• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN PENJAMAH MAKANAN DENGAN PERILAKU TENTANG HIGIENE PERORANGAN PADA PROSES PENGOLAHAN MAKANAN DI KATERING X JAKARTA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN PENJAMAH MAKANAN DENGAN PERILAKU TENTANG HIGIENE PERORANGAN PADA PROSES PENGOLAHAN MAKANAN DI KATERING X JAKARTA TAHUN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN PENJAMAH MAKANAN

DENGAN PERILAKU TENTANG HIGIENE PERORANGAN PADA

PROSES PENGOLAHAN MAKANAN DI KATERING “X”

JAKARTA TAHUN 2014

* Putri Nuraini,** Dewi Susanna

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia **Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

*Putrimahesa.mahesa@gmail.com

Abstrak

Makanan adalah unsur lingkungan yang terpenting dalam meningkatkan derajat kesehatan karena selain dapat memenuhi kebutuhan hidup dapat pula menjadi sumber penularan penyakit, bila makanan tersebut tidak dikelola secara higienis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan dan perilaku seorang penjamah makanan pada proses pengolahan makanan di usaha jasaboga Katering “X” tahun 2014. Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 96 orang. Populasi penelitian adalah seluruh penjamah makanan yang bekerja di katering “X”. Data primer didapat dengan melakukan wawancara dan menggunakan kuesioner dengan 11 butir pertanyaan tentang pengetahuan serta 15 butir pertanyaan mengenai perilaku penjamah makanan. Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer. Hasil analisis univariat diketahui bahwa 64.6% penjamah makanan memiliki pengetahuan higiene baik, dan 53.1% memiliki perilaku higiene yang baik. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan higiene penjamah makanan dengan perilaku higiene penjamah makanan (p = 0.092).

Kata Kunci : Pengetahuan, Penjamah Makanan, Perilaku

Abstract

Food is the most important element in improving the environmental health status because can fulfill a need of life and also can be a source of disease transmission, if the food is not maintained in a hygienic manner. This study aims to determine the characteristics, knowledge and behavior of food handlers in the food processing business in catering "X" in 2014. Draft study using cross-sectional design with a sample of 96 people. Population of the research was the whole foodhandler who work in catering "X". Data obtained by doing primary interviews and using a questionnaire with 11 grains questions about knowledge and 15 grains questions about behavior of foodhandler. Data processed using computer software.The result analysis univariat known that 64.6 % foodhandler having knowledge higiene good. and 53.1 % having higiene good behavior. Research showed that no relation between knowledge of foodhandler and behavior higiene of foodhandler (p = 0.092).

(2)

Pendahuluan

Makanan adalah unsur lingkungan yang terpenting dalam meningkatkan derajat kesehatan karena selain dapat memenuhi kebutuhan hidup dapat pula menjadi sumber penularan penyakit, bila makanan tersebut tidak dikelola secara higienis (Soeprapto, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

kasus keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2011 disebabkan oleh pangan jasa boga 30 KLB (23.4 insiden %), pangan olahan 16 KLB (12.50 %), pangan jajanan 16 KLB (12.50 %), dan lain-lain 8 KLB (6.25 %). Pada tahun 2013 menurut BPOM berdasarkan insiden keracunan nasional, makanan masih menjadi penyebab tertinggi terjadinya keracunan (BPOM,2013). Di antara kasus-kasus keracunan pangan, produk makanan yang berasal dari jasaboga (katering) ternyata memberikan kontribusi tertinggi dalam kasus keracunan makanan. Beberapa kasus keracunan makanan di Indonesia yang terjadi karena katering. Menurut Badan Pengawas Obat dan Mananan (BPOM) tahun 2003, Pekerja yang menangani pangan dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Hal ini juga tercantum dalam Peraturan menteri kesehatan Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011, penjamah Makanan adalah orang yang secara langsung mengelola makanan jadi akan sangat memungkinkan jika seorang penjamah makanan menjadi perantara masuknya suatu penyakit ke dalam makanan.

Penjamah makanan yang berpendidikan rendah akan melaksanakan tugasnya hanya mengandalkan kebiasaan yang dimilikinya tanpa mengetahui alasan yang benar yang melatarbelakangi tindakannya.

Tenaga pengolah atau penjamah makanan adalah semua orang yang melakukan kegiatan pengolahan makanan, dengan tidak melihat besarnya pekerjaan. Untuk mengetahui dan melaksanakan upaya higiene dan sanitasi makanan dipengaruhi umur, pada umumnya semakin lanjut usia seseorang, ia semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa dalam arti semakin bijaksana, semakin mampu berfikir rasional, semakin mampu mengendalikan emosi semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda (Meikawati & Astuti, 2010),

(3)

jenis kelamin, lama kerja, tingkat pengetahuan dan praktik. Seperti diketahui bahwa karakteristik dari penjamah makanan tersebut bervariasi dari segi sosial.

Penjamah dengan pendidikan rendah akan berbeda dengan penjamah dengan pendidikan tinggi, namun demikian tidak selamanya pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang baik tentang hygiene dan sanitasi makan (Budiyono,2008).

Katering X merupakan sebuah jasaboga golongan A3 dengan kapasitas pengolahannya lebih dari 500 porsi per hari, dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja. Jumlah pekerja di katering X cukup banyak, terdiri dari 50 orang pegawai tetap dan pegawai harian. Perilaku penjamah yang tidak mendukung tentunya akan menimbulkan masalah terhadap keamanan pangan. Seperti hasil penelitian, Nurlaela (2011) menyatakan bahwa lemahnya personal higiene dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap makanan dan lainya.

Dalam usaha jasaboga, sangatlah penting untuk memperhatikan tingkat kebersihan dan keamanan makanan. Hal ini dikarenakan usaha jasaboga merupakan suatu usaha jasa yang menawarkan produk nyata dibidang makanan dan minuman yang ditawarkan kepada pasar. Jika kualitas produknya tidak memuaskan maka konsumen tidak akan mempercayai jasaboga tersebut. Dengan banyaknya jumlah pekerja di katering X maka akan semakin banyak variasi karakteristik penjamah makanan, tingkat pengetahuan serta perilaku penjamah yang biasa dilakukan.

Tinjauan Teoritis

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Makanan yang sehat merupakan makanan yang diolah oleh jasa boga dan langsung disajikan bagi konsumen, tentang persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran, penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian.

Istilah “Keracunan Makanan” (food poisoning) sering kali digunakan di beberapa negara, tetapi istilah ini adalah suatu ungkapan yang terkadang dapat membatasi atau mengecoh. Umumnya istilah foodborne illness atau foodborne disease kini lebih di sukai. Foodborne disease dapat didefinisikan penyakit apapun yang bersifat infeksius atau toksik yang disebabkan oleh konsumsi air atau makanan (WHO, 2004).

Infeksi terjadi jika bakteri hidup tertelan bersama makanan dalam jumlah yang cukup sehingga beberapa diantaranya dapat bertahan terhadap asiditas lambung yang merupakan

(4)

salah satu barier pelindung utama. Pada foodborne intoxication, bakteri yang tumbuh dalam makanan memproduksi toksin. Jika makanan tersebut tertelan, toksin inilah yang menyebabkan gejala (WHO, 2004).

Hazard bawaan makanan dapat diklasifikasikan dalam hazard biologis, kimia, dan fisik. Hazard biologis meliputi parasit, virus dan bakteri. Untuk hazard kimia dalam makanan berasal dari industri dan pertanian, dari pengolahan makanan atau dari makanan itu sendiri. Adapun zat kimia yang toksik juga berasal dari sumber biologis seperti jamur dan alga. Sedangkan hazard fisik adalah benda-benda asing yang ada dalam makanan misalnya seperti kaca, batu dan lain-lain.

Menurut Sudarmaji (2005), HACCP adalah suatu pendekatan sistem dalam pengamanan makanan. Dengan pendekatan HACCP ini, maka pengawasan keamanan makanan baik yang dikelola oleh perusahaan makanan, jasa boga, rumah makan, restoran, maupun yang dikelola sebagai makanan jajanan dan makanan rumah tangga, dapat lebih terjamin mutunya, karena setiap tahapan proses pengolahan dikendalikan risikonya dan bahaya yang mungkin timbul. Untuk menerapkan HACCP diperlukan peningkatan mutu sumber daya manusia sehingga pendekatan sistem ini dapat mencapai sasaran.

Menurut Permenkes Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011, Jasa boga atau catering adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan usaha jasa boga adalah meliputi usaha penjualan makan jadi (siap konsumsi) yang terselenggara melalui pesanan-pesanan untuk perayaan, pesta, seminar, rapat, paket perjalanan haji, angkutan umum dan sejenisnya. Biasanya makan jadi yang dipesan diantar ke tempat pesta, seminar, rapat dan sejenisnya berikut pramusaji yang akan melayani tamu-tamu/ peserta seminar atau rapat pada saat pesta/seminar berlangsung.

Menurut Permenkes Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011, higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat, orang dan perlengkapannya (peralatan) yang dapat menimbulkan penyakit atau ganguan kesehatan atau keracunan makanan, tujuan higiene sanitasi makanan di rumah sakit adalah tersedianya makanan yang berkualitas, baik dan aman bagi pasien dan konsumen lainnya agar terhindar dari resiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan dan keracunan makanan, selain itu juga untuk terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi.

Penjamah makanan adalah seorang tenaga kerja yang menjamah mulai dari persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian makanan. Pengetahuan, sikap dan tindakan seorang penjamah memegaruhi kualitas makanan yang disajikan penjamah yang

(5)

sedang sakit flu, demam dan diare sebaiknya tidak dilibatkan dahulu dalam proses pengolahan makanan. Jika terjadi luka penjamah harus menutup luka dengan pelindung kedap air misalnya, plester atau sarung tangan plastik (Kusmayadi, 2008).

Faktor yang paling depan dalam penyajian makanan yaitu penjamah makanan. Penjamah makanan merupakan orang yang melaksanakan proses pembuatan atau pengolahan makanan dari mulai bahan baku sampai menjadi barang jadi, sehingga penjamah merupakan faktor yang penting dalam penyediaan makanan dan minuman karena penjamah yang tidak bersih akan menularkan kuman penyebab penyakit. Kuman ini dapat bersarang pada bagian tubuh manusia seperti tangan, kuku, lubang hidung, dan mulut. Selain itu pakaian yang tidak bersih juga berpotensi menjadi tempat bersarangnya kuman. Kebersihan penjamah atau higiene penjamah merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Higiene penjamah yang tidak baik dapat menyebabkan kejadian penularan penyakit bawaan makanan lebih besar terjadi (Maywati,2013).

Persyaratan higiene perilaku penjamah makanan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2011 meliputi, antara lain : a. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak

langsung dengan tubuh.

b. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan : sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu dan sejenisnya.

c. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai celemek dan penutup rambut.

d. Setiap tenaga penjamah makanan pada saat bekerja harus berperilaku : - Tidak makan atau mengunyah makanan kecil/permen.

- Tidak memakai perhiasan (cincin). - Tidak bercakap-cakap.

- Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil. - Tidak memanjangkan kuku.

- Selalu memakai pakaian yang bersih.

Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dan berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi dan sikap. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor lain, diantaranya adalah :

(6)

Umur adalah salah satu variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam semua keadaan menunjukkan adanya hubungan dengan umur. Dalam penelitian Misriati (2000) umur tidak ada hubungannya dengan pengetahuan penjamah makanan. Semakin tua usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologisnya.

2. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri (UU No. 23 Tahun 2003).

3. Lama Bekerja

Seorang pekerja yang senantiasa diberi rangsangan dengan cara kerja yang baru dan kreatif akan mudah untuk mengingatnya untuk dijadikan pola kesehariannya. Penilaian dan bimbingan atasan akan sangat berpengaruh pada pengembanagna kinerja melalui proses interaksi sosial yang berkesinambungan. Semakin lama kerja seseorang pengalamannya akan semakin banyak dan bila yang bersangkutan mau melakukan perenungan terhadap setiap hasil pengalamannya (Maulana, 2004).

4. Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi dorongan sosial untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keadaan dirinya.

Hasil penelitian oleh Iriani (2000), menyatakan bahwa antara jenis kelamin dengan perilaku penjamah makanan tidak memiliki hubungan yang signifikan. jenis kelamin dengan perilaku higiene tidak ada hubungan yang signifikan juga ditemukan dalam penelitian Khoerun Nisa (2013) dan Gutomo (2010).

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional dengan tujuan menganalisa tingkat pengetahuan penjamah makanan pada proses pengolahan makanan di katering X tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014 di katering X.

(7)

Populasi penelitian yang akan diteliti adalah seluruh pekerja yang terlibat pada proses pengolahan makanan di katering X. Sampel dari penelitian ini adalah beberapa pekerja yang dianggap mewakili seluruh pekerja pada pengolahan makanan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil pada saat melakukan observasi langsung dengan menggunakan kuesioner terkait dengan hal yang akan dianalisa.

Data yang sudah dikumpulkan, diperiksa kembali untuk menjamin kelengkapannya. Sedangkan pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan bantuan piranti lunak komputer.

Data yang telah diperoleh selanjutnya akan diolah oleh peneliti dengan dua langkah yaitu:

1. Editing data, merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner, sehingga dapat memudahkan peneliti untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya. 2. Coding data, adalah salah satu cara pemerian kode terhadap masing-masing kuesioner

yang berguna untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

3. Entry data, dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program komputer. Salah satu paket program yang sudah umum digunakan untuk entry data. Analisa data dilakukan dengan analisis kuantitatif deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel independen dan dependen untuk melihat gambaran dari nilai-nilai statistik yang mewakili masing-masing variabel.

- Pengetahuan

Pada variabel pengetahuan terdapat 11 pertanyaan tentang pengetahuan penjamah makanan, jawaban dari masing-masing pertanyaan kemudian diolah untuk melihat distrusi frekuensinya. Dari situ terlihat pertanyaan mana saja yang banyak diketahui responden. Setelah jawaban didapat kemudian dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tingkat pengetahuan baik dan buruk. Apabila skor lebih dari 12 termasuk tingkat pengetahuan buruk sedangkan tingkat pengetahuan baik apabila skor kurang dari atau sama dengan 11.

- Perilaku

Pada variabel perilaku terdapat 15 pertanyaan perilaku penjamah makanan, dari jawaban yang diperoleh dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tingkat pengetahuan baik dan buruk. Apabila skor lebih dari 20 termasuk tingkat pengetahuan buruk sedangkan tingkat pengetahuan baik apabila skor kurang dari atau sama dengan 19.

(8)

Hasil

Penelitian yang dilakukandi katering “X” dilakukan melalui pengolahan data primer berdasarkan kuesioner. Penyajian data univariat berbentuk distribusi frekuensi dan berdasarkan variabel yang diteliti diantaranya adalah karakteristik penjamah makanan yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, lama bekerja, pengetahuan, perilaku, pelatihan tentang higiene dan sanitasi makanan. Hasil analisis data bivariat disajikan dalam bentuk tabulasi silang antara variabel independen dan variabel dependen, kemudian dilakukan uji hubungan dengan menggunakan uji chi square terhadap masing-masingvariabel untuk melihat variabel independen mana saja yang berhubungan signifikan secara statistik dengan variabel dependen.

Hasil penelitian disajikan dalam beberapa tahap dalam bentuk tabel dan narasi analisis unuvariat dan analisis bivariat dari variabel yang akan diteliti.

Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penjamah Makanan Tentang Higiene Dan Sanitasi Makanan Di Katering X

Jakarta Tahun 2014

No Pernyataan Tahu % TidakTahu %

1. Pengetahuan penjamah makanan tentang kebersihan perorangan (Personal Higiene)

77 80,2 19 19,8

2. Pengetahuan penjamah makanan tentang penularan penyakit malalui makanan dan minuman

89 92,7 7 7,3

3. Penjamah makanan yang sedang sakit seperti sakit kuning, TBC, batuk, pilek, diare, gatal-gatal dan

mengalami luka terbuka tidak boleh menangani/ menjamah makanan

89 92,7 7 7,3

4. Penjamah makanan tidak boleh bersin/batuk tanpa menutup mulut saat mengolah makanan

92 95,8 4 4,2

5. Penjamah makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan

95 99,0 1 1,0

6. Penjamah makanan tidak boleh melakukan kontak langsung anggota tubuh dengan makanan

89 92,7 7 7,3

7. Sebaiknya mencuci bahan makanan pada air yang mengalir

91 94,8 5 5,2

8. Sebaiknya mencuci peralatan pada air yang mengalir

(9)

9. Perlu adanya pemisahan tempat untuk mencuci peralatan dan tempat untuk mencuci bahan makanan

89 92,7 7 7,3

10. Setelah peralatan dicuci sebelum digunakan dikeringkan terlebih dahulu

94 97,9 2 2,1

11. Perlunya memperhatikan suhu, waktu dan tempat saat anda menyimpan bahan makanan, memasak dan menyajikan makanan

85 88,5 11 11,5

Tabel .2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjamah Makanan Pengetahuan Penjamah

Makanan Frekuensi Persentase (%)

Baik 62 64,6

Buruk 34 35,4

Jumlah 96 100,0

Dari tabel.2 terlihat bahwa tingkat pengetahuan penjamah makanan di katering X dapat dikatakan baik. Karena sebanyak 62 orang (64,6%) penjamah makanan memiliki pengatahuan baik. Skor hasil wawancara mengenai tingkat pengetahuan tentang higiene dan sanitasi pengolahan makanan dari 96 responden penjamah makanan di katering X mempunyai skor tertinggi 19 dan skor terendah 11. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tingkat pengetahuan baik dan buruk. Apabila skor lebih dari 12 termasuk tingkat pengetahuan buruk sedangkan tingkat pengetahuan baik apabila skor kurang dari atau sama dengan 11. Dari kategori tersebut sebanyak 62 orang responden (64,6%) memiliki pengetahuan yang baik dan 34 orang (35,4%) berpengetahuan buruk.

Tabel .3. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Perilaku Penjamah Makanan Saat Mengolah Makanan di Katering X Jakarta Tahun 2014

No Pernyataan Ya % Tidak %

1. Kebiasaan penjamah makanan memakai pakaian kerja saat menangani/menyajikan makanan

80 83,3 16 16,7

(10)

penutup kepala/rambut saat menangani/menyajikan makanan 3. Kebiasaan penjamah makanan memakai

celemek saat menangani/menyajikan makanan

46 47,9 50 52,1

4. Kebiasaan penjamah makanan Mencuci tangan dengan sabun sebelum

menangani/menyajikan makanan

91 94,8 5 5,2

5. Kebiasaan penjamah makanan Mencuci rambut minimal satu minggu sekali

55 57,3 41 42,7

6. Kebiasaan penjamah makanan Mandi sehari lebih dari satu kali

89 92,7 7 7,3

7. Kebiasaan penjamah makanan

Menggosok gigi lebih dari satu kali dalam sehari

92 95,8 4 4,2

8. Kebiasaan penjamah makanan merokok sewaktu mengolah makanan/minuman:

44 45,8 52 54,2

9. Kebiasaan menggaruk anggota badan atau mengupil saat menangani/menyajikan makanan

60 62,5 36 37,5

10. Kebiasaan penjamah makanan memakai perhiasan (misalnya cincin) saat

menangani/mengolah makanan

60 62,5 36 37,5

11. Kebiasaan penjamah makanan tidak meludah di area kerja

62 64,6 34 35,4

12. Kebiasaan penjamah makanan berkuku pendek dan tidak memakai cat kuku

79 82,3 17 17,7

13. Kebiasaan penjamah makanan menutup mulut saat bersin atau batuk

93 96,9 3 3,1

14. Kebiasaan meracik/ meramu makanan dengan menggunakan alat saat menjamah makanan

94 97,9 2 2,1

15. Memeriksakan kesehatan secara berkala minimal 6 bulan sekali

54 56,3 42 43,8

Tabel .4 Distribusi Frekuensi Perilaku Penjamah Makanan di Katering X Tahun 2014 Perilaku Penjamah

Makanan Frekuensi Persentase (%)

Baik 51 53,1

Buruk 45 46,9

Jumlah 96 100,0

(11)

Skor hasil wawancara mengenai tingkat pengetahuan tentang higiene dan sanitasi pengolahan makanan dari 96 responden penjamah makanan di katering X mempunyai skor tertinggi 27 dan skor terendah 15. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tingkat pengetahuan baik dan buruk. Apabila skor lebih dari 20 termasuk tingkat pengetahuan buruk sedangkan tingkat pengetahuan baik apabila skor kurang dari atau sama dengan 19. Dari kategori tersebut didapat responden sebanyak 51 orang (53,1%) memiliki perilaku yang baik dan 45 orang (46,9%) berperilaku buruk

Dari Tabel.3 dapat dilihat bahwa perilaku yang masih sering dilakukan oleh responden adalah tidak memakai celemek saat mengolah makanan. Sebesar 50 orang (52,1%) yang meracik makanan tanpa menggunakan celemek. Namun perilaku yang lebih banyak dilakukan oleh penjamah makanan adalah merokok saat mengolah makanan didapatkan 52 orang penjamah makanan merokok saat mengolah makanan.

Gambaran mengenai frekuensi perilaku penjamah makanan tentang hygiene pengolahan makanan di katering X tahun 2014 dapat dilihat pada tabel .4.

Dari Tabel .4 terlihat bahwa 51 atau 53,1% penjamah makanan di katering X memiliki perilaku baik saat mengolah makanan.

Tabel .5 Hubungan Antara Karakteristik Penjamah Maknan Dengan Perilaku Higiene Penjamah Makanan Di Katering X Tahun 2014 Karakteristik Perilaku (n=96) Total (%) p OR (95% CI) Buruk (%) Baik (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 29 (46,0) 16 (48,5) 34 (54,0) 17 (51,5) 63 (100) 33 (100) 0,833 1,103 (0,475-2,565) Pendidikan ≤SLTP >SLTP 25 (49,0) 20 (44,4) 26 (51,0) 25 (49,0) 51 (100) 45 (100) 0.686 0,832 (0,372-1,860) Umur Tidak produktif (<18->49) Produktif (18-49) 4 (26,7) 41 (50,6) 11 (73,3) 40 (49,4) 15 (100) 81 (100) 0,100 0,355 (0,104-1,207) Lama bekerja < 10 tahun ≥ 10 tahun 19 (39,6) 26 (54,2) 29 (60,4) 22 (45,8) 28 (100) 68 (100) 0,220 0,554 (0,246-1,247) Pelatihan Pernah Tidak pernah 1(50,0) 44 (46,8) 1 (50,0) 50(53,2) 2 (100) 94 (100) 1,000 0,880 (0,053-14,490) Keterangan : CI = Interval Kepercayaan

(12)

   

 

Tabel .6. Analisis Perilaku Penjamah Makanan Dengan Tingkat

Pengetahuan Yang Dimiliknya Tentang Hygiene Pengolahan Makanan Di Katering X Tahun 2014 Pengetahuan Perilaku (n=96) Total (%) p OR (95% CI) Baik (%) Buruk (%) Baik Buruk 37 (72,5) 14 (27,5) 25 (55,6) 20 (44,4) 62 (64,6) 34 (35,4) 0,092 2,114 (0,903 -4,951) Total 51 (100) 45 (100) 96 (100)

Keterangan : CI = Interval Kepercayaan

Dari Tabel .5 dapat dilihat bahwa dari hasil uji statistik antara variabel-variabel karakteristik penjamah makanan dengan variabel-variabel perilaku tidak ada yang memiliki hubungan yang signifikan ( p = ≥ 0,05).

Pada Tabel .6 terlihat bahwa hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yang berpengetahuan baik dan mempunyai perilaku yang baik pula yaitu sebanyak 37 orang (72,5%).

Namun hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,092 (p ≥ 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan dengan perilaku higiene penjamah makanan.

Pembahasan

Pengetahuan tidak memegang peranan penting terhadap hygiene dan sanitasi makanan. Hal ini mungkin disebabkan sejak awal sudah menjadi kebiasaan pengolah makanan yang kurang memperhatikan hygiene, responden kurang mengetahui benar tentang hygiene dan sanitasi makanan. (Fatmawati,2013).

Perilaku penjamah makanan adalah kebiasaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan higiene perorangan dan sanitasi makanan.

Pada penelitian ini ditemukan adanya ketidaktahuan penjamah makanan tentang kebersihan diri hal ini akan meningkatka resiko kontaminasi antara makanan dengan penjamah makanan. Karena kebersihan diri seorang penjamah makanan merupakan sebuah kunci utama terciptanya higiene sanitasi makanan.

(13)

   

2  

Secara umum seorang penjamah makanan harus tampak bersih, kulitnya maupun pakaiannya. Hindari kebiasaan buruk seperti meludah, mengorek hidung, menyogok telinga, menggaruk atau mengunyah-ngunyah (Winarno,2004).

Seorang penjamah makanan yang telah lama bekerja mempunyai wawasan dan pengalaman yang lebih luas dan pengalaman yang lebih banyak dalam memegang peranan pembentukan perilakunya. Penjamah makanan harus mengikuti pelatihan yang tepat dalam prinsip-prinsip dasar keamanan pangan dan aturan kebersihan pribadi dalam rangka meningkatkan praktek mereka dalam penanganan makanan. Penjamah makanan harus memperhatikan pentingnya kontaminasi silang, membersihkan bahan baku, dan faktor-faktor penentu pertumbuhan organisme patogen dalam makanan (Cuprasitrut,2011).

Penanganan makanan yang tidak tepat tidak selalu akibat dari rendahnya tingkat pendidikan, penanganan yang tidak tepat mungkin hanya mencerminkan praktek yang dominan, dan praktik yang tidak aman mungkin tidak terjadi jika keadaan sudah ditangani. faktor tempat kerja dan lingkungan sosial,mempengaruhi praktik penjamah makanan, dan ini faktor yang perlu diselidiki agar dapat terjadi perubahan perilaku (Green et al., 2007).

Pengetahuan pengolah makanan tidak berpengaruh secara langsung terhadap perilaku higiene saat pengolahan makanan. Hal ini menunjukkan bahwa disamping pengetahuan masih ada faktor lain yang berpengaruh lebih kuat terhadap perilaku hygiene pengolah makanan seperti kebiasan dari tenaga pengolah makanan yang belum memperhatikan hygiene dalam mengolah makanan, lingkungan yang tidak mendukung seperti tidak disediakan alat pelindung diri bagi tenaga pengolah makanan, pengalaman tenaga pengolah makanan yang masih sedikit dalam hal pengolahan makanan dan belum pernah mengikuti pelatihan tentang higiene dalam pengolahan makanan.

Kesimpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap penjamah makanan di katering “X” Jakarta tahun 2014 ini meliputi karakteristik penjamah makanan (jenis kelamin, umur, pendidikan, lama bekerja, pelatihan), pengetahuan dan perilaku penjamah makanan. Dalam penelitian ini, untuk persebaran jenis kelamin di

(14)

   

3  

dominasi oleh laki-laki. Jenjang pendidikan yang sudah ditempuh responden ditemukan sebanyak 51 orang berpendidikan ≤ SLTP. Umur penjamah pada penelitian ini sebagian besar adalah antara 18-49 tahun (produktif) yaitu sebanyak 81 orang.

Pada variabel lama bekerja, di dapatkan distribusi yang sama antara yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja dengan yang kurang dari 10 tahun bekerja, pelatihan pernah diikuti oleh 2 orang responden, dari jumlah total responden 96 orang. Walaupun sebagian besar responden belum pernah mengikuti pelatihan namun, setiap ± 1 bulan sekali responden di katering X mandapatkan pembinaan/penyuluhan dari pihak dinas kesehatan. Untuk variabel perilaku penjamah makanan di katering X, sebagian besar baik yaitu 53,1%, tingkat pengetahuan penjamah makanan juga sebagian besar baik yaitu 64,6%.

Berdasarkan analisis data penelitian, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik penjamah makanan dengan perilaku yang mereka lakukan pada saat mengolah makanan. Pengetahuan penjamah makanan juga tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penjamah makanan (p=0,092).

Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan menggunakan desain studi dengan derajat ketelitian lebih tinggi seperti case control atau cohort mengenai variabel penjamah makanan yang berhubungan dengan higiene dan sanitasi. Sebaiknya diteliti juga beberapa variabel dan sanitasi makanan seperti kualitas bakteriologis (memeriksa E. Coli). Penelitian lanjut dengan sampel yang diambil dari banyak katering.

Daftar Pustaka

Budiyono. (2008). Tingkat Pengetahuan Dan Praktik Penjamah Makanan Tentan Hygiene Dan Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di Tembalang Kota Semarang Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Semarang. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014 didapatkan dari http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jpki/article/download/2411/2136

(15)

   

4  

Cuprasitrut, T.,Suwat, S & Duangjai, M. (2011). Food Safety Knowledge, Attitude and Practice of Food Handlers and Microbiological and Chemical Food Quality Assessment of Food for Making Merit for Monks in Ratchathewi District, Bangkok. Asia J Public Health 2011;2(1)hlm:27-34. Diakses pada

tanggal 30 Juli 2014, didaptkan dari

http://www.asiaph.org/admin/img_topic/1231Food%20safety.pdf

Fatmawati, S., Rosidi, A., Handarsari, E. (2013). Perilaku Higiene Pengolah Makanan Berdasarkan Pengetahuan Tentang Higiene Mengolah Makanan Dalam Penyelenggaraan Makanan Di Pusat Pendidikan Dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa Tengah. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, November 2013, Volume 2, Nomor 2, hlm. 30-38.

Diakses pada tanggal 16 April 2014, didapatkan dari http://www.jurnal.unimus.ac.id/index.php/jgizi/article/view/1032/1080

Green, L.R., Radke, V., Mason, R., Bushnell, L., Reimann, D.W., Mack, J.C., Motsinger M.D., Stigger, T & Selman C.A. (2007). Factors Related to Food Worker Hand Hygiene Practices. Journal of Food Protection, Vol. 70, No. 3, 2007, hlm.661–666. Diakses pada tanggal 26 Juli 2014, didapatkan dari http://www.cdc.gov/nceh/ehs/ehsnet/docs/jfp_food_worker_hand_hygiene.pdf Gutomo, L. (2010). Karakteristik Pengetahuan Dan Perilaku Tentang Higiene

Dan Sanitasi Penjamah Makanan Di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Diakses pada tanggal : 16 Juni 2014, didapatkan dari http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3317/11.%20 PRAMUDYA%20KURNIA.pdf?sequence=1.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011. Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Diakses pada tanggal 3 April 2014. Didapatkan dari www.hukor.depkes.go.id

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2012). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Diakses pada tanggal 5 Maret 2014. Didaptkan dari http://ppvt.setjen.pertanian.go.id

Khoerunnisa, N. (2013). Perilaku Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Pada Katering Rumah Tangga Di Leuwidahu Kota Tasikmalaya. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya. Diakses pada tanggal 15 Juni 2014, didapatkan dari http://journal.unsil.ac.id/jurnalunsil-2830-.html.

(16)

   

5  

Maywati, Sri. (2013).Hubungan Antara Pengetahuan Hygiene Sanitasi Makanan Dengan Praktek Pengelolaan Makanan Pada Pedagang Jajanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya. Journal Unsil . Diakses pada tanggal 5 Maret 2014. Didaptkan dari http://www.journal.unsil.ac.id/download.php?id=2493

Nurlaela, E. (2011). Keamanan Pangan Dan Perilaku Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar. Diakses pada tanggal 22 Mei 2014 didapatkan dari http://Repository.Unhas.ac.id

Winarno, F.G & Surono.(2004). GMP: Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. Bogor, M-BRIO PRESS, cetakan 2

Gambar

Tabel .3. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Perilaku Penjamah Makanan  Saat Mengolah Makanan di Katering X Jakarta Tahun 2014
Tabel .4 Distribusi Frekuensi Perilaku Penjamah Makanan di Katering X Tahun 2014  Perilaku Penjamah
Tabel .5  Hubungan Antara Karakteristik Penjamah Maknan Dengan  Perilaku Higiene Penjamah Makanan Di Katering X Tahun 2014
Tabel .6. Analisis Perilaku Penjamah Makanan  Dengan  Tingkat

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, penulis mencoba menjadikan kesenian Kuda Lumping sebagai sumber penciptaan karya seni teater, karena seni tradisi Kuda Lumping juga memiliki unsur

Keseluruhan hasil penilaian menunjukkan bahwa modul pengayaan bakteri kitinase layak digunakan sebagai bahan ajar dalam program pengayaan bagi siswa kelas X SMA.

(1) Jika dalam suatu Karesidenan terjadi hal-hal yang tersebut dalam pasal 1 ayat 2, sedang perhubungan antara Pemerintah Karesidenan dengan Pemerintah Pusat terputus

Penulis Alhamdulillah menyelesaikan studi S1 Kimia tepat 24 November 2016 Semoga hasil penelitian penulis yang berjudul “Isolasi Senyawa Bioaktif Antibakteri pada

Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh tingkat kesukaan konsumen terhadap ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis L.) asap, yang direndam dalam ekstrak kulit

Kedua tidak berdasarkan kepada belanja untuk menguruskan jenazah, tetapi ia diberikan sekali gus dalam bentuk tunai, berdasarkan kepada jumlah kutipan daripada jumlah ahli

Selama ini SCL yang diterapkan masih bergabung dengan teacher centered learning (TCL) dimana dosen juga ikut memberikan penjelasan materi perkuliahan yang

Pemberian sediaan emulgel kombinasi ekstrak teripang emas dan bawang putih dapat menurunkan jumlah makrofag pada hari ke-7 dan ke-14 pada penyembuhan luka gangren pada