Rancang Bangun
Detektor Geiger Mueller
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Jurusan Fisika
Disusun Oleh: SUJADMOKO NIM : 043214003
PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
Design of
Geiger Mueller Detector
A THESIS
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain The Sains Degree
In Physics Department
by : SUJADMOKO NIM : 043214003
PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
”Perjalanan sejauh apapun dimulai dengan satu langkah pertama.
Tanpa mengambil langkah pertama tersebut, perjalanan tidak
akan bisa dimulai”.
~
C
hinese Proverb ~”Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya
mimpi-mimpi mereka”.
~
Eleanor Roosevelt~Kupersembahkan karya ini kepada :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai setiap langkah
hidupku dan selalu mendengarkan permohonanku
Bunda Maria penolongku
Ayahanda Sambio dan Ibunda Cicilia Juminem S.Pd. tercinta
Masku Sudarwoko,S.H. beserta keluarganya
Mbakku Sri Pawanti,S.Pd. beserta keluarganya
Keluaga besarku
Penjaga Hatiku
ix
Detektor Geiger Mueller
ABSTRAK
Tugas akhir dengan topik rancang bangun detektor Geiger Mueller tipe side
window dengan gas isian Argon-Alkohol telah dirancang, dibuat dan diuji. Tabung dibuat
dari pipa Stainless steel dengan diameter 16 mm, panjang 120 mm dan tebal 0.4 mm.
Anoda dibuat dari kawat tungsten dengan ukuran diameter 0.08 mm. Bahan jendela dan
katoda yang digunakan dalam pembuatan detektor Geiger-Muller adalah stainless steel.
Proses pembuatannya meliputi perencanaan, pembuatan tabung dan penutup, perakitan
tabung detektor, pemasangan anoda, pemvakuman tabung detektor, pengisian gas, dan
pengujian detektor. Gas isian terdiri dari Argon dan Alkohol dengan perbandingan 90 :
10. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa daerah plateau-nya ternyata
tidak bergeser selama 4 hari penelitian yaitu pada tegangan antara 1100-1375 volt dari
sumber radiasi yang sama, dengan slope sebesar (4,34±0,30) % per 100 volt hari
pertama, (4,84±0,20) % per 100 volt hari kedua, (2,66±0,20) % per 100 volt hari ketiga,
(2,78±0,20) % per 100 volt hari keempat. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada
detektor tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuatan detektor dinyatakan berhasil,
terlihat dari panjang plateau yang lebih dari 200 volt dan slope yang kurang dari 10% per
x
Design of
Geiger Mueller Detector
Abstract
Final design topics Geiger Mueller detector type side window with filled
Argon-Alcohol has been designed, made and tested. The tube was made from stainless steel pipe
in 16 mm diameter, 120 mm long, and 0,4 mm thick. The anode was made from tungsten
wire with a diameter 0,08 mm. The window and cathode materials which were used in the
manufacture of Geiger-Muller detector are made from stainless steel. The experiment
process are designing, making the tube and its side covers, assembling the tube-detector,
the installation of anode, making the vacuum tube-detector, filling gas and testing the
detectors. The filled gas consists of argon and alcohol in the ratio 90: 10. The results
show that the plateau area was not moved during in 4 days of research on the voltage
between 1100-1375 volt from the same radiation source, with a slope which is
(4,34±0,30) % per 100 volt for the first day, (4,84±0,20)% per 100 volt for the second
day, (2,66±0,20)% per 100 volt for the third day, (2,78±0,20) % per 100 volt for the
fourth day. From the results of research can be concluded that the detector making
process is successfull, it can be seen from a plateau lenght which is more than 200 volt
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat, kasih karunia serta penyertaan-Nya yang diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi yang berjudul “RANCANG BANGUN DETEKTOR
GEIGER MUELLER”
Penyusunan skripsi ini merupakan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan studi program sarjana di Program Studi Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Sri Agustini M.Si, selaku dosen pembimbing I dan ketua program studi
Fisika yang telah bersedia meluangkan banyak waktu untuk membimbing,
mendampingi, memberikan masukan yang sangat berarti, dan memberikan
semangat bagi penulis dalam pengerjaan makalah tugas akhir ini.
2. Drs. B.A. Tjipto Sujitno, M.T. selaku dosen pembimbing II serta dosen
penguji yang penuh kesabaran telah membimbing, membantu,
menyemangati serta meluangkan waktunya kepada penulis selama
penelitian dan proses penulisan skripsi ini.
3. Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si., yang telah meluangkan waktu untuk
menguji penulis serta memberikan masukan yang berharga bagi penulis.
xii
5. Dr. Ir. Widi Setiawan, Kepala PTAPB-BATAN Yogyakarta, yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian di lingkungan
PTAPB-BATAN Yogyakarta.
6. Ir. Suprapto, Kepala Bidang Teknologi Akselerator dan Fisika Nuklir,
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dalam lingkup
Bidang Teknologi Akselerator dan Fisika Nuklir PTAPB-BATAN
Yogyakarta.
7. Bapak Iriyanto, Bapak Sumarmo, Bapak Sayono dan Bapak Isa yang telah
bersedia dengan sabar membimbing dalam pelaksanan penelitian ini.
8. Segenap Dosen prodi Fisika, FST Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang telah mendidik dan membagikan ilmunya selama penulis
menyelesaikan studi.
9. Kedua Orang tuaku tercinta (Ayahanda Sambio dan Ibunda Cicilia
Juminem,S.Pd.), yang selalu memberikan dukungan, doa serta kasih
sayang kepada penulis.
10.Kedua Kakakku tercinta (Sudarwoko,S.H. dan Sri Pawanti,S.Pd.) beserta
keluarganya, kalian selalu menjadi motivasiku dalam pengerjaan tugas
akhir ini.
11.Bapak Gito, Bapak Ngadiono dan Mas Sis yang telah memberikan
keleluasaan kepada penulis untuk pemakaian laboratorium fisika guna
membantu selama masa studi.
12.Bunda Rosalia, Mas Alex dan Eustalia Wigunawati, S.Psi. atas dukungan
xiii
13.Teman seangkatan dan seperjuangan B. Ade Dirgandara, Fransiska
Endang Kinasih,S.Si., Erlyna Ekawati dan Ekawati Watini,S.Si. yang
senantiasa saling menyemangati dan mewarnai angkatan 2004. I made
Wira Adi Santika,S.Si. yang juga banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini. Martinus Radityo Adi, S.Si atas diskusi,
persahabatan dan motivasi yang kalian berikan.
14.Keluarga besar Sant’Egidio yang selama ini telah mengajarkanku banyak
hal. Joanes Heri Purnama, Beatriks Lyan Jani, Andrea Lita serta semua
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu makasih atas dukungan,
motivasi dan bantuannya.
15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis selama menyelesaikan studi di jogja.
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidaklah sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan seegala kritik dan saran yang membangun. Dan
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
memberikan sedikit sumbangan buat Ilmu Pengetahuan.
Yogyakarta, 11 Januari 2010
Penulis
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………....
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...
HALAMAN PENGESAHAN………..
HALAMAN PERSEMBAHAN………...
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...
ABSTRAK...………..
BAB I. PENDAHULUAN………..
A. Latar Belakang………..
B. Perumusan Masalah…...………
C. Batasan Masalah………....
D. Tujuan Masalah….………
E. Manfaat Penulisan ………
F. Sistematika Penulisan……….
BAB II. DASAR TEORI……….
A. Radiasi Nuklir…...
xv
C. Detektor Geiger Muller...
D. Efek Fotolistrik...
E. Hamburan Compton...
F. Efek Produksi Pasangan...
G. Tipe Detektor Geiger Muller...
1. Tipe Side Window...
2. Tipe End Window...
H. Karakteristik Detektor Geiger Muller...
1. Plateau dan Slope...
2. Umur Detektor Geiger Muller...
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...………..
A. Tempat dan Waktu Penelitian….………
B. Alat dan Bahan………..
C. Diagram Alir Penelitian...………..
D. Prosedur Kerja………
E. Metode Analisis Data……….
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………...
A. Hasil Penelitian………..
B. Pembahasan………...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Nomor Neutron Terhadap Nomor Atom Z... 6
Gambar 2.2 Kurva Karakteristik Detektor Isian Gas (Tsoufanidis,1983) Terjadinya... 11
Gambar 2.3 Efek Fotolistrik... 15
Gambar 2.4 Terjadinya Hamburan Compton... 16
Gambar 2.5 Pembentukan Pasangan... 18
Gambar 2.6 Detektor Geiger Muller tipe side window... 19
Gambar 2.7 Detektor Geiger Muller tipe end window... 20
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian... 25
Gambar 3.2 Stainless Steel... 26
Gambar 3.3 Rangkaian sistem uji detektor ... 29
Gambar 3.4 Kurva Antara Jumlah Cacah per Menit Vs Tegangan... 31
Gambar 4.1 Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap Cacah keluaran... 34
Gambar 4.2 Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap Cacah keluaran... 36
Gambar 4.3 Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap Cacah keluaran... 38
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah
keluaran...
Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah
keluaran...
Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah
keluaran...
Pengaruh Tegangan yang diberikan terhadap cacah
keluaran...
33
36
38
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang terjadi saat ini sangat
pesat, dimana salah satunya adalah teknologi nuklir yang banyak dimanfaatkan dalam
aspek kehidupan. Penerapannya telah digunakan dalam bidang kedokteran, pertanian,
peternakan,dan industri. Tetapi keberadaan teknologi nuklir mengundang pro dan
kontra dalam masyarakat. Dari satu sisi teknologi nuklir sangat diperlukan tetapi
disisi lain teknologi nuklir tidak bisa terlepas dari radiasi nuklir yang sangat
berbahaya bila mengenai manusia dalam dosis yang tinggi. Dengan perkembangan
teknologi yang tinggi, maka resiko kecelakaan yang mungkin terjadi pun akan
semakin besar. Penerapan teknologi nuklir yang baik harus memperhatikan seberapa
jauh manfaat, keselamatan dan resiko kecelakaan untuk kepentingan umum yang
mungkin terjadi akibat pemakaian teknologi tersebut.
Radiasi nuklir merupakan radiasi yang dipancarkan oleh bahan radioaktif.
Radiasi ini tidak dapat dilihat dengan panca indra, maka untuk mengetahui ada dan
tidaknya, serta untuk mengukur energi dan intensitasnya digunakan detektor radiasi
nuklir. Detektor radiasi nuklir berfungsi sebagai pengubah gejala radiasi menjadi
gejala listrik sehingga mudah diamati. Pengawasan terhadap radiasi yang diterima
pengguna radiasi menjadi masalah yang perlu diperhatikan sehingga tidak melebihi
ambang batas yang diijinkan. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan
demikian alat bantu detektor radiasi nuklir pengukur radiasi menjadi penting dan mutlak dibutuhkan.
Ada beberapa jenis detektor radiasi nuklir, diantaranya adalah detektor Geiger Mueller. Prinsip kerja detektor jenis ini berdasarkan ionisasi dari atom-atom gas isian sebagai medium aktifnya karena berinteraksi dengan partikel radiasi yang datang. Untuk dapat membuat detektor jenis ini diperlukan penguasaan teknologi pembuatan detektor yang mencakup teknik pembentukan tabung, teknik pemvakuman, pengisian gas serta pemilihan bahan pembuat detektor maupun jenis gas isiannya.
Detektor tabung Geiger-Mueller, tabung Ionisasi, tabung Proporsional adalah sekeluarga, karena bentuk dasarnya sama. Masing-masing detektor menggunakan ruang tertutup yang diisi gas atau campuran gas. Pulsa yang dihasilkan oleh tabung Geiger-Mueller jauh lebih tinggi, yakni berkisar beberapa volt, seribu kali lebih besar dibandingkan tabung proporsional. Hal ini menyederhanakan alat elektronik yang diperlukan. Detektor Geiger Mueller dioperasikan pada tegangan operasi di daerah plateau yaitu antara sekitar 1000 volt sampai 1200 volt. Bila tabung Geiger Mueller
diberi tegangan dibawah daerah plateau mempunyai sifat mendekati tabung proporsional. Akan tetapi jika diberi tegangan lebih tinggi dari daerah tegangan plateau, maka akan terjadi lucutan kontinu yang dapat merusak susunan molekul gas
di dalam tabung.
3
maupun partikel alfa. Bahan yang digunakan biasanya millar, alumunium dan plastik (Sarwono,2009). Sedangkan detektor Geiger Mueller tipe side window adalah untuk pengukuran radiasi gamma, biasanya bahan yang digunakan stainless steel, gelas, tembaga, nikel dan perak. Di dalam pembuatan detektor Geiger Mueller tipe end window mengalami kesulitan pada pemasangan window di tabung karena bahan
window itu tipis dan harus kuat supaya sinar beta, alfa, gamma bisa masuk, maka pada penelitian ini dilakukan pengembangan pada pembuatan detektor Geiger Mueller tipe side window dari bahan stainless steel.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses pembuatan detektor Geiger-Mueller yang menggunakan
stainless steel?
2. Bagaimana karakteristik detektor Geiger-Mueller yang dibuat ditinjau dari
tegangan kerja, panjang plateau dan slope-nya?
C. Batasan Masalah
Penelitian hanya difokuskan pada pembuatan Detektor Geiger Mueller jenis side window dari bahan stainless steel yang berdiameter 16 mm, panjang 120 mm,
D. Tujuan Penelitian
Untuk dapat merancang bangun Detektor Geiger Mueller beserta karakterisasinya.
E. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan bagi penulis tentang Pembuatan Detektor Geiger Mueller tipe Side Window (jendela samping) dan cara mengkarakterisasinya.
5
F Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Pada bab I akan diuraikan tentang latar belakang masalah yang diangkat, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II. Dasar Teori
Pada bab II akan diuraikan tetang dasar-dasar teori pendukung dalam pembuatan detektor Geiger Mueller.
BAB III. Metodologi Penelitian
Dalam bab III akan diuraikan tentang susunan alat dan bahan yang akan digunakan saat penelitian serta langkah-langkah yang dilakukan saat penelitian.
BAB IV. Hasil dan Pembahasan
Pada bab IV akan diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V. Penutup
6
DASAR TEORI
A. Radiasi Nuklir
Radiasi Nuklir adalah suatu berkas foton yang dipancarkan dari suatu
sumber yang mengalami proses perubahan inti atom dari keadaan tidak stabil
menjadi stabil (Sayono,1991). Kestabilan suatu inti diantaranya disebabkan oleh
jumlah neutron dan proton dalam suatu inti. Pada inti ringan jumlah proton
hampir sama dengan jumlah neutron (N≈Z) sedangkan pada inti berat jumlah
neutron lebih banyak dari jumlah proton (N>Z).
7
Inti-inti atom yang tidak stabil, baik karena komposisi jumlah proton dan
neutronnya yang tidak seimbang ataupun karena tingkat energinya yang tidak
berada pada keadaan dasarnya (berada dalam keadaan tereksitasi), cenderung
untuk berubah menjadi stabil. Bila ketidakstabilan inti disebabkan karena
komposisi jumlah proton dan neutronnya yang tidak seimbang, maka inti tersebut
akan berubah dengan memancarkan radiasi alpha atau radiasi beta. Kalau
ketidakstabilannya disebabkan karena tingkat energinya yang berada pada
keadaan tereksitasi maka akan berubah dengan memancarkan radiasi gamma.
Proses perubahan inti atom yang tidak stabil menjadi atom yang lebih stabil
tersebut dinamakan peluruhan radioaktif.
Radiasi Nuklir ada 2 jenis yang meliputi radiasi bermuatan dan radiasi tak
bermuatan.
Radiasi bermuatan meliputi:
1. Radiasi Alpha
Radiasi ini pada umumnya terjadi pada elemen berat, yaitu atom
yang nomor massanya besar (jumlah proton dan neutron) dan energi
ikatnya rendah. Inti-inti berat umumnya berubah menjadi inti lain dengan
memancarkan partikel alpha.
Radiasi Alpha pada umumnya diikuti juga oleh radiasi Gamma. Contoh
peluruhan Alpha adalah peluruhan Plutonium menjadi Uranium yang
reaksinya sebagai berikut:
*
2. Radiasi Beta
a. Radiasi beta negatif
Radiasi beta negatif disamakan dengan pemancaran elektron
dari suatu inti atom. Bentuk peluruhan ini terjadi pada inti yang
kelebihan neutron. Pada radiasi beta negatif, dihasilkan partikel
lain dengan nomor atom akan bertambah 1, sedangkan nomor
massanya tetap. Contoh peluruhan radiasi beta negatif adalah :
e
b. Radiasi beta positif
Radiasi ini sama dengan pancaran positron (elektron positif)
dari inti atom. Bentuk peluruhan ini terjadi pada inti yang
kelebihan proton. Pancaran positron dapat terjadi bila perbedaan
energi antara inti semula dengan inti hasil perubahan (reaksi inti)
paling tidak sama dengan 1,02 MeV. Radiasi beta positif akan
selalu diikuti dengan peristiwa annihilasi atau peristiwa
penggabungan, karena begitu terbentuk zarah Beta (+) akan
langsung bergabung dengan elektron (-) yang banyak terdapat di
alam ini dan menghasilkan radiasi Gamma yang lemah. Contoh
9
c. Tangkapan elektron
Elektron dalam kulit K ada kalanya masuk kedalam inti dan
ditangkap. Proses reaksinya adalah:
Y
Elektron yang ditangkap itu meninggalkan lubang dalam kulit K,
sehingga terjadi transisi elektron dari kulit L untuk mengisi lubang
tersebut sambil menghasilkan sinar X.
Radiasi tak bermuatan meliputi:
1. Sinar Gamma
Sinar γ merupakan partikel radiasi tak bermuatan (γ00). Sinarγ
terjadi karena proses transisi inti atom dari tingkat energi tinggi (tingkat
eksitasi) ke energi yang lebih rendah (tingkat dasar). Sinar γ memiliki
energi berkisar antara 0.1 MeV- 10 MeV. Nilai tersebut sesuai dengan
panjang gelombang dari sekitar 104 fm hingga 100 fm. Radiasi sinar γ
tidak bermuatan dan tak bermassa maka mempunyai daya tembus yang
sangat kuat.
2. Sinar X
Sinar X adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh
elektron yang mengalami perpindahan dari suatu tingkat energi tinggi ke
tingkat energi yang lebih rendah. Sinar X mempunyai jangkau energi 100
eV hingga 100 keV. Sinar X mempunyai daya tembus yang besar karena
B. Detektor Isian Gas
Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk
mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda positif dan negatif serta
berisi gas di antara kedua elektrodanya. Prinsip kerja detektor isian gas adalah
terciptanya elektron bebas dan ion positif sebagai akibat interaksi radiasi dengan
atom-atom isian gas baik proses efek fotolistrik, hamburan Compton maupun
pembentukan pasangan. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan
sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding sebagai katoda. Radiasi foton
yang masuk akan mengionisasi gas dalam tabung dan menghasilkan ion-ion
positif dan ion-ion negatif (elektron).
Detektor isian gas terdiri dari katoda berbentuk tabung dan di tengahnya
anoda yang berupa kawat. Partikel atau foton radiasi yang masuk akan
mengionisasi gas dalam tabung. Medan listrik yang timbul akibat adanya
tegangan tinggi antara anoda dan katoda akan menyebabkan ion-ion yang
terbentuk bergerak ke arah kutub yang berlawanan dengan muatannya.
Apabila radiasi melalui gas dalam tabung detektor, maka akan terjadi
interaksi dengan atom-atom gas melalui proses efek fotolistrik, hamburan
Compton dan pembentukan pasangan. Interaksi tersebut menghasilkan elektron
bebas dan ion positif. Apabila tidak ada medan listrik, elektron akan bergabung
kembali dengan ion positif, tetapi jika ada medan listrik, elektron akan bergerak
menuju kawat anoda dan ion positif menuju katoda. Jumlah ion-elektron yang
11
Sedangkan hubungan antara jumlah pasangan ion-elektron yang terjadi terhadap
tegangan ditunjukkan pada Gambar (2.2) berikut:
Gambar 2.2 Kurva Karakteristik Detektor Isian Gas (Tsoulfanidis, 1983: 68)
Keterangan : I Daerah Rekombinasi IV Daerah Geiger-Mueller
II Daerah Ionisasi V Daerah Kritis
III Daerah Proposional
I. Daerah Rekombinasi
Pada daerah ini tegangan yang diberikan masih rendah, sehingga ion
positif dan negatif yang terbentuk akan bergabung kembali. Demikian pula jika
beda tegangan kecil, sebagian besar ion akan bergabung kembali, sehingga
pasangan elektron ion yang terjadi bergantung kepada kekuatan energi partikel
radiasi. Sinyal keluaran pada daerah ini sangat lemah.
II. Daerah Ionisasi
Di daerah ini bila tegangan dinaikkan lagi, maka medan listrik menjadi
lebih kuat. Elektron akan bergerak menuju anoda, dengan mendapat tambahan
energi kinetik dari medan listrik yang ada. Karena energinya cukup, maka
ionisasi sekunder pada molekul gas yang dilaluinya. Oleh karena itu
elektron-elektron yang mencapai anoda hanyalah elektron-elektron-elektron-elektron primer.
III. Daerah Proposional
Pada daerah ini tegangan cukup kuat sehingga terbentuk ionisasi sekunder.
Elektron hasil ionisasi sekunder ini menuju ke anoda juga, sehingga jumlah
elektron yang sampai anoda bertambah. Tetapi jumlah pelipatan elektron yang
sampai anoda ini masih sebanding dengan energi partikel radiasi yang datang.
Sinyal keluaran detektor pada daerah ini bergantung pada ionisasi primer.
IV. Daerah Geiger-Mueller
Pada daerah ini bila tegangan dinaikkan lagi, elektron-elektron dipercepat,
sehingga terjadi proses ionisasi tersier. Jumlah elektron tidak lagi tergantung
kepada energi dan jenis radiasi yang datang, melainkan tergantung pada
intensitas sumber radiasi. Detektor hanya bisa merasakan adanya radiasi tanpa
bisa membedakan energinya.
V. Daerah Kritis
Pada daerah ini apabila tegangan terus dinaikkan akan terjadi lucutan listrik
secara terus menerus (continous discharge) dalam tabung gas dan akibatnya
detektor menjadi rusak.
C. Detektor Geiger-Mueller
Pencacah Geiger-Mueller adalah salah satu dari detektor radiasi yang ada,
diperkenalkan oleh Geiger-Mueller pada tahun 1928. Detektor Geiger Mueller
13
daerah tegangan Geiger Mueller. Prinsip kerja detektor ini dimulai pada saat
partikel radiasi memasuki detektor melalui jendela di bagian samping detektor
dan diarahkan menuju tabung detektor. Di dalam tabung ini partikel radiasi
mengionisasi gas dalam tabung, sehingga terbentuk ion-ion positif dan elektron.
Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi
logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau lainnya (gas
mulia) dengan perbandingan tertentu. Detektor Geiger-Mueller merupakan salah
satu jenis detektor isian gas. Detektor isian gas bekerja berdasarkan ionisasi oleh
radiasi yang masuk terhadap molekul yang berada dalam detektor. Karakter
detektor sangat dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang diterapkan pada
detektor untuk membantu proses ionisasi dan pengumpulan muatan.
Lebar tegangan plato pada tabung Geiger-Mueller yang baik mencapai
daerah 200 volt. Beda tegangan antara anoda dan katoda pada tabung
Geiger-Mueller jauh lebih tinggi daripada tabung ionisasi untuk jenis campuran gas yang
sama. Pulsa yang dihasilkan oleh tabung Geiger-Mueller jauh lebih tinggi, yakni
berkisar beberapa volt, seribu kali lebih besar dibandingkan dengan tabung
proporsional. Hal ini menyederhanakan alat elektronik yang diperlukan. Tabung
Geiger-Mueller untuk sinar gamma dapat terbuat seluruhnya dari logam atau dari
gelas tebal yang dilapisi logam. Tabung Geiger-Mueller untuk partikel jenis
elektron dan proton harus dilengkapi dengan dinding yang sangat tipis agar
elektron dan proton dapat masuk ke dalam ruang gas (Yusman Wiyatmo, 2006:
D. Efek Fotolistrik
Efek fotolistrik merupakan interaksi antara sinar γ dengan elektron yang
terikat kuat dalam atom yaitu elektron pada kulit bagian dalam suatu atom,
biasanya kulit K atau L. Akibat interaksi itu foton γ akan kehilangan seluruh
energinya dan membebaskan satu elektron orbital sebagai elektron bebas dan
disebut foton elektron. Foton γ akan menumbuk elektron tersebut dan karena
elektron tersebut terikat kuat, maka elektron akan menyerap seluruh energi sinar
γ . Elektron dapat terlepas dari materi karena menyerap seluruh energi dari
gelombang elektromagnetik yang datang. Jika sebuah elektron terikat dalam
materi dengan energi ikat W yang disebut fungsi kerja, maka untuk melepaskan
sebuah elektron dari permukaan materi diperlukan energi sekurang-kurangnya W,
seperti pada persamaan (2.1):
Ee= Eγ - W (2.1)
Ee = energi kinetik elektron
Eγ = energi foton-γ
W = energi ikat elektron
Jika foton radiasi mempunyai frekuensi (υ) maka besar energi :
E = h.υ (2.2)
dengan h = konstanta planck (6,63 x 10−34 J.s)
15
Gambar 2.3Terjadinya efek fotolistrik
E. Hamburan Compton
Hamburan compton terjadi sebagai akibat interaksi foton γ dengan sebuah
elektron yang terikat paling lemah. Apabila γ menumbuk elektron jenis ini, maka
berdasarkan hukum kekekalan momentum tidak mungkin elektron akan dapat
menyerap seluruh energi foton γ. Foton γ hanya akan menyerahkan sebagian
energinya kepada elektron dan kemudian terhambur menurut sudut θ terhadap
arah gerak foton γ mula-mula.
Dalam proses hamburan Compton, foton tidak akan hilang seperti pada
efek fotolistrik, hanya saja arah dan besar energinya yang berubah. Secara
Gambar 2.4 Terjadinya hamburan Compton
Energi foton γ yang terhambur setelah tumbukan merupakan fungsi
energi foton γ mula-mula dan sudut hamburan :
)
Berdasarkan hukum kekekalan energi, tentu saja energi elektron Compton
c
E adalah selisih antara energi sinar γ mula-mula dan enegi foton γ terhambur :
γ
E E Ec = 0 −
17
Apabila harga Eγdisubstitusikan dalam persamaan (2.4) maka akan
didapatkan:
Foton γ akan kehilangan energi maksimumnya apabila terjadi tumbukan
frontal dengan sudut hamburan θ = 1800
(cos 1800
= -1) terhadap elektron, maka
pada kondisi ini energi elektron Compton maksimumnya adalah sebesar :
0
F. Efek Produksi Pasangan
Efek produksi pasangan merupakan interaksi antara foton γ dengan
medan inti atom. Akibatnya seluruh energi foton hilang dan sebagai gantinya akan
muncul pasangan elektron dan positron. Peristiwa ini dinamakan efek
pembentukan pasangan. Pembentukan anti materi positron dapat dipandang
sebagai pemancaran sebuah elektron dari suatu tingkat energi negatif menuju ke
suatu tingkat energi positif dengan meninggalkan suatu positron dalam daerah
Gambar 2.5 Pembentukan pasangan
Massa elektron dan positron masing-masing setara dengan energi sebesar
0,511 MeV. Hal itu dapat dihitung melalui persamaan:
E= mc2
dengan E= energi
m= massa elektron
c= kecepatan cahaya
Dengan demikian, efek pembentukan pasangan tidak akan terjadi kecuali
jika energi sinar γ yang berinteraksi lebih besar dari 2 x 0,511 MeV yang
memenuhi persamaan :
E0=2m0c2 +Ek+ +Ek−
(2.7)
dengan E0 = energi mula-mula
m0 = massa diam elektron
c = kecepatan cahaya
+
k
E = energi kinetik positron
−
k
19
Positron merupakan partikel yang tidak stabil dan mempunyai umur paro
yang sangat pendek. Setelah terbentuk kedua pasangan positron dan elektron
tersebut akan diubah menjadi dua buah foton yang masing-masing berenergi
0,511 MeV dan dipancarkan pada arah yang bertolak belakang (1800) satu
terhadap yang lain.
G. Tipe Detektor Geiger-Mueller
1. Tipe Side Window
Aplikasi utama dari Geiger Mueller tipe Side Window adalah untuk
pengukuran radiasi gamma. Meskipun dinding Geiger Mueller tipe Side Window
cukup tipis, memungkinkan masuknya sinar γ dengan energi yang tinggi ( > 300
keV). Pada umumnya Geiger Mueller tipe Side Window berupa tabung silinder
yang berfungsi sebagai katoda adalah dinding tabung dan pada porosnya terdapat
kawat (biasanya tungsten) sebagai anoda. Dinding Geiger Mueller silinder
mempunyai density thickness 30 mg/cm2. Density thickness merupakan cara tepat
untuk menyatakan ketebalan dari material yang sangat tipis.
2. Tipe End Window
Berbeda dengan Geiger Mueller Tipe side window, bahan katoda yang
digunakan untuk detektor Geiger Mueller Tipe End Window adalah silinder
stainless steel. Jendela salah satu ujung tabung biasanya terbuat dari mika dan
mempunyai density thickness 1.5 mg/cm2sampai 2.0 mg/cm2Geiger Mueller
End Window disamping dapat merespon partikel gamma juga dapat merespon
partikel beta, maupun partikel alfa.
Gambar 2.7 Detektor Geiger Mueller tipe end window
H. Karakteristik Detektor Geiger-Mueller
1. Plateau dan Slope
Daerah kerja detektor Geiger Mueller adalah daerah plateau. Panjang
plateau merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas detektor.
21
slope yang kecil. Bila detektor dioperasikan pada tegangan rendah, pulsa
yang dihasilkan masih sedikit sehingga belum tercacah oleh pencacah, karena
elektron dan ion yang terjadi dari ionisasi masih banyak yang mengalami
penggabungan kembali atau rekombinasi. Bila tegangan makin tinggi maka
pulsa yang dihasilkan makin banyak dan tercacah counter. Pada tegangan
tertentu banyaknya pulsa yang tercacah tidak berbeda jauh atau relatif sama
bila tegangan dinaikkan. Daerah tegangan ini disebut plateau. Bila di daerah
plateau tegangan dinaikkan lagi maka akan terjadi pelucutan yang sangat
banyak dan sudah tidak sebanding lagi dengan intensitas radiasi yang datang,
ini terjadi karena apabila tegangannya dinaikkan akan menambah energi
untuk menarik elektron dan ion. Daerah plateau Detektor Geiger Mueller
dihitung mulai dari tegangan ambang sampai pada batas permulaan tegangan
yang menyebabkan terjadinya lucutan yang tak terkendali.
Kurva yang menyatakan hubungan antara jumlah cacah persatuan waktu
terhadap tegangan kedua elektroda ditampilkan pada Gambar 2.8:
Keterangan gambar:
A = tegangan awal (starting voltage)
B = tegangan ambang (theshold voltage)
C = tegangan batas, dimulai timbul lucutan yang tak terkendali
B-C = daerah plateau detektor
Starting Voltage adalah tegangan dimana mulai tercatat adanya
pulsa, tegangan ambang adalah tegangan terendah pada permulaan daerah
plateau. Mulai tegangan ambang inilah jumlah cacah yang terbaca tidak
menunjukan perbedaan yang besar dan dapat dikatakan hampir sama. Bila
tegangan diperbesar sampai melebihi C, maka jumlah cacah yang tercacat
melonjak tinggi lucutan yang tak terkendali.
Detektor Geiger Mueller paling baik dioperasikan pada daerah
plateau yang agak miring. Kemiringan plateau ini disebut slope. Detektor
yang baik mempunyai slope kecil (< 10 % / 100 volt). Untuk menghitung
besarnya slope yang dinyatakan dalam % per 100 Volt dalam persamaan
berikut:
= Jumlah cacah persatuan waktu pada tegangan
= Jumlah cacah persatuan waktu pada tegangan
= besar tegangan awal terjadinya plateau
23
2. Umur Detektor Geiger Mueller
Detektor Geiger-Mueller dikatakan mati (rusak) apabila detektor tak
mampu lagi mendeteksi partikel radiasi. Umur detektor biasanya dilihat dari
panjang plateau-nya, semakin lama suatu detektor digunakan akan semakin
24
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di PTAPB-BATAN yaitu di Gedung Akselerator Batan
Yogyakarta dimulai bulan Agustus sampai dengan akhir Desember 2008.
B. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan:
a) Sistem uji fungsi detektor:
1. Pembalik pulsa GM DN 900
2. Pencacah tipe 775
3. Pengatur waktu model 719
4. Sumber tegangan tinggi
5. Sumber tegangan rendah
6. Osiloskop
b) Sistem vakum pelapisan tabung dan pengisian gas
c) Sistem alat las gelas dan pembentuk tabung gelas
d) Alat pelacak kebocoran vakum
e) Hair dryer
25
b) Pipa Stainless steel c) Lem
d) Kawat fernico e) Kawat tungsten
f) Sumber Cs137
g) Argon dan Alkohol
C. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian ini secara singkat disajikan pada Gambar 3.1 :
mulai
Perencanaan
Pembuatan tabung detektor dan penutup
Perakitan Tabung Detektor
Pemasangan Anoda
Pemvakuman
Proses Pengisian Gas
Pengujian dan pengambilan data
Pembuatan Laporan
Selesai
Bocor
Baik
D. Prosedur Kerja
a. Persiapan bahan
1. Mempersiapkan pipa stainless steel 2. Mempersiapkan Lem
3. Mempersiapkan gelas kaca lunak 4. Mempersiapkan kawat fernico 5. Mempersiapkan kawat tungsten
b. Pembuatan Tabung Detektor
Tabung dibuat dari pipa stainless steel yang berdiameter 16 mm, panjang 120 mm, ketebalannya 0.4 mm. Tabung detektor dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Stainless Steel
c. Perakitan Komponen Detektor
27
d. Pemasangan Anoda
1. Memotong kawat tungsten diameter 0,08 mm yang panjangnya disesuaikan dengan panjang tabung detektor
2. Memasang per dari bahan tungsten diameter 0,25 mm pada kawat tungsten
tersebut diatas agar kawat anoda tetap lurus dan kuat terpasang pada tabung detektor.
3. Memberi pengait pada salah satu ujung kawat dengan potongan pipa gelas yang dipipihkan dengan tang pada saat dipanaskan, sedangkan ujung lain disambungkan ke salah satu ujung per.
4. Menyambung kawat fernico ke ujung lain dari per anoda. Kemudian memasukkan kawat anoda ketabung detektor dari salah satu ujung tabung sampai kawat fernico keluar dari ujung lainnya.
5. Memanaskan ujung tabung detektor agar anoda terpasang kuat pada tabung. 6. Tabung detektor Geiger-Mueller telah jadi dan siap disambungkan dengan
unit vakum dan pengisian gas.
e. Proses Pemvakuman Tabung
Proses pemvakuman tabung detektor Geiger Mueller diawali dengan penyambungan ke-unit vakum pengisian.
Proses pemvakuman:
1. Menghidupkan pompa rotari untuk pemvakuman detektor sampai pada
tingkat kevakuman 10−3
2. Bila tingkat kevakuman sudah mencapai 10−3
torr guna pemvakuman yang lebih tinggi maka pompa difusi dijalankan sehingga
kevakumannya dapat mencapai 10−5
torr.
3. Untuk mengetahui tingkat kevakuman dapat dilihat pada vakum meter. 4. Melakukan cek kebocoran dengan menggunakan alat pelacak kebocoran
vakum.
5. Apabila tekanan vakum telah mencapai sekitar 2 x 10−5 torr, maka pemvakuman dihentikan dan detektor siap diisi dengan gas argon dan uap alkohol murni.
f. Pengisian Gas
Pengisian gas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Tabung detektor yang telah divakumkan diisi dengan uap alkohol murni
dan gas argon dengan perbandingan 1 : 9. Pertama-tama diisi uap alkohol terlebih dahulu, kemudian diisi dengan gas argon pada tekanan 10 cmHg. 2. Untuk mengetahui perbandingan tekanan gas-gas tersebut diamati pada
manometer air raksa.
3. Setelah diisi tabung detektor dibiarkan beberapa saat agar gas-gas dalam tabung detektor tercampur homogen.
29
5. Apabila detektor memberikan sifat karakteristik yang baik maka detektor tersebut dapat diambil dan diputuskan dari sistem vakum. Apabila detektor tersebut tidak memberikan sifat karakteristik yang baik maka dilakukan pemvakuman dan pengisian kembali.
g. Pengujian Karakteristik Detektor
a) Merangkai peralatan sistem uji Detektor
Gambar 3.3 Rangkaian sistem uji Detektor
Keterangan:
1. Sumber radioaktif 137Cs 10 μ Ci : sebagai sumber untuk pengujian
detektor yang dibuat.
2. Detektor Geiger Mueller : sebagai transduser yang mengubah energi radiasi menjadi sinyal listrik.
3. Sumber tegangan tinggi : sebagai penyedia daya detektor
Geiger-Mueller dengan jangkauan 0 sampai 3000 volt.
4. Sumber tegangan rendah : untuk mencatu daya pembalik pulsa, pengala dan pencacah sumber
5. Pembalik pulsa : sebagai pembalik pulsa keluaran detektor
6. Penampil : sebagai alat untuk menampilkan hasil pencacahan pulsa keluaran detektor Geiger Mueller.
7. Pengala : sebagai pembatas waktu pencacahan.
8. osciloskop : untuk menampilkan pulsa keluaran detektor
Geiger-Mueller.
b) Menghidupkan semua sistem dan meletakkan sumber Cs137dengan jarak kurang lebih 2 cm.
c) Memberi tegangan rendah mulai dari nol sampai ada pulsa yang tercacah dengan cara menaikkan pelan-pelan pada alat pencacah.
d) Menentukan pengala tiap menit, agar terbaca cacah pulsa setiap menit (cpm). e) Mencatat hasil pengukuran sebanyak tiga kali untuk memperoleh data yang
baik.
f) Menaikkan tegangan tiap 25 volt. Penambahan tegangan Detektor dihentikan
setelah terjadi kenaikkan cacah yang terlalu tinggi.
g) Dari data yang dihasilkan dibuat grafik hubungan antara tegangan dengan jumlah cacah per menit (cpm).
E. Metode Analisis Data
Data yang telah didapat pada penelitian ini adalah data uji fungsi detektor Geiger Mueller dengan memvariasikan tegangan (volt) terhadap perubahan cacah per menit, sehingga diperoleh daerah plateau/slope dan tegangan ambang.
31
dan slope yang kecil. Daerah plateau detektor Geiger Mueller dihitung mulai dari tegangan ambang sampai pada batas permulaan tegangan yang menyebabkan terjadinya lucutan yang tak terkendali.
Kurva yang menyatakan hubungan antara jumlah cacah persatuan waktu terhadap tegangan kedua elektroda ditampilkan pada Gambar 3.4:
Gambar 3.4 Kurva antara jumlah cacah per menit Vs tegangan
Keterangan gambar:
A = tegangan awal (starting voltage) B = tegangan ambang (theshold voltage)
C = tegangan batas, dimulai timbul lucutan yang tak terkendali B-C = daerah plateau detektor
Mulai tegangan ambang inilah jumlah cacah yang terbaca tidak menunjukan perbedaan yang besar dan dapat dikatakan hampir sama. Bila tegangan diperbesar sampai melebihi C, maka jumlah cacah yang tercacat melonjak tinggi lucutan yang tak terkendali.
Detektor Geiger Mueller paling baik dioperasikan pada daerah plateau yang agak miring. Kemiringan plateau ini disebut slope. Detektor
besarnya slope yang dinyatakan dalam % per 100 Volt dalam persamaan berikut:
Slope = 100%
) 100 )( (
) (
1 2
1 2
x V
V
N N
− −
( 3.1 )
dimana:
33 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil karakterisasi dari tabung Geiger Mueller yang telah berhasil dibuat
disajikan pada Tabel 4.1, Tabel 4.2, Tabel 4.3, dan Tabel 4.4 atau Gambar 4.1,
Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4:
Tabel 4.1 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran Tegangan Cacah 1 Cacah 2 Cacah 3 Cacah rata-rata
1000 48 58 66 57±9
1025 94 94 90 92±2
1050 131 126 118 125±6
0
900 1000 1100 1200 1300 1400 1500
Tegangan (volt)
cac
ah
Gambar 4.1Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran
Dari kurva dan data diatas bahwa daerah plateau dari detektor dengan sumber dimulai dari tegangan = 1100 Volt (pada cacah = 3927,00±80) sampai = 1375 Volt ( pada cacah = 5122±30) , sehingga panjang plateau-nya adalah 275 volt. Besarnya slope dapat dihitung dengan persamaan 2.9 yaitu :
35
Besarnya deviasi standar dari slope sebagai berikut:
Slope = 100%
Tabel 4.2 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran
900 1000 1100 1200 1300 1400 1500
tegangan (Volt)
ca
ca
h
Gambar 4.2 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran
37
1375 Volt (pada cacah = 4391±50) , sehingga panjang plateau-nya adalah 275 volt. Besarnya slope dapat dihitung dengan persamaan 2.9 yaitu :
Slope = 100%
Besarnya deviasi standar slope sebagai berikut:
Slope = 100%
Tabel 4.3 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran
900 1000 1100 1200 1300 1400 1500
Tegangan (Volt)
Ca
c
a
h
Gambar 4.3 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran
39
= 1375 Volt (pada cacah = 3524±80) , sehingga panjang plateau-nya adalah 275 volt. Besarnya slope dapat dihitung dengan persamaan 2.9 yaitu :
Slope = 100%
Besarnya deviasi standar slope sebagai berikut:
Tabel 4.4 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran
900 1000 1100 1200 1300 1400 1500
Tegangan (Volt)
Ca
c
a
h
Gambar 4.4 Pengaruh tegangan yang diberikan terhadap cacah keluaran
41
Besarnya deviasi standar slope sebagai berikut:
Slope = 100%
B. Pembahasan
1. Pembuatan Detektor
Proses perakitan komponen detektor memerlukan kecermatan dan juga faktor kebersihan. Kecermatan diperlukan pada pemasangan anoda dan proses pengeleman. Pemasangan anoda yang baik adalah jika anoda terpasang tepat pada poros tabung.
Proses penghampaan bertujuan menghilangkan atau menekan sedikit mungkin unsur-unsur lain di dalam tabung detektor dan diharapkan setelah diisi gas hanya gas isian yang ada di dalam tabung. Untuk mendapatkan hal tersebut, tekanan vakum sangat berpengaruh pada karakteristik detektor. Kevakuman yang dicapai harus tinggi agar sisa-sisa molekul gas yang terdapat dalam tabung detektor semakin kecil atau menjaga kemurnian gas dalam tabung sehingga unsur udara di dalam tabung benar-benar tidak ada. Menjaga kemurnian gas sangat penting, agar pada saat pengisian dan pencampuran gas argon dengan uap alkohol tidak tercampur dengan gas lain. Tingkat kevakuman akhir yang dicapai pada
43
vakum ke tabung detektor yang kurang rapat sehingga molekul gas yang ada diluar masuk.
Proses pemvakuman awal dilakukan dengan menghidupkan pompa rotari
hingga mencapai tekanan 10−3torr. Ketika proses pemvakuman awal tersebut, katub dan kran yang menghubungkan pompa difusi dan tabung detektor dibuka dan katub utama pompa difusi ditutup. Sistem pemanas minyak difusi dan pendingin pompa difusi dihidupkan juga. Setelah itu dilakukan pemvakuman lanjutan yaitu dengan menutup katub pas tabung detektor dengan pompa rotari dan membuka katub utama pompa difusi.
Kemudiaan dalam pengisian gas, yang digunakan adalah argon dan uap alkohol dengan perbandingan 90 : 10 . Tekanan yang dilakukan pada tekanan 10 cmHg. Gas pertama yang diisi terlebih dahulu adalah uap alkohol, karena tekanan uap alkohol yang diperlukan mempunyai tekanan yang sangat rendah (0.1 cmHg). Selanjutnya gas mulia yang diisikan yaitu argon dengan tekanan 0.9 cmHg. Ketika antara argon dan uap alkohol tercampur secara homogen maka detektor siap diuji karakterisasinya.
2. Karakteritik Detektor
Pengujian detektor ini dilakukan untuk mengetahui apakah detektor yang dibuat memiliki kemampuan untuk melakukan deteksi terhadap radiasi dan memiliki daerah plateau dan slope yang baik. Pada proses pengujian, detektor digunakan untuk mencacah radiasi sinar γ . Pencacahan dilakukan tanpa sumber
dengan penambahan tegangan setiap 25 volt. Sumber radiasi yang digunakan
dalam pengujian dan pengambilan data penelitian ini adalah Cs137
. Hasil Pengujian Detektor
Dari data berdasarkan Gambar 4.1, pada tegangan antara 0-1000 volt menunjukkan daerah rekombinasi karena pada daerah ini cacah radiasi sama dengan nol, ion positif dan negatif yang terbentuk akan bergabung kembali, pada daerah ini, sinyal keluaran sangat lemah.
Pada tegangan antara 1000-1050 volt merupakan daerah ionisasi karena di daerah ini cacah mulai ada meskipun kecil. Elektron akan bergerak menuju anoda, dengan mendapat tambahan energi kinetik dari medan listrik yang ada. Karena energinya cukup, maka elektron akan berhasil mencapai anoda, tetapi belum mampu menimbulkan ionisasi sekunder pada molekul gas yang dilaluinya. Oleh karena itu elektron-elektron yang mencapai anoda hanyalah elektron-elektron primer.
Pada tegangan antara 1050-1100 volt menunjukkan daerah proporsional karena di daerah ini cacah naik dengan begitu pesat dan tegangan cukup kuat sehingga terbentuk ionisasi sekunder. Elektron hasil ionisasi sekunder ini menuju ke anoda juga, sehingga jumlah elektron yang sampai anoda bertambah.
45
Pada tegangan 1375 volt dan seterusnya menunjukkan daerah kritis karena di daerah ini cacah naik begitu pesat dan apabila tegangan terus dinaikkan akan terjadi lucutan listrik secara terus menerus (continous discharge) dalam tabung gas dan akibatnya detektor menjadi rusak.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 4.1 menggunakan persamaan 2.9 diperoleh tingkat kemiringan (slope) sebesar ( 4,34±0,30) % per 100 Volt.
Begitu juga pada Gambar 4.2, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 pada tegangan 0-1000 volt merupakan daerah rekombinasi, pada tegangan 1000-1050 volt merupakan daerah ionisasi, pada tegangan 1050-1100 volt merupakan daerah proporsional, pada tegangan 1100-1375 volt merupakan daerah Geiger Mueller atau plateau dan pada tegangan 1375 volt seterusnya merupakan daerah kritis.
Dengan hasil perhitungan pada Tabel 4.2 diperoleh slope sebesar (4,84±0,20) % per 100 volt, hasil perhitungan pada Tabel 4.3 diperoleh slope sebesar (2,66±0,20) % per 100 volt dan dari hasil perhitungan pada Tabel 4.4 diperoleh slope sebesar (2,78±0,20) % per 100 volt.
Dari Gambar 4.1,Gambar 4.2,Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 pada daerah plateau-nya ternyata tidak terjadi pergeseran selama 4 hari penelitian yaitu pada
tegangan antara 1100-1375 volt dari sumber radiasi yang sama. Dari keempat gambar di atas melalui hasil pengujian dan analisis dapat disimpulkan bahwa Gambar 4.3 merupakan hasil yang terbaik karena mempunyai nilai slope yang kecil yaitu (2,66±0,20) % per 100 Volt.
46
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembuatan dan pengujian karakteristik Detektor Geiger
Mueller dengan gas isian argon alkohol dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Telah dibuat detektor Geiger Mueller tipe jendela samping yang berdiameter 16
mm, panjang 120 mm, tebal 0,4 mm, dengan bahan stainless steel ber- density
thickness 30 mg/cm 2. Pada detektor tersebut dinding jendela sama juga sebagai
katoda sehingga tidak perlu dipasang pelapisan bahan katoda.
2. Dari hasil pengujian detektor Geiger-Muller yang menggunakan stainless steel
memiliki karakteristik:
• Pada hari pertama tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang
plateau 275 volt dan slope sebesar ( 4,34±0,30) % per 100 Volt
ditujukkan pada Gambar 4.1.
• Pada hari kedua tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang plateau
275 volt dan slope sebesar (4,84±0,20) % per 100 volt ditujukkan pada
Gambar 4.2.
• Pada hari ketiga tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang plateau
275 volt dan slope sebesar (2,66±0,20) % per 100 volt ditujukkan pada
47
• Pada hari keempat tegangan plateau antara 1100-1375 volt, panjang
plateau 275 volt dan slope sebesar (2,66±0,20) % per 100 volt ditujukkan pada Gambar 4.4.
3. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada detektor tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuatan detektor dinyatakan berhasil, terlihat dari panjang plateau yang lebih dari 200 volt dan slope yang kurang dari 10% per 100 volt.
B. Saran
Elwavi., 2008, Pembuatan Detektor Geiger Muller Tipe Side Window Gas isian
Argon-Alkohol, Skripsi FMIPA Universitas Sebelas Maret.
Fenyves. E and O. Haiman., 1969, The Physical Principles of Nuclear Radiation
Measurements, Akademiai Kiado Budhapest.
Isaacs, Alan., A Concise Dictionary of Physiscs. Diterjemahkan oleh Ir. J. Danusantoso,
M.Sc dengan judul Kamus lengkap Fisika, Erlangga, 1995.
Knoll, Glenn F., 1979, Radiation Detection Measurement, John Willey and Sons, New
York.
Krane, Kenneth S., Modern Physics. Diterjemahkan oleh Hans J. Wospakrik dengan
judul Fisika Modern, UI-Press, Jakarta, 1992.
Price, William J., 1964, Nuclear Radiation Detection, Mc Graw-Hill Book Company.
Sarwono, Agung. 2009. Penentuan Faktor Koreksi Dinding Katoda Dalam Rancang
Bangun Detektor Geiger Mueller, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Sayono., 1991, Pembuatan Detektor Geiger Muller tipe Jendela Samping dengan Gas
49
Sudoyo, Peter., 2001, Azas-azas Ilmu Fisika jilid 4 Fisika Modern, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Tsoulfanidis, Nicholas., 1983, Measurements and Detection of Radiation, Hemispere
Publising Corparation, New York.
Wiyatmo, Yusman., 2006, Fisika Nuklir Dalam Telaah Semiklasik dan Kuantum,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.