• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan T1 312011807 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan T1 312011807 BAB I"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Hukum (Ius; Law) adalah nilai yang ada dalam masyarakat dan bersifat universal.1 Sehingga hukum harus men cover semua masyarakat umum, Indonesia adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal dalam konstitusi yaitu Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Pasca Amandemen dengan sistem yang dianut di Indonesia adalah sistem hukum EropaContinental. Ciri khas dari sistem hukum Eropa Continental dimana untuk menerapkan hukum itu ke dalam masyarakat adalah lebih sering melalui peraturan2 atau lebih dikenal dengan sistem hukum tertulis. Implementasinya adalah, penerapan hukum di Indonesia lebih condong melalui peraturan (Lex; Laws).

Peraturan adalah, keseluruhan kaidah (rules; norms) tertulis yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang yaitu negara,3 Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan peraturan undangan. Fungsi dari peraturan perundang-undangan adalah untuk memberikan kaidah atau keharusan (a must; an ought) baik

1 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung 2009. Hlm. 3-4.

(2)

itu aktif (perintah) dan pasif (larangan), yang akan diberlakukan kepada para subjek hukum.4

Jenis-jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan5 yaitu:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.6 Guna memenuhi prinsip tersebut sejak kemerdekaannya Indonesia mengalami pergulatan yang cukup panjang untuk menemukan formula yang tepat untuk menjalankan pemerintahan negara kesatuan tersebut mengingat kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang membentang cukup luas dari Sabang sampai Merauke dan dari Timor sampai ke Talaud. Barulah pasca Orde Baru, yaitu tahun 1999 lahirlah kesepakatan dimana pilihan jatuh pada Otonomi luas dengan tetap

4Ibid., Hlm. 49

5 Undang-Undang ini merupakan pergantian dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan yang dalam Pasal 7 mengatur Peraturan Perundang-Undangan adalah:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.

(3)

mempertahankan bentuk negara kesatuan.7 Hal ini di tandai dengan dibentuknya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Pasca Reformasi Indonesia mengalami empat kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pada amandemennya yang kedua Undang-Undang-Undang-Undang Dasar 1945 telah dilakukan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah yang lebih mempertegas lagi otonomisasi daerah. Dilanjutkan dengan digantikannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008.

Kata Otonomi berasal dari bahasa latin “Autos” yang berarti “sendiri”, dan “Nomos” yang berarti “aturan” maka secara etimologi kata otonomi memberikan arti pengundangan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri.8 Sehingga makna dari otonomi daerah adalah memberikan keleluasaan dan kemandirian kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.9 Maka dari itu implementasi dari otonomisasi daerah itu sendiri adalah memberikan kemandirian kepada daerah-daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, dan untuk menyelenggarakan pemerintahannya tiap-tiap daerah juga dimungkinkan untuk dapat membuat Peraturan Daerahnya masing-masing. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

7Ni’Matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, 2012, Hlm. 4. 8 Krishna D. Darumurti, dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah Perkembangan Pemikiran,

(4)

Kerangka otonomi daerah bukan berarti tanpa batasan namun kerangka otonomi adalah pemerintahan daerah-daerah yang masih dalam kerangka negara yang berbentuk kesatuan, oleh karena itu kewenangan daerah-daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri haruslah diletakkan dalam kerangka negara kesatuan bukan negara federasi, karena daerah otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulatan layaknya negara federasi.10 Untuk itu dua sistem yang dianut dalam asas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah sentralisasi dan desentralisasi. Asas sentralisasi mengatur beberapa pembatasan akan hal yang merupakan kewenangan pemerintah pusat yang tidak boleh diambil alih oleh pemerintah daerah yaitu perumusan kebijakan (policy making), Pelaksanaan kebijakan (policy execution), serta evaluasi terhadap kebijakan. Sedangkan asas desentralisasi adalah peralihan kewenangan dari pemerintah pusat (Central Government) ke lingkungan pemerintahan daerah (Local Government).11

Penyelenggaraan pemerintahan otonom tidak semuanya diberikan atau dapat diatur sendiri oleh daerah-daerah, karena telah dibagi urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah pusat meliputi:

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan f. Agama.12

10Ibid. Hlm. 7-9. 11Ibid., Hlm. 10-11

(5)

Enam bidang di atas merupakan pengecualian dari otonomi seluas-luasnya dengan kata lain, enam bidang tersebut tidak menjadi urusan pemerintah otonom sehingga Peraturan daerah yang merupakan pilar utama yang memayungi realisasi otonomi daerah13 tidaklah diperkenankan memuat materi keagamaan.

Menyorot lebih spesifik lagi mengenai Agama, Hak kebebasan beragama adalah termasuk dalam ranah privat yang negara tidak boleh ikut campur di dalamnya. Selain itu, hak beragama merupakan Hak yang bersifat fundamental karena dimuat langsung dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Amandemen yaitu pada Pasal 28E Jo 29, dan Berdasarkan Pasal 28J ayat (2) sebagaimana Hak hanya boleh diatur dengan Undang-Undang. Maka dari itu Peraturan Daerah yang berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berada pada hierarki paling bawah,14 pada prinsipnya, tidak boleh memuat materi yang mengatur ketentuan hak beragama.

Permasalahan timbul pada saat makna Otonomi yang seluas - luasnya atau makna peralihan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah15 kurang terlalu di mengerti oleh daerah-daerah otonom yang seakan melupakan asas sentralistik16 yang kemudian dengan alasan kebudayaan, jatidiri dan mayoritas penduduk daerahnya17 sehingga membuat peraturan-peraturan daerah yang memuat materi keagamaan.

13 Zuhro R. Siti, et.al., Kisruh Peraturan Daerah: Mengurangi Masalah & Solusinya, The Habibie Center, Yogyakarta, 2010, Hlm. viii

14Asshiddiqie Jimly dan Safa’at M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Pres, Jakarta, 2012, Hlm. 100

15 Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, Op.Cit., Hlm. 11. 16 Zuhro, R. Siti, et.al., Op.,Cit., Hlm. 2

(6)

Aspek-aspek yang melatarbelakangi dirumuskannya kaidah-kaidah hukum18 tersebut atau biasa disebut dengan politik hukum, yaitu kegiatan menentukan dan memilih hukum mana yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat.19 Adalah desentralisasi budaya yang merupakan salah satu sistem dalam asas desentralisasi yaitu, dimana memberikan hak kepada golongan minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaannya sendiri dalam hal ini mengatur pendidikan, agama dan lain-lain.20 Sehingga nilai-nilai lokal tersebut yaitu diantaranya adat dan agama yang kemudian menjadi alasan kuat bagi daerah-daerah otonom untuk memberlakukan aturan-aturan yang bermuatan agama dengan tujuan menjaga moral daerah melalui aturan-aturan tentang tempat hiburan, alkohol, pemberlakuan jam malam, dan kewajiban menutup aurat.21 Tujuan lainnya dibentuk Peraturan Daerah bernuansa agama adalah untuk membangun citra

(image) Pemerintah daerah di hadapan masyarakat lokal.22

Ketika peraturan perundang-undangan substansinya tidak memuat prinsip atau ideal yang sifatnya universal tetapi lebih mengatur hal-hal yang lebih condong kepada golongan-golongan tertentu misalnya kebudayaan dan hal yang bersifat keagamaan atau bermuatan materi keagamaan, peraturan seperti ini akan dirasa tidak adil bagi masyarakat lain yang tidak menganut kebudayaan dan atau agama yang diatur dalam peraturan tersebut.

18 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar Dasar Politik Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007. Hlm. 16.

19Ibid., Hlm. 2

20 Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, Op, Cit., Hlm. 12. 21Ibid, Hlm. 3.

(7)

Bermuatan materi keagamaan adalah dimana sebuah peraturan daerah yang bersumber pada Nilai-nilai Agama sehingga di dalamnya mengatur suatu ketentuan guna menegakkan ajaran agama tertentu.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang

Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan

manusia serta lingkungannya. Dari dua sumber di atas jika digabungkan maka pengertian agama adalah ajaran yang di dalamnya memuat sistem kepercayaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah pergaulan antar masyarakat dan lingkungan.

Pengertian materi keagamaan penulis merujuk pada visi dan misi dari Kementrian Agama sebagai lembaga yang bertugas mengurus hal-hal keagamaan yaitu mewujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin.23 Yang kemudian lebih diperinci lagi dimana materi yang dimuat berupa:

1. Berhubungan dengan peningkatan kualitas kehidupan beragama. 2. Berhubungan dengan peningkatan kualitas kerukunan umat beragama. 3. Berhubungan dengan peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah,

perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan. 4. Berhubungan dengan peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. 5. Berhubungan dengan mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih

dan berwibawa.24

23 Visi Kementrian Agama. Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis Kementrian Agama Tahun 2010 – 2014.

(8)

Dari Sebanyak 5000 Peraturan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) bermasalah. 973 di antaranya dibatalkan Depdagri, sedangkan 250 lainnya dalam proses pembatalan. Peraturan Daerah bermasalah berkenaan dengan: Substansi (menimbulkan beban bagi masyarakat, menghambat investasi dan bernuansa keagamaan/syariah/injili). Dan peraturan-peraturan daerah yang bermuatan agama yang diuji di Mahkamah Agung ada yang di batalkan dan ada pula yang di sahkan dan memiliki kekuatan mengikat.

Berikut ini adalah daftar berbagai Peraturan Daerah (PERDA) bermuatan materi keagamaan yang berlaku di berbagai provinsi dan Kabupaten Kota di Indonesia dari tahun 2004 sampai tahun 2009.25

Tabel 1. Peraturan Daerah Tahun 2002.

Tahun 2002

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatra Barat Solok

Peraturan Daerah Kabupaten Solok Nomor 6 Tahun 2002 Tentang Berpakaian Muslim Dan Muslimah Di Kabupaten Solok

Tabel 2. Peraturan Daerah Tahun 2003.

Tahun 2003

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatra Barat Pasaman

Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor: 22 Tahun 2003 Tentang

Berpakaian Muslim Dan Muslimah Bagi Siswa, Mahasiswa Dan Karyawan Sulawesi

Selatan Bulukumba

Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 05 Tahun 2003 Tentang

Berpakaian Muslim Dan Muslimah Di Kabupaten Bulukumba

(9)

Tabel 3. Peraturan Daerah Tahun 2004.

Tahun

2004

Provinsi

Kabupaten /

Kota

Nama Peraturan Daerah

Aceh

Nanggroeh

Aceh

Darussalam

Peraturan Daerah NAD Nomor 7

Tahun 2004 tentang

Pengelolaan Zakat

Bukittinggi

Peraturan Daerah Kabupaten Bukit

Tinggi Nomor 29 Tahun 2004

tentang Pengelolaan Zakat, Infaq,

dan Shadaqoh

Pesisir

Selatan

Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir

Selartan Nomor 8 Tahun 2004

tentang Pandai Baca Tulis

Al-Qur'an Provinsi Bengkulu

Jawa Barat

Cirebon

Peraturan Daerah Kabupaten

Cirebon Nomor 77 Tahun 2004

Tentang Pendidikan Madrasah

Diniyah Awaliyah

Kalimantan

Selatan

Banjarmasin

Peraturan Daerah Kota Banjarmasin

Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Pengelolaan Zakat

Peraturan Daerah Kabupaten Banjar

Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Ramadan (Perubahan Peraturan

Daerah Ramadan Nomor 10 tahun

2001)

Peraturan Daerah Kabupaten Banjar

Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Khatam Al-Qur'an bagi Peserta

Didik pada Pendidikan Dasar dan

Menengah

Nusa

Tenggara

Barat

Dompu

Peraturan Daerah Kabupaten

Dompu Nomor 11 Tahun 2004

tentang Tata Cara Pemilihan Kades

(materi muatannya mengatur

keharusan calon dan keluarganya

bisa membaca Al-Qur'an yang

dibuktikan dengan

(10)

Tabel 4. Peraturan Daerah Tahun 2005.

Tahun 2005

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatera Barat

Peraturan Daerah Provinsi Sumatra barat Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pandai baca Tulis Al-Qur'an

Pesisir Selatan

Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 4 Tahun 2005 tentang berpakaian Muslim dan Muslimah

Agam

Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 6 Tahun 2005 Tentang berpakaian Muslim Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pandai baca Tulis Al-Qur'an

Solok

Peraturan Daerah Kabupaten Solok Selatan Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim Dan Muslimah Di Kabupaten Solok Selatan

Jawa Barat

Bandung Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 9 Tahun 2005 tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqoh.

Sukabumi Peraturan Daerah Kabupaten sukabumi Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat

Sidoarjo

Peraturan Daerah. Kabupaten Sidoarjo Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh

Kalimantan Selatan

Banjarmasin Peraturan Daerah Kabupaten Banjar Nomor 8/2005 tentang Jum'at Khusyu'

Hulu Sungai Utara

Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 19 Tahun 2005 tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqoh

Banjarmasin

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota

Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2003 tentang Larangan Kegiatan Pada Bulan Ramadan

Sulawesi Selatan Maros

Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim Dan Muslimah

Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 15 Tahun 2005 tentang Gerakan Buta Aksara dan pandai Baca Al-Qur'an dalam Wilayah Kabupaten Maros

Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Zakat

Enrekang Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Busana Muslim

Gorontalo

Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 22 Tahun 2005 Tentang Wajib Baca Tulis Al-Quran Bagi Siswa Yang Beragama Islam

Sulawesi

Tenggara Kendari

(11)

Tabel 5. Peraturan Daerah Tahun 2006.

Tahun 2006

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau Kampar

Peraturan Daerah Kabupaten Kampar Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh

Bangka

Belitung Bangka

Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Nomor 4 Tahun 2006 tentang pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh

Banten Serang

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Madrasah diniyah Awwaliyah

Jawa Barat Cianjur

Peraturan Daerah Bupati Cianjur Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Pemakaian Dinas Harian Pegawai di Lingkungan

Pemerintahan Kabupaten Cianjur. Jawa Timur Pasuruan

Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengaturan Membuka Rumah Makan, Rombong dan sejenisnya pada Bulan Ramadan

Kalimantan

Selatan Banjarmasin

Peraturan Daerah Kabupaten Banjar Nomor 5 Tahun 2006 tentang Penulisan Identitas dengan Huruf Arab Melayu (LD Nomor 5 tahun 2006 Seri E Nomor 3)

Sulawesi Selatan

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pendidikan Al-Qur'an

Makassar Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 5 Tahun 2006 tentang Zakat

Polewali Mandar

Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 14 Tahun 2006 tentang Gerakan Masyarakat Islam Baca Al-Qur'an Tabel 6. Peraturan Daerah Tahun 2008.

Tahun 2008

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatera Barat Padang Panjang

Peraturan Daerah Kabupaten Padang Panjang Nomor 7 Tahun 2008 tentang Zakat

Jambi Bungo

Peraturan Daerah Kabupaten Bungo Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat

Kalimantan Timur

Kutai Kartanegara

(12)

Tabel 7. Peraturan Daerah Tahun 2009.

Tahun 2009

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau

Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat

Batam Peraturan Daerah Kota BataM Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat

Jawa Barat TasikMalaya

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pembangunan Tata Nilai Kehidupan Kemasyarakatan Yang Berlandaskan Pada Ajaran Agama Islam Dan Norma-Norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya

Jawa Tengah

Semarang Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat Wonosobo

Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 11 Tahun 2009 Tentang

Pengelolaan Zakat

Sulawesi

Tenggara Konawe Utara

Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Utara Nomor 04 Tahun 2009 Tentang

Bebas Buta Baca Tulis Huruf Alqur’an

Bagi Anak Usia Sekolah Dan Masyarakat Yang Beragama Islam Di Kabupaten Konawe Utara

Tabel 8. Peraturan Daerah Tahun 2010.

Tahun 2010

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatra

Barat Padang

Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 02 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Zakat

Riau

Bintan

Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Kewajiban Pandai Baca Tulis Al Qur’an Dan Mendirikan Shalat Bagi Anak Usia Sekolah Yang Beragama Islam

Indagiri Hulu

Peraturan Daerah Kabupaten Indagiri Hulu Nomor 4 Tahun

2010 Tentang Pandai Baca Tulis Al Qur’an Bagi Peserta Didik

Pada Pendidikan Dasar, Pendidikan Menegah dan Calon Pengnantin.

Jawa Timur

Mojokerto Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shodaqoh

Probolinggo Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Zakat

Kalimantan Selatan

Banjarmasin

Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Wajib Baca Tulis Al-Quran Bagi Siswa Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah, Siswa Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah Dan Siswa Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah / Sekolah Menengah Kejuruan Serta Calon Pengantin Yang Beragama Islam

(13)

Tabel 9. Peraturan Daerah Tahun 2011.

Tahun 2011

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Jawa Barat Sumedang

Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah

Jawa Tengah

Kebumen

Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 13 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat Banjar Negara

Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 10 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat

Maluku Utara Ternate Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Tabel 10. Peraturan Daerah Tahun 2012.

Tahun 2012

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau Rokan Hulu

Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hulu Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat

Jawa Barat Kuningan

Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat

Kalimantan Timur

Penajam Paser Utara

Peraturan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Shodaqoh Dan Wakaf

Sulawesi

Selatan Wajo

Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat

Tabel 11. Peraturan Daerah Tahun 2013.

Tahun 2013

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau Siak Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat

Jambi Batang Hari

Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

(14)

Dari daftar peraturan daerah di atas setidaknya dari tahun 2002 sampai 2013 ada 62 peraturan daerah yang terdiri atas 4 peraturan daerah tingkat provinsi, 45 peraturan daerah kabupaten dan 13 peraturan daerah kota yang bermuatan materi keagamaan, secara garis besar rata-rata perda-perda di atas mengatur mengenai

zakat, infak, shadaqah, baca tulis Al’Quran, pendirian sekolah muslim, pengaturan di bulan ramadhan, cara berpakaian Muslim. Yang notabene semua yang diatur berdasarkan hukum agama yang dalam kasus di atas berdasarkan hukum syariah.

Demikian hal-hal yang menjadi latar belakang permasalahan dari penelitian dan penulisan karya ilmiah ini dan dari latar belakang tersebut penulis mengemukakan suatu rumusan permasalahan sebagai berikut.

B.

Rumusan Masalah

Apakah Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan dalam sistem Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Memiliki Legalitas?

C.

Tujuan Penulisan

1. Mengidentifikasi jenis Peraturan Daerah tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, yang Bermuatan Materi Keagamaan.

2. Mengetahui legalitas Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.

D.

Metode Penelitian

(15)

Dimana penulis hendak mengemukakan kecocokan antara aturan hukum dengan norma hukum.26

1.

Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normative). Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, penulis menggunakan beberapa pendekatan, seperti pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

Untuk itu penulisan harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat seperti Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara satu dengan lain secara logis, Systematic norma-norma hukum antara satu dengan lain tersusun secara hierarki.27 Namun dalam suatu penelitian normatif, satu hal yang pasti adalah penggunaan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Di katakan pasti karena secara logis hukum, penelitian hukum normative didasarkan pada penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum yang ada.28

2.

Jenis / Sifat Penelitian

Jenis / sifat penelitian yang di gunakan oleh penulis adalah eksploratif yaitu penelitian yang berusaha menemukan sebab akibat dari suatu peristiwa atau

26 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana Prenanda Media Grup, Jakarta, 2013, Hlm. 41

27Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, Hlm, 302-303.

(16)

kejadian dimana penelitian ini dilakukan untuk menggali suatu gejala yang relatif masih baru. Dapat dikatakan bahwa ada suatu fenomena atau gejala yang selama ini belum pernah diketahui.29

3.

Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini data primer dan data sekunder, berikut akan di uraikan penjelasan mengenai sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini.30 Data Sekunder adalah Data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok persoalan, dengan cara studi kepustakaan (library study). Data sekunder terdiri dari:

a. Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan-peraturan daerah yang di dalamnya mengatur materi keagamaan, Undang-undang Nomor 12 tahun 2011, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004,31 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Putusan-putusan Mahkamah Agung atas pengujian Peraturan Daerah yang bermuatan agama.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan buku-buku yang berkaitan dengan pokok persoalan.

29 Priyono, Jenis-Jenis Penelitian, http:// drpriyoNomorblogspot.com/ 2012/ 03/ jenis-jenis-penelitian.html, diakses pada tanggal 23 Mei 2013.

30 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkar, Rajawali Press Jakarta, 1990, Hlm. 14-15.

(17)

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus dan ensiklopedia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang didapat dari buku, laporan, jurnal dan lain-lain. Bahan hukum sekunder antara lain: Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan-peraturan daerah yang di dalamnya bermuatan materi keagamaan, Undang-undang Nomor 12 tahun 2011, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Putusan-putusan Mahkamah Agung atas pengujian Peraturan Daerah yang bermuatan agama.

4.

Unit Amatan

Yang menjadi unit amatan dalam penulisan ini adalah Mengidentifikasi jenis Peraturan Daerah tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, yang bermuatan materi keagamaan.

5.

Unit Analisis

Gambar

Tabel 1. Peraturan Daerah Tahun 2002.
Tabel 3. Peraturan Daerah Tahun 2004.
Tabel 4. Peraturan Daerah Tahun 2005.
Tabel 5. Peraturan Daerah Tahun 2006.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Semua orang tentunya juga ingin menjadi orang yang memiliki citra diri positif, bukan hanya karena ingin dikenal atau dipuji, tetapi perasaan orang tersebut akan lebih

Kelompok Kerja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan pemenang seleksi sederhana untuk Pekerjaan Konsultan Perencanaan

Kepada peserta yang merasa keberatan atas penetapan ini, diberikan hak untuk menyampaikan sanggahan-sanggahan mulai tanggal 30 Agustus 2012 sampai dengan tanggal 3 Agustus

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat literasi keuangan syariah mahasiswa program studi ekonomi syariah dan perbankan syariah dan pengaruh antara

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi yang berjudul: PERBEDAAN TINGKAT STRES DAN GEJALA SOMATIK ANTARA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEPERAWATAN DI

Peran televisi yang paling utama dalam demokrasi adalah bagaimana masyarakat dapat memperoleh informasi yang beragam, substantif, dan relevan dengan kepentingan mereka..