• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya di Ukraina 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Analisis Sanksi Ekonomi Terhadap Rusia Atas Invasinya di Ukraina 2022"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

[corresponding author: [email protected]]

ANALISIS SANKSI EKONOMI TERHADAP RUSIA ATAS INVASINYA DI UKRAINA 2022

Khisna Kamalia Zulfa Puguh Toko Arisanto Khansa Rulif Mahadana Universitas Teknologi Yogyakarta

ABSTRACT

Western countries as sender states have imposed economic sanctions on Russia for its invasion of Ukraine since February 2022. Sender states claimed that Russia had violated international law and human rights.

The economic sanctions imposed on Russia ranged from freezing state and individual assets to terminating export-import activities to halt the invasion. With a qualitative method, this paper seeks to analyze the effectiveness of the economic sanctions imposed by sender states . The authors use the concept of economic sanction that some scholars argue that most of the economic sanctions are proven ineffective in changing behaviors of the target. In line with this postulate, the authors found that economic sanctions imposed by western countries and their allies on Russia are not effective. Until August 2022, economic sanctions imposed on Russia were unable to stop Russia's invasion of Ukraine. The authors argue that the ineffectiveness of the sanctions is influenced by at least three factors; dependence on Russian energy, Russia's resistance to economic sanctions and Putin's individual factors.

Keywords: Economic Sanction, Russia Invasion, Sender, Target, Ineffective

INTRODUCTIONS

Awal tahun 2022, pandemi Covid 19 masih menjadi atensi publik internasional. Ditengah pandemi Covid 19, atensi publik internasional sedikit banyak teralihkan dengan adanya invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 dan dianggap melanggar tatanan hukum internasional. Rusia diklaim (khususnya negara-negara barat) telah melakukan pelanggaran serius terhadap sejumlah aturan hukum internasional kontemporer seperti hukum humaniter internasional, moralitas internasional dan kedaulatan bangsa (Juanda, 2022). Invasi Rusia terhadap Ukraina diawali dengan operasi militer khusus di perbatasan kedua negara. Secara umum, penyebab invasi Rusia tersebut adalah keinginan Ukraina sebagai negara yang berdekatan dengan Rusia untuk bergabung dengan The North Atlantic Treaty Organization (NATO). Ukraina mengklaim bahwa penyatuan negaranya dengan NATO maupun Uni Eropa dapat memberikan dampak yang lebih baik bagi mereka. Keinginan Ukraina yang ingin menyatukan diri ke Uni Eropa maupun NATO mendapatkan sambutan baik dari negara-negara Uni Eropa. Namun tidak dengan Rusia. Rusia menganggap bahwa bergabungnya Ukraina ke NATO menimbulkan kekecewaan dan sekaligus ancaman terhadap keamanan nasional Rusia. Perluasan keanggotaan NATO di wilayah Eropa Timur berpotensi membahayakan keamanan nasional Rusia suatu hari nanti mengingat dalam sejarahnya, wilayah Ukraina dijadikan jalur utama negara-negara barat untuk melakukan invasi militer ke wilayah Uni Soviet (Rusia saat ini). Hal inilah yang mendorong Rusia untuk melakukan demilitarization terhadap Ukraina dengan alasan keamanan nasional Rusia (Zikry, 2022). Selain itu, Rusia juga mengklaim bahwa tindakannya bukanlah sebuah invasi militer namun sebuah operasi militer yang ditujukan menyerang titik-titik tertentu bukan untuk membunuh masyarakat sipil.

Hingga awal Juli 2022, invasi Rusia setidaknya telah menyebabkan 120 ribu rumah hancur, 6.4 juta penduduk Ukraina meninggalkan negerinya dan 6-7 juta penduduk meninggalkan rumahnya dan mengungsi

(2)

di wilayah Ukraina Barat (Harding, 2022). Badan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OCHCR) mengklaim bahwa Rusia telah melakukan pelanggaran HAM yang jangkauannya luas atau secara masif selama melakukan invasi di Ukraina. Rusia juga melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat serta merusak fasilitas kesehatan. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah mengeluarkan resolusi HAM yang telah disetujui oleh 141 negara yang menuntut agar Rusia menarik pasukannya dari Ukraina. Keputusan diambil dalam Sidang Majelis Umum PBB Sesi Khusus Darurat (Emergency Special Session) di New York (Mawardi, 2022).

Selain memberikan kecaman-kecaman melalui berbagai channel media guna menghentikan invasi Rusia, negara-negara dunia khususnya negara-barat dan sekutunya juga menjatuhkan sanksi berupa economic sanctions (sanksi ekonomi). Sanksi ekonomi pada umumnya merupakan sebuah hukuman yang dapat diberikan oleh suatu negara atau sekelompok negara dalam lingkup global maupun organisasi internasional kepada suatu negara lainnya maupun perorangan yang dianggap telah melanggar ketentuan hukum internasional.

Sanksi ekonomi juga sebagai salah satu bentuk diplomasi dengan pengendalian sosial melalui paksaan yang umum digunakan oleh suatu pihak untuk menekan kekuatan dari entitas lain tanpa perlu terlibat langsung dalam perang. Sanksi ekonomi umumnya ditujukan untuk mengubah perilaku atau kebijakan entitas yang ditarget. Sanksi ekonomi terhadap Rusia diinisiasi oleh negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Perancis, Perancis, Jerman dan sebagainya. Disisi lain Uni Eropa sebagai organisasi regional juga memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Sanksi yang dikeluarkan diantaranya adalah larangan impor batu bara, bahan kimia, kayu, dan komoditas lain seperti kayu, karet, semen, pupuk, makanan laut kelas atas seperti kaviar, minuman beralkohol seperti Vodka. Tidak hanya itu, Uni Eropa juga membekukan aset Bank Sentral Rusia yang menyasar perusahaan keuangan, antariksa, hingga wilayah udara Eropa untuk pesawat Rusia (CNN Indonesia, 2022). Sanksi ekonomi terhadap Rusia juga diikuti negara Asia seperti Jepang untuk membatasi impor batu bara dari Rusia (Newswire, 2022). Pemberlakuan larangan impor minyak Rusia oleh Presiden AS Joe Biden juga diikuti oleh sejumlah perusahaan multinasional, seperti Apple, McDonald's hingga Starbucks yang telah menghentikan operasinya di Rusia (Sinuhaji, 2022). Alasan diberikannya sanksi ekonomi adalah untuk memberi dukungan non militer terhadap Ukraina. Dengan demikian diharapkan Rusia dapat mempertimbangkan untuk menghentikan invasi terhadap Ukraina dikarenakan potensi permasalahan ekonomi yang Rusia akan hadapi. Dalam artikel ini, dengan menggunakan konsep sanksi ekonomi, penulis hendak memaparkan efektivitas sanksi ekonomi negara barat kepada Rusia atas invasinya di Ukraina. Selain itu, penulis juga memaparkan beberapa faktor efektivitas sanksi ekonomi tersebut.

ANALYTICAL FRAMEWORK

Konsep Sanksi Ekonomi

Keberhasilan suatu negara dalam pemenuhan kepentingan nasional terletak pada bagaimana negara tersebut menggunakan instrumen ekonomi dalam politik luar negerinya. Istilah ini sering disebut sebagai economic statecraft. Baldwin (1985) menyatakan bahwa keahlian atau seni dalam hubungan internasional adalah bagaimana negara mampu memengaruhi aktor internasional baik negara maupun non negara yang dituju dengan menggunakan berbagai instrumen ekonomi.

Secara umum, economic statecraft dapat dibagi menjadi dua yakni instrumen positif dan instrumen negatif (Kaminski, 2017). Instrumen positif dilakukan dengan memberikan insentif, reward atau bisa juga diistilahkan sebagai carrot kepada aktor yang dituju atau ditarget. Contoh instrumen positif diantaranya penyediaan bantuan luar negeri, pengurangan tarif impor, pemberian perlakuan favourable (menyenangkan) dalam perdagangan, subsidi ekspor maupun impor, pemberian lisensi, pengurangan atau penghapusan pajak dalam hubungan investasi asing dan sebagainya. Sedangkan instrumen negatif diimplementasikan dengan memberikan sanksi ekonomi sebagai bentuk punishment atau bisa juga diistilahkan dengan stick kepada aktor internasional. Instrumen negatif berupa sanksi ekonomi biasanya berupa embargo, boikot, pembekuan aset, penangguhan bantuan, pemberlakuan kenaikan tarif impor, pemberlakuan kuota impor, dumping, pencabutan kepemilikan, diskriminasi tarif yang tidak menyenangkan dan sebagainya (Baldwin, 1985).

Pemberi sanksi ekonomi atau biasa disebut sebagai sender berasal dari organisasi internasional, negara dan

(3)

kumpulan-kumpulan negara. Sedangkan pihak yang dijatuhi sanksi atau disebut sebagai target biasanya adalah negara tetapi bisa juga adalah individu-individu (Hufbauer, Jeffrey, Kimberly, & Barbara, 2009). Negara- negara senders pada umumnya memiliki tingkat perekonomian yang lebih besar atau lebih tinggi daripada negara target.

Sanksi ekonomi sebagai bentuk instrumen negatif dari economic statecraft, bukanlah hal baru dalam konstelasi politik internasional. Sanksi ekonomi telah banyak dipraktikkan oleh negara-negara dunia khususnya negara-negara barat pada era perang dingin. Selama periode tersebut, penggunaan sanksi ekonomi menjadi instrumen politik luar negeri yang populer atau dengan kata lain penggunaan sanksi ekonomi dalam politik luar negeri semakin meningkat sehingga mengundang kalangan akademisi untuk membahasnya (Losman, 1979). Selain itu, negara-negara barat kini lebih memilih menggunakan sanksi ekonomi daripada kekuatan militer. Sanksi ekonomi bersifat coercive (memaksa) atau mengancam yang secara umum bertujuan mengubah perilaku atau kebijakan dari pihak yang ditarget. Sanksi ekonomi terkadang diklaim sebagai kekuatan ekonomi yang dikendalikan oleh kelompok kepentingan nasional tertentu melalui penarikan bantuan yang dilakukan oleh pemerintah atau kegiatan lain yang terjadi di negara target, atau ancaman penarikan hubungan perdagangan dan keuangan. Motif dibalik sanksi ekonomi yakni menghukum, mencegah dan memulihkan. Sanksi dapat dijatuhkan untuk menghukum suatu negara atas tindakan yang dilakukan atau untuk mencegah suatu negara untuk tidak menjalankan tindakan tertentu dalam jangka pendek (Andréasson, 2008).

Sejak tahun 1960 hingga 1980, pertanyaan yang banyak bermunculan berkaitan studi sanksi adalah apakah sanksi ekonomi merupakan instrumen kebijakan luar negeri yang efektif. Tahun 1990an, akhirnya para penstudi melakukan penelitian mengenai kapan dan bagaimana sanksi ekonomi dapat berhasil atau efektif, mengapa negara memberikan sanksi dan mengapa beberapa sanksi bertahan lebih lama daripada yang lainnya. Terkait keefektifan sanksi ekonomi, Hufbauer dkk pada tahun 1990an menyimpulkan bahwa persentase keefektifan sanksi ekonomi terhadap negara yang ditarget hanya menunjukkan angka sekitar 33%

pada waktu itu (Hufbauer, Schott, & Elliott, 1990). Bahkan, Robert Pape mempertegas pendapat Hufbauer dkk bahwa sanksi ekonomi hampir dipastikan tidak berhasil. Keberhasilan sanksi ekonomi hanya sekitar 5%

bukan 33% sehingga sanksi ekonomi adalah bentuk kegagalan yang menyedihkan (Pape, 1998). Menurutnya sanksi atau pemaksaan secara militer dianggap lebih manjur dibandingkan sanksi ekonomi. Pesimisme Hufbauer dkk dan Pape (1990 & 1998) juga menegaskan pendapat Wallerstein (1968) bahwa sanksi ekonomi sangat efektif dalam menggambarkan penolakan negara pemberi sanksi namun hampir sangat tidak berguna sebagai sarana untuk mengubah kebijakan atau perilaku negara yang ditarget.

Morgan dan Schwebach (1997) yang lebih fokus pada kapan sanksi ekonomi berhasil atau efektif daripada apakah sanksi ekonomi berhasil, menyimpulkan bahwa sanksi-sanksi sangat jarang berhasil. Sanksi ekonomi dapat berjalan efektif jika menimbulkan biaya yang tinggi harus dibayarkan oleh target sehingga meningkatkan kesuksesan (Morgan & Schwebach, 1997). Sebaliknya, biaya yang tinggi yang harus dibayarkan oleh pemberi sanksi justru dapat menurunkan efektivitas sanksi itu sendiri. Mengikuti conventional wisdom bahwa semakin besar daya rusak suatu sanksi maka semakin besar efektifitasnya, Morgan dan Schwebach mengusulkan sebuah gagasan untuk memberikan sanksi kepada populasi atau masyarakat domestik negara target. Dengan kata lain, daripada menargetkan pemerintah yang berkuasa, sanksi ekonomi lebih efektif jika ditujukan kepada masyarakat domestik negara target. Namun, sanksi kepada masyarakat domestik di negara target juga berdampak negatif pada negara pemberi sanksi. Semakin kuat daya sanksi, semakin merugikan kepentingan ekonomi negara pemberi sanksi misalnya kelompok industri domestik dari negara pemberi sanksi. Selain itu, semakin lama sanksi yang diberikan, negara target dapat kebal terhadap sanksi lebih lama.

Berdasarkan penjelasan kerangka teoritis dalam artikel ini, tulisan in menawarkan argumentasi bahwa sanksi ekonomi yang diberikan negara-negara barat dan sekutunya tidak efektif mengubah kebijakan atau perilaku Rusia. Hingga akhir September 2022, Rusia tetap melakukan invasi terhadap Ukraina meskipun berbagai sanksi ekonomi diberlakukan.

(4)

Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian deskriptif analitis. Dalam penerapannya, penulis berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan secara mendalam dan komprehensif mengenai fenomena yang diteliti yakni sanksi ekonomi atas Rusia. Penulis menjelaskan secara detail, mengenai sanksi ekonomi atas Rusia dan menjelaskan faktor-faktor atas kegagalan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Data diperoleh dari sumber kepustakaan seperti buku, artikel jurnal, website, berita online dan sebagainya. Data yang diperoleh merupakan kumpulan sumber hingga September 2022.

RESULT AND DISCUSSION

Sanksi ekonomi Sender States terhadap Rusia

Wigell and Aaltola (2019) menjelaskan bahwa kekuatan ekonomi sebuah bangsa dapat digunakan untuk menekan kepentingan negara lain. Ketergantungan antar negara dipengaruhi oleh geoekonomi, dimana kekuatan geoekonomi ini lah yang digunakan negara-negara barat yang dipimpin AS untuk memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sanksi ekonomi merupakan sebuah cara yang digunakan negara-negara barat dan sekutunya dalam memberikan hukuman kepada musuhnya. Merespon atas tindakan Rusia yang memproklamirkan operasi militernya (invasi) atas Ukraina, negara-negara barat memberi dukungan penuh terhadap Uraina dengan dengan memberikan bantuan persenjataan dan memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Setidaknya, sanksi ekonomi diharapkan dapat menekan Rusia agar invasinya terhadap Ukraina dihentikan. Sanksi ekonomi negara-negara barat yang dijatuhkan kepada Rusia merupakan salah satu cara untuk melemahkan perekonomian Rusia. Dalam konteks sanksi ekonomi, negara-negara sekutu tidak hanya membidik negara Rusia sebagai target, masyarakat sipil dan lingkup pemerintahan presiden Putin pun terkena imbas dari sanksi ini (Primadhyta, 2022). Dengan memberikan sanksi yang bertubi-tubi diharapkan Rusia akan menurunkan intensitas serangannya terhadap Ukraina. Cara yang diambil negara-negara barat untuk memberi sanksi ekonomi terhadap Rusia diantaranya dengan membekukan aset negara, aset dan harta individu, pemberhentian kegiatan ekspor-impor, penghentian perjalanan wisata, dan masih banyak lainnya (Wigell & Aaltola, 2019). Negara yang yang menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia setidaknya terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Uni Eropa dan Jepang.

Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu negara yang memberikan sanksi ekonomi paling banyak terhadap Rusia. Melalui presiden nya, Joe Biden, AS kerap menggelar sidang senat yang membahas mengenai sanksi ekonomi yang ditujukan terhadap Rusia. Dalam sejarah hubungan AS-Rusia, sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh AS terhadap Rusia bukan salah satu hal baru karena kedua negara ini seringkali saling menjatuhkan sanksi ekonomi semenjak terjadinya perang dingin hingga bubarnya Uni Soviet dan munculnya Federasi Rusia sebagai pewaris Uni Soviet. AS memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia yang bertujuan untuk memberikan pengaruh terhadap agresivitas Rusia, dikarenakan AS sebagai raksasa ekonomi dunia diyakini dapat memberi tekanan kepada Rusia (Wigell & Aaltola, 2019). Sanksi ekonomi oleh AS yang dijatuhkan kepada Rusia berfokus untuk menghancurkan ekonomi dalam negeri, menurunkan mata uang rubel Rusia dan mengisolasi Rusia dari sistem keuangan global.

Selain AS, Inggris juga turut memberikan sanksi ekonomi akibat invasi Rusia ke Ukraina. Inggris melalui perdana menterinya Boris Johnson mengumumkan sanksi ekonomi kepada Rusia dan memberikan berbagai macam bantuan terhadap kebutuhan Ukraina guna mempertahankan wilayahnya yang diduduki

(5)

Rusia. Johnson mengatakan bahwa sanksi ekonomi yang dijatuhkan Inggris terhadap Rusia dapat memperburuk masa depan Rusia sehingga dapat memaksa Rusia untuk berpikir ulang jika masih melanjutkan invasinya di Ukraina. Setidaknya hingga Juli 2022, sanksi ekonomi yang diberikan Inggris (bersama AS dan EU) yakni sanksi terhadap lebih dari 1000 individu dan perusahaan Rusia yang memiliki cabang di Inggris, yang mana 8 diantaranya dimiliki oleh sahabat dekat Vladimir Putin. Inggris menyatakan bahwa sanksi ekonomi tersebut dapat dihentikan setelah perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina dapat dicapai (BBC, 2022).

Uni Eropa (UE) sebagai organisasi regional dan merupakan gabungan dari banyak negara Eropa memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. UE menerapkan kebijakan pemberhentian impor minyak dan gas alam dari Rusia. Hal ini bertujuan untuk melemahkan perekonomian Rusia sehingga terjadi kekacauan internal di pemerintahan dan masyarakat Rusia. Selain itu UE juga memberikan pembatasan dari ekspor impor kebutuhan pokok seperti bahan pangan dan buah buahan, gandum, semen, karet, kayu dan produk minuman beralkohol yang berasal dari Rusia. UE juga melakukan freezing assets (pembekuan aset) terhadap 900 pengusaha yang berasal dari Rusia dan larangan bepergian masuk kawasan UE. Sanksi ekonomi juga diberikan kepada 18 perusahaan yang memiliki aset dan investasi di UE. Dengan dibekukannya aset bagi perusahaan dan individu Rusia yang memiliki aset di Uni Eropa menambah daftar sanksi ekonomi yang diterima oleh Rusia (CNN Indonesia, 2022).

Selain AS, Kanada negara tetangga AS, salah satu negara kawasan Amerika Utara yang memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia yang diungkapkan melalui pernyataan Perdana Menterinya, Justin Turdeau pada 24 Februari 2022. Kanada mengikuti langkah AS dalam hal pemberian sanksi ekonomi kepada Rusia dan memberikan bantuan militer terhadap Ukraina. Tepatnya pada 9 Juni 2022, Kanada telah menyita sebesar C$ 400 juta berupa aset dan uang yang dimiliki individu-individu dari Rusia. Sekitar 1000 orang Rusia yang memiliki aset di Kanada ini terancam tidak bisa memiliki asetnya kembali. Selain itu pemerintahan Turdeau ini juga melarang kegiatan perdagangan dan ekspor-impor dari Rusia (Zuraya, 2022).

Jepang yang merupakan salah satu negara Asia dan anggota G7 juga memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Sanksi ekonomi yang diberikan Jepang kepada Rusia merupakan tindakan yang diharapkan memberikan efek jera kepada Rusia akibat invasinya ke Ukraina. Jepang memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia sejak 24 Februari 2022 yang merupakan awal invasi Rusia ke Ukraina. Fumio Khisida, Perdana Menteri Jepang, menegaskan bahwa Jepang telah membekukan aset perbankan yang berasal dari Rusia serta pemberhentian impor minyak dan batu bara dari Rusia (Japantimes, 2022). Selain itu, setidaknya selama Mei dan Juni 2022, Jepang telah membekukan aset dua Bank Rusia dan 25 orang Rusia dan melarang ekspor ke 81 organisasi Rusia. Negara matahari terbit tersebut juga menargetkan bank sentral Rusia, membatasi akses negara itu ke sistem pembayaran internasional SWIFT, serta melarang ekspor peralatan kilang minyak yang terikat ke Rusia (Dora, 2022). Jepang juga berencana memberikan sanksi tambahan jika organisasi G7 yang berada di belakangnya menambahkan sanksi dan mengajak negara lain untuk memberikan sanksi.

(6)

Dari sanksi sanksi yang dikeluarkan dapat diklasifikasikan sanksi sanksi ekonomi yang diberikan terhadap Rusia diantaranya:

Tabel 1: Daftar Klasifikasi Sanksi Ekonomi Negara Negara terhadap Rusia (Agustiyanti, 2022) dan (CNN Indonesia, 2022).

Sanksi Ekonomi Tidak Efektif : Rusia Tetap Melanjutkan Invasinya di Tengah Sanksi Ekonomi Segala tindakan yang dianggap melanggar hukum internasional baik itu dilakukan oleh perorangan, kelompok kepentingan maupun negara tentunya akan mendapat perhatian lebih oleh masyarakat internasional pada umumnya. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara hukum internasional dengan perilaku negara, hukum internasional dibuat oleh masyarakat internasional sehingga hukum internasional dapat dikatakan berasal dari pola pikir masyarakat internasional. Konteks ini mengarah pada munculnya respon dari masyarakat internasional yang meliputi aktor-aktor global terhadap tindakan yang melanggar hukum internasional. Respon yang diberikan pun cukup beragam dimulai dari aksi untuk mengecam tindakan pelanggaran hukum internasional, bertindak sebagai negara yang netral, atau bahkan mendukung tindakan pelanggaran hukum internasional demi kepentingan negaranya. Contoh respon dan solusi pemecahan masalah negara pelanggar hukum internasional adalah dengan memberikan sanksi ekonomi. Terlepas dari pesimisme para penstudi hubungan internasional, sanksi ekonomi diharapkan mampu menghentikan tindakan negara yang melanggar hukum internasional karena ekonomi merupakan sektor penting dalam menunjang keberlangsungan hidup masyarakat di suatu negara, terlebih lagi pada saat kondisi pandemi Covid-19.

Salah satu tindakan yang melanggar hukum internasional adalah adanya invasi ke wilayah atau negara lain, seperti yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina yang dimulai pada tanggal 24 Februari 2022. Dengan adanya invasi tersebut, Rusia sebagai negara pelanggar telah mendapat berbagai bentuk sanksi ekonomi sebagai bentuk respon dan solusi dari aktor-aktor internasional. Sanksi ekonomi yang diberikan berupa pemutusan hubungan ekspor-impor, pembekuan aset, investasi dan perekonomian individu dan keluarga politikus Rusia, membatasi Rusia untuk melakukan perdagangan global dan penggunaan berbagai layanan,

(7)

dan lain sebagainya (CNN Indonesia, 2022). Sanksi ekonomi terhadap Rusia ini telah dilayangkan oleh sejumlah negara anggota, UE dan NATO bahkan organisasi internasional yaitu PBB yang misi utamanya adalah menjaga perdamaian dunia.

Penulis beragumen bahwa sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia tidak efektif. Hal ini mengingat hingga akhir September 2022, Rusia masih melakukan invasinya di wilayah Ukraina di tengah sanksi ekonomi yang diberikan. Ini menunjukkan bahwa sanksi ekonomi dari negara-negara anggota NATO, UE dan PBB (AS dan sekutunya) tidak mampu mengubah perilaku atau kebijakan negara target yakni Rusia, bahkan Rusia malah semakin agresif dalam menginvasi Ukraina dan menunjukkan sikap tidak menyerah atas kebijakan invasinya hingga tujuannya tercapai. Adapun jika Rusia menghentikan invasinya, penulis melihat bukan karena sanksi ekonominya namun lebih kepada Rusia telah mencapai tujuan invasinya. Dalam konteks lain, penulis melihat bahwa sanksi ekonomi akan menjadi bumerang bagi negara-negara sender. Sanksi ekonomi justru berpotensi membuat perekonomian negara-negara sender dalam keadaan sulit. Ada beberapa hal yang menyebabkan sanksi ekonomi terhadap Rusia gagal.

Pertama adalah karena ketergantungan negara-negara sender terhadap pasokan minyak dan gas (migas) dari Rusia. Dengan fakta ini, Rusia dapat memainkan politik energi dalam bentuk sanksi energi negara-negara sender. Rusia menyerang balik negara-negara sender dengan kekuatan migasnya. Rusia merupakan salah satu penghasil migas terbesar di dunia dan Rusia telah melakukan kalkulasi politik yang cermat melalui kekuatan energinya sehingga hal ini dapat dianggap sebagai kesalahan perhitungan dari pihak Barat. Sejauh ini, UE bergantung pada Rusia sekitar 40 persen dari gas alam Rusia. Wakil Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Mikhail Popov mengungkapkan bahwa AS telah meningkatkan impor minyak mentah dari Rusia hingga sebesar 43% atau sekitar 100.000 barel per hari di akhir Maret 2022 (Fajrian, 2022). Hal ini membuktikan bahwa AS masih bergantung pada minyak dari Rusia. Dengan adanya sanksi ekonomi, harga migas akan semakin meningkat dan Rusia akan mendapatkan surplusnya sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi ekonomi yang diberikan ini akan ikut menjatuhkan negara-negara sender khususnya UE dan AS. Hal ini diperparah dengan adanya fakta bahwa tidak mudah untuk mencari pengganti minyak dari Rusia lantaran produksi-produksi minyak di dunia dibatasi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC). Fakta ini semakin memperlancar serangan balik Rusia kepada negara Eropa dan AS (Kabar24.Bisnis.com, 2022). Selain sanksi energi, Rusia juga memainkan sistem pembayaran yakni mewajibkan negara-negara pengimpor migas untuk membayarnya dengan menggunakan rubel, bukan dolar AS maupun mata uang Euro. Dengan adanya kewajiban tersebut, nilai mata uang Rusia yang diprediksi turun justru berpotensi mengalami kenaikan dalam kurs mata uang internasional.

(8)

Berikut adalah gambaran penurunan ekonomi akibat terganggunya perolehan minyak dan gas di negara Eropa dan AS:

No. Nama Negara

atau Institusi Jumlah Penurunan Dampak

1. Jerman Turun 5% dari target yang diharapkan tahun 2022.

Dampak yang ditimbulkan bagi negara Jerman adalah mampu mendorong Jerman ke dalam resesi dan ikut mendorong harga konsumen yang juga telah naik signifikan. Jerman menyebut dampak ekonomi bagi Jerman dari penghentian pembelian minyak, gas, dan batu bara Rusia dapat menelan biaya 180 miliar euro (US$ 195 miliar). Hal ini setara dengan Rp 2.798 triliun (asumsi kurs Rp 14.350/US$).

2. Amerika Serikat Turun menjadi sekitar 9 persen pada tanggal 7 Maret 2022 dengan adanya lonjakan minyak Brent sebanyak 18 persen dalam hitungan menit.

Dampak yang ditimbulkan bagi AS adalah sebagai berikut :

1. Kenaikan harga gas alam berdampak pada biaya manufaktur dan transportasi di banyak industri AS. Situasi ini diprediksi terus terjadi lantaran AS lebih banyak gas ke Eropa untuk menebus pasokan Rusia yang hilang akibat sanksi.

2. Kenaikan harga migas telah membuat orang Amerika marah pada industri energi AS dan pemerintah. Sehingga memunculkan perselisihan.

3. AS yang pernah menjadi importir besar gas alam, terpaksa berhenti ekspor gas dan memprioritaskan kebutuhannya sendiri.

4. Produksi gas di lokasi-lokasi utama di AS telah melambat tahun ini, sebagian karena kapasitas pipa yang tidak mencukupi.

(9)

3. IMF pada seluruh negara- negara Eropa yang bergantung pada Rusia

Turunnya ekonomi zona euro menjadi 2,8% dari diprediksi pada Januari 2022 sebesar 3,9%.

Dampak yang ditimbulkan oleh sebagian negara Uni Eropa adalah macetnya pertumbuhan ekonomi dan muncul risiko terjadi resesi baru yang membuat Eropa semakin sulit untuk keluar dari krisis utang. Disisi lain, pasar keuangan juga bergejolak dengan pinjaman berbiaya tinggi yang dilakukan oleh negara Uni Eropa.

Tabel 2: Penurunan Ekonomi Akibat Terganggunya Perolehan Minyak dan Gas di Negara Eropa dan AS (Putri, 2022) dan (Nurhadi, 2022)

Sanksi ekonomi bisa efektif jika negara target memiliki ketergantungan terhadap negara sender dan umumnya negara target memiliki perekonomian yang lebih lemah daripada negara-negara sender. Dalam kasus sanksi ekonomi terhadap Rusia, penulis melihat justru negara-negara sender memiliki ketergantungan berupa pasokan migas dari Rusia, sedangkan Rusia tidak menggantungkan kebutuhan vitalnya kepada negara-negara sender. Artinya, jika UE, AS dan sekutunya memberikan sanksi ekonomi kepada pihak Rusia baik kepada pemerintahan maupun masyarakat Rusia, pihak Rusia masih bisa bertahan bahkan justru negara-negara sender yang berpotensi mengalami kemunduran perekonomian lebih parah daripada Rusia. Sanksi ekonomi negara- negara sender dapat menjadi senjata makan tuan bagi negara-negara sender akibat serangan balik dari Rusia. Hal ini menegaskan bahwa perekonomian global semakin menuju saling ketergantungan. Dewasa ini, selain dapat mengurangi efektifitas sanksi ekonomi juga berpotensi merusak perekonomian negara-negara sender.

Dalam konteks perbandingan kekuatan ekonomi dan militer, Rusia bukanlah negara yang memiliki perekonomian yang lebih lemah jika dibandingkan dengan negara-negara sender. Rusia masih dapat disandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Bahkan dalam konteks militer, Rusia masih lebih terampil dan berpengalaman dalam menggunakan kekuatan militer jika dibandingkan dengan Cina sebagai negara superpower. Hal ini mengingat Rusia bisa dikatakan merupakan jelmaan dari Uni Soviet dan memiliki kekuatan militer yang besar serta sangat berpengalaman dalam menggunakan kekuatan tersebut.

Faktor kedua atas ketidakefektifan sanksi ekonomi adalah resistensi Rusia terhadap sanksi ekonomi.

Rusia merupakan negara besar yang sering berkonflik dengan negara-negara barat. Dalam konflik tersebut, negara-negara barat beberapa kali memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Setidaknya sanksi ekonomi dilancarkan negara-negara barat pada masa perang dingin dan pada kasus aneksasi Rusia atas Krimea. Dengan fakta tersebut, penulis mengklaim bahwa Rusia sebagai negara sanctions-experiencing state sudah kebal atas sanksi-sanksi ekonomi negara-negara barat. Hal ini diperkuat dengan faktor ketiga yakni eksistensi individu Putin. Dalam konteks tipe pemimpin, penulis melihat bahwa Putin merupakan seorang pemimpin yang cenderung agresif. Pemimpin yang agresif pemimpin cenderung membutuhkan kekuasaan, memiliki kompleksitas konseptual yang rendah, tidak percaya pada orang lain, memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan optimis bahwa mereka memiliki kontrol atas peristiwa di mana mereka terlibat (Hermann, 1980). Dengan ciri seperti ini, Putin juga bisa digambarkan sebagai sosok yang tegas dan tidak berhenti mengejar tujuannya hingga tujuannya tercapai. Sanksi ekonomi dari negara-negara barat tidak menyurutkan upaya Putin menginvasi Ukraina. Apalagi ditambah fakta bahwa Putin telah menjadi pemimpin Rusia sejak awal tahun 1999 baik sebagai Perdana Menteri maupun Presiden Rusia. Sebagai pemimpin yang telah berkecimpung memimpin Rusia, Putin sudah beberapa kali berurusan dengan sanksi ekonomi negara-negara barat.

Tentunya sebagai pemimpin Rusia, Putin mengetahui strategi bagaimana menetralkan dan melawan sanksi ekonomi negara-negara barat dengan mempertimbangkan kapasitas domestik yang dimiliki Rusia. Kebijakan Rusia melawan balik melalui sanksi energi kepada negara-negara sender juga tidak lepas dari pengalaman Putin dalam mengelola sanksi ekonomi

(10)

CONCLUSION

Negara-negara barat dan sekutunya menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia tidak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina yang dimulai sejak akhir Februari. Berbagai bentuk sanksi ekonomi dijatuhkan kepada Rusia dengan tujuan agar Rusia menghentikan invasinya ke Ukraina. Namun, hingga akhir September 2022, Rusia tidak menghentikan invasinya sehingga penulis menyimpulkan bahwa sanksi ekonomi dari negara-negara barat tidak efektif. Hal ini sejalan dengan postulat bahwa sanksi ekonomi dalam banyak hal cenderung tidak efektif merubah kebijakan atau perilaku target. Penulis menemukan setidaknya ada tiga faktor atas ketidakefektifan sanksi ekonomi tersebut. Pertama yakni ketergantungan negara-negara barat terhadap energi dari Rusia. Dalam kondisi ini, Rusia menyerang balik negara-negara sender dengan kekuatan migasnya. Negara-negara sender berpotensi mengalami gangguan pasokan energi dan berdampak pada perekonomiannya. Kedua adalah Rusia adalah negara yang kebal dengan sanksi ekonomi. Sebagai negara yang beberapa kali dijatuhkan sanksi ekonomi oleh negara-negara barat, Rusia bisa dikatakan kebal dengan sanksi ekonomi tersebut. Meskipun sanksi ekonomi berdampak pada perekonomian Rusia, namun pola tersebut dapat diatasi oleh Rusia. Ketiga adalah faktor individual Putin sebagai pemimpin yang agresif, tegas dan tidak berhenti mengejar tujuannya hingga tujuannya tercapai. Ini juga ditambah dengan banyaknya pengalaman Putin yang lebih dari 20 tahun menjabat sebagai pemimpin Rusia baik sebagai Perdana Menteri maupun Presiden Rusia.

(11)

REFERENCE

Agustiyanti. (2022, Februari 22). Daftar Sanksi Ekonomi AS dan Sekutu ke Rusia karena Memicu Perang.

Retrieved from katadata.co.id: https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/62187d258bf4a/daftar- sanksi-ekonomi-as-dan-sekutu-ke-rusia-karena-memicu-perang

Andréasson, G. (2008). Evaluating the Effects of Economic Sanctions Against Burma. Lund: Lund University.

Baldwin, D. (1985). Economic Statecraft. Princeton University Press.

BBC. (2022, March 27). Russia sanctions should end only after withdrawal. Retrieved from BBC.com:

https://www.bbc.com/news/uk-60890431

CNN Indonesia. (2022). Daftar Negara yang Bergantung Gas dari Rusia: Hungaria hingga Belgia. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220309152048-85-768873/daftar-negara-yang- bergantung-gas-dari-rusia-hungaria-hingga-belgia

CNN Indonesia. (2022). Daftar Sanksi Ekonomi yang Diterima Rusia Pasca Serang Ukraina. Jakarta.

Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220226133455-532-764412/daftar- sanksi-ekonomi-yang-diterima-rusia-pasca-serang-ukraina

CNN Indonesia. (2022). Uni Eropa Tetapkan Sanksi Ekonomi Baru atas Rusia. Jakarta. Retrieved April 9, 2022, from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220409070202-92-782509/uni-eropa- tetapkan-sanksi-ekonomi-baru-atas-rusia

CNN Indonesia. (2022). Uni Eropa Tetapkan Sanksi Ekonomi Baru atas Rusia. Jakarta: CNN .

Dora, G. E. (2022, Juni 7). Investor.id. Retrieved from -: https://investor.id/international/295996/jepang- akan-bekukan-lagi-aset-2-bank-rusia-1-bank-belarusia

Fajrian, H. (2022, April 05). Amerika Disebut Diam-diam Tingkatkan Impor Minyak dari Rusia. Retrieved from katadata.co.id: https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/624bfb08a0f0a/amerika-disebut- diam-diam-tingkatkan-impor-minyak-dari-rusia

Harding, L. (2022, July 3). theguardian. Retrieved from

https://www.theguardian.com/world/2022/jul/03/liz-truss-mulls-seizure-of-russian-assets-in-uk-to- give-to-ukraine

Hermann, M. G. (1980). Explaining Foreign Policy Behavior Using the Personal Characteristics of Political Leaders. International Studies Quarterly, 8-9.

Hufbauer, G. C., Jeffrey, S., Kimberly, E., & Barbara, O. (2009). Economic Sanction RECONSIDERED.

Washington DC: Peterson Institute.

Hufbauer, G., Schott, J., & Elliott, K. (1990). Economic Sanctions Reconsidered: History and Current Policy.

Washington DC: Institute for International Economics.

Japantimes. (2022, Februari 25). Japan announces more sanctions on Russia after the Ukraine invasion.

Retrieved from japantime.co.jp: https://www.japantimes.co.jp/news/2022/02/25/national/japan- new-russia-sanctions

Juanda, O. z. (2022). Konflik Rusia-Ukraina, Hukum Internasional Bisa Apa? Mediaindonesia.com. Retrieved

(12)

from https://m.mediaindonesia.com/opini/478687/konflik-rusia-ukraina-hukum-internasional-bisa- apa

Kabar24.Bisnis.com. (2022). Perang Rusia-Ukraina: Sanksi Ekonomi terhadap Rusia Justru Jatuhkan Eropa.

Retrieved from https://m.bisnis.com/amp/read/20220226/19/1505149/perang-rusia-ukraina-sanksi- ekonomi-terhadap-rusia-justru-jatuhkan-eropa

Kaminski, T. (2017). Political Significance of Sovereign Wealth Funds. In T. Kaminski, P. Wiśniewski, D.

Urban, M. Obroniecki, & T. Jurczyk, Political Players? Sovereign Wealth Funds’ Investments in Central and Eastern Europe (pp. 27-28 ). Łódź University Press.

Lavrov, S. (2022, Mei 29). Menlu Rusia: Pembebasan Donbas Prioritas Mutlak.

Losman, D. L. (1979). International Economic Sanctions: The cases of Cuba, Israel, and Rhodesia.

Albuquerque: University of New Mexico Press.

Mawardi, I. (2022). Resolusi PBB untuk Setop Serangan Rusia ke Ukraina Disetujui. detikNews. Retrieved from https://news.detik.com/internasional/d-5966217/resolusi-pbb-untuk-setop-serangan-rusia-ke- ukraina-disetujui

Morgan, C., & Schwebach, V. (1997). Fools Suffer Gladly: The Use of Economic Sanctions in International Crises. International Studies Quarterly, 27-35.

Newswire. (2022). Ancaman Sanksi ke Rusia Makin Berat, Jepang Pertimbangkan Pembatasan Impor Batu

Bara. Retrieved April 8, 2022, from

https://ekonomi.bisnis.com/read/20220408/620/1520687/ancaman-sanksi-ke-rusia-makin-berat- jepang-pertimbangkan-pembatasan-impor-batu-bara

Nurhadi, M. (2022, Mei 16). Dampak Sanksi Ekspor Migas Rusia Mulai Dirasakan AS, Masyarakat Diisukan Marah Pada Pemerintah. Retrieved from Suara.com: Dampak Sanksi Ekspor Migas Rusia Mulai Dirasakan AS, Masyarakat Diisukan Marah Pada Pemerintah.

Pape, R. (1998). Evaluating Economic Sanctions. International Security, 195-198.

Primadhyta, S. (2022). Sanksi Ekonomi ke Rusia, Oligarki di Lingkaran Putin Mulai Was Was. Jakarta: CNN Indonesia.

Putri, A. M. (2022, Juli 15). Waspadalah Negara-Negara Eropa, Resesi Dimulai. Retrieved from CNBC Indonesia: https://www.cnbcindonesia.com/news/20220715102428-4-355874/waspadalah-negara- negara-eropa-resesi-dimulai?page=all

Sinuhaji, J. (2022, Maret 10). Rusia Jadi Negara dengan Jumlah Sanksi Terbesar Setelah Iran, PBB Bersikap Tak Boleh Pengaruhi Warga Sipil. Retrieved from https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr- 013937502/rusia-jadi-negara-dengan-jumlah-sanksi-terbesar-setelah-iran-pbb-bersikap-tak-boleh- pengaruhi-warga-sipil?page=2

Wigell, M., & Aaltola, M. (2019). Geo-Economics power politics. In M. Wigell, S. Scholvin, & M. Aaltola, Geo-Economics and Power Politic in the 21st century (pp. 12 - 20). New York: Routledge.

Zikry, F. (2022, Mei 29). Menlu Rusia: Pembebasan Donbas Prioritas Mutlak. Retrieved from https://www.inilah.com/menlu-rusia-pembebasan-donbas-prioritas-mutlak

Zuraya, N. (2022). Kanada Sita Aset dan Menindak Transaksi Terkait Entitas Rusia. Ottawa: Republika.ID.

Referensi

Dokumen terkait

Integrasi suatu negara dengan sistem ekonomi internasional yang kapitalis menyebabkan sistem ekonomi nasional negara menjadi subordinasi dari internasional ekonomi karena teori

hukuman kebiri merupakan suatu bentuk sanksi tindakan yang baru di Indonesia yang sebelumnya telah diterapkan terlebih dahulu dibeberapa negara lain, pemberian

Sejauh mana efektifitas sanksi ekonomi dan diplomatic negara-negara Barat atas Rusia belum bisa dipastikan, namun Barat semakin menghadapi dilema karena harus melakukan

Inflasi dipandang sebagai salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara, ada berbagai pandangan mengenai dampak inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi

Kapabilitas militer didefinisikan pada umumnya sebagai produk hasil dari sumber daya yang dimiliki suatu negara, yang berakibat unsur dasar untuk menghitung kapabilitas militer suatu

Pada umumnya konflik bersenjata non-internasional ini terjadi dalam suatu negara antara pemerintah yang sah dengan pihak lain yang memberontak kepada pemerintah yang sah.11 Dari

Hasil penelitian dalam penulisan ini adalah Aneksasi Semenanjung Krimea yang dilakukan oleh Negara Rusia tidak sesuai dengan prinsip- prinsip hukum internasional dan perihal pertanggung

Analisis Keberlangsungan Sanksi Ekonomi Uni Eropa Terhadap Rusia Yang Dianggap Menganeksasi Krimea Periode