PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI
DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Asep Rahmat Saepuloh NIM. 1102555
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
HALAMAN HAK CIPTA
Penerapan Model Pembelajaran Sinektik
untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi
dan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Oleh
Asep Rahmat Saepuloh
S.Pd IKIP Bandung, 1997
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana
© Asep Rahmat Saepuloh 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SINEKTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI
DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
ASEP RAHMAT SAEPULOH 1102555
Pembimbing I
Siti Fatimah, M.Si, Ph.D
Pembimbing II
Dr. Kusnandi, M.Si
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Sinektik untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Komunikasi Matematis Siswa SMP” ini beserta seluruh isinya adalah benar -benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Juli 2013 Yang membuat pernyataan
KATA PENGANTAR
Penelitian ini dirancang untuk mengungkapkan dan mencari alternatif pembelajaran yang sekiranya dapat meningkatkan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa SMP, yaitu pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara intensif untuk menggunakan berbagai bentuk matematis. Dan diharapkan siswa dapat menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara tertulis dengan grafik dan aljabar dan juga sebaliknya; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
Laporan hasil penelitian ini diuraikan dalam lima Bab. Bab I Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Dalam Bab II; Landasan Teori diuraikan pengertian kemampuan representasi matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan model pembelajaran sinektik. Selanjutnya dalam Bab III Metode Penelitian dibahas tentang desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik dan pengumpulan serta pengolahan data. Pada Bab IV disajikan deskripsi hasil penelitian, analisis data hasil tes awal dan akhir, analisis peningkatan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa dan pembahasan. Sedangkan Bab V menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian ini dan saran.
Melalui pengujian sebelum dan sesudah perlakuan, penulis memperoleh deskripsi kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa SMP. Dari data hasil pengujian tersebut dan deskripsi kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa, penulis melakukan penganalisaan, sehingga diperoleh gambaran keefektifan model pembelajaran sinektik dalam meningkatkan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa SMP.
Akhirnya kepada berbagai pihak kami haturkan permohonan maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan, dengan harapan semoga pembaca dapat memberikan perbaikan, kritik ataupun saran guna meningkatkan mutu penelitian ini.
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T., karena karunia dan rahmat-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Penulisan tesis ini banyak memperoleh bantuan dan masukan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.Ibu Siti Fatimah, M.Sc., Ph.D selaku pembimbing I, yang telah banyak memberikan masukan di tengah kesibukannya sebagai Pembantu Dekan I, terus memberikan semangat untuk selalu mencari gagasan-gagasan baru dari mulai proposal sampai dengan tahap akhir penulisan karya ilmiah ini melalui diskusi-diskusi yang dinamis sehingga menjadikan semua lebih berarti.
2.Bapak Dr. Kusnandi, M.Si selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis melalui diskusi-diskusi mendalam yang memberikan pencerahan antara lain berkenaan dengan instrumen penelitian, kegiatan pembelajaran, dan analisis hasil penelitian.
3.Bapak Drs.Turmudi, M.Sc., M.Ed., Ph.D selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang begitu sibuk namun dengan sabar tetap memberikan kemudahan dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.
Semoga Allah S.W.T memberikan balasan yang setimpal kepada beliau semua serta melimpahkan hidayah dan rahmat-Nya kepada kita sekalian. Amiin.
ABSTRAK
Kemampuan representasi dan komunikasi matematis sangat diperlukan dalam kehidupan yang sangat kompetitif. Tetapi hasil studi PISA dan TIMSS menyatakan bahwa banyak kelemahan kemampuan matematika siswa Indonesia. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis kuasi eksperimen yang bertujuan untuk memecahkan masalah rendahnya kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa SMP. Subyek dalam penelitian ini sebanyak 68 siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kalijati Kabupaten Subang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan representasi dan komunikasi matematis dalam materi pokok bangun ruang sisi datar, pedoman wawancara, dan lembar pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Pengolahan data kuantitatif menggunakan Microsoft Excel dan software SPSS. Temuan dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran sinektik secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Operasional ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis ... 11
B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 14
C. Model Pembelajaran Sinektik ... 16
D. Aktivitas Metaforis ... 17
E. Penerapan Model Sinektik ... 20
F. Hipotesis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23
B. Subjek Penelitian ... 23
C. Variabel Penelitian ... 23
D. Instrumen ... 24
E. Pengembangan Bahan Ajar... 32
F. Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 38
1. Kemampuan Awal Representasi Matematis ... 40
2. Kemampuan Awal Komunikasi Matematis ... 42
3. Postes Kemampuan Representasi Matematis ... ... 44
4. Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 45
5. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis ... 47
6. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 49
B. Pembahasan ... 50
1. Model Pembelajaran ... 51
2. Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 54
3. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN LAMPIRAN A ... 63
LAMPIRAN B ... 116
LAMPIRAN C ... 126
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Bentuk-Bentuk Operasional Representasi Matematis ... 13
2.2 Struktur Strategi Pertama Sinektik ... 19
2.3 Struktur Strategi Kedua Sinektik ... 20
3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi ... 26
3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi ... 26
3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 27
3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... ... 28
3.5 Klasifikasi Daya Pembeda ... 29
3.6 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 30
3.7 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Representasi Matematis ... 31
3.8 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 31
3.9 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 34
4.1 Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Representasi Matematis ... 38
4.2 Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 39
4.3 N-Gain Kemampuan Representasi dan Komunikasi Matematis ... ... 40
4.4 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Representasi Matematis ... 41
4.5 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretes Kemampuan Representasi Matematis ... 42
4.6 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 43
4.7 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 43
4.8 Hasil Uji Normalitas Postes Kemampuan Representasi Matematis ... ... 44
4.9 Hasil Uji Perbedaan Rerata Postes Kemampuan Representasi Matematis ... 45
4.11 Uji Perbedaan Rerata Postes Kemampuan Komunikasi
Matematika ... 47
4.12 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Representasi Matematis ... 48
4.13 Uji Perbedaan Rerata N-Gain Kemampuan Representasi Matematis ... 48
4.14 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Representasi Matematis ... 49
4.15 Uji Perbedaan Rerata N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50
4.16 Level N-Gain Representasi ... ... 55
4.17 Rerata N-Gain Representasi ... ... 55
4.18 Level N-Gain Komunikasi ... ... 57
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar yang dilakukan oleh siswa dan mengajar yang dilakukan oleh guru sebagai pengajar (pendidik). Belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa di saat pembelajaran matematika sedang berlangsung.
Proses pembelajaran matematika bukan hanya sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses yang dikondisikan atau diupayakan oleh guru, sehingga siswa aktif dengan berbagai cara untuk mengkontruksi atau membangun sendiri pengetahuannya, serta terjadi interaksi dan negosiasi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Pembelajaran matematika yang dimaksud adalah pembelajaran matematika yang bermakna sehingga siswa mendapat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya setelah selesai pembelajaran.
Agar tercipta suatu kondisi belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi siswa, antara lain diperlukan penerapan pendekatan pembelajaran yang tepat. Untuk mencapai harapan tersebut, seorang guru harus terampil dalam memilih pendekatan yang tepat dengan pokok bahasan yang disajikan dan karakteristik siswa. Guru yang berpengalaman akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memilih pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan dan kebutuhan siswa.
2
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas: 2006) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Senada dengan KTSP, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) merumuskan tujuan pembelajaran matematika yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan masalah (mathematical
problem solving), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection), dan
belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation). Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dapat membantu siswa memahami konsep, menyelesaikan masalah sistematis, mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, dan dapat mengungkapkan ide-ide matematisnya dengan baik secara lisan maupun tertulis.
3
konsep, memahami konsep dan menyatakan ide-ide matematis, serta memudahkan siswa dalam mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Sebagaimana diungkapkan Wahyudin (2008) bahwa representasi bisa membantu para siswa untuk mengatur pemikirannya.
Pembelajaran yang menekankan representasi matematis adalah pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa secara optimal dalam memahami suatu konsep. Menurut Suparlan (Wahyuni: 2012) bahwa salah satu pencapaian dalam proses pembelajaran matematika hendaknya menjamin siswa dapat menyajikan konsep yang dipelajarinya ke dalam berbagai macam model matematika, agar dapat membantu mengembangkan pengetahuan yang lebih mendalam, dengan cara guru memfasilitasi siswa melalui pemberian kesempatan yang lebih luas untuk merepresentasikan gagasan matematisnya.
Dalam pembelajaran matematika, kemampuan representasi matematis merupakan salah satu standar yang harus dicapai oleh siswa. Tetapi pelaksanaannya bukan merupakan hal yang mudah. Menurut Suparlan (Wahyuni: 2012) bahwa keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar dengan cara konvensional belum memungkinkan menumbuhkan kemampuan representasi secara optimal. Kemampuan representasi matematis, khususnya siswa SMP, masih belum tertangani dengan baik.
4
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
Selain kemampuan representasi matematis, kemampuan komunikasi matematis siswa pun sangat penting untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran. Pentingnya kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari standar kemampuan komunikasi yang ditetapkan NCTM (2000) dan rumusan tujuan mata pelajaran matematika dalam KTSP (2006).
Pentingnya kemampuan komunikasi matematis juga dikemukakan Jacob (Anggraeni: 2012), bahwa matematika sebagai bahasa, sehingga komunikasi matematis merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-acces matematika. Senada dengan Jacob, Pugalee (Anggraeni: 2012) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen untuk setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga proses pembelajarannya akan menjadi bermakna.
Berdasarkan hasil PISA 2009, prestasi matematika siswa berada pada peringkat 61 dari 65 negara peserta dengan rata-rata skor 371 sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Rata-rata skor 371 menunjukkan bahwa level kemampuan matematika siswa Indonesia berada pada level 1 (terbawah). Sementara hasil TIMMS 2011, prestasi matematika siswa kelas 8 berada pada peringkat 39 dari 41 negara peserta. Rata-rata prestasi matematika siswa kelas 8 selalu berada di bawah rata-rata internasional untuk semua standar internasional .
5
berkomunikasi; b) memperbaiki standar dan praktek penilaian hasil belajar siswa secara nasional dan sehari-hari di kelas dengan mengukur keterampilan teknis baku, kemampuan bernalar, pemecahan masalah dan komunikasi secara seimbang; dan c) mempelajari budaya dan menginternalisasi konteks budaya dalam pembelajaran agar wawasan siswa semakin luas.
Kajian terhadap hasil PISA dan TIMSS menunjukkan bahwa kemampuan matematis siswa berada pada level rendah (level 1). Kemampuan komunikasi matematis adalah salah satu dari kemampuan-kemampuan matematis yang perlu untuk dikembangkan oleh siswa. Ini berarti bahwa kemampuan komunikasi siswa masih banyak kelemahan sehingga perlu untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika, memperbaiki standar, dan praktek penilaian hasil belajar siswa di sekolah.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika belum ditangani secara optimal. Hal ini disebabkan siswa kurang difasilitasi melalui pembelajaran yang menarik dan menantang sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Persoalannya adalah bagaimana kita dapat menanamkan konsep sebaik-baiknya kepada siswa. Persoalan tersebut selalu relevan bagi semua pelaku pendidikan dalam menemukan sebuah model pembelajaran yang tepat digunakan. Model pembelajaran yang bukan semata-mata menyangkut kegiatan guru mengajar akan tetapi menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa, membantu siswa jika ada kesulitan atau membimbingnya untuk memperoleh suatu kesimpulan yang benar.
6
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
untuk mengetahui/memahami secara bermakna fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, model dan ide matematika, hubungan antar ide tersebut dan alasan yang mendasarinya, serta menggunakan ide itu untuk menjelaskan dan memprediksi proses matematika; 2) proses “learning to do”. Siswa belajar melakukan, didorong melaksanakan proses matematika (doing math) secara aktif untuk memacu peningkatan perkembangan intelektualnya; 3) proses “learning to be”. Siswa
belajar menjiwai, menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai dan keindahan akan proses dan produk matematika yang ditunjukkan dengan sikap senang belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur, serta mempunyai motif berprestasi yang tinggi, dan rasa percaya diri. 4) proses “learning to live together in peace and harmony”. Siswa belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to
learn), serta belajar bersosialisasi dan berkomunikasi dalam matematika, melalui
bekerja/belajar bersama dalam kelompok kecil atau secara klasikal, saling menghargai pendapat orang lain, menerima pendapat yang berbeda, belajar mengemukakan pendapat dan bersedia “sharing ideas” dengan sesama teman dalam kegiatan matematika.
Model Pembelajaran Sinektik merupakan suatu model baru yang menarik guna mengembangkan kreativitas, dirancang oleh William J. J. Gordon dan kawan-kawannya. Mula-mula Gordon menerapkan prosedur sinektik guna keperluan mengembangkan “aktivitas kelompok” dalam organisasi industri, di mana individu dilatih untuk mampu bekerja sama satu dengan yang lainnya dan nantinya berfungsi sebagai orang yang mampu mengatasi masalah
(problem-slovers) atau sebagai orang yang mampu mengembangkan produksi
(products-developers). Model ini dikembangkan dengan maksud untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah (problem-solving), ekspresi kreatif (creative
expression), empati, insight dalam hubungan sosial yang menekankan bahwa
ide-ide yang bermakna dapat meningkatkan aktivitas kreatif melalui bantuan daya pikir yang lebih kaya.
7
diterapkan pada siswa di seluruh tingkatan umur dan semua bidang kurikulum. Kemudian Glynn (Joyce & Weil: 2009) melaporkan kajian dalam pengajaran sains dengan mengusulkan bahwa penggunaan analogi-analogi dalam materi pelajaran dapat meningkatkan pembelajaran jangka panjang dan jangka pendek.
Terdapat 5 (lima) tahapan Model Pembelajaran Sinektik meliputi: Siswa diberi informasi tentang suatu topik dalam pembelajaran dan menanyakan apa yang mereka ingat tentang suatu konsep yang sudah dikenal (recognising the
familiar); guru dan siswa mengeksplorasi persamaan dan perbedaan suatu konsep
dengan melihat hubungan antara 2 konsep (direct analogy); Siswa didorong untuk mengidentifikasi ciri-ciri suatu konsep berdasarkan hubungan dengan konsep lain (personal analogy); siswa diminta untuk mendeskripsikan suatu konsep secara spesifik. (compressed conflict); dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan tentang konsep yang telah dieksplorasi (making the connections).
Pada tahap recognising the familiar siswa dituntut untuk mengingat kembali suatu konsep yang sudah dikenal dikaitkan dengan topik baru yang diberikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan guru tentang konsep yang sudah dikenal. Pada tahap ini siswa memerlukan kemampuan representasi matematis untuk menggali pemahaman terhadap konsep yang sudah dikenal sehingga dapat menghubungkan dengan konsep baru yang akan dipelajari. Selain itu, siswa juga memerlukan kemampuan komunikasi agar mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dengan tepat.
8
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa perlu dikembangkan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Sinektik untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Komunikasi Matematis Siswa SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh Model Pembelajaran Sinektik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Model Pembelajaran Sinektik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pembelajaran melalui Model Pembelajaran Sinektik terhadap peningkatan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menelaah:
1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh Model Pembelajaran Sinektik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
9
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Secara umum, penelitian ini menjawab masalah tentang rendahnya kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa melalui penerapan Model Pembelajaran Sinektik.
2. Bagi siswa: Siswa memperoleh pengalaman langsung berkaitan dengan kebebasan dalam belajar matematika secara aktif dan konstruktif melalui aktivitas Model Pembelajaran Sinektik sehingga dapat meningkatkan kemampuan representasi dan komunikasi matematis.
3. Bagi guru: dapat meningkatkan keterampilan dalam memilih alternatif model pembelajaran bervariasi yang dapat meningkatkan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa sehingga dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal, sebagai bagian dari upaya pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran matematika di sekolah. 4. Bagi peneliti: sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan meneliti
dalam hal menerapkan strategi Model Pembelajaran Sinektik pada pembelajaran matematika. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya.
E. Definisi Operasional
1. Kemampuan representasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya; menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah; membuat persamaan atau ekspresi matematik dari representasi lain yang diberikan dan menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematik; dan menuliskan interpretasi dari suatu representasi.
10
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
matematika tertulis; dan mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
3. Model Pembelajaran Sinektik adalah pembelajaran yang diberikan secara individu atau berkelompok dengan 5 (lima) tahapan pembelajaran yang meliputi: Siswa diberi informasi tentang suatu topik dalam pembelajaran dan menanyakan apa yang mereka ingat tentang suatu konsep yang sudah dikenal (recognising the familiar); guru dan siswa mengeksplorasi persamaan dan perbedaan suatu konsep dengan melihat hubungan antara 2 konsep (direct analogy); Siswa didorong untuk mengidentifikasi ciri-ciri suatu konsep berdasarkan hubungan dengan konsep lain (personal analogy); siswa diminta untuk mendeskripsikan suatu konsep melalui konflik kognitif secara spesifik (compressed conflict); dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan tentang konsep yang telah dieksplorasi (making the
connections).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Ruseffendi (2010) mengungkapkan bahwa desain kelompok kontrol non-ekivalen tidak berbeda dengan desain penelitian kelompok kontrol pretes-postes, kecuali dalam pengelompokkan subjek. Pada desain kelompok kontrol non-ekivalen, subjek tidak dikelompokkan secara acak. Diagram desain penelitian ini adalah sebagai berikut:
O X O
O O
Keterangan:
O : soal pretes sama dengan postes
X : perlakuan pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Sinektik - - - : subjek tidak dikelompokkan secara acak
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian diambil dari dua kelas VIII siswa SMP Negeri 2 Kalijati Kabupaten Subang. Dari kedua kelas tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok pembelajaran, yaitu kelompok yang menggunakan Model Pembelajaran Sinektik sebagai kelas eksperimen, dan kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Subyek penelitian terdiri dari 34 siswa kelas eksperimen dan 34 siswa kelas kontrol.
C. Variabel Penelitian
24
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
D. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen yaitu tes dan non-tes. Instrumen tes berupa pretes (tes awal) dan postes (tes akhir) untuk mengukur kemampuan representasi matematis dan komunikasi matematis siswa. Sedangkan instrumen non-tes berupa lembar observasi dan pedoman wawancara.
1. Instrumen Non-tes a. Lembar Observasi
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data hasil observasi yang dilakukan oleh observer dengan tujuan memperoleh gambaran secara langsung aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dan aktivitas guru selama pembelajaran. Lembar observasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Sinektik disusun berdasarkan indikator-indikator yang perlu muncul dalam pembelajaran. Sedangkan lembar observasi aktivitas siswa disusun berdasarkan indikator-indikator yang terdiri dari: keaktifan siswa dalam pembelajaran, dan menyelesaikan lembar kerja siswa. Hasil observasi aktivitas guru `dan siswa tersebut memberikan gambaran tentang kualitas pelaksanaan proses pembelajaran dengan mengunakan Model Pembelajaran Sinektik yang diterapkan dalam pembelajaran matematika di kelas eksperimen. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran secara lengkap terdapat pada Lampiran A.4 halaman 112.
b. Pedoman Wawancara
25
pembelajaran terhadap dampak dari seluruh pembelajaran yang telah dilakukan. Pedoman wawancara secara lengkap terdapat pada Lampiran A.5 halaman 115. 2. Instrumen Tes
Instrumen dalam bentuk tes digunakan untuk mengukur kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa. Materi yang diteskan adalah materi geometri yaitu bangun ruang sisi datar yang meliputi: kubus, balok, prisma, dan limas. Tes yang diberikan berupa tes essay terdiri dari 7 soal. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu pretes dan postes terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Langkah-langkah penyusunan tes kemampuan representasi dan komunikasi matematis adalah sebagai berikut:
1. Membuat kisi-kisi soal tes.
2. Menyusun soal berdasarkan kisi-kisi dan membuat kunci jawabannya.
3. Mengkonsultasikan isi soal dengan pembimbing dan guru yang berpengalaman.
4. Melakukan ujicoba instrumen tes.
5. Menghitung validitas instrumen, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
26
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi
Skor Written Text Drawing Mathematical Expression 0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman
tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa 1 Hanya sedikit dari
Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa, dapat digunakan pedoman penskoran yang disebut holistic scale yang di dikeluarkan oleh Maryland State Department of Education (1991). Holistic scale dimaksud berskala 5 dengan rincian sebagaimana diitampilkan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Soal Komunikasi Matematis
Respon Siswa terhadap Soal Skor Skor Menggunakan bahasa matematik (istilah, simbol, tanda, dan/atau representasi)
dengan sangat efektif, akurat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep dan proses.
4
Menggunakan bahasa matematik (istilah, simbol, tanda, dan/atau representasi) dengan sebagian efektif, akurat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep dan proses
3
Menggunakan bahasa matematik (istilah, simbol, tanda, dan/atau representasi) tetapi sangat kurang efektif, akurat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep dan proses
2
Ada usaha tetapi jawabannya salah 1
Tugas dan topik tidak dikerjakan, tidak terbaca, kosong atau tidak cukup untuk diberi
27
Instrumen tes selanjutnya diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal. Kisi-kisi dan soal tes kemampuan representasi dan komunikasi matematis secara lengkap terdapat pada Lampiran A.3 halaman 107.
a) Analisis Validitas Instrumen
Ruseffendi (2010) menyatakan bahwa suatu instrumen disebut valid bila instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur. Sejalan dengan hal tersebut, Suherman dan Kusumah (1990), menyatakan suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu. Instrumen atau alat evaluasi yang dimaksud dalam hal ini adalah soal-soal tes kemampuan representasi dan komunikasi matematis. Pengujian validitas setiap butir soal, yaitu skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah korelasi Product Moment Pearson (Ruseffendi, 1993) sebagai berikut:
= � −
� 2− 2 � 2− 2
dengan,
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan
= nilai rerata soal-soal tes pertama perorangan = nilai rerata soal-soal tes kedua perorangan � = banyaknya pasangan nilai-nilai
Kriteria penafsiran mengenai tolok ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Validitas sangat tinggi (sangat baik) Validitas tinggi (baik)
Validitas sedang (cukup) Validitas rendah (jelek)
28
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
rxy = 0,00 Tidak valid
Selanjutnya untuk pengujian signifikansi koefisien korelasi pada penelitian ini digunakan uji t pada taraf signifikasi �= 0,05 dengan rumus sebagai berikut:
= −2
1− 2
Keterangan:
: koefisien korelasi product moment pearson
n : banyaknya siswa
b) Analisis Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas instrumen adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi itu (Ruseffendi, 2010). Untuk menguji suatu reliabilitas digunakan rumus Cronbach Alpha, yaitu:
= −
= variansi skor seluruh soal menurut skor siswa perorangan
� 2
= variansi skor soal tertentu (soal ke-i)
� 2
= jumlah variansi skor seluruh soal menurut skor soal tertentu
Kriteria penafsiran mengenai tolok ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas menurut Guilford disajikan pada Tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Besarnya rxx Tingkat Reliabilitas
29
c) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal adalah seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawaban benar dengan yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman dan Kusumah, 1990). Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik bila memang siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, sedangkan siswa kelompok rendah tidak dapat menyelesaikan soal tersebut dengan baik.
Daya pembeda dihitung dengan membagi testee ke dalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group), yaitu kelompok testee yang tergolong pandai; dan kelompok bawah (the lower group), yaitu kelompok testee yang tergolong rendah. Untuk kelompok kecil (kurang dari 100 orang) maka seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Suherman dan Kusumah, 1990: 201), yaitu:
Suherman dan Kusumah (1990) mengemukakan hasil perhitungan daya pembeda yang kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi sebagai berikut:
30
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
d) Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Menurut Suherman dan Kusumah (1990: 213), tingkat pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
= +
� + �
dengan,
IK = Indeks Kesukaran
JSA = Jumlah benar untuk kelompok atas JBB = Jumlah benar untuk kelompok bawah JSA = Jumlah siswa kelompok atas
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kiteria tingkat kesukaran butir soal (Suherman dan Kusumah, 1990) pada Tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6
Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi
TK = 0,00 Terlalu sukar
0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang
0,70 < TK < 1,00 Mudah
TK = 1,00 Terlalu Mudah
e) Hasil Analisis Uji Coba Soal Tes Kemampuan Representasi dan Komunikasi Matematis
31
Tabel 3.7
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Representasi Matematis
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
32
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
sukar. Analisis hasil uji coba soal tes kemampuan representasi dan komunikasi matematis secara lengkap terdapat pada Lampiran B halaman 116.
E. Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan Model Pembelajaran Sinektik untuk kelas eksperimen dan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematis secara konvensional untuk kelas kontrol. Bahan ajar disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku di sekolah yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Isi bahan ajar memuat materi-materi matematika untuk kelas VIII semester II dengan langkah-langkah Model Pembelajaran Sinektik yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa. Pokok bahasan dipilih berdasarkan alokasi waktu yang telah disusun oleh guru peneliti.
Setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan yang dilengkapi dengan lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa memuat tugas-tugas yang membimbing dan mengarahkan siswa untuk memahami suatu konsep berdasarkan tahapan Model Pembelajaran Sinektik serta memuat soal-soal latihan untuk memberikan penguatan kepada siswa. Lembar kerja siswa yang dimaksud memuat 5 (lima) tahapan sinektik, yaitu:
1. Recognising the familiar
Siswa diberi informasi tentang suatu topik dalam pembelajaran dan menanyakan apa yang mereka ingat tentang suatu konsep yang sudah dikenal. Misalnya: siswa diberikan informasi tentang materi balok, kemudian siswa ditanya apa yang mereka ingat tentang kubus dan sifat-sifatnya.
2. Direct analogy
Pada tahap ini guru dan siswa mengeksplorasi persamaan dan perbedaan suatu konsep dengan melihat hubungan antara 2 konsep. Misalnya, siswa diminta untuk mencari persamaan dan perbedaan kubus dan balok berdasarkan unsur-unsurnya.
33
Siswa didorong untuk mengidentifikasi ciri-ciri suatu konsep berdasarkan hubungan dengan konsep lain. Misalnya, siswa diminta untuk mengidentifikasi sifat balok dengan cara membandingkan dengan sifat-sifat kubus.
4. Compressed conflict
Pada tahap ini siswa diminta untuk memberikan deskripsi terhadap suatu konsep lebih spesifik. Misalnya, siswa diminta untuk menjelaskan sifat-sifat balok berdasarkan unsur-unsurnya.
5. Making the connections
Pada tahap kelima siswa diminta untuk membuat kesimpulan tentang konsep yang telah dieksplorasi. Misalnya, siswa diminta untuk menyimpulkan sifat-sifat balok.
Banyaknya lembar kerja siswa disesuaikan dengan banyaknya pertemuan dan alokasi waktu yang tersedia. Lembar kerja siswa ini memuat informasi yang diperlukan, pertanyaan yang memerlukan analisis, dan kesimpulan. Lembar kerja siswa ini secara lengkap terdapat pada Lampiran A.2 halaman 86.
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Untuk itu pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
a. Analisis Data Kualitatif
Data-data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan lembar observasi. Hasil wawancara diolah secara deskriptif dan hasilnya dianalisis melalui laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran.
b. Analisis Data Kuantitatif
34
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
Windows. Hasil tes kemampuan representasi dan komunikasi matematis
digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui Model Pembelajaran Sinektik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan representasi dan komunikasi matematis diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.
2) Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3) Menentukan skor peningkatan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dihitung dengan menggunakan rumus gain skor normal (Hake dalam Yuni, 2010: 55) yaitu:
� = � − � �
� − � �
dengan,
g : nilai n-gain dari hasil perhitungan
Spre : skor pretes Spos : skor postes Smaks : skor maksimum
Hasil perhitungan n-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi seperti pada Tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-Gain (g) Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
35
4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes, postes dan n-gain peningkatan kemampuan representasi dan komunikasi matematis menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk.
Adapun rumusan hipotesisnya adalah:
H0: Data berdistribusi normal
H1: Data berdistribusi tidak normal Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka H0 diterima.
5) Menguji homogenitas varians skor pretes, postes dan n-gain kemampuan representasi dan komunikasi matematis menggunakan uji Levene. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:
H0: Varians skor kelas ekperimen dan kelas kontrol homogen H1: Varians skor kelas ekperimen dan kelas kontrol tidak homogen Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka H0 diterima.
6) Setelah data memenuhi syarat uji normalitas dan homogenitas, selanjutnya dilakukan uji perbedaan rerata skor pretes, rerata skor postes, dan uji perbedaan rerata skor n-gain.
Pertama melakukan uji perbedaan rerata pretes kemampuan representasi dan komunikasi matematis pada kelas eksperimen dan kontrol. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0∶ �1 =�2 : Rerata pretes kelas eksperimen tidak berbeda secara signifikan dengan kelas kontrol
H1: �1 ≠ �2 : Rerata pretes kelas eksperimen berbeda secara signifikan dengan kelas kontrol
36
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
H0∶ �1 =�2 : Rerata postes kelas eksperimen tidak berbeda secara signifikan dengan kelas kontrol
H1∶ �1 ≠ �2 : Rerata postes kelas eksperimen berbeda secara signifikan dengan kelas kontrol
Kemudian untuk menguji peningkatan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa yang menggunakan Model Pembelajaran Sinektik lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dilakukan uji perbedaan rerata n-gain (uji satu pihak). Adapun rumusan hipotesisnya adalah:
H0∶ �1 =�2 : Rerata n-gain kelas eksperimen tidak lebih baik secara signifikan daripada kelas kontrol
H1∶ �1 >�2 : Rerata n-gain kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada kelas kontrol
Menurut Uyanto (2009) hubungan nilai signifikansi uji satu arah dan dua arah dari output SPSS ialah Sig.(1-tailed) = ½ Sig.(2-tailed). Untuk uji dua pihak kriteria pengujian dengan taraf signifikansi � = 0,05 adalah terima H0 jika Sig.(2-tailed) > � = 0,05, H0 ditolak untuk hal lainnya, sedangkan kriteria pengujian untuk uji satu pihak untuk taraf signifikansi yang sama terima H0 jika Sig.(1-tailed) > �= 0,05, H0 ditolak untuk hal
lainnya.
Data berdistribusi normal dan data tidak homogen maka digunakan uji t′ dan data berdistribusi tidak normal, maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik untuk dua sampel yang saling bebas pengganti uji-t yaitu uji
Mann-Whitney.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Melakukan kajian kepustakaan terhadap teori-teori yang berkaitan dengan
37
2) Menyiapkan rencana pembelajaran dan instrumen penelitian. 3) Memvalidasi instrumen dan merevisinya.
4) Menguji instrumen dan merevisinya.
5) Memberikan pretes kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa pada kedua kelas.
6) Melaksanakan pembelajaran matematika menggunakan Model Pembelajaran Sinektik pada kelas eksperimen.
7) Pengisian lembar observasi aktivitas siswa dari awal pembelajaran hingga pembelajaran berakhir.
8) Melakukan wawancara kepada guru sebagai refleksi pada pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik.
59 Asep Rahmat Saepuloh, 2013
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Model Pembelajaran Sinektik merupakan pembelajaran alternatif yang dapat digunakan di sekolah untuk meningkatkan kemampuan representasi dan komunikasi matematis siswa. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil analisis data maupun temuan-temuan dalam penelitian ini. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh Model Pembelajaran Sinektik secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Model Pembelajaran Sinektik secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian seperti yang diuraikan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal berikut ini:
1. Pembelajaran dengan model sinektik direkomendasikan sebagai alternatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika SMP. Namun demikian tidak ada model pembelajaran yang ideal dan selalu cocok dengan semua materi matematika sehingga diperlukan keahlian dalam memilih model pembelajaran yang efektif dan efisien.
2. Kemampuan representasi dan komunikasi merupakan dua hal yang penting dalam kegiatan pembelajaran matematika. Oleh sebab itu, kemampuan tersebut perlu dilatih dan dikembangkan pada siswa.
60
DAFTAR PUSTAKA
Amiroh, S. (2012). Penggunaan Teknik Bertanya dalam Pembelajaran
Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis SPs UPI. Bandung. Tidak
diterbitkan.
Anggraeni (2012). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematis siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching. Tesis SPs UPI.
Bandung. Tidak diterbitkan.
Departmen for Education and Skills. (2004). Pedagogy and Practice: Teaching
and Learning in Secondary Schools. Unit 2: Teaching models.
Cambridge University.
Depdiknas (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Ismail, B. dkk (2010). Model Pembelajaran Sinektik dan Pengelolaan Kelas. Makalah. Universitas Islam Jakarta. Tidak diterbitkan.
Izzati, N dan Suryadi, D. (2010). Komunikasi Matematik dan Pendidikan
Matematika Realistik. Makalah Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika. UNY. Yogyakarta.
Joyce dan Weil (2009). Models of Teaching (Model-model Pembelajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kartini, T. (2011). Mengembangkan Kemampuan Representasi Matematis dan
Self Efficacy Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching Model. Tesis
SPs UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.
Mudzakir, H.S. (2006). Strategi Pembelajaran TTW untuk Meningkatkan
Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa;’Sekolah Menengah Pertama (Eksperimen pada siswa kelas II SMP di Kab. Garut). Tesis SPs UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.
Mullis, V.S.I, Martin, M. O., Foy, P. & Arora, A. (2012). TIMSS 2011
61
Asep Rahmat Saepuloh, 2013
http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_Mathematics_FullB
ook.pdf [27 Maret 2013]
Nanang (2009). Studi Perbandingan Kombinasi Pembelajaran Kontekstual dan
Metakognitif terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Disertasi SPs UPI. Bandung. Tidak
diterbitkan.
National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standard for
School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
OECD (2010). PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do: Student
Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume I).
Tersedia: http://www.oecd.org/statistics/ [25 Maret 2013]
Pratiwi, H. (2011). Model Pembelajaran Sinektik. [Online]. Tersedia:
http://happyeverydo.blogspot.com/2011/12/modelpembelajaransinekti
k.html [30 Maret 2013]
Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung. Diktat.
Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Suherman, E dan Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika.. Bandung: Wijayakusumah.
Sudjana, N. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sumarmo, U. (2010). Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA.UPI.
Sutama (2011). Pengelolaan Pembelajaran Matematika untuk Penanaman dan
Pengembangan Karakter Anti Korupsi. Makalah. Solo. Prodi
62
Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wahyudin (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung. Diktat kuliah.
Wahyuni, S. (2012). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis dan Self
Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Model Pembelajaran Arias. Tesis SPs UPI. Bandung. Tidak
diterbitkan.
Wardhani dan Rumiati (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika
SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: PPPPTK
Matematika.
Warnandi (2002). Implementasi Model Mengajar Sintetik pada pelajaran Bahasa
Indonesia. Makalah. Tidak diterbitkan.
Yuni, Y. (2010). Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing terhadap
Kemampuan Generalisasi dan Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI. Bandung. Tidak