• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS DI MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS DI MAKASSAR"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS DI MAKASSAR

(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 11/Pdt. Sus-PHI/2019/PN.Mks)

ARLAN OKMAN 4516060155

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Bosowa

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2020

(2)
(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Usulan Penelitian dan Penulisan Hukum Mahasiswa:

Nama : ARLAN OKMAN

NIM : 4516060155

Program Studi : Ilmu Hukum

Minat : Perdata

No. Pendaftaran Judul : A. 387/FH/UNIBOS/XII/2019 Tgl. Pendaftaran Judul : 19 Desember 2019

Judul Skripsi : TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM

PERSEROAN TERBATAS DI MAKASSAR (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 11/Pdt. Sus-

PHI/2019/PN.Mks)

Telah diperiksa dan diperbaiki untuk dimajukan dalam ujian skripsi mahasiswa program strata satu (S1)

Makassar, Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Yulia. A. Hasan, S.H., M.H Juliati, S.H., M.H.

Mengetahui:

Dekan Fakultas Hukum,

Dr. Ruslan Renggong, S.H., M.H

(4)
(5)

v ABSTRAK

PT adalah salah satu jenis badan usaha yang dilindungi oleh hukum dengan modal yang terdiri dari saham Sedangkan Direksi adalah jabatan vital dalam suatu perusahaan karena perannya langsung berhubugan dengan hal-hal yang ada dalam dan luar perusahaan. Karena peran itulah kadangkala Direksi menjadi sasaran utama ketika pesuhaaan mempunyai masalah dengan pihak-pihak luar maupun dengan pihak-pihak dari dalam contohnya karyawan sendiri. Sebagaimana yang terjadi pada Direksi PT. MAKASSAR TRANS UTAMA yang bersengketa dengan karyawannya sendiri dimana dalam putusan Nomor 11/Pdt.Sus- PHI/2019/PN.Mks karyawan perusahaan tersebut menuntut Direksinya dalam hal pemenuhan hak atas upah dan pesangon.tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban Direksi dalam Perseroan Terbatas dan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks di NO (Niet Onkavelijke Veklaard). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normative sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertanggungjawaban Direksi dalam putusan tersebut tidak ada karena gugatan dalam perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil. Namun, apabila gugatan tersebut diterima dan dikabulkan sebagian atau sepenuhnya, dalam melaksanakan pertanggungjawaban, Direksi dalam pemenuhan hak upah dan pesangon karyawannya bertindak atas nama PT dan pertanggungjawaban dilakukan atas saran dan putusan hakim. Selain itu faktor-faktor putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks di NO adalah tidak terpenuhinya syarat formil dari gugatan Penggugat dimana dalam perkara ini hanya PT yang dapat menjadi Tergugat sebagai Persona In Judicio sehingga gugatan tidak mengalami Error In Persona.

Kata kunci : Perseroan Terbatas (PT), Tanggungjawab, Direksi

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu merampngkan penyelesaian skripsi ini yang berjudul “Tanggung Jawab Direksi dalam Perseroan Terbatas Di Makassar (Studi Kasus PUTUSAN NOMOR 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks)” sebagai salah satu syarat dalam dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) Studi Ilmu Hukum di Universitas Bosowa Makassar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terlepas dari dukungan, bimbingan, saran dan nasehat dari berbagai pihak selama proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Saleh Pallu, M.Eng., selaku Rektor Universitas Bosowa Makassar.

2. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa dan beserta jajarannya.

3. Ibu Dr. Yulia A. Hasan, S.H., M.H. dan ibu Juliati, S.H., M.H., selaku para pembimbing penulis

4. Bapak Dr. Almusawwir, S.H., M.H. dan Bapak Dr. Zulkifli Makkawaru, S.H., M.H. selaku Penguji untuk skripsian ini.

5. Orang Tua saya Simon Martes dan Srim Manuel. P. dan seluruh saudari- saudari penulis

(7)

6. Kepada Yamto Susena, S.H., M.H., Selaku Hakim dalam putusan No.

11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks.

7. Kepada Andi Malanti, S.H. selaku advokat dari Penggugat dalam putusan No. 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks.

8. Kepada M. Rusli, S.H., M.H, selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Bosowa

9. Kepada Baso Pallawanga, S.H dan Kawan-kawan Mediator Disnaker Kota Makassar

10. Kepada Informan Disnakertrans Provinsi Sulawesi Selatan

11. Seluruh Teman-teman Non-Reguler Fakultas Hukum Universitas Bosowa angkatan 2016.sahabat “Gengs” keshia, Alif, Nadira, dan Arnol. Serta untuk Mrs. Karen, A.Wijaya, Artur, Evette, Alex, Mubarak, Hikari, Celjiro, Ahmed, Doni S dan yang lainnya yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena ada keterbatasan baik pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran dari berbagai pihak atas skripsi ini dan penulis berharap agar skripsi ini bisa berguna dan bermanfaat sebagai pedoman bagi pembaca maupun berbagai pihak.

Makassar,

Arlan Okman NIM : 4516060155

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) ... 6

2.1.1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT) ... 6

2.1.2. Jenis Perseroan Terbatas (PT)... 11

2.1.3. Organ Dalam Perseroan Terbatas (PT) ... 12

2.2. Tinjauan Umum Tentang Direksi ... 15

2.2.1. Pengertian Direksi... 15

2.2.2. Hak Dan Kewajiban Direksi ... 17

2.2.3. Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi ... 19

(9)

2.3. Hubungan Industrial ... 22

2.3.1. Perjanjian Kerja ... 22

2.3.1.1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ... 23

2.3.1.2. Menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ... 24

2.3.2. Penyelesaian sengketa dalam hubungan industrial ... 27

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Lokasi Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.4. Analisis Data... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Tanggung jawab Direksi dalam PT terhadap karyawan dalam putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks ... 35

4.2 Faktor-faktor dari hakim yang menyebabkan putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks diputus Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) ... 48

BAB 5 PENUTUP ... 57

5.1.Kesimpulan ... 57

5.2.Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 61

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada dewasa ini, Bangsa Indonesia sedang berjuang untuk meningkatkan mutu ekonomi bangsa menjadi lebih baik. Peningkatan mutu itu meliputi peningkatan infrastuktur, modernisasi bisnis, dan peningkatan pemanfaatan sumber daya. Bisnis di suatu negara tentu dijalankan perusahaan-perusahan baik yang dikelola swasta maupun negara. Di Indonesia sendiri salah satu yang menjalankan roda perbisnisan adalah Perseroan Terbatas (PT).

PT atau limited company merupakan badan hukum yang besarnya modal tercantum dalam anggara dasar1. PT adalah salah satu jenis badan usaha yang dilindungi oleh hukum dengan modal yang terdiri dari saham. Oleh karena itu dapat dikatakan modal dari PT ialah bersumber dari saham dari seorang maupun lebih orang yang terlibat dalam pendirian PT tersebut. Semakin besar jumlah saham yang ditanamkan dalam suatu PT tersebut, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai pemilik dari PT tersebut.

Pendirian PT dilakukan berdasarkan perjanjian. Sebagai sebuah perjanjian, pendirian PT harus dilakukan oleh lebih dari satu orang yang saling berjanji untuk mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukan modalnya ke dalam perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris dalam bahasa Indonesia –

1 Agustinus Simanjuntak, Hukum Bisnis: Sebuah Pemahaman Integratif antara Hukum dan Praktik Bisnis,(Depok:Rajawali Pers, 2018), hlm. 56

(11)

notaris yang dimaksud adalah notaris yang wilayah kerjanya sesuai dengan domisili perseroan. Agar sah menjadi Badan Hukum, akta notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI.2

Subjek hukum adalah seseorang atau person yang memiliki hak dan kewajiban sehingga dapat menimbulkan suatu wewenang untuk bertindak dihadapan hukum. Ada 2 jenis subjek hukum yaitu orang dan badan hukum.

Dalam UUPT, PT adalah subjek hukum yang berupa Badan Hukum.

Badan Hukum menurut Meijers adalah sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Menurutnya, Badan Hukum itu merupakan suatu realitas/kenyataan yuridis (yuridische realiteit), konkret, dan riil, walaupun tidak bisa diraba. Sedangkan Wirjono Prodjodikoro mengatakan Badan Hukum sebagai badan disamping manusia perseorangan yang dapat bertindak dalam hukum yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.3

PT sebagai Badan Hukum memiliki hak dan kewajiban dimuka hukum.

PT dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan.

Dalam Menurut Siti Hapsah Isfardiyana, dikatakan bahwa Perseroan dianggap cakap melakukan perbuatan hukum dengan subjek hukum yang lainnya namun hanya terbatas di dalam hukum harta kekayaan seperti

2 Legalakses.com, Pengertian Perseroan Terbatas, https://www.legalakses.com/pengertian- perseroan-terbatas/ Pada Tanggal 13 Januari 2020 pukul 16.30

3 Muhaldi, Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Depok:Rajawali Pers, 2018), hlm. 99

(12)

membuat perjanjian sewa menyewa, jual beli, utang piutang dan lain sebagainya. Perseroan tidak boleh melakukan perbutan hukum di dalam ranah hukum keluarga seperti menjadi wali, pengampu, ahli waris dan sebagainya.4

Dalam suatu PT, terdapat dua dewan yakni Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Mereka yang mengurusi jalannya suatu PT yang ditunjuk dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan Anggaran Dasar.

Namun Direksi yang berperan langsung pada jalannya PT sedangkan Komisaris bertugas Dalam hal mengawas kinerja dari Direksi.

Direksi adalah jabatan vital dalam suatu perusahaan karena perannya langsung berhubugan dengan hal-hal yang ada dalam dan luar perusahaan.

Karena peran itulah kadangkala Direksi menjadi sasaran utama ketika pesuhaaan mempunyai masalah dengan pihak-pihak luar maupun dengan pihak-pihak dari dalam contohnya karyawan sendiri.

Sebagaimana yang terjadi pada Direksi PT. MAKASSAR TRANS UTAMA yang bersengketa dengan karyawannya sendiri dimana dalam putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks karyawan perusahaan tersebut menuntut Direksinya karena mereka tidak membayarkan upah dan pesangon ketika Direksi menyatakan tidak sanggup lagi mengurus dan melanjutkan kegiatan operasional sebagaimana mestinya dikarenakan perusahaan tersebut mengalami kerugian sehingga tidak sanggup untuk membayar upah karyawan.

4Siti Hapsah Isfardiyana, “Business Judgement Rule Oleh Direksi Perseroan”, Jurnal Panorama Hukum Vol. 2 No. 1, Juni 2017, hlm. 1

(13)

Hal ini sungguh menarik karena seluruh karyawan menuntut hak-haknya dimana PT tempat mereka bekerja mengalami kerugian dalam waktu yang lama, dan Direksi dituntut harus menjalankan kewajibannya dalam segi pertanggung jawabannya dalam menyelesaikan masalah-masalah di dalam maupun di luar perusahaan termasuk sengketa dengan karyawan- karyawannya sendiri.

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas untuk menciptakan rasa keadilan dari pada pekerja, Pemerintah telah membuat peraturan Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan (UUTK) mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis di lingkungan Perusahaan guna terciptanya iklim Investasi yang kondusif guna terciptanya keharmonisan antara pekerja dengan pengusaha itu sendiri.5 Meski telah ada undang-undang yang mengatur, tetap saja ada ada masalah dalam hubungan industrial suatu PT antara karyawan dengan Direksi.

Pada setiap PT pasti ada suatu perjanjian kerja yang dibuat dan disepakati oleh pihak PT dengan karyawannya. Perjanjian kontrak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan dan berisi bebagai hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban kedua belah pihak seperti jangka waktu kontrak, gaji/tunjangan, tata tertib, jam kerja, jaminan kesehatan dan lain sebagainya.

Perjanjian kerja tersebut adalah pedoman kedua belah pihak baik pihak PT maupun karyawan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya masing-

5 Maria Francisca Mulyadi, Pelanggaran Hak Normatif yang Terjadi Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Dewan Direksi. Hal. 1

(14)

masing. Dalam perjanjian kontrak juga diatur apabila salah satu dan/atau kedua belah pihak melanggar perjanjian kerja tersebut. Namun pada kenyataannya masih banyak yang belum tahu baik pihak pengusaha maupun pihak pekerja terkait hak dan kewajibannya dalam hubungan industrial.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tanggung jawab Direksi dalam PT terhadap karyawan dalam putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks ?

2. Apakah faktor-faktor dari hakim yang menyebabkan putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks Niet Ontvankelijke Verklaard (NO)?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban Direksi dalam Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks Niet Ontvankelijke Verklaard (NO)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, diharapkan hasil dari penenlitian ini bisa menjadi rujukan oleh berbagai pihak untuk pengembangan keilmuan dalam hal pertanggung jawaban Direksi.

2. Secara akademis, diharapkan hasil dari penelitian ini bisa menjadi wawasan kepada setiap orang maupun akademisi dalam hal pengembangan ilmu terkait pertanggung jawaban Direksi.

(15)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas (PT) 2.1.1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, PT adalah salah satu jenis badan usaha yang dilindungi oleh hukum dengan modal yang terdiri dari saham.

Dan saham dicantumkan dalam suatu anggaran dasar sebagai inti atau pedoman dalam suatu PT.

Secara Terminologi, “Perseroan Terbatas” merupakan terjemahan dari

“Naamloze Vennoschaap” (berdasarkan hukum dagang Belanda). Naamloze Vennoschaap dapat diartikan sebagai “ persekutuan tanpa nama” yang ada hubungannya dengan Pasal 36 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang menjelaskan bahwa, “perseroan terbatas tak mempunyai suatu firma, dan tak memakai nama salah satu atau lebih dari para perseronya, namun diambilnyalah nama perseroan dari tujuan perusahaannya semata-mata” yang membedakan perseroan terbatas sebagai perusahaan mandiri yang terlepas dari orang-orang atau pengurus-pengurus perusahaan sebagaimana bentuk perusahaan lainnya.

Kata “perseroan terbatas” terdiri dari dua kata pembentuk, yaitu kata

“perseroan” yang menunjuk pada modal perseroan terbatas yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham serta kata “terbatas” yang menunjuk pada hak dan kewajiban pemegang hanya sebatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Kata “perseroan terbatas” juga dapat diartikan sebagai

(16)

suatu perusahaan, organisasi usaha atau badan usaha, sedangkan perseroan terbatas dapat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi yang ada dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia.6

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dirumuskan bahwa:

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang- Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Berdasarkan pasal tersebut, Fauzi wibowo menerangkan bahwa mengingat PT adalah peresekutuan modal, maka tujuan PT adalah mendapat keutungan atau keuntungan untuk dirinya sendiri.7 Maksud dari pernyataan tersebut adalah PT memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan bagi PT itu sendiri.

Selain itu, dari Pasal 1 Ayat (1) UUPT dapat dikatakan bahwa untuk mendirikan suatu PT haruslah kegiatan dari PT tersebut tidak bertentangan dengan UUPT dan aturan-aturan yang dibuat dalam RUPS dan dicantumkan dalam Anggaran Dasar.

Alasan PT dikatakan sebagai suatu badan hukum dikarenakan untuk dikatakan sebagai badan hukum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 8

6 Dijan Widijowati, Hukum Dagang, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2012), hal. 68

7 Fauzi Wibowo, Hukum Dagang di Indonesia, (Bantul: Legality, 2017), hlm. 76

8 P. N. H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 26

(17)

1. Adanya harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan seorang yang bertindak.

2. Adanya suatu tujuan tertentu.

3. Adanya suatu kepentingan sendiri dari sekelompok orang.

4. Adanya suatu organisasi yang teratur.

Oleh karena itu, PT dikatakan sebagai badan hukum sehingga PT memiliki hak dan kewajiban dimuka hukum.

Hal tersebut juga diterangkan oleh Chatamarrasjid. dia berpendapat bahwa Perseroan Terbatas merupakan artificial Person, suatu badan hukum yang sengaja diciptakan. Karenanya Perseroan Terbatas adalah subjek hukum yang mandiri, memiliki hak dan kewajiban, yang pada dasarnya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban subjek hukum manusia.9

Dalam Pasal 7 UUPT, dijelaskan bahwa pendirian PT haruslah didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan seluruh pendiri-pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan terbatas didirikan. Hal ini menegaskan bahwa untuk mendirikan perseroan, wajib mengguanakan akta resmi yang dibuat oleh pejabat notaris.

Dalam pendirian suatu PT, haruslah pihak-pihak yang berkepentingan dalam pendrian Perseroan Terbatas Tersebut memiliki Akta Pendirian. Akta Pendirian suatu PT memuat mengenai anggaran dasar yang tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) UUPT yang berbunyi “Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.”

9 Dijan Widijowati, Op.Cit, hlm. 90

(18)

Selanjutnya penjelasan tentang Akta Pendirian dijelaskan pada Pasal 8 ayat (2) UUPT yang berbunyi:

“Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang- kurangnya :

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;

b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;

c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.”

Dalam Pasal 8 ayat (1) UUPT disebutkan bahwa Akta Pendirian suatu PT memuat Anggaran dasar dari Perseroan Terbatas tersebut yang diuraikan dalam Pasal 15 ayat (1) UUPT yang berbunyi:

“Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:

a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan;

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

c. Jangka waktu berdirinya Perseroan;

d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;

f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.”

Dari point D dari Pasal 8 ayat (1) UUPT, penjelasan lebih lanjutnya terdapat pada pasal 31, 32, dan 33 UUPT yaitu sebagai berikut:

a. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.

b. Saham dapat atas nama atau petunjuk

c. Modal dasar paling sedikit Rp50.000.000,00.

(19)

d. Modal terbagi dalam nominal saham.

e. 25% modal harus ditempatkan dan disetor penuh.10

Akta Pendirian Perseroan Terbatas tersebut wajib di sahkan oleh menteri kehakiman dengan persyaratan sebagai berikut: 11

a. Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

b. Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang.

c. Paling sedikit Modal sudah 20% dan 10% sudah disetor.

Setelah pengesahan dari menteri kehakiman, Perseroan terbataas tersebut harus mendaftarkan Akta Pendirian ke Pengadilan Negeri sesusai dengan domisili Perseroan Terbatas tersebut dan selanjutnya akan diumumkan di Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).12

Dan setelah itu didaftarkan, Perseroan Terbatas telah menjadi subjek hukum dan melakukan tindakan hukum seperti penuntutan dan dapat dituntut.

Mengenai perubahan anggaran dasar undang-undang Perseroan Terbatas menentukan, bahwa perubahan anggaran dasar harus ditetapkan oleh RUPS.13 Karena sudah tugas dan wewenang RUPS untuk membuat atau mengubah Anggaran Dasar suatu PT.

Menurut Agustinus Simanjutak, Tindakan suatu perseroan bukanlah tindakan pemilik atau pemegang saham karena PT tidak dianggap bertinndak sendiri yang diwakili oleh dewan Direksi (pengurus). Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebesar saham yang dimiliki.

Lanjutnya, apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut

10Farida Hasyim, HUKUM DAGANG, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm. 151

11 Ibid, hal. 151

12 Ibid, hal. 151

13 H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, POKOK-POKOK HUKUM DAGANG,(Depok:Rajawali Pers, 2018), hlm. 70

(20)

dibagikan sesuai dengan ketentuanyang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.14

2.1.2. Jenis Perseroan Terbatas (PT) Ada beberapa jenis PT yaitu sebagai berikut: 15 1. PT Tertutup

Perseroan Terbatas Tertutup adalah perseroan terbatas yang modalnya berasal dari kalangan tertentu, misalnya pemegang sahamnya hanya kerabat dan keluarganya saja atau kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum.

2. PT Terbuka

Perseroan Terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (go public). Jadi, sahamnya ditawarkan kepada umum, diperjualbelikan melalui bursa sahaam dan setiap orang berhak untuk membeli saham perusahaan tersebut tertulis atas nama.

3. PT kosong

Perseroan terbatas kosong adalah perseroan terbatas yang sudah aktif menjalankan usahanya dan hanya nama saja. PT kosong sudah memenuhi syarat dari pendirian PT namun tidak dapat lagi beroperasi dikarenakan

14 Agustinus Simanjuntak, Loc. Cit, hlm. 56

15 Farida Hasyim, op. cit, hlm. 154

(21)

terlilit hutang. Namun karena masih memiliki nama besar, PT kosong dapat dijual kepada orang lain untuk dihidupkan dan dijalankan kembali.16 2.1.3. Organ Dalam Perseroan Terbatas (PT)

Kata organ identik dengan alat-alat dalam tubuh manusia dimana setiap organ memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing. Organ bersinergi satu sama lain agar bisa berfungsi dengan baik dalam menunjang kehidupan manusia. Hal ini pun berlaku dalam berjalannya suatu PT dalam menjalankan kehiduan usahanya.

Organ dalam PT terdapat dalam Pasal 1 UUPT. ada 3 organ yang menjadi penggerak jalannya suatu kehidupan suatu PT yaitu sebagai berikut:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dalam Pasal 1 ayat (4) UUPT dijelaskan bahwa:

“Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.”

Adapun Kewenangan RUPS yang terkandung dalam UUPT yang meliputi:

a. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya, misalnya dalam bentuk benda tidak bergerak.

b. Menyetujui dapat tidaknya pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya.

c. Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan.

d. Menyetujui penambahan modal perseroan.

e. Menyetujui pengurangan modal perseroan.

f. Menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh Direksi.

16 Akifa P. Nayla, Panduan Lengkap dan Praktis Mendirikan PT, CV, dan Segala Jenis Badan Usaha. (Jogjakarta: Laksana. 2014). Hlm. 24

(22)

g. Memutuskan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan dan mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke cadangan khusus.

h. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambil alihan, atau pemisahan, pengajuan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan.

i. Mengangkat anggota Direksi dan memberhentikan anggota Direksi sewaktu-waktu dengan menyebutkan alasannya.

j. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara Direksi dalam hal Direksi terdiri atas 2 anggota Direksi atau lebih.

k. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi.

l. Mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota Direksi yang telah ditetapkan oleh Dewan Komisaris.

m. Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan perseroan, atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan, yang merupakan lebih dari 50%

jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam suatu transaksi atau lebih, baik bebrkaitan satu sama lain maupun tidak. (Pasal102 ayat (1)) n. Menyetujui dapat atau tidaknya Direksi mengajukan permohonan

pailit atas Perseroan kepada Pengadilan Niaga. (Pasal 104) o. Mengangkat Dewan Komisaris.

p. Menetapkan ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi Dewan Komisari.

q. Memutuskan dapat atau tidaknya Dewan Komisaris melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. (Pasal 118 (1))

r. Mengangkat Komisaris independen.

s. Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk perseroan. (Pasal 125 ayat (4))

t. Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan. (Pasal 127 (1))

u. Memutuskan tentang pembubaran Perseroan. (Pasal 142 ayat (1))17 2. Direksi

Dalam Pasal 1 UUPT dijelaskan pengertian Direksi yaitu:

“Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”

17 H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, op. cit., hlm. 78

(23)

3. Komisaris

Dalam Pasal 1 UUPT dijelaskan juga pengertian Komisaris yang berbunyi:

”Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.”

Dijelaskan dalam Pasal 108 UUPT, Dewan Komisaris terdiri dari 1 (satu) anggota atau lebih. Apabila anggota Dewan Komisaris lebih dari 1 (satu), maka anggota-anggota tersebut harus menjalankan kewajiban dan tugasnya sesuai dengan keputusan Dewan Komisaris.

Adapun dalam Pasal 108 UUPT yang menjelaskan kewajiban Dewan Komisaris adalah :

1) Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;

2) Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan 3) Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan

selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

Undang-undang Perseroan Terbatas memberi hak sepenuhnya kepada pendiri maupun pemegang saham perseroan untuk menentukan sendiri wewenang Komisaris dalam perseroan.18 Selain itu, dalam Undang- undang Perseroan Terbatas diatur tugas Komisaris. Yaitu mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi perseroan.19

18 Ibid. hlm. 83

19 Ibid. hlm. 84

(24)

Komisaris dapat dimintai untuk ikut bertanggung jawab atas kerugian perseroan secara pribadi apabila yang bersangkutan melakukan kesalahan ataupun lalai dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Namun, Komisaris tidak dapat dimintai pertanggung jawaban apabila:

1) Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

2) Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

3) Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Untuk menjamin adanya manajemen yang transparan, akuntabel dan professional, di dalam No. 40 tahun 2007 UU tentang Perseroan Terbatas, selain mengatur mengenai Dewan Komisaris juga menambahkan adanya Komisaris Indenpenden dalam struktur perseroan. Komisaris Indenpenden ini berasal dari luar kelompok Direksi dan Komisaris Utama.20

2.2. Tinjauan Umum Tentang Direksi 2.2.1. Pengertian Direksi

Direksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “(dewan) pengurus atau (dewan) pimpinan perusahaan, bank, yayasan, dan sebagainya”. Direksi diangkat oleh RUPS untuk bertugas melakukan pengurusan PT untuk

20 Ibid . hlm. 84

(25)

kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan PT dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar.

Direksi Perseroan terdiri dari satu orang Direksi atau lebih. Tetapi untuk perseroan yang tertentu wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi. Perseroan tersebut adalah:

1. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan mengelola dana masyarakat;

2. Perseroan yang menerbitkan surat penerbitan utang; dan 3. Perseroan Terbuka.

Ada dua syarat untuk menjadi anggota Direksi, Yaitu:

1. Syarat utama, bahwa yang menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum. Tetapi orang perseorangan tersebut di atas tidak termasuk di dalamnya orang perseorangan yang dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah dinyatakan pailit; menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

2. Syarat tambahan, yakni syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan di atas batal demi hukum, sejak saat anggota Direksi atau Dewan Komisaris mengetahui terpenuhinya persyaratan tersebut. 21

21Muhaldi, Op. Cit, hal. 130

(26)

Pengujian terhadap Direksi dilakukan oleh RUPS. RUPS menentukan apakah Direksi tersebut layak diangkat sesuai dengan persyaratan ataupun ditolak Karena tidak memenuhi persyaratan yang berlaku.

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Zaeni Asyhadie yang menjelaskan bahwa Pengangkatan (dan pemberhentian) Direksi dilakukan oleh RUPS melalui uji kelayakan dan kepatutan dengan mempertimbangkan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan persero.22Selain itu, masa jabatan anggota Direksi adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa Jabatan.23

Adapun tugas dari seorang Direksi yang tercantum dalam Pasal 92 Ayat (1) Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas berbunyi

“Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.”

2.2.2. Hak Dan Kewajiban Direksi

Direksi suatu PT diberikan kekuasaan penuh dalam pengurusan dan dalam menjalankan PT tersebut. 24

1. Direksi Berhak mewakili Perseroan di dalam dan diluar pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian;

2. Direksi berhak untuk mendapatkan gaji, tunjangan dan lain-lainnya sesuai dengan ketentuan akta pendirian dan anggaran dasar;

22 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, (Jakarta: RAJAGRAFINDO, 2011), hlm.74

23 Ibid, hlm.73

24 SAP, Apa saja hak dan kewajiban Direksi ?, https://prolegal.id/2017/02/14/apa-saja-hak-dan- kewajiban-Direksi/, Pada Tanggal 1 Januari 2020 pukul 03.00

(27)

3. Direksi berhak mengikat perseroan dengan pihak lain dan pihak lain dengan perseroan;

4. Direksi berhak menjalankan segala tindakan baik mengenai kepengurusan maupun kepemilikan, tentunya dengan pembatasan sesuai yang tertera dalam anggaran dasar;

5. Direksi behak untuk memberikan kuasa tertulis kepada seorang atau lebih karyawan perseroan atau orang lain bertindak untuk dan atas nama perseroan untuk melakukan tindakan hukum tertentu sebagaimana ditetapkan dalam kuasa tersebut;

6. Direksi berhak untuk untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS atau Dewan Komisaris;

7. Menyusun rancangan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan untuk disampaikan kepada RUPS untuk mendapatkan keputusan;

Selain Hak, Direksi suatu PT memiliki suatu kewajiban dalam menjalankan PT tersebut yakni:

1. Direksi berkewajiban untuk melakukan pendaftaran akta pendirian ataupun perubahan anggaran dasar perseroan secara lengkap.

2. Direksi wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham dan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai kememilikan saham dari para pemegang saham.

3. Direksi dengan itikad baik berkewajiban untuk menjalankan tugas pengurusan perseroan untuk kepentingan Perseroan.

(28)

4. Direksi wajib membuat dan menyampaikan laporan tahunan terkait Perseroan.

5. Direksi wajib Menyusun rancangan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan untuk disampaikan kepada RUPS untuk mendapatkan sebuah keputusan.

Adapun kewajiban Direksi yang tercantum pada Pasal 102 ayat (1) Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi:

“Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:

a. Mengalihkan kekayaan perseroan;

b. Menjaminkan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak”

2.2.3. Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi

Direksi suatu PT memiliki wewenang dan tanggung jawab. Dari segi kewenangan yang terdapat pada pada Pasal 98 Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Direksi mewakili PT baik didalam maupun di luar pengadilan dan kewenangan tersebut tidak terbatas dan tidak bersyarat kecuali ditentukan dalam Undang-undang tersebut, anggaran dasar, atau keputusan RUPS. Namun tidak terbatas dan tidak bersyaratnya kewenangan Direksi, kewenangan tersebut tidak boleh melanggar Undang-undang tersebut dan/atau anggaran dasar Perseroan.

(29)

Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:

1. Terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan;

2. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud diatas, yang berhak mewakili Perseroan adalah:

1. Anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;

2. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;

3. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Adapun Kewenangan dan tugas Direksi adalah sebagai berikut. 25

1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;

2. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang dokumen perusahaan;

3. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perseroan lainnya.

25 H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno. Budi, op. cit, hlm 83

(30)

Namun, Pada Pasal 99 Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dimana Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan Terbatas apabila terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan atau anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Bila hal tersebut terjadi, maka yang berhak mewakili PT adalah:

1. Anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

2. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

3. lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Selain kewenangan, Direksi juga diberi tanggung jawab yang diatur dalam Pasal 97 Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dimana Direksi bertanggung jawab dalam menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dan pengurusan tersebut wajib dilaksanakan oleh setiap Anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Bila ada kerugian akibat kesalahan dan/atau kelalaian Direksi dalan menjalankan tugasnya pada PT, maka Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian PT dan tanggung jawab ini berlaku bagi seluruh anggota Direksi secara secara tanggung renteng apabila Direksi terdiri dari 2 (dua) atau lebih anggota.

(31)

Namun pada Pasal 97 ayat (5) Undang-undang No.40 Tahun 2007 dijelaskan bahwa

“Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.”

2.3. Hubungan Industrial 2.3.1. Perjanjian kerja

Dalam hubungan industrial tidak dapat dipisahkan dengan Perjanjian Kerja. Perjanjian Kerja merupakan hubungan hukum antara pengusaha dengan pekerja mengenai objek tertentu, yaitu pekerjaan. Hak pengusaha ialah mendapatkankan prestasi kerja dari pekerja dan memberi perintah kepada pekerja (kedudukan diperatas).

Sedangkan kewajiban pengusaha ialah memberi upah dan kesejahteraan yang layak kepada pekerja dan menjamin perlindungan keselamatan kerja. Kemudian hak pekerja mendapatkan upah dan kesejahteraan yang layak dari pengusaha dan mendapat jaminan keselamatan kerja. Sedangkan kewajiban pekerja memberi prestasi kerja yang optimal, taat atau loyal kepada pengusaha.26

26 Agustinus Simanjuntak, Hukum Bisnis: Sebuah Pemahaman Integratif antara Hukum dan Praktik Bisnis,(Depok:Rajawali Pers, 2018), hlm. 92

(32)

Suatu pejanjian kerja haruslah ditaati secara baik oleh kedua belah pihak yaitu pengusaha dan pekerja. Menurut Lalu Husni perjanjian kerja yang dibuat dan ditaati secara baik akan menciptakan suatu ketenangan kerja, jaminan kepastian hak dan kewajiban baik buruh maupun majikan, sehingga pengusaha akan mengembangkan perusahaannya, dan lebih luas lagi dapat membuka lapangan kerja baru.27

Hal-hal Perjanjian kerja tertuang dalam 2 aturan perundang-undangan yaitu:

2.3.1.1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Dalam Kitab Umum Hukum Perdata (KUH Perdata atau Burgerlijk Wetboek) pada BAB VIIA diatur mengenai Perjanjian Kerja dan dalam Pasal 1601a dijelaskan pengertian dari Perjanjian Kerja yang berbunyi:

“Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang tertentu.”

Suatu Perjanjian Kerja yang dibuat oleh majikan dan buruh harus memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi:

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.”

27 Zainal Asikin dan Kawan-kawan. Dasar-dasar Hukum Perburuhan. (Depok:Rajawali Pers, 2016), hlm. 66

(33)

Perjanjian Kerja antara majikan dengan buruh memiliki hak dan kewajiban yang dimana hak buruh diatur dalam Pasal 1602b alinea 1 KUH Perdata yang berbunyi:

“Akan tetapi buruh berhak untuk meminta dan menerima upah, yang ditetapkan menurut lamanya buruh, bekerja untuk waktu yang tidak begitu lama, bila ía berhalangan melakukan pekerjaan karena sakit atau mengalami kecelakaan, kecuali bila sakitnya atau kecelakaan itu disebabkan oleh kesengajaan atau kebejatannya atau oleh cacat badan yang dengan sengaja diberi keterangan palsu pada waktu membuat perjanjian kepada majikan.”

Dan kewajiban buruh diatur dalam Pasal 1603b KUH Perdata yang berbunyi:

“Buruh wajib menaati aturan-aturan pelaksana pekerjaan dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan yang diberikan oleh atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau reglemen, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan.”

Sementara itu hak majikan adalah memberi perintah terhadap buruh yang sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak serta memperoleh prestasi dari pekerjaan buruh dan kewajiban majikan dalam Pasal 1602 KUH Perdata adalah Majikan wajib membayar upah buruh pada waktu yang ditentukan.

2.3.1.2. Menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Perjanjian kerja terdiri dari 2 kategori yaitu Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Untuk Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tertuang dalam Pasal 59 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:

(34)

“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.”

Perjanjian dengan waktu tertentu biasanya ditujukan kepada pekerja yang melakukan pekerjaannya hingga waktu yang ditentukan dalam kontrak usai. Kategori ini banyak diadapat oleh buruh seperti buruh bangunan dan sebagainya. Dijelaskan dalam Pasal 58 Undang-undang No.

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan kategori ini tidak berlaku masa percobaan kerja dan apabila ada, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Sedangkan, perjanjian kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja untuk pekerjaan dengan jangka waktu yang tidak ditentukan.

Kategori ini diatur dalam Pasal 60 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dimana untuk kategori ini, terdapat suautu masa percobaan kerja selama 3 (tiga) bulan. Meski demikian pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. perjanjian kerja waktu tidak tertentu biasanya berlaku bagi karyawan seperti karyawan bank, karyawan kantor, dan sebagainya.

(35)

Suatu perjanjian kerja mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 28 1. Adanya pekerjaan (arbeid)

Yang dimaksud dengan pekerjaan adalah prestasi yang harus dilakukan oleh penerima kerja. Pekerjaan tersebut harus dilakukan sendiri oleh pekerja yang menerima pekerjaan dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain (bersifat individual).

2. Adanya unsur di bawah perintah (in dienst/gezag verhounding) Unsur dibawah perintah menjadikan pihak penerima kerja sangat tergantung pada perintah/instruksi/petunjuk dari pihak pemberi kerja.

3. Adanya upah tertentu (loon)

Upah merupakan imbalan atas pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sebagai penerima kerja. Upah dapat berbentuk uang atau bukan uang/barang (in natura). Dalam pasal 1 angka 30 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjelaskan bahwa:

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”

28 Aloysius Uwiyono dan kawan-kawan. Asas-asas Hukum Perburuhan. ,(Depok:Rajawali Pers, 2014).Hlm. 55

(36)

4. Adanya waktu (tjid)

Unsur waktu dalam hal ini adalah adanya suatu waktu untuk melakukan pekerjaan dimaksud atau lamanya pekerja melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja.

4.3.1. Penyelesaian Sengketa dalam Hubungan Industrial

Sebagai hal umum semua manusia pernah mengalami suatu perselisihan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pendapat dan pemahaman atau ideologi dari manusia itu sendiri. Baik dari dalam memutuskan sesuatu maupun karena adanya kesenjangan. Hal ini terjadi juga dalam hubungan industrial.

Kasus perselisihan hubungan industrial yang paling sering terjadi adalah perusahaan dengan karyawan. Kebijakan-kebijakan yang oleh pekerja tidak adil memicu terjadinya suatu perselisihan dalam hubungan industrial.

Meski Perselisihan selalu ada, namun bisa dicegah ataupun diselesaikan agar persilisihan cepat meredah. Untuk mengendalikan hal ini, telah ada Undang- undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

Di dalam UU PPHI, pihak-pihak yang menjadi subjek perselisihan adalah pekerja/buruh yang bersangkutan atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha.29 Hal ini dijelaskan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi:

29 Abdul R. Saliman. Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta:

KENCANA. 2010).

(37)

“Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.”

Terkait dengan serikat pekerja/buruh, biasanya para pekerja dalam suatu perusahaan ataupun beberapa perusahaan mendirikan suatu serikat pekerja/buruh dalam memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja.

Pembentukannya diatur dalam Pasal 1 ayat (8) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi: yang berbunyi:

“Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”

Ada beberapa alasan terjadinya perselisihan hubungan industrial yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUPPHI dimana masing- masing perselisihan menyebutkan:30

1. Peselisihan Hak

Perselisihan Hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, Perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

30 Aloysius Uwiyono dan kawan-kawan. Op. Cit. Hlm. 128

(38)

2. Pereselisihan Kepentingan

Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Perselisihan pemutusan kerja yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja

Perselisihan antar serikat pekerja sebagai perselisihan antar serikat pekerja/serikat pekerja Buruh dengan serikat Pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaaan, karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Pada kasus-kasus tersebut, biasanya pihak-pihak yang berselisih akan memilih jalur dalam peyelesaian perselisihannya baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Macam-macam peyelesaian perselisihan di luar pengadilan dijelaskan dalam Pasal 1 UUPPHI yang dilakukan melalui lembaga atau mekanisme:

(39)

1. Bipartit

Bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serkat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Upaya penyelesaian bipatit menggunakan metode perundingan secara musyawarah yang dilandasi dengan rasa kekeluargaan.

2. Mediasi

Mediasi adalah penyelesaian hak, perselisihan kepentingan, PHK, perelisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

3. Konsiliasi

Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

4. Arbitrase

Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

(40)

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan dilakukan pada pengadilan Pengadilan hubungan Industrial. Pengadilan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberikan putusan sebagai upaya paksa terhadap perselisihan hubungan industrial.31

Pada pasal 83 ayat (1) Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dijelaskan bahwa “Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada pengugat.”

Hal tersebut menjelaskan bahwa sebelum melakukan penyelesaian perselisihan melalui pengadilan, diharuskanya pihak-pihak terkait menyelesaikan perselisihan industrial melalui luar pengadilan terlebih dahulu.

Sehingga, penyelesaian perselisihan hubungan industrial diluar pengadilan wajib dilakukan terlebih dahulu.

31 Abdul R. Saliman. Op. Cit. hlm 278

(41)

32 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi terkait dengan putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks antara Direksi PT. Makassar Trans Utama dan karyawannya yaitu Pengadilan Negeri Makassar yang beraalamat di Jl. R.A Kartini No.18/23, Baru, Kec. Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 9011 dan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan yang beralamat Jl. Perintis Kemerdekaan No.KM. 12, Tamalanrea, Kec.

Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90245. Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar Jl. A. P. Pettarani No.72, Kota Makassar

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian yuridis normatif. penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara melihat, menelaah hukum serta hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, taraf sinkronisasi yang berkenaan dengan masalah yang akan dibahas. Selain itu dalam melakukan penelitian, penulis menggali sumber data dari beberapa sumber yaitu:

(42)

1. Data Primer

Penggalian data maupun informasi melalui narasumber atau informan yang terkait dengan melakukan wawancara di lokasi sesuai dengan penelitian ini.

2. Data Sekunder

Untuk menunjang data primer tersebut, dibutuhkan suatu informasi kepustakaan baik dari UUPT dan undang-undang yang terkait, karya-karya ilmiah, dokumen-dokumen, buku-buku dan jurnal-jurnal yang terkait denganpenelitian, serta media internet mengenai informasi yang sesuai dengan penelitian.

3.3. Teknik pengumpulan data

Dalam mengumpulkan data dalam menunjang penelitian, penulis menggunakan 2 (dua) teknik yaitu:

1. Studi Kepustakaan

Menurut Bambang Sunggono pada tahapan ini peneliti mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya sehingga penelitian yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat “trial and error”.32 Oleh karena itu, Penulis melakukan penelitian dengan meninjau pustaka-pustaka yang terkait dengan pertanggungjawaban Direksi dalam suatu PT dan yang terkait dengan hak-hak karyawan.

32 Bambang Sunggono. Metode Penelitian Hukum. (Depok:Rajawali Pers, 2018), hlm. 112

(43)

2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan informasi dari subjek atau orang-orang yang terkait dengan suatu penelitian. Adapun Endang Widi Winarni yang menguraikan pengertian dari Interview atau Wawancara adalah metode pengumpulan data yang mengehendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subjek atau responden.33 Dari hal ini, penulis melakukan wawancara dengan kuasa hukum karyawan Hakim Pengadilan Makassar yang menangani kasus putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks.

3.4. Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dalam memperoleh data dimana penelitian ini berfokus pada pengamatan terhadap putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks antara Direksi PT. Makassar Trans Utama dan karyawannya. Metode analisis kualitatif ini berfokus pada perolehan data dari narasumber atas hal-hal tertentu terkait atas penelitian.

33 Endang Widi Winarni. Teori dan Praktik Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, PTK, R&D.

(Jakarta: Bumi Aksara, 2018), Hal. 65

(44)

35 BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Tanggung jawab Direksi dalam PT terhadap karyawan dalam putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks

Dalam suatu PT, dimana Direksi selaku Organ dari suatu PT memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 UUPT yang berbunyi:

“Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”

Direksi juga diberi tanggung jawab yang diatur dalam Pasal 97 UUPT dimana Direksi bertanggung jawab dalam menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta pengurusan tersebut wajib dilaksanakan oleh setiap Anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Bila ada kerugian akibat kesalahan dan/atau kelalaian Direksi dalam menjalankan tugasnya pada PT, maka Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian PT dan tanggung jawab ini berlaku bagi seluruh anggota Direksi secara secara tanggung renteng apabila Direksi terdiri dari 2 (dua) atau lebih anggota.

(45)

Namun pada Pasal 97 ayat (5) UUPT dijelaskan bahwa:

“Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.”

Dari hal tersebut, Direksi memiliki tanggung jawab dalam suatu PT apabila ia melakukan suatu pelanggaran atau kelalaian yang dapat merugikan PT tersebut. Pada kasus putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mks antara Direksi PT. Trans Makassar (Tergugat) dengan para karyawannya (Penggugat) diputuskan bahwa gugatan Penggugat dinyatakan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) atau tidak diterima karena gugatan mencantumkan Direksi PT.

Trans Makassar Utama sebagai Tergugat yang dimana Direksi adalah organ PT.

Selain itu, Karyawan dalam PT melakukan tugas dan pekerjaannya karena terikat dengan perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak karyawan dan PT karena hal itu merupakan kewajiban karyawan PT. Hal tersebut dapat dilihat dari Pasal 1601a Kitab Umum Hukum Perdata (KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek) yang berbunyi:

“Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang tertentu.”

(46)

Dari pengertian tersebut, majikan yang dimaksud adalah siapa yang menjadi pihak yang memberikan perintah dan upah. Untuk membahas terkait hal tersebut, pada Pasal 3 ayat (1) UUPT dijelaskan bahwa:

“Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.”

Sehingga dari aturan tersebut, maka hanya PT yang dapat dikatakan sebagai majikan yang tercantum dalam Pasal 1601a KUHper dan Direksi hanyalah organ yang melaksanakan perjanjian kerja, perintah dan pengupahan terhadap karyawannya atas nama PT sebagai dari tanggung jawab dan wewenangnya dalam PT. Perjanjian kerja dibuat oleh PT dengan karyawanya dalam pemenuhan hak dan kewajibannya hanya dapat dilaksanakan atas nama PT tersebut. Hak karyawan adalah mendapat upah atas pekerjaannya dan pemberi kerja (PT) mendapatkan hasil kerja dari buruh/pekerja dan Kewajiban karyawan adalah melakukan pekerjaannya sesuai dengan apa yang dia perjanjikan dengan PT sebelumnya sedangkan PT memiliki kewajiban untuk memberi upah terhadap karyawanya sebagai tanda apresiasi atas pekerjaannya. Hal ini pun dikuatkan dengan aturan yang tercantum pada pasal 1602c KUHper pada alinea 1 yang menyebutkan bahwa:

” Akan tetapi buruh berhak untuk meminta dan menerima upah, yang ditetapkan menurut lamanya buruh, bekerja untuk waktu yang tidak begitu lama, bila ía berhalangan melakukan pekerjaan karena sakit atau mengalami kecelakaan, kecuali bila sakitnya atau kecelakaan itu disebabkan oleh kesengajaan atau kebejatannya atau oleh cacat badan yang dengan sengaja diberi keterangan palsu pada waktu membuat perjanjian kepada majikan”

(47)

Namun menurut Muhammad Rusli, dikarenakan hakim menyatakan gugatan tidak diterima maka Direksi tidak perlu melakukan pertanggungjawaban hingga Penggugat melakukan banding atau perbaikan dalam gugatannya.34

Alasan tersebut dikemukakan sebab pada Putusan Nomor 11/Pdt.

Sus/2019/PN.Mks dinyatakan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard). Sehingga Direksi memang tidak perlu melakukan pertanggungjawaban terhadap karyawannya yang dalam Putusan tersebut bertindak sebagai Penggugat.

Namun, Yamto Susena memberikan pendapat apabila gugatan karyawan PT. Trans Makassar Utama yang dalam hal ini disebut Penggugat memenuhi syarat formil dan materiil gugatan sehingga gugatan mereka dapat diterima dan dikabulkan sebagian maupun seluruhnya maka hakim akan memberi arahan kepada terhadap Tergugat dalam hal ini Direksi atas nama PT berupa teguran untuk memenuhi kewajibannya dalam hal ini tanggung jawabnya dalam perkara yang dihadapinya yaitu tanggung jawab upah dan pesangon.

Kewajiban itu ialah membayar upah dan pesangon terhadap Penggugat sebagaimana mestinya35.

34 Muhammad Rusli, Jl. Batua Raya, Kota Makassar, pada pukul 15.00 WITA tanggal 14 Agustus 2020

35 Yamto Susena, Pengadilan Negeri Makassar Jl. Kartini Makassar, pada pukul 10.00 WITA tanggal 11 Juni 2020

(48)

Pendapat tersebut dapat menjadi angin segar bagi Penggugat apabila Penggugat dapat mengajukan gugatan mereka secara benar dan gugatan mereka bisa diterima oleh Hakim maka hak-hak upah dan pesangon bisa mereka terima dari Direksi atas nama PT atas bentuk kewjiban dan pertanggungjawabannya terhadap karyawannya.

Namun disisi lain, dalam Putusan disebutkan dalam eksepsi Tergugat bahwa:

“Bahwa nanti pada tanggal 15 Mei 2018 yang lalu setelah dilakukan peralihan saham PT. Trans Makassar Utama dan sekaligus merubah Susunan Direksi dan Dewan Komisaris untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat tanggal 02 April 2019 Nomor: 07 yang dibuat oleh dan dihadapan SRI HARTINI WIDJAJA, SH. Notaris di Kota Makassar barulah Tuan NG INDRO WINARDI selaku Direktur baru mulai menghandel dan mengurus jalannya usaha ekspedisi yang selama ini dikelolah oleh PT.

Trans Makassar Utama, dan nanti pada saat itu baru Tuan NG INDRO WINARDI selaku Direktur baru diberitahu oleh salah seorang karyawan kalau usaha PT. Trans Makassar Utama sudah mengalami kerugian selama kl.

2 (dua) tahun yang lalu, dan mungkin saja karena persoalan usaha sudah merugi terus sehingga Direktur lama terpaksa mengundurkan diri guna untuk melepaskan diri dari tanggung jawabnya selaku Direktur PT. Trans Makassar Utama di kala itu;”

Selanjutnya dalam eksepsi Tergugat dalam putusan tersebut disebutkan bahwa:

“Bahwa sejak Direktur baru mengurus dan menjalankan usaha PT. Trans Makassar Utama yaitu mulai dari tanggal 15 Mei 2018, boleh dikata perusahaan memang sudah dalam keadaan tak berdaya dan tinggal dipaksakan dimana keuangan perusahaan hanya sanggup untuk membayar gaji para karyawannya sampai dengan bulan Juni 2018 termasuk uang THR, Jamsostek dan uang kesehatan juga sudah dibayarkan semua oleh perusahaan, dan setelah itu perusahaan sudah dalam kondisi mati suri dimana kondisi keuangan perusahaan pada bulan Juli 2018 sudah tidak sanggup lagi untuk menutupi biaya operasional perusahaan apalagi mau membayar gaji karyawan untuk bulan Juli 2018;”

Referensi

Dokumen terkait

Potensi Hasil Penelitian sebagai Rancangan Modul Pembelajaran Biologi SMA Berdasarkan analisis Silabus Mata Pelajaran Biologi di SMA yang dilakukan, hasil penelitian

Selain karena faktor klasifikasi ketunarunguan sang anak, tingkat penguasaan kosakata anak juga dipengaruhi oleh karakteristik dan lingkungan sosial yang akhirnya

Peneliti didampingi guru kelas (Hanny,S.Pd) ikut mengamati dikelas. Adapun tema yang diajarkan adalah alam sekitar dan tubuh. Pada pembelajaran diberikan cerita/dongeng dengan

Menurut Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (2013), kelembagaan ekonomi petani belum berfungsi sesuai dengan harapan, antara lain disebabkan karena: 1)

Pelaksanaan kurikulum 2013 sekolah dasar di kecamatan bajawa kabupaten Ngada dari Conteks, Input dan Proses berada pada kategori siap, ini artinya secara umum bahwa dukungan

Berdasarkan persamaan regresi sederhana di atas dapat diketahui bahwa Koefisien regresi variabel training & development (X1) diperoleh nilai sebesar 0,366 dengan

kemandirian belajar dalam kategori cukup. Pada siklus I kemandirian belajar siswa dalam kategori rendah sebanyak 1 orang, kemandirian belajar dalam kategori cukup sebanyak 6 orang