAM, dan disumpah di Pengadilan Negeri serta selalu membawa nama pemberi kuasa (mengatasnamakan pemberi kuasa), sedangkan komisioner, tidak diangkat dan disumpah serta selalu membawa atau mengatasnamakan dirinya sendiri. Dalam hubungannya dengan perjanjian pengangkutan, jika pengangkut atau pengguna jasa membutuhkan perantara, baik makelar maupun komisioner, maka di antara mereka akan terikat perjanjian keperantaraan atau perjanjian komisi. Disini berlaku juga syarat- syarat perjanjian pada umumnya. Hak pengangkut adalah mendapatkan
pengguna jasa yang akan diangkut dengan alat angkutnya begitu juga hak pengguna jasa adalah mendapatkan pengangkut yang baik, dan baik pengangkut maupun pengguna jasa berkewajiban membayar komisi.
Sedangkan hak perantara adalah mendapatkan komisi dari pengangkut atau dari pengguna jasa dan berkewajiban mencari pengguna jasa yang akan diangkut. Sifat hubungan hukum yang terjalin antara pengangkut atau pengguna jasa, dengan perantara adalah bersifat pelayanan berkala dan perjanjian pemberian kuasa dengan upah, sama dengan perjanjian pengangkutan yang dilakukan antara pengangkut dengan pengguna jasa. Sifat hukum perjanjian pelayanan berkala tersebut berarti bahwa perjanjian dapat dilakukan sewaktu-waktu atau kadang-kadang saja jika diinginkan oleh mereka, tidak dilakukan secara terus-menerus, sehingga menimbulkan hubungan hukum yang sejajar, sama tinggi atau setingkat (koordinasi). Upah yang diberikan berupa komisi tersebut didasarkan pada perjanjian kuasa, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1794 KUHPerdata. Apabila dalam perjanjian pengangkutan menggunakan jasa makelar dan kemudian terjadi wanprestasi, baik yang dilakukan oleh pengangkut maupun oleh pengguna jasa, maka seorang makelar dapat menuntut pengangkut maupun pengguna jasa berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, karena antara makelar dengan pengangkut maupun antara makelar dengan pengguna jasa tidak terikat perjanjian pengangkutan. Dalam menjalankan tugasnya makelar selalu membawa nama pemberi kuasanya, jadi makelar bukanlah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Yang merupakan pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dengan pengguna jasa. Sebaliknya apabila dalam perjanjian pengangkutan tersebut, menggunakan jasa komisioner, maka yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah antara pengangkut dengan komisioner, karena komisioner selalu mengatasnamakan dirinya sendiri dalam melakukan perjanjian pengangkutan, jadi jika terjadi wanprestasi, maka komisioner dapat menuntut pengangkut atau pengguna jasa berdasarkan perjanjian pengangkutan, sedangkan pengangkut jika ingin menuntut pengguna jasa ataupun sebaliknya, hanya dapat menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata, karena masing-masing pihak tidak terikat perjanjian pengangkutan.
4. Ke tempat tujuan. Dalam pengangkutan barang, berarti barang dapat diterima oleh si penerima yang mungkin si pengirim sendiri atau orang lain. Sedangkan dalam pengangkutan orang berarti sampai di tempat tujuan yang telah disepakati.
5. Istilah dengan selamat, mengandung arti apabila pengangkutan itu tidak berjalan dengan selamat, maka pengangkut harus bertanggungjawab untuk membayar ganti kerugian kepada pengirim barang atau penumpang.17
2. Pengertian hukum pengangkutan
Pengertian hukum pengangkutan adalah “keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang pengangkutan, aturan hukum tersebut meliputi:
17 Siti Nurbaiti, Op.Cit.,hal 13-22.
20
a. Ketentuan perundang-undangan
b. Perjanjian dan/atau kebiasaan yang mengatur berbagai proses pengangkutan (angkutan darat, laut, dan udara).18
Menurut Abdulkadir Muhammad di dalam bukunya yang berjudul
“Hukum Pengangkutan Niaga” peraturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam definisi ini meliputi semua ketentuan:
1. Undang-Undang pengangkutan 2. Perjanjian pengangkutan
3. Konvensi internasional tentang pengangkutan; dan
4. Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan penerbangan.
Peraturan hukum tersebut meliputi juga asas hukum, norma hukum, teori hukum, dan praktik hukum pengangkutan.
Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis (fundamental norm) yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan, dan kepatutan yang diterima oleh semua pihak. Kebenaran, keadilan, dan kepatutan juga menjadi tujuan yang diharapkan oleh pihak-pihak.
Norma hukum pengangkutan merupakan rumusan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang, perjanjian konvensi internasional, dan kebiasaan yang mengatur tentang pengangkutan. Norma hukum pengangkutan berfungsi mengatur dan menjadi pedoman perilaku atau perbuatan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Fungsi pengaturan ini mengarahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki,
18https://www.slideshare.net/mobile/FairNurfachrizi/hukum-pengangkutan, diakses pada tanggal 9 Juli 2016, pukul.20.43.
yaitu tiba di tempat tujuan dengan selamat, aman, bermanfaat, nilai guna meningkat, dan menguntungkan semua pihak.
Teori hukum pengangkutan adalah serangkaian ketentuan undang- undangatau perjanjian mengenai pengangkutan yang direkonstruksikan sedemikian rupa sehingga menggambarkan proses kegiatan pengangkutan. Teori hukum pengangkutan merupakan gambaran secara jelas rekonstruksi ketentuan undang-undang atau perjanjian bagaimana seharusnya para pihak berbuat sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai.
Praktik hukum pengangkutan adalah serangkaian perbuatan nyata yang masih berlangsung (in action) atau perbuatan yang sudah selesai dilakukan, seperti keputusan hakim atau yurisprudensi (judge made law), dokumen hukum (legal documents), seperti karcis penumpang dan surat muatan barang. Praktik hukum pengangkutan menyatakan secara empiris peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai dan ada pula yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dapat terjadi karena wanprestasi salah satu pihak atau karena keadaan memaksa (force majeur).19
B. Jenis-Jenis dan Dasar Hukum Pengangkutan
Pengangkutan melingkupi pengangkutan darat dengan kereta api, pengangkutan darat dengan kendaraan umum, pengangkutan perairan dengan kapal, pengangkutan udara dengan pesawat udara.
1. Pengangkutan darat dengan kereta api
Pengangkutan dengan kereta api diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretapian (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 65).
19 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.5-6.
22
Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007). Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 25 April 2007.
Badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian yang sudah ada hingga kini adalah Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT Kereta Api Indonesia Persero (Pasal 25-32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007).
2. Pengangkutan darat dengan kendaraan umum
Pengaturan pengangkutan darat dengan kendaraan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96) yang mulai berlaku sejak diundangkan pada saat tanggal 22 Juni 2009. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan bermotor yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.
Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untukpengangkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran (Pasal 1 angka 8 dan 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).
Pengangkutan jalan diselenggarakan oleh perusahaan pengangkutan umum yang menyediakan jasa pengangkutan penumpang dan/atau barang dengan kendaraan umum di jalan. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor
yang disediakan dan dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
Kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang dengan memungut bayaran hanya dilakukan dengan kendaraan umum Pasal 1 angka 8 dan 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Jadi, pengangkut pada pengangkutan jalan adalah perusahaan pengangkutan umum yang mendapat izin operasi dari pemerintah menggunakan kendaraan umum dengan memungut bayaran. Pelayanan pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek dan pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek (Pasal 140 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).
Jenis pelayanan pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek terdiri atas:
a. Pengangkutan lintas batas negara;
b. Pengangkutan antar kota antar provinsi;
c. Pengangkutan antar kota dalam provinsi;
d. Pengangkutan perkotaan; dan
e. Pengangkutan perdesaan (Pasal 142 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).
Apabila perusahaan pengangkutan umum berbentuk badan hukum, bentuk badan hukum tersebut boleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), misalnya PERUM DAMRI untuk pengangkutan penumpang, Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), misalnya Kopti Jaya (Koperasi Transpor Indonesia Jakarta Raya). Jika persekutuan bukan badan hukum, boleh berbentuk CV, misalnya, CV Titipan Kilat untuk pengangkutan barang. Jika perusahaan perserorangan berbentuk PO, misalnya, PO Putra Remaja/ PO Musi Jaya.
24
3. Pengangkutan perairan dengan kapal
Pengangkutan dengan kapal diatur dengan Undang-Undang nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Undang-Undang Pelayaran ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu tanggal 7 Mei 2008 dalam Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 64.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, pengangkutan perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah (Pasal 1 angka 3 dan 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008).
Pengangkutan perairan juga diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia, yaitu Buku II Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal:
Bab VA tentang Pengangkutan Barang dan Bab VB tentang Pengangkutan Penumpang. Peraturan undang-undang dalam KUHD Indonesia masih dinyatakan tetap berlaku. Ketentuan-ketentuan KUHD Indonesia sifatnya sebagai lex generalis.
Pengangkutan di Laut, diatur dalam:
a. KUHD, Buku II, Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal
b. KUHD, Buku II, Bab V-A tentang Penangkutan Barang-Barang c. KUHD, Buku II, Bab V-B tentang Pengangkutan Orang
d. Serta peraturan khusus lainnya
4. Pengangkutan udara dengan pesawat
Pengangkutan udara dengan pesawat udara diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan melalui Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, pengangkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
Pengangkutan udara adalah setiap kegiatan yang menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu persatu jalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.20
C. Asas-Asas Hukum Pengangkutan
Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata.
Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang.
1. Asas hukum publik
Undang-Undang Perkeretaapian, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan
20Ibid.,hal 1-11.
26
Jalan, Undang-Undang Penerbangan, Undang-Undang Pelayaran berlandaskan asas-asas hukum publik. Asas-asas hukum publik adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat banyak yang dirumuskan dengan istilah atau kata-kata manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian, keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum, kemandirian, keterbukaan, dan anti monopoli, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan Negara, kebangsaan, dan kenusantaraan, serta keselamatan penumpang, dan cargo.
Asas hukum publik terdiri dari:
a. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pengembangan peri kehidupan yang berkeseimbangan bagi warga negara Indonesia. Asas usaha bersama dan kekeluargaan mengandung makna bahwa usaha pengangkutan diselenggarakan untuk mewujudkan cita-cita dan aspirasi bangsa Indonesia yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
b. Asas kepentingan umum
Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.
c. Asas keterpaduan
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi,baik intra maupun antarmoda pengangkutan.
d. Asas tegaknya hukum
Asas ini mengandung makna bahwa pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia agar selalu sadar dan taat pada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.
e. Asas percaya diri
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkut harus berlandaskan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.
f. Asas keselamatan penumpang
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan dan/atau kerugian lainnya. Asuransi kecelakaan termasuk dalam lingkup asuransi sosial yang bersifat wajib (compulsory security insurance). Keselamatan penumpang tidak hanya diserahkan pada perlindungan asuransi, tetapi juga penyelenggara perusahaan pengangkutan harus berupaya menyediakan dan memelihara alat pengangkut yang memenuhi standar keselamatan sesuai dengan ketentuan undang-undang dan konvensi internasional.
g. Asas berwawasan lingkungan hidup
Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dilakukan berwawasan lingkungan.
h. Asas kedaulatan negara
Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat menjaga keutuhan wilayah negara Republik Indonesia.
28
i. Asas kebangsaan
Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Asas hukum perdata
Semua undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan di Indonesia juga berlandaskan asas-asas hukum perdata. Asas-asas hukum perdata adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan, yang dirumuskan dengan kata-kata;
perjanjian (kesepakatan), koordinatif, campuran, retensi, dan pembuktian dengan dokumen.
Asas hukum perdata terdiri dari:
a. Asas perjanjian
Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan diadakan dengan perjanjian antara pihak perusahaan pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang. Tiket/karcis penumpang dan dokumen pengangkutan merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian antara pihak-pihak. Perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak.
Akan tetapi, untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi dan mengikat harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen pengangkutan.
b. Asas koordinatif
Asas ini mengandung makna bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan serta atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pemilik barang, pengangkut bukan
bawahan penumpang atau pemilik barang. Asas ini menunjukkan bahwa pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa (agency agreement).
c. Asas campuran
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang kepada pengangkut.
Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d. Asas retensi
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkut tidak menggunakan hak retensi (hak menahan barang). Pengguna hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e. Asas pembuktian dengan dokumen
Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika ada kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya, pengangkutan dengan pengangkut perkotaan (angkot) tanpa tiket/karcis penumpang.21
21Ibid.,hal 12-15.
BAB III
TANGGUNG JAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA DENGAN PENUMPANG BUS
A. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Di Bidang Angkutan
Tanggungjawab dalam kamus bahasa Indonesia didefinisikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. 22 Di dalam istilah Belanda disebutkan Verantwoordelijkatau bertanggungjawab yaitu wajib mengadakan pertanggungjawaban, serta memikul tanggungjawab atas kemungkinan terjadinya kerugian.23
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan, dikenal dengan adanya prinsip-prinsip tanggungjawab di bidang angkutan. Prinsip-prinsip tanggungjawab ini berkaitan dengan tanggungjawab pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa. Beberapa prinsip tanggungjawab tersebut adalah:
1. Based on fault (prinsip tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan)
Prinsip Based on Fault atau prinsip tanggungjawab berdasar atas kesalahan diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Pasal ini dikenal dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).
Titik tolak pengertian perbuatan melawan hukum adalah Pasal 1365
22 Ilham, Kamus Bahasa Indonesia,Mitra Jaya Publisher, Surabaya, 2010, hal 414.
23 Imam Radjo Mulano, Penjelasan Istilah-istilahHukum Belanda-Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal.211.
KUHPerdata tersebut, sebagaimana diberi penafsiran dalam putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda tanggal 31 Januari 1919, yang diikuti juga oleh pengadilan di Indonesia. Menurut Yurisprudensi, suatu perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang:
a. Melanggar hak orang lain;
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum yang berbuat;
c. Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat tentang diri, barang orang lain atau
d. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik.
Tafsiran ini sangat luas, sehingga dalam bidang angkutan, pelanggaran lalu lintas oleh pengangkut atau oleh pegawainya juga termasuk dalam perbuatan melawan hukum, namun selama perbuatan itu tidak langsung mengenai kewajibannya terhadap pengguna jasa angkutan, merupakan tanggungjawab sendiri dari pengangkut, tetapi perbutan tersebut harus diperhitungkan apabila karena perbuatan tersebut pihak pengguna jasa angkutan mengalami kerugian dan akan mempunyai akibat terhadap masalah tanggungjawab pengangkut terhadap pengguna jasa angkutan.
Akibat terpenting yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata adalah tanggungjawab pihak yang melakukan perbuatan hukum, berupa kewajibannya membayar ganti kerugian. Dapat dikemukakan bahwa tanggungjawab menurut pasal tersebut adalah tanggungjawab berdasarkan atas kesalahan yang harus dibuktikan oleh pihak yang menuntut ganti kerugian. Selain itu menurut Pasal 1366 KUHPerdata, tanggungjawab seseorang bisa juga diakibatkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.
32
Pada prinsip ini jelas bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, artinya pihak yang dirugikan yang harus membuktikan bahwa kerugiannya diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1865 KUHPerdata: “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Dan prinsip based on fault ini tidak didasarkan pada perjanjian, tetapi dengan perbuatan melawan hukum tersebut juga menimbulkan perikatan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1353 KUHPerdata.
2. Presumption of liability (prinsip pengangkut selalu bertanggungjawab)
Prinsip ini merupakan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab”, tanpa ada keharusan bagi pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa ada perbuatan melawan hukum dari pihak pengangkut atau tidak. Prinsip ini didasarkan pada perjanjian pengangkutan, akan tetapi pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggungjawabnya, apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa:
a. Kerugian yang disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya atau berada di luar kekuasaannya;
b. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian;
c. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya;
d. Kerugian ditimbulkan oleh kelalaian atau kesalahan dari penumpang sendiri atau karena, cacat, sifat atau mutu barang yang diangkut.
PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta selalu bertanggungjawab atas kecelakaan yang diakibatkan oleh pengemudi selama penumpang memilki karcis sebagai bukti sebagai penumpang bus DAMRI yang menjadi bukti perjanjian antara penumpang dengan bus DAMRI, bahwa selama di