• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cerita rakyat kabupaten blora (suatu kajian strukturalisme dan nilai edukatif) dyan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cerita rakyat kabupaten blora (suatu kajian strukturalisme dan nilai edukatif) dyan"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA

(SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF)

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratanmencapai derajat

MagisterProgram Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh :

DyanNovitaRatriani

S841102006

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA

(SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF)

Oleh

DyanNovitaRatriani

S841102006

TESIS

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Magister

Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul “Cerita Rakyat Kabupaten Blora Suatu Kajian

Strukturalisme dan Nilai Edukatif” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan

bebas plagiat, tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain

untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis

digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan

serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam

karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain

harus seizin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan PPs UNS

sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester

(enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari

sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia

PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh

Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya melakukan

pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapat sanksi

akedemik yang berlaku.

Surakarta, Juli 2012

Mahasiswa,

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi

kenikmatan hidup dan kemudahan kepada hamba-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan

gelar Magister Pendidikan.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus, M.S., DirekturProgram Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan tesis;

2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa

Indonesia PPs-UNS yang telah memberikan izin penulisan tesis;

3. Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., selaku pembimbing I danDr. Nugraheni E.

Wardhani, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,

arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan

dengan lancar;

4. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS yang

telah membantu penulis selama menimba ilmu di Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret;

5. Bapak Supangkat, Bapak Prawiro, Bapak Soegiyanto, Bapak Sumarno, Bapak

Samsirin, yang berkenan menjadi informan dalam penelitian ini;

6. Ibu, Bapak, Dyan Ayu, Dyan Bagus dan keluarga di rumah yang senantiasa

mampu memotivasi penulis untuk menghadirkan karya yang lebih baik; dan

7. Teman-teman S2 PBI UNS yang mampu menjadi mitra belajar yang baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran

dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan. Penelitian lain

yang berkaitan dengan kajian yang sama juga diperlukan sebagai rujukan dan

perluasan wilayah kajian sejenis. Akhirnya, penulis berharap tesis ini dapat

bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Surakarta, Juli 2012

(7)

commit to user

vii

DyanNovitaRatriani. S841102006. 2012. CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF.TESIS.Pembimbing 1: Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., II: Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum. Program StudiPendidikanBahasa Indonesia, Program PascasarjanaUniversitasSebelasMaret Surakarta.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan jenis-jenis cerita rakyat Kabupaten Blora, (2) membahas struktur cerita rakyat Kabupaten Blora, (3) menjelaskan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Blora.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini informasi dideskripsikan secara teliti dan analisis. Strategi penelitian yang yang digunakan adalah studi kasus tunggal yang dilakukan pada satu karakteristik dan satu sasaran (subjek), yaitu cerita rakyat Kabupaten Blora. Data penelitian dikumpulkan melalui beberapa sumber yaitu, informan, tempat benda-benda fisik, dan dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi langsung, perekaman, wawancara dan analisis dokumen. Teknik cuplikan (sampling) yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik validasi data yang digunakan adalah triangulasi data/sumber dan triangulasi metode. Teknik validasi data lain yang digunakan adalah review informan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis model interaktif (interactive model of analysis).

Cerita rakyat Kabupaten Blora yang dihimpun dan dianalisis dalam penelitian ini berjumlah lima, yaitu (1) cerita rakyat “Punden Janjang”, (2) cerita rakya “Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu”, (3) cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi”, (4) cerita rakyat “Maling Kentiri”, dan (5) cerita rakyat “Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong”. Cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut diklasifikasikan legenda, yaitu dalam kelompok legenda perorangan dan legenda setempat.Secara umum cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut berisi dan bertema asal-usul terjadinya suatu tempat. Alur cerita yang digunakan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut adalah alur maju atau alur lurus. Tokoh yang dominan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora adalah manusia yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki kesaktian tertentu dan berwatak baik. Latar tempat dan latar sosial lebih banyak digunakan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora daripada latar lainnya. Dalam cerita rakyat Kabupaten Blora juga terkandung amanat yang cukup bervariasi. Nilai edukatif yang terkandung di dalam cerita rakyat Kabupaten Blora meliputi nilai pendidikan moral, nilai pendidikan adat, nilai pendidikan agama, dan nilai pendidikan kepahlawanan.

(8)

commit to user

viii

DyanNovitaRatriani. 2012. FOLKLORE OF BLORA DISTRICT : A STUDY OF STRUCTURALISM AND EDUCATIONAL VALUES. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., II: Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum.Indonesian Education Department of Postgraduate Program of SebelasMaretUniversity.Thesis.

ABSTRACT

This study aims to (1) describe the types of folklore in Blora district, (2) discuss the structure of folklore in Blora district, (3) explain the educational value contained in folklore of Blora District. Explanation of folklore’s types in Blora district that are classified into legend.

This research is a qualitative descriptive study. In this research, informations are described in meticulous and analysis. Research strategy used here is a single case study conducted on one characteristic and one target (subject), e.g. the District Blora folklore. The research’s data are gathered through several sources, namely, the informant, physical objects places, and documents. Data collection techniques used included direct observation, recording, interviews and document analysis. Technique that is used in taking samples (sampling) is purposive sampling. Data validation techniques used is triangulation of data / sources and methods triangulation. Other data validation techniques used arethe informants review. Analysis technique used is an interactive model analysis (interactive models of analysis).

Blora District folklore collected and analyzed in this research are five, namely (1) folklore “punden Janjang”, (2) Folklore “Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu”, (3) folklore “TerjadinyaDesaGersi” , (4) folklore “MalingKentiri”, and (5) folklore “KiaiAnggayudadanKeramatSambong”. Folklores in Blora district are classified into legends, especially the legend of individuals and local legends.In general, the Blora District folklore themed and showed the origins of a place. The plot type used in Blora district folklore is a straight or forward plot. The dominant figure in folklore Blora District is a human who is described as a man who has a certain magic power and good character. Place and social background are more widely used in Blora district folklore, than the other background. In Blora district folklores also contain various messages. Educational value contained in the folklore of Blora district includes the value of moral education, the value of custom education, the value of religious education, and educational value of heroism.

(9)

commit to user

ix MOTTO

“Semakin tinggi sekolah, bukan berarti semakin menghabiskan makanan

orang lain. Harus semakin mengenal batas.”

(Pramudya Ananta Toer)

“Jangan pernah meremehkan kemampuan seorang manusia

karena Tuhan pun tidak pernah.”

(Donny Dirgantara)

“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai,

dapat iba hati, dan dapat merasai kedukaan.”

(Soe Hok Gie)

“Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi

cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.”

(10)

commit to user

x

PERSEMBAHAN

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

JUDUL ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PENGUJI ... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR A. KajianTeori ... 8

1. HakikatCeritar Rakyat ... 8

2. HakikatStrukturCerita... 25

3. NilaiEdukatifdalamKaryaSastra ... 36

B. Penelitian yang Relevan ... 42

(12)

commit to user

xii BAB III METODE PENELITIAN

A. TempatdanWaktuPenelitian ... 48

B. Bentuk/StrategiPenelitian ... 50

C. Data Sumber Data ... 49

D. TeknikPengumpulan Data ... 51

E. TeknikCuplikan/Sampling ... 52

F. TeknikValidasi Data... 52

G. TeknikAnalisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DeskripsiLatarPenelitian ... 54

1. DeskripsiLetakGeografis... 54

2. Luas Wilayah KabupatenBlora ... 55

3. PendudukdanAdatIstiadatMasyarakatKabupatenBlora... 56

4. KondisiSosialdanEkonomiMasyarakatKabupatenBlora ... 57

5. Agama danKepercayaanMasyarakatKabupatenBlora ... 60

6. BahasaPendudukKabupaten ... 61

7. KedudukandanFungsiCerita Rakyat KabupatenBlora ... 62

B. HasilPenelitian ... 1. Jenis-JenisCerita Rakyat KabupatenBlora ... 64

2. StrukturCerita Rakyat KabupatenBlora ... 71

3. NilaiEdukatifDalamCerita Rakyat KabupatenBlora ... 115

C. Pembahasan ... 129

1. Jenis-JenisCerita Rakyat KabupatenBlora ... 130

2. StrukturCerita Rakyat KabupatenBlora ... 136

3. NilaiEdukatifCerita Rakyat KabupatenBlora ... 140

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 143

B. Implikasi ... 144

C. Saran ... 148

DAFTAR PUSTAKA ... 150

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.RincianWaktudanJadwalKegiatanPenelitian... ... 49

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.KerangkaBerpikir……… ... 47

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 154

Lampiran 2.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 161

Lampiran 3.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 167

Lampiran 4.CatatanLapanganHasilWawancara………... ... 173

Lampiran 5.CatatanLapanganHasilWawancara ... 180

Lampiran 6.Foto ... 187

PermohonanIjinPenelitian………. ... 197

SuratRekomendasiRiset / Survey ... 198

(16)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia terdapat banyak produk kebudayaan baik yang berupa

kebudayaan materi yang kasat mata maupun budaya nonmateri yang berupa adat

istiadat, norma, aturan tradisi serta budaya-budaya lisan yang berkembang di

masyarakat, salah satu aspek penting dari produk budaya tersebut adalah cerita

rakyat. Cerita rakyat merupakan bagian dari bentuk budaya lisan yang

berkembang di masyarakat sejak dahulu.

Sastra-sastra lisan banyak menggambarkan kondisi masyarakat pada masa

dahulu. Sastra lisan memiliki ketertarikan dengan realitas sosial dalam kehidupan

masyarakat, sebagai cerminan yang dapat digunakan untuk melihat realitas

tersebut. Banyak hal yang bermanfaat yang dapat diperoleh dari sebuah cipta

sastra ketika apresiasi itu dilakukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, menyebabkan daya apresiasi masyarakat menipis dan terkikis.

cerita rakyat sebagai salah satu bentuk karya sastra sekan-akan tergeser.

Cerita-cerita rakyat yang sebenarnya banyak mengandung falsafah hidup dan nilai-nilai

yang positif yang relevan dengan kehidupan masyarakat kurang dikenali oleh

kaum muda.

Kaum muda sekarang seakan-akan asing dan terkesan tidak mau tahu

tentang cerita rakyat di lingkungannya, dan untuk sekedar mendengarkan cerita

(17)

commit to user

cerita rakyat diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya dengan cara

dituturkan atau didongengkan menjelang tidur atau ketika sedang bersantai penuh

keakraban antara orang tua dan anaknya. Situasi yang demikian ini sekarang

sudah sangat jarang ditemui.

Tradisi dongeng ataupun tradisi tutur lisan hendaknya tetap melekat pada

anak-anak, meskipun penyampaiannya hanya sebatas cerita pengantar tidur.

Tradisi ini akan membekas dalam memori anak-anak dalam kehidupannya. Orang

tua, guru, lingkungan masyarakat sebagai pendidik seharusnya lebih mengenalkan

cerita-cerita rakyat atau yang berupa dongeng yang dapat ditemukan dan berada di

daerah masing-masing di seluruh Indonesia, yang sebenarnya banyak

mengandung falsafah dan nilai-nilai positif pendidikan budi pekerti yang sangat

relevan dengan budaya dan kehidupan bangsa Indonesia.

Sebenarnya banyak manfaat penting yang bisa diambil dari berbagai cerita

rakyat yang ada dan masih hidup di masyarakat. Melalui cerita rakyat, bisa kita

ketahui bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat di masa itu. Selain itu kisah

para tokoh dalam cerita rakyat seringkali mencerminkan sikap-sikap tertentu

seperti keteladanan, kehebatan, kebaikan, kebajikan yang perlu dicontoh, maupun

sikap-sikap keburukan, kelicikan, kedustaan, kejahatan yang harus ditinggalkan

dan dijauhi. Dalam cerita rakyat ada pesan moral tertentu yang ingin disampaikan

kepada masyarakat. Namun demikian, karena penyampaiannya secara lisan, maka

tak jarang kita mendapatkan cerita yang tidak utuh atau tidak lengkap. Di

sana-sini terjadi penambahan maupun pengurangan alur cerita, tergantung siapa

(18)

commit to user

Bertolak dari kondisi tersebut, maka inventarisasi serta pendokumentasian

sebuah cerita rakyat sangat penting dilakukan. Apalagi tradisi tutur

mendongengdalam kehidupan masyarakat kali ini semakin berkurang bahkan

cenderung menghilang. Hilangnya sebuah cerita rakyat dalam memori seseorang

berarti akan hilang pula sebagian nilai budaya yang cukup penting bagi kehidupan

masyarakat. Keberadaan penutur cerita juga semakin langka dan dengan

hilangnya cerita rakyat mengakibatkan akan hilangnya sumber-sumber

kebudayaan yang mengandung nilai moral, pendidikan, sejarah, agama, dan

sebagainya.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka cerita rakyat perlu dilestarikan

sebagai warisan budaya bangsa dan kekayaan budaya. Sudah seharusnya kita mau

belajar memahami, gemar, dan berani memulai untuk menginventarisasikan dan

membukukan cerita rakyat di lingkungan kita, sekaligus mempopulerkannya.

Seperti yang juga telah diuraikan di atas, dewasa ini narasumber cerita rakyat

sangat minim jumlahnya disebabkan telah meninggal dan tidak menggenerasikan

cerita itu pada keturunannya. Masyarakat masa kini juga tidak peduli lagi terhadap

cerita-cerita rakyat yang ada di lingkungannya. Untuk itu diperlukan usaha

mendokumentasikan untuk melestarikan cerita-cerita rakyat yang hidup di

masyarakat setempat agar tetap terjaga keberadaannya.

Penelitian tentang cerita rakyat ini dilakukan dengan alasaningin

mendokumentasikan cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora, membukukan dan

(19)

commit to user

edukatifnya untuk dapat digunakan sebagai salah satu sumber pengetahuan sastra

daerah, khususnya sebagai unsur kekayaan budaya Indonesia pada umumnya.

Keanekaragaman jenis cerita rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia

khususnya di Kabupaten Blora sangat banyak dan sebagian besar memiliki

bentuk, isi, struktur, serta muatan yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut

dapat digali dan ditemukan nilai-nlai edukatifnya, misalnya nilai sejarah, nilai

sosial budaya, nilai semangat kepahlawanan, nilai moralitas, dan nilai-nilai positif

lainnya.

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi agar penelitian ini lebih terarah

dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu antara lain: (1) jumlah cerita rakyat

di Kabupaten Blora sangat banyak, (2) secara geografis letak wilayah Kabupaten

Blora luas, (3) hampir setiap kecamatan di Kabupaten Blora terdapat cerita rakyat

bahkan satu kecamatan memiliki bermacam-macam cerita rakyat.

Lokasi penelitian cerita rakyat Kabupaten Blora berada di Desa Jajang

Kecamata Jiken yaitu Legenda Punden Janjang, Desa Sambong Kecamatan

Sambong yaitu Legenda Kyai Anggayuda dan Kramat Sambong, Legenda Maling

Genthiri di Desa Kawengan Jepon, Terjadinya Desa Gersi di Desa Gersi Jepon

dan Legenda Watu Brem/Desa Pojok di Desa Pojok.

Dipilihnya lokasi penelitian cerita rakyat tersebut didasari pertimbangan

bahwa dilokasi-lokasi tersebut terdapat atau memlilki cerita-cerita yang dikenal

oleh masyarakat setempat berupa peninggalan-peninggalan benda fisik, makam,

tempat-tempat yang dikeramatkan, semuanya berkaitan erat dengan tokoh sejarah

(20)

commit to user

penemuan arca-arca purkakala, dan lain-lain. Kajian strukturalisme dan nilai

edukatif cerita rakyat Kabupaten Blora diharapkan nantinya dapat member

manfaat positif bagi masyarakat di Kabupaten Blora Khususnya dan menambah

kekayaan budaya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Berupa apa sajakah jenis-jenis cerita rakyat di Kabupaten Blora?

2. Bagaimanakah struktur cerita rakyat di Kabupaten Blora?

3. Bagaimanakah nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat di

Kabupaten Blora?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menginventariskan, mendokumentasikan

serta mempopulerkan cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora,

mendeskripsikan struktur cerita rakyat di Kabupaten Blora, serta

mendeskripsikan nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat di

Kabupaten Blora.

2. Tujuan Khusus

(21)

commit to user

a. Mendeskripsikan dan menjelaskan jenis-jenis cerita rakyat di Kabupaten

Blora.

b. Mendeskripsikan dan menganalisis struktur cerita rakyat di Kabupaten

Blora meliputi isi cerita, tema, alur cerita/plot, tokoh, latar/setting, dan

amanat yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten Blora.

c. Mendeskripsikan muatan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita

rakyat Kabupaten Blora meliputi nilai pendidikan, pendidikan adat,

pendidikan agama/religi, dan nilai pendidikan kepahlawanan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkaya

khasanah pengetahuan sastra, khususnya sastra lisan dan kesusastraan

Indonesia.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan pembanding bagi

peneliti peminat dan pemerhati cerita rakyat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Kabupaten Blora

Sebagai bahan acuan untuk menentukan kebijakan pemerintak dalam

usaha melestarikan dan memasyarakatkan sekaligus mempopulerkan

cerita-cerita rakyat yang ad di Kabupaten Blora, meningkatkan potensi

pariwisata, utamanya objek-objek wisata budaya yang ada di Kabupaten

(22)

commit to user b. Bagi Masyarakat Blora

Sebagai sumber informasi dan pengetahuanmengenai kekayaan budaya

Blora berupa cerita rakyat berwujud prasasti, monumen, benda-benda

pusaka (senjata perang masa lampau), makam yang dikeramatkan, sebagai

warisan budaya bangsa.

c. Bagi Sekolah-Sekolah di Kabupaten Blora

Sebagai bahan materi pelajaran bahasa Indonesia, bahan pembinaan

pengembangan pengajaran apresiasi sastra Indonesia, meningkatkan minat

baca pelajar untuk lebih mengenali dan memahami keragaman budaya

lingkungan sendiri, memperkaya wawasan budaya nusantara pada

umumnya dan melestarikan budaya daerah berupa adat dan istiadat

(23)

commit to user

8 BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Hakikat Cerita Rakyat

a. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat disamakan pengertiannya dengan folklor yang merupakan

pengindonesiaan dari kata Inggris folklore yang berasal dari kata folk dan lore.

Folk berarti masyarakat, yaitu sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri

pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok

lainnya, sedangkan lore merupakan tradisi folk, yaitu kebudayaan.

Cerita rakyat bagian dari folklore, yang mempunyai satu pengertian lebih

luas. Folklore adalah suatu istilah yang diadaptasi untuk menyebutkan istilah

cerita rakyat. Folklore merupakan suatu istilah dari abad kesembilanbelas untuk

menunjuk lisan tradisional dan pepatah-pepatah petani Eropa, dan kemudian

diperlukan sehingga meliputi tradisi lisan yang terdapat di semua masyarakat

(Haviland, 1993: 229).

Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi suatu masyarakat melalui

bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya, seperti

agama dan kepercayaan, undang-undang, kegiatan ekonomi, sistem kekeluargaan,

(24)

commit to user

Cerita rakyat diwariskan secara secara turun temurun dari satu generasi ke

generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu, tradisi lisan (oral tradision) ini

hampir sering disamakan dengan folklore, karena didalamnya tercakup pula

tradisi lisan (Suwardi Endraswara, 2005:3). Cerita rakyat adalah tubuh ekspresif

budaya, termasuk cerita, musik, tari legenda, sejarah lisan, peribahasa, lelucon,

kepercayaan. Adat istiadat, dan sebagainya dalam kurun waktu tertentu penduduk

yang terdiri dari tradisi (termasuk tradisi lisan) itu budaya, subkultur anak muda,

atau kelompok.

Sesuai pendapat dan pengertian dan ciri tradisi lisan dari Told dan

Prudentia (1995: 2), “Oral traditional do not only contains folktales, myths, and

legends, but store complete indigenous cognate system, to name a few: histories,

legal practices, adat law, mediacations.” Dari pendapat tersebut dapat diartikan

bawasannya tradisi lisan tidak terbatas pada cerita rakyat, mite dan legenda saja,

tetapi berupa sistem kognasi kekerabatan lengkap, misalnya sejarah, hokum adat,

praktik hukum, dan pengobatan tradisional.

Berdasarkan pendapat Haviland, Told an Prudentia tersebut dapat

diketahui bahwa pengertian folklore sangat luas. Hal ini sesuai dengan pernyataan

James Dananjaya (1997: 14) bahwa koleksi folklore Indonesia terdiri dari

kepercayaan rakyat, upacara, cerita prosa rakyat (mite, legenda, dan dongeng),

nyanyian kanak-kanak, olahraga bertanding, hasta karya, logat, dan lain-lain.

Keluasan pengertian folklore dibandingkan dengan cerita rakyat (folk literature)

Juga tercermin dalam pernyataan berikut ini: Folklore maybe defined as those

(25)

commit to user

diffirent versions, whether in oral or by means of customary example (Brunvand,

1968: 5). Folklor dapat didefinisikan sebagai materi-materi budaya yang tersebar

secara tradisional keseluruh anggota dan beberapa kelompok dalam versi-versi

yang berbeda, disampaikan secara lisan melalui contoh budaya yang berarti.

Brunvand (dalam James Dananjaya. 1991: 21) cerita rakyat atau folklore

memiliki tiga bentuk yang berbeda. Folklore digolongkan ke dalam tiga kelompok

besar berdasarkan tipenya, yaitu folklore bukan lisan (non verbal folklor), folklore

sebagian besar lisan (partly verbal folklore), dan folklor lisan (verbal folklore).

Yang dimaksud folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan

walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklore sebagian lisan

adalah folklor yang merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Dan

folklore lisan adalah sebagai folklore yang disampaikan dari mulut ke mulut

secara tradisional dan turun temurun (James Dananjaya. 1991: 21-22).

Sejalan dengan pendapat James Dananjaya tersebut di atas, Salamon

Hagar dalam artikelnya dalam Jurnal of Folklore Research yang berjudul

Blackness in Transition: Decoding Radical Constructs through Stories of

Ethiopian Jews. Dia mengemukakan this research has uncovered a system of

racial hierarachies among the beta Israel, including asecret system of master and

slaves (chewa and barya), and this system challenges conventions of control and

racist ideology. Dalam artikel tersebut riset folklore digunakan untuk

membongkar sistem hierarki rasial para guru dan budak (chewa dan barya) di

(26)

commit to user

ideologi. Menyoroti masyarakat Etiopia yang berusaha membongkar sistem rasial

dalam budayanya (Salamon Hagar, 2003)

Cerita rakyat atau folklore merupakan salah satu hasil budaya masyarakat

yang termasuk dalam karya sastra lisan. Disebut demikian, karena sifat-sifat cerita

rakyatantara lain (1) cara persebaran folklor yang biasanya dilakukan secara lisan

dari mulut ke mulut dari generasi ke genarasi berikutnya, (2) bersifat tradisional,

yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap (standar), (3) folklore berada dalam

berbagai versi dan varia, (4)bersifat anonym, (5) mempunyai bentuk rumus dalam

banyak dan berpola, (6) mempunyai kegunaan atau fungsi di dalam folk

pendukungnya, (7) bersifat pralogis, (8) folklor menjadi milik bersama (kolektif),

(9) folklore biasanya bersifat polos dan lugu (James Dananjaya, 1997: 3-4).

Di Indonesia sastra lisan masih sangat kurang mendapatkan perhatian jika

dibandingkan dengan sastra tulis. Suripan Sadi Hutomo (1991: 1-2) berpendapat

bahwa sastra lisan dimaksudkan sebagai kesusastraan yang mencakup ekspresi

kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan

(dari mulut ke mulut). Namun sebenarnya kesusastraan lisan maupun kesusastraan

tulis adalah dunia cipataan pengarang dengan menggunakan medium bahasa.

Sastra lisan lebih pesat perkembangannya di masyarakat tradisional dan

sastra tulis berkembang di masyarakat modern. Sastra lisan bersifat komunal,

artinya milik bersama sedangkan sastra tulis bersifat individual/perseorangan

(Suripan Sadi Hutomo, 1991: 3).

Michael Brown (2007) berpendapat dalam artikelnya, the New Zealand

(27)

commit to user

in Wellington, New Zealand, in 1996. Members ainet to collect folklore (mainly

songs). Dalam pendapatnya Brown, terdapat kebangkitan kembalinya sastra

rakyat di Wellington, Selandia Baru tahun 1966. Dia mengarahkan anggota dan

mengumpulkan dongeng-dongeng yang bersifat nyanyian rakyat.

Sejalan dengan pendapat tersebut Timothy R. Tangherlini (2008)

menyampaikan pendapatnya Collestion of century Danish Folklore is an

amusing…dalam uraian tersebut pada abad ke Sembilan belas di Denmark,

dongeng-dongeng merupakan suatu yang menghibur rakyat. Dongeng-dongeng

tersebut berisi sesuatu yang menghibur dan terdapat kebenaran di dalamnya.

Koenraad Kuiper dalam artikelnya menyampaikan the article proposes a

research programme in folklore studies and cultural anthropology to investigate

those part of pakehe (non-Maori) cultural continuity that can be traced to a set of

largely working class and rural ritual and practices from Britain… dalam

pendapat tersebut mengusulkan dongeng-dongeng seperti Pakehe yang di

dalamnya berisi kelas-kelas pekerjaan dan upacara agama pedesaan di Britain

(Koenraad Kuiper, 2007).

Meider Wolfgang (2003) dalam artikelnya, “Now I Sit Lake a Rabbit in the

Pepper”. Proverbial Language in the Letter of Wolfgang Amadeus Mozard. Dia

berpendapat the stylistic and biographical discussion of the traditional folk

rhetoric is grouped under eight subheadings: Incatations and curses as proverbial

formulas, animal phrases as social commentary, sometic expressions as emotional

indicator. Dia berpendapat bahwa dalam penelitian folklornya berkaitan dengan

(28)

commit to user

berbicara yang berkomentar tentang sosial. Folklor yang diambil untuk pengertian

tersebut tokoh binatang yang berbicara, sama halnya dengan cerita “Si Kancil”.

Fank mengemukakan bahwa kesusastraan rakyat adalah sastra yang hidup

di tengah-tengah rakyat. Sastra rakyat dituturkan oleh ibu kepada anaknya dalam

buaian, atau tukang cerita kepada penduduk kampung yang tidak bisa membaca

dan menulis. Atas kehendak pihak istana, adabeberapa cerita yang ditulis dan

dibukukan. Dengan demikian sastra lisan berkembang terlebih dahulu daripada

sastra tulis yang berkembang di istana, (Liaw Yock. Fank, 1982: 12). Suatu

contoh sastra lisan yang berkembang sebelum sastra ditulis, seperti cerita-cerita

tentang kebesaran istana yang banyak diceritakan dan disebarkan kepada rakyat,

contoh lain seperti yang sudah disebutkan di atas yaitu cerita tentang “Si Kancil”,

Kancil dan Seruling Nabi Sulaiman, Kancil dan Buaya, Kancil dengan Keong,

Kancil dan Pak Tani, dan lain-lain.

John Bendix (2003: 5), artikelnya “A Lost Track: On the Unconscious in

Folklor” dalam penelitian mengemukakan Psychoanalysis and Folklore. Jeggle

describes the opportunities that may have been lost for exploring the bridges

between fokloristic and psychoanalytic scholarship. Using examples from folk

belief and dream, from the realm of mental illness and oracle interpretation. John

Bendix menyampaikan dalam artikel folklornya bahwa oportunitas yang mungkin

telah hilang untuk menyelidiki jembatan antara psikoanalitik dan folkoloistik.

Menggunaan contoh dari kepercayaan rakyat dan mimpi dari dunia sakit ingatan

(29)

commit to user

Cerita sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu,

peristiwa yang satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain. Dengan

demikian hakikat cerita akan melibatkan 2 unsur, yakni bentuk dan substansi.

Jelasnya, cerita hakikatnya merupakan pembeberan dan pengurutan gagasan yang

mempunyai urutan awal, tengah, dan akhir (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 92).

Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah yang dalam

pengungkapannya menggunakan bahasa setempat, berkembang dari masa lalu

sejak bahasa-bahasa tulis belum dikenal. Cerita rakyat diwariskan secara lisan,

sehingga banyak tambahan yang disisipkan atau dikembangkan dan bervariasi

tergantung si pencerita, sehingga muncul beberapan versi berbeda meskipun

ceritanya sama.

Sama seperti sastra lisan, cerita rakyat biasanya disebarkan secara lisan

(dari mulut ke mulut) bersifat tradisional, dari satu generasi ke generasi, dapat

terdiri dari berbagai versi cerita, dan biasanya tidak diketahui pengarangnya.

Kadang-kadang penuturannya disertai dengan perbuatan misalnya melalui gerakan

tari-tarian, tradisi mendalang dan sebagainya. Ini juga menjadi ciri-ciri cerita

rakyat yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia

b. Jenis-Jenis Cerita Rakyat

Para ahli sastra menggolongkan cerita rakyat secara berbeda-beda namun

ditemukan banyak kesamaan. Penelitian ini mengambil cerita rakyat dari tiga

(30)

commit to user

mengambil kelompok legenda, yakni legenda setempat dan legenda perseorangan.

Hal ini dimaksudkan mempertimbangkan keberadaan cerita rakyat.

Cerita rakyat memiliki beberapa perbedaan tentang penggolongannya.

Namun, perbedaan penggolongan cerita rakyat tersebut bukanlah sesuatu yang

penting. Hal-hal yang berbeda tersebut, akhirnya akan ditemukan adanya

kesamaan, unsur edukatifnya, maupun unsur religinya dll. Fank membagi cerita

atau sastra rakyat menjadi lima golongan, yaitu: (1) cerita asal-usul, (2) cerita

binatang, (3) cerita jenaka, (4) ceria pelipur lara, (5) pantun, Liaw Yock Fank

(2002: 1).

James Dananjaya (1997: 30) menyebutkan bahwa cerita rakyat yang

tergolong dalam sastra lisan, di dalamnya dibagi menjadi (1) mite (myth), (2)

legenda (legend) serta (3) dongeng (folktale). Mite adalah cerita rakyat yang

dianggap benar-benar terjadi oleh masyarakat pendukungnya, legenda adalah

cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi oleh pendukungnya tetapi

tidak dianggap suci seringkali mengambil tokoh manusia, kadang kala

mempunyai sifat yang luar biasa dan dibantu oleh makhluk halus, tempat

kejadiannya bisa masa sekarang maupun masa lampau, sedangkan dongeng

(folktale) merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi,

tidak terikat oleh waktu maupun tempat.

Lie Yock Fank (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 2, 16, 20), menyatakan

ada lima jenis cerita rakyat yaitu: mite, legenda, fabel, cerita jenaka, dan cerita

(31)

commit to user

usul. Fabel adalah cerita binatang. Cerita jenaka disebut juga cerita lucu. Cerita

pelipur lara adalah kisah muda-mudi.

Selanjutnya Herman J Waluyo, (2008: 1-20) memberikan contoh

masing-masing cerita rakyat antar lain:

1) Mite contohnya dongeng Nyai Roro Kidul, dongeng Aji Saka, dongeng Hantu

dan Roh Halus.

2) Legenda contohnya dongeng Asal Usul Desa/Kota/daerah, Terjadinya Kota

Banyuwangi, Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu.

3) Fabel contohnya Kancil dengan Harimau, Kancil dengan Pak Tani.

4) Cerita jenaka contohnya Pak Pandir dan Musang Berjanggut.

5) Cerita pelipur lara contohnya Sri Rama, Roro Mendut-Pronocitro.

Berikut penuturan Hernan J Waluyo dalam Cerita Rakyat dari Berbagai

Daerah. (2008: 1)

“ Cerita rakyat bukanlah folk-lore, namun folk-literature yang merupakan bagian dari folk-lore. Di berbagai daerah ada cerita rakyat. Sering kali cerita rakyat dari berbagai daerah yang satu ada persamaannya dengan cerita rakyat daerah lain, karena dulunya terjadi penyebaran itu secara lisan.”

Berbeda dengan pendapat Liaw Yock Fang di atas, secara umum, Bascom

(1965:4) membagi cerita rakyat/cerita prosa rakyat (folk literature) ke dalam tiga

kelompok, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Senada

dengan Bascom, Haviland (1993: 230) juga membagi cerita rakyat ke dalam tiga

kelompok, yaitu: mitos, legenda, dan dogeng.

Untuk menghindari perbedaan pendapat dalam masyarakat mengenai

cerita rakyat, maka dalam penelitian ini membagi cerita rakyat (folklore) menjadi

(32)

commit to user

mempertimbangkan bahwa cerita rakyat yang diangkat dalam penelitian ini masuk

dalam kategori pendapat William R. Van Bascom dan Haviland. Ketiga bentuk

cerita rakyat tersebut dapat diuraikan secara teoritis sebagai berikut:

1) Mite atau Mitos

Mite atau mitos cerita yang bersifat dongeng tentang asal-usul suatu

tempat, tentang kejadian alam, manusia binatang, dan penempatan. Apabila

ditinjau dar segi peristilahan mite berasal dari kata “mythos” (Yunani) yang berarti

cerita para dewa-dewa dan pahlawan perkasa yang dipuja-puja. Bascom dalam

Dananjaya menyatakan pendapatnya bahwa mite (mitos) adalah prosa rakyat yang

dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite

ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia

lain atau di dunia yang tidak dikenal sekarang, karena terjadi pada masa yang

telah lampau (Bascom dalam James Dananjaya, 1997: 50).

Lebih lanjut James Dananjaya (1997: 50) menjelaskan bahwa mite pada

umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia manusia pertama,

terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam dan

sebagainya. Mite juga mengisahkan tentang petualangan tentang para dewa, kisah

percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka dan

sebagainya. Suripan Sadi Hutomo berpendapat bahwa mite atau mitos adalah

cerita-cerita suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama. Yang

termasuk mitos adalah cerita-cerita yang menerangkan asal-usul dunia, kehidupan

manusia dan kegiatan-kegitan hidup seperti bercocok tanam, kepercayaan Dewi

(33)

commit to user

Stainberg berpendapat bahwa mite adalah cerita rakyat yang bersifat suci,

penuh dengan kegaiban dan kesaktian, dan mempunyai dasar sejarah (dalam

Djarmanis, 2003: 98). Hidayat dan Navis, (2003: 87) menyatakan bahwa mitos

merupakan gambaran tenang suatu dalam bentuk simbol agar memudahkan

orang-orang memahaminya. Dengan demikian, mitos sebenarnya merupakan suatu

realitas yang terlalu kompleks dan sulit dipahami, karena mitos merupakan

ekspresi berbagai makna dan cara.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mitos

adalah cerita tradisi tentang binatang, kejadian alam, dan penempatan. Cerita

tradisi tersebut yang dianggap benar-benar terjadi dan bersifat suci penuh dengan

kegaiban dan kesaktian dan mempunyai dasar sejarah cerita, cerita tentang

peristiwa-peristiwa yang semihistoris yang menerangkan masalah-masalah

tentang kehidupan manusia, dan asal mula terjadi dunia.

2) Legenda

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya

cerita sebagai suatu yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Legenda adalah cerita

yang mengisahkan sejarah satu tempat atau peristiwa zaman silam. Ia mungkin

berkisah tentang seorang tokoh, keramat, dan sebagiannya. Setiap penempatan

yang bersejarah lama mempunyai legendanya sendiri.

Haviland (2003: 230-231) menyatakan bahwa legenda adalah cerita-cerita

semihistoris yang memaparkan perbuatan para pahlawan, perpindahan penduduk,

dan terciptanya adat kebiasaan lokal, selalu berupa campuran antara yang realis

(34)

commit to user

dipercaya atau dipercaya, tetapi fungsinya untuk menghibur dan untuk memberi

pelajaran serta untuk membangkitkan atau untuk menambahkan kebanggakan

orang atas keluarga, suku, atau bangsa (nation). Legenda dapat memuat tentang

keterangan-keterangan langsung atau tidak langsung tentang sejarah,

kelembagaan, hubungan nilai, dan gagasan-gagasan. Legenda juga memuat cerita

omong kosong dan sebagainya.

William R. Van Bascom (dalam Djamaris, 2003: 98) Legenda adalah

cerita yang mempunyai cirri-ciri mirip mite yang dianggap benar-benar terjadi,

akan tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite. Legenda ditokohi oleh

manusia biasa walaupun ada kalanya sifat-sifat luar biasa atau sering juga dibantu

oleh makhluk gaib.

Legenda dapat mengandung rincian-rincian mitologis, khususnya kalau

berkaitan dengan masalah supranatural dan oleh karena itu tidak selalu dapat

dibedakan dengan mitos. Secara lebih terperinci, Brunvand menggolongkan

legenda ke dalam empat kelompok, yaitu: (1) legenda keagamaan (religious

legend), (2) legenda alam gaib (supernatural legend), (3) legenda perseorangan

(personal legend), dan (4) legenda setempat (local legend), (James Dananjaya,

1997: 67-71).

1) Legenda Keagamaan

Legenda keagamaan (religious legends) misalnya, bisa diketahui dari

adanya beberapa tokoh keagamaan yang berperan dalam pemberontakan maupun

penumpasan terhadap peristiwa tertentu. Selain itu setelah mengetahui beberapa

(35)

commit to user

tokoh-tokoh keagamaan yang juga berperan di dalamnya, misalnya peran modin

dalam legenda sunan, kiai, dan sebagainya.

2) Legenda Alam Gaib

Legenda alam gaib (supernatural legends), legenda seperti biasanya

berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang.

Fungsi legenda seperti ini untuk meneguhkan kebenaran sifat “ketahayulan” atau

kepercayaan masyarakat. Dari hal-hal seperti itulah akan menambah kepercayaan

masyarakat terhadap kesaktian sang tokoh di dalam cerita tersebut, sehingga pada

akhirnya legenda tersebut lebih dipercayai oleh masyarakat pendukungnya.

3) Legenda Perseorangan

Legenda perseorangan (personal legends), adalah cerita mengenai

tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh pemilik cerita benar-benar terjadi (James

Dananjaya, 1997: 73-75). Legenda perseorangan ini banyak dijumpai di

Indonesia, di daerah Jawa khususnya kita mengenal legenda perseorangan, seperti

“Pangeran Samodra” dari Sragen, legenda “Joko Buduk” dari Sragen, legenda

“Raja Mala” dari Surakarta dll (Bakdi Sumanto, 2001).

4) Legenda Setempat

Legenda Setempat (local legends) adalah legenda atau cerita yang

berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan berbentuk topografi suatu

tempat (James Dananjaya, 1997: 75-83). Legenda yang berhubunga dengan nama

suatu tempat contohnya, asal mula nama kota Salatiga, Banyuwangi, asal mula

(36)

commit to user

berhubungan dengan bentuk topografi suatu tempat yaitu legenda Sangkuriang,

legenda Gunung Tangkuban Perahu, legenda Gunung Mardido, dan lain-lain.

3) Dongeng

Dongeng (folktale) dalam bahasa Belanda disebut dengan “sprokje” dalam

bahasa Jerman disebut degan “marchen”. Hartoko dan Rahmanto, (1999: 34)

mengemukakan dongeng adalah cerita tradisi yang secara lisan turun temurun

disampaikan kepada kita, pengarangnya tidak dikenal. Dunianya khayalan.

Bascom (dalam James Dananjaya, 1994: 50) berpendapat dongeng merupakan

cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang mempunyai

cerita, tidak terikat oleh waktu dan tempat. Lebih lanjut (Haviland, 1993: 233)

juga menyampaikan pendapatnya bahwa dongeng adalah cerita kreatif yang diakui

sebagai khayalan untuk hiburan. Pengertian lain disampaikan oleh Idat

Abdulwahid, Min Rukmini, dan Kalsum, (1998: 14-16) bahwa dongeng adalah

cerita pendek kolektif kasusastraan lisan yang merupakan cerita prosa rakyat dan

dianggap tidak benar-benar terjadi.

Dongeng adalah cerita rakyat yang secara lisan turun temurun disampaikan

pada kita, dan pengarangnya tidak dikenal. Dongeng biasanya tidak ada catatan

mengenai tempat dan waktu, biasanya tamat dengan happy ending, atau berarkhir

dengan suatu kebahagiaan, susunan kalimat, struktur dan penokohan sederhana,

serta sering terjadi pengulangan (Diek Hartono dan Bernardus Rahmanto, 1986:

34). Sejalan dengan definisi tersebut dinyatakan bahwa dongeng adalah cerita

(37)

commit to user

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa dongeng tidak

mengandung aspek historis. Selain itu diakui bahwa dongeng hanya sebagai

khayalan belaka. Walaupun dipandang untuk keperluan hiburan dongeng juga

member atau dapat digunakan sebagai wejangan atau member pelajaran praktis.

Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga cerita yang

menggambarkan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahkan sindiran.

Dongeng biasanya berisikan petualangan tokoh cerita yang penuh

pengalaman ajaib dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan. Kejadian-kejadian

yang dialami tokohnya sering merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi

dalam kehidupan nyata.

Dongeng biasanya berisi kisah petualangan tokoh cerita yang penuh

dengan pengalaman gaib dan berbagai macam tantangan yang akhirnya mendapat

kebahagiaan. Kejadian-kejadian yang dialami oleh tokoh cerita berupa hal-hal

yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Liew Yock Fank dalam

Herman J. Waluyo (2009: 23) mengemukakan dongeng termasuk klasifikasi cerita

rakyat (folk literatur). Cerita rakyat tersebut merupakan bagian dari kebudayaan

rakyat (folklore) yang meliputi mite, legenda, fabel, cerita jenaka, dan cerita

pelipur lara.

Dalam kebudayaan tertentu atau yang berkembang di daerah tertentu,

orang akan dapat mengelompokan tipe-tipe dongeng lokal, misalnya: dongeng

hewan, dongeng pengalaman manusia, tipu muslihat, dilema, moral, hantu, cerita

omong kosong, cerita cabul, dan sebagainya. Namun, seperti halnya legenda,

(38)

masalah-commit to user

masalah etis yang terdapat secara menyeluruh (universal) pada umat manusia.

Dalam arti tertentu dongeng dapat mengemukakan suatu filsafat tentang moral.

Oleh karena itu, pelajaran atau nilai-nilai yang terkandung dalam suatu dongeng

dapat menggambarkan sampai manakah seseorang memiliki kepercayaan kepada

diri sendiri dalam menghadapi berbagai persoalan dan berbagai masalah-masalah

di dalam masyarakat itu sendiri.

c. Fungsi Cerita Rakyat

Cerita rakyat yang ada dalam suatu daerah biasanya tidak hanya

mengungkapkan hal-hal yang bersifat permukaan. Cerita rakyat merupakan

meruoakan sendi-sendi kehidupan secara lebih mendalam. Kehadira atau

keberadaannya sering merupakan tanggung jawab atau teka-teki alam yang

terdapat di seputar kita. Namun, saat ini penutur cerita rakyat sudah jarang

dijumpai atau sudah langka. Hai itu menuntut adanya penginventarisasian cerita

rakyat agar isi ceritanya dapat kita nikmati. Nilai-nilai yang ada di dalamnya dapat

kita tenamkan kepada generasi muda serta dapat dilestarikan keberadaannya.

Pandangan secara umum tentang isi cerita rakyat atau folklore merupakan

suatu gambaran masyarakat pemiliknya. Artinya folklore atau cerita rakyat dapat

dijumpai di seluruh daerah atau suku di Indonesia dengan segala jenis dan

variasinya.

Cerita rakyat berfungsi mengungkapkan hal-hal atau sendi-sendi

kehidupan masyarakat secara lebih mendalam. Kebenarannya merupakan jawaban

atas teka-teki alam yang terdapat di sekitar kita. Secara nyata, cerita rakyat

(39)

commit to user

menyadarinya. Padahal, cerita rakyat dapat berperan dalam pengembangan

kepribadian manusia, terbukti cerita yang dibawakan oleh orang tua akan

mempengaruhi jiwa anaknya sehingga pada kelanjutannya dapat membentuk

pribadi si anak di kelak kemudian hari sebagai generasi penerus yang mengerti

asal-usul nenek moyangnya, dan meneladani kehidupan para pendahulu, serta

menghindari hal-hal yang kurang terpuji.

Menurut James Dananjaya (1997: 19) pengkajian sastra lisan yang di

dalamnya termuat cerita rakyat (folk literature) memiliki fungsi antara lain: (1)

sebagai sistem proyeksi (projective system), (2) sebagai alat pengesahan

pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidik anak

(pedagogical device) (4) sebagai alat pemeriksa dan pengawas agar norma-norma

masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Secara ringkas, satra lisan di masyarakat memiliki empat fungsi, yaitu: (1)

sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai alat pengesahan sosial, (3) sebagai alat

pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan (4) sebagai alat pendidik anak

(Suripan Sadi Hutomo, 1991: 69).

Keempat fungsi inilah yang juga mendorong perlu dan pentingnya kajian

secara mendalam mengenai cerita rakyat. Cerita rakyat, selain merupakan

hiburan, juga merupakan sarana untuk mengetahui (1) asal-usul nenek moyang,

(2) jasa atau teladan kehidupan para pendahulu, (3) hubungan kekerabatan

(silsilah), (4) asal mula tempat, (5) adat-istiadat, dan (6) sejarah benda pusaka

(Dendy Sugono, 2003: 126). Selain itu, cerita rakyat juga dapat berfungsi sebagai

(40)

commit to user

Dalam arti luas, sastra lisan (cerita rakyat) dapat juga berfungsi sebagai

sarana untuk menanamkan benih-benih kesadaran akan keangungan budaya yang

menjadi pendukung kehidupan suatu bangsa.

2. Hakikat Struktur Cerita

Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan

gambaran ari semua bahan dan bagian yang menjadikan komponennya secara

bersama membentuk suatu kebulatan (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 36). Faruk

(2003: 16) mengemukakan bahwa struktur karya sastra juga mengacu pada suatu

pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling

menentukan, saling mempengaruhi, dan secara bersama membentuk suatu

kesatuan yang utuh.

Sejalan dengan pernyataan Burhan Nurgiyantoro, Panuti Sudjiman (1988:

13) menyatakan bahwa melalui kegiatan analisis, kita akan menjadi paham akan

duduk perkara suatu cerita. Pembaca akan dapat lebih menikmati dan memahami

cerita, tema, pesan-pesan, penokohan, gaya dan hal-hal yang diungkapkan dalam

karya itu.

Untuk mengetahui struktur sebuah cerita perlu mengadakan sebuah

analisis. Analisis strukturan dilakukan untuk membongkar dan memaparkan

secara cermat, teliti dan detail dan mendalam atas keterjalianan semua unsur dan

aspek semua karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh

(Teeuw, 2003: 112). Pendapat lain disampaikan oleh Zaenudin Fananie bahwa

(41)

commit to user

tercermin dalam strukturnya, seperti tema, karakter, plot, setting dan bahasa yang

merupakan satu kesatuan utuh (Zainudin Fananie, 2001: 76).

Sastra mengenal istilah strukturalisme sebagai salah satu pendekatan dan

penelitian kesastraan yang menekankan pada kajian, hubungan antarunsur

pembangun suatu karya. Jadi strukturalisme disebut juga sebagai pendekatan

objektif yang dipertentangkan dengan pendekatan lain misalnya pendekatan

mimetik, ekspresi, dan pragmatik (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:

37).

Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,

mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik, keadaan

peristiwa, plot, tokoh, dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Analisis

struktural bertujuan memaknakan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan

antarberbagai unsur karya sastra dan sumbangan apa yang diberikan terhadap

tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai oleh sebuah struktur

yang komplek dan unik (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 37-38).

Cerita tradisi sebagai bagian dari karya sastra dipandang sebagai kebulatan

dan keterjalinan makna yang diakibatkan oleh adanya perpaduan isi dengan

pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain kajian intrinsik struktur

cerita juga memandang dan menelaah cerita tradisi itu dari segi yang membangun

karya sastra, yaitu tema, alur, latar, dan penokohan (Atar Semi, 1993: 13).

Kajian struktural sebuah karya sastra tidak dapat dipisahkan dari latar

belakang sosial, budaya kesejarahannya, karena akan menyebabkan karya itu

(42)

commit to user

analisis struktural dilengkapi dengan analisis lain yang dikaitkan dengan keadaan

sosial budaya secara lebih luas (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 39).

a. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup yang melatarbelakangi

penciptaan karya sastra. Karena karya sastra merupakan refleksi kehidupan

masyarakat, tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema

dapat berupa persoalan moral, etika, sosial budaya, agama, teknologi, dan tradisi

yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Tema dapat juga berupa pandangan

pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul. Tema dapat dipandang

sebagai dasar cerita dan gagasan dasar umum tersebut digunakan untuk

mengembangkan cerita. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita dan

menjiwai seluruh bagian cerita tersebut (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 70).

Panuti Sudjiman memberi batasan dengan istilah tema sebagai gagasan

ide, yaitupokokpersoalah yang mendominasi suatu karya sastra (1998: 50).

Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro (1994: 70) membatasi istilah tema sebagai

gagasan dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel. Berdasarkan

definisi tema tersebut dapat ditarik kesimpulan tema adalah gagasan pokok yang

mendasari suatu cerita dan mendominasi suatu karya sastra.

Suminto A. Sayuti menyatakan bahwa dalam pengertian yang paling

sederhana, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita (Suminto

A. Sayuti, 1998: 97). Sejalan dengan pendapat tersebut, Fananie menyampaikan

pendapatnya tentang tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang

(43)

commit to user

merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam

karya sastra bisa sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika,

agama, sosial budaya, perjuangan, teknologi, tradisi yang berkaitan erat dengan

masalah kehidupan.

Tema selalu berkaitan dengan pengalaman kehidupan, melalui karyanya

itu, pengarang menawarkan makna tertentu dalam kehidupan, mengajak pembaca

untuk melihat merasakan dan menghayati makna kehidupan. Mungkin kita akan

merasakan suatu keharuan, penderitaan atau kebahagiaan seperti yang dialami

tokohnya, atau sifat emotif yang dapat menyebabkan kita mengalami perubahan

dalam menjalani hidup dan kehidupan ini (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 71).

Tema merupakan refleksi fiksional tentang kehendakmanusia untuk

memberi makna terhadap pengelaman-pengalamannya. Tema merefleksikan

kehendak manusiayang mendasar dan bersifat universal. Tema merupakan salah

satu dari daya tarik sebuah fiksi yang juga paling mendasar dan universal. Dapat

disimpulkan bahwa tema merupakan gagasan sentral pengarang yang akan

disampaikan kepada pembaca. Tema adalah masalah hakiki manusia yang ingin

dipecahkan dalam karya yang diwujudkan oleh pengarang.

b. Plot/Alur Cerita

Alur cerita merupakan rangkaian peristiwa yang merupakan susunan

kejadian-kejadian yang satu sama lain saling berhubungan. Alur disebut juga plot.

Alur atau plot adalah rangkaian kejadian dalam ceritayang disusun sebagai

interelasi fungsional kejadian dalam cerita yang sekaligus menandai urutan

(44)

commit to user

Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu

hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau

menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kejelasan plot/alur cerita adalah

kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linier, akan

mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot

berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita dimengerti,

sebaliknya plot yang rumit dan komplek menyebabkan cerita sulit dipahami

(Burhan Nurgiyantoro, 1995: 110).

Kaidah Pemplotan

1) Plausibilitas

Plausibilitas diartikan sebagai suatu hal yang dapat dipercaya sesuai

dengan logika cerita. Plot sebuah cerita harus memiliki sifat plausible, dapat

dipercaya oleh pembaca. Pengembangan plot cerita yang tidak plausible dapat

membingungkan dan meragukan pembaca, misalnya karena tidak ada atau tidak

jelasnya unsur kausalitas. Lebih dari itu mungkin orang akan menganggap bahwa

karya tersebut kurang bernilai (literer) (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 130).

2) Suspense

Suspense adalah cerita yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu di hati

pembacanya dan pembaca akan terdorong keinginannya untuk membacanya

sampai selesai. Menurut Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 134),

Suspense adalah harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir cerita.

(45)

commit to user

untuk setia mengikuti cerita mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan

dan akhir cerita.

Unsur suspense yang terus-menerus terjaga secara kuat melingkupi

perkembangan plot, pembaca akan merasa penasaran jika belum

menyelesaikannya. Cara membangkitkan suspense dalam sebuah cerita adalah

menampilkan foreshadowing yakni menampilkan peristiwa tertentu yang bersifat

mendahului mungkin saja berupa pertanda atau firasat (Burhan Nurgiyantoro,

1995: 135).

3) Surprise

Surprise adalah sesuatu yang bersifat mengejutkan atau kejutan yang

menampilkan sesuatu yang menyimpang atau bahkan bertentangan dengan

harapan pembaca (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 136). Jadi bisa

dikatakan dalam karya itu terdapat penyimpangan, pelanggaran, atau penentangan

dalam cerita dengan apa yang telah menjadi biasanya.

Plot yang baik suspense, surprise, dan plausibility berjalinan sangat erat

dan saling menunjang, saling mempengaruhi serta membentuk satu kesatuan yang

padu (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 138).

4) Kesatupaduan

Kesatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang

ditampilkan khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, berkaitan dengan acuan

yang mengandung konflik atau seluruh pengalaman yang hendak

dikomunikasikan memiliki keterkaitan (ada benang merah yang menghubungkan)

(46)

commit to user

Plot atau alur cerita meliputi: (1) paparan awal cerita (expotition), (2)

masuk problem (inciting moment), (3) penanjakan konflik (rising action), (4)

konflik makin ruwet (komplication), (5) menurunnya konflik (talking action), (6)

penyelesaian (denouement) (Herman J. Waluyo, 1995: 148).

Sesuai dengan beberapa pendapat mengenai alur cerita tersebut, Herman J.

Waluyo membagi alur/plot sebuah cerita menjadi enam tahapan, yaitu:

(1) Paparan awal cerita (expotion), yaitu tahap yang berisi pelukisan dan

pengenalan situasi latar serta tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupkan tahap

pembukaan cerita atau pemberian informasi awal yang berfungsi sebagai

landasan cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

(2) Mulai ada problem (generaying ciricumstances), yaitu tahap memunculkan

masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik

mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal muncul konflik.

Konflik itu akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap

berikutnya.

(3) Penanjakan konflik (rising action), yaitu tahap pemunculan konflik yang

semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.

Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan

menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mulai mengarah ke klimaks dan

semakin tak terhindarkan.

(4) Konflik yang semakin ruet (complication), yaitu tahap penyampaian konflik

atau puncak ketegangan. Pertentangan-pertentangan yang terjadi pada diri atau

(47)

commit to user

dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita

terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki

lebih satu klimaks.

(5) Konflik menurun (falling action), yaitu tahap klimaks mulai menurun.

Artinya, klimaks sudah mulai kendor. Konflik sudah hampir berakhir dan

sudah mulai ada titik tentu.

(6) Tahap penyelesaian (denouement), tahap pemberian solusi atau jalan keluar.

Konflik-konflik yang ada diberi jalan keluar, lalu cerita diakhiri.

Dari beberapa pendapat di atas, plot merupakan jalinan cerita dari awal

sampai akhir, berkesinambungan, dinamis, berhubungan dengan sebab akibat

(kausalitas), berperan sangat penting dalam cerita, berfungsi untuk membaca ke

arah pemahaman secara rinci. Plot yang baik adalah sebuah alur cerita yang

mudah dipahami pembacanya.

c. Tokoh dan Karakter

Istilah “Tokoh” merujuk pada orangnya atau pelaku cerita, misal pelaku

utama, atau tokoh pemeran protagonis, antagonis, dan sebagainya. Karakter

adalah watak atau perwatakan menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang

ditafsirkan oleh pembaca atau lebih pada kualitas pribadi seorang tokoh (Burhan

Nurgiyantoro, 1995: 165).

Teknik Penokohan dan Penggambaran Watak:

1) Teknik Penokohan

Seorang tokoh cerita ciptaan pengarang itu jika disukai banyak orang dalam

(48)

commit to user

yang mempunyai relevansi. Salah satu bentuk kerelevansian tokoh sering

dihubungkan dengan kesepertihidupan (lifelikeness) (Kenny dalam Burhan

Nurgiyantoro, 1995: 175).

2) Teknik Penggambaran Watak

Teknik penggambaran/pelukisan watak tokoh dalam suatu karya yakni

pelukisan/penggambaran sikap, sifat, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain

yang berhubungan dengan jati diri tokoh dibedakan kedalam dua cara atau teknik,

yaitu teknik uraian (telling) dan teknik ragaan (showing). Kedua teknik ini hanya

berbeda istilah namun secara esensial sama, yakni menyarankan pada

penggambaran secara langsung dan penggambaran secara tidak langsung. Kedua

teknik tersebut masing-masing memiliki kelamahan dan kelebihan yang dalam

penggunaannya tergantung pada selera pengarang dan kebutuhan penceritaan.

Pada umumnya pengarang menggunakan campuran dengan mempergunakan

dua-duanya, hal itu dirasa lebih menguntungkan karena kelemahan masing-masing

dapat ditutup (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 195).

Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 165),

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan

pembaca memiliki kualitas moral tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan

tindakan. Jadi istilah penokohan pengertiannya lebih luas daripada tokoh dan

perwatakan. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampilkan dan

memperlakukan tokoh meskipun hal itu berbeda dengan dunianya sendiri di dunia

(49)

commit to user d. Latar/Setting.

W.H. Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 198), mengatakan bahwa

setting adalah keseluruhan lingkungan cerita meliputi adat istiadat, kebiasaan, dan

pandangan hidup tokohnya yang berkaitan dengan waktu, tempat penceritaan,

tempat terjadinya cerita, misalnya siang, malam atau pagi, hari, bulan, atau tahun,

di desa, kota atau wilayah tertentu, di pantai, gunung, danau, sungai atau

lingkungan masyarakat tertentu, dan sebagainya.

Unsur latar data dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,

dan sosial. Ketiga unsur tersebut menawarkan permasalahan berbeda, tetapi saling

berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Unsur-unsur latar

tersebut yaitu:

1) Latar Tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diciptakan dalam sebuah karya fiksi. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat

yang dijumpai dalam dunia nyata. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya

penyebutan jenis yang bersifat umum yakni sungai, jalan, kota, desa, hutan dan

sebagainya. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketepatan deskripsi,

fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain sehingga semuanya

bersifat saling mengisi dan keberhasilan penampilan unsur latar dapat dilihat dari

segi koherensinya dengan unsur fiksi lain dan dengan tuntutan cerita secara

(50)

commit to user 2) Latar Waktu

Latar waktu sangat berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya

dihubungkan dengan waktu faktual untuk memberi kesan pada pembaca

seolah-olah cerita itu sungguh ada dan terjadi sehingga sangat berpengaruh terhadap

perkembangan plot dan cerita secara keseluruhan dan bersifat fungsional (Burhan

Nurgiyantoro, 1995: 230).

3) Latar Sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi,

mencakup berbagai masalah dalam ruang lingkup yang cukup komplek meliputi

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir

dan bersikap, latar spiritual, dan status sosial tokoh-tokoh yang bersangkutan

(Burhan Nurgiyantoro, 1995: 233).

e. Amanat

Amanat dapat disajikan secara eksplisit (tersurat) dan imptlisit (tersirat),

melalui dialog atau percakapan antartokoh akan mudah ditangkap maknanya oleh

pembaca, atau dapat pula dengan melalui perenungan atau pemikiran atas apa

yang terjadi dalam cerita. Amanat dapat bersifat interpretatif artinya setiap orang

mempunyai penafsiran makna yang berbeda dengan yang lain (Herman J.

Waluyo, 2008: 151).

Cerita yang dikatakan baik, yakni cerita yang dapat diteladani bagi

(51)

commit to user

gemar membaca cerita rakyat akan termotivasi menjadi manusia yang kaya akan

wawasan budaya, berkepribadian baik, dan mampu bertanggung jawab terhadap

diri sendiri maupun lingkungan. Dengan kata lain pembaca akan mampu memetik

pesan di balik tokoh cerita dan memilih yang dapat diteladaninya.

3. Nilai Edukatif dalam Karya Sastra

a. Hakikat Nilai

Darsono Wisadirana (2004: 31), nilai adalah gagasan yang berpegang pada

suatu kelompok individu dan menandaka pilihan di dalam suatu situasi. Nilai

selalu dikaitkan dengan kebaikan, kemaslahatan, dan keluhuran. Nilai merupakan

sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi oleh manusia untuk memperoleh

kebahagiaan hidup. Dengan nilai manusia dapat merasakan kepuasan lahir dan

batin.

Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dirumuskan, kriterianya

beragam, tidak dapat diukur oleh sifat-sifat lahiriyah tetapi bersifat batiniah.

Tingkat kepuasan nilai tiap-tiap orang berbeda karena nilai berhubungan dengan

perasaan hati dan bersifat relatif.

Cerita rakyat menyumbangkan nilai positif dalam kehidupan masyarakat.

Cerita rakyat dapat pula berperan dalam pengembangan kepribadian manusia.

Cerita rakyat yang dituturkan oleh orang tua atau guru akan mempengaruhi jiwa

anak atau siswa sehingga kelanjutannya dapat membentuk pribadi yang luhur

Gambar

Tabel 2.PenggunaanLahanKabupatenBlora……………………........... ..........
Gambar 2.Analisis Model Interaktif…………………………................ ........
Gambar 1 Kerangka Berpikir
Gambar 2. Analisis Model Interaktif
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tesis yang berjudul: “Cerita Rakyat di Kabupaten Boyolali : Suatu Kajian Struktur, Nilai Pendidikan, serta Relevansinya dalam Pembelajaran” ini adalah karya

“Cerita rakyat Melayu selain bersifat hiburan juga memiliki nilai- nilai pendidikan atau didaktis yang terkandung di dalam sebuah cerita dan juga dapat menjadi alat untuk

Hasil penelitian tentang nilai moral dalam cerita Tima dan Nima cerita rakyat Dayak Keninjal Kabupaten Melawi dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sastra

Cerita Rakyat Kabupaten Wonogiri tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk legenda sejarah kolektif ( folk history ) dan dongeng ( folktale ). Fungsi cerita

Oleh demikian, objektif kajian ini adalah untuk menganalisis nilai-nilai murni dalam cerita-cerita rakyat Melayu yang terkandung dalam buku Seuntai Himpunan 366 Cerita Rakyat

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) isi cerita rakyat Gunung Kelud; (2) mitos-mitos cerita rakyat Gunung Kelud; (3) nilai-nilai pendidikan yang terkandung

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian pada 9 cerita rakyat Kerinci dalam buku Kunaung diperoleh bahwa nilai moral yang terkandung dalam tersebut ada 3

Cerita rakyat merupaka karya sastra yang dapat dimanfaatkan oleh pembaca dalam kehidupannya, baik dari segi moral, sosial, agama, ataupun masalah pendidikan.. Hal ini