• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pernikahan merupakan gambaran dua orang yang dipersatukan dari perbedaan yang memerlukan tanggung jawab dan penyesuaian dalam berkeluarga (Anjani dan Suryanto, 2006:3). Pernikahan dikatakan sebagai kunci terbentuknya suatu hubungan yang lebih erat, yaitu disebut dengan istilah keluarga. Keluarga merupakan sekolompok atau sekumpulan orang yang hidup bersama di dalam satu tempat yang memiliki hubungan pertalian dan sedarah. Bentuk keluarga dapat terdiri dari keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari ayah, ibu dan anak- anaknya dari keturunan ataupun adopsi. Selain keluarga inti, terdapat juga keluarga besar (extended family) yang terdiri dari keluarga inti yang tinggal bersama sanak saudara yang memiliki hubungan darah misalnya, kakek, nenek, keponakan dan lain-lain.

Seperti sistem keluarga lainnya, sebelum perang dunia II, hampir semua masyarakat Jepang hidup dalam keluarga besar yang terdiri dari tiga generasi atau lebih. Namun setelah perang dunia II sistem tersebut mengalami perubahan yang diakibatkan oleh proses demokrasi dan pesatnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, banyak masyarakat Jepang yang hidup dalam keluarga inti.

Menurut Aruga dalam Tobing (2006:3) sebelum masyarakat Jepang modern, terdapat dua struktur masyarakat di Jepang, yaitu keluarga inti (ie) dan keluarga luas (Dozoku). Keluarga inti adalah struktur keluarga yang terdiri dari orang-orang yang tinggal bersama di dalam satu rumah atau satu atap dan secara bersama-sama menanggung kehidupan sosial dan ekonominya. Anggota keluarga inti terdiri dari orang-orang yang memiliki hubungan darah langsung maupun tidak langsung. Keluarga luas adalah struktur keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga inti dan di dalam keluarga luas terdapat keluarga utama (Honkei) dan keluarga cabang (Bunke).

Ketika memasuki keluarga Jepang modern munculah istilah核家族 (kaku kazoku) atau keluarga inti. Bentuk keluarga kaku kazoku merupakan bentuk keluarga yang bekerja secara individual, adanya demokrasi serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam keluarga. Selain itu bentuk keluarga modern Jepang memiliki kebebasan dalam hal menikah, mempunyai anak, rumah,

(2)

pendidikan dan pekerjaan. Adanya demokrasi juga memunculkan sifat individualisme di dalam masyarakat Jepang. Dengan adanya kebebasan, seseorang berhak untuk menentukan nasib hidupnya, contohnya dalam hal menikah (Anwar, 2007: 203).

Pernikahan merupakan penggabungan antara dua orang berbeda membentuk jalinan keluarga yang baru dalam ikatan yang suci dan sakral (DeGenova dan Rice, 2005). Namun banyak orang terkadang tidak bisa menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai orang tua sehingga memutuskan untuk berpisah. Perpisahan tersebut menyebabkan seseorang mendapatkan sebutan sebagai single parent/ single family.

Menurut Carter dalam Efendi dan Makhfudli (2009:182) keluarga tunggal (single family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian. Perceraian terjadi di berbagai negara. Di Jepang tingkat perceraian cukup tinggi yang sebanding dengan Amerika Serikat. Perceraian terjadi diakibatkan banyak hal. Alasan yang sering dikemukakan oleh pasangan yang mau bercerai pun bermacam-macam, salah satunya mengenai ketidakcocokan. Kecocokan atau ketidakcocokan antara pasangan disebabkan oleh adanya keegoisan dan emosi dari masing-masing individu sehingga memicu pemikiran yang negatif terhadap satu sama lain. Pihak yang paling dirugikan dari terjadinya perceraian adalah anak.

Menurut pakar pendidikan, keluarga adalah tempat yang pertama dan efektif dalam menjalankan fungsi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Menurut William dalam Maryam (2006:71) jika keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan dan kemampuan-kemampuan dasar dalam menjadi sosok yang baik, maka akan terasa tidak mudah untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya. Oleh karena itu, adanya keluarga sangat mempengaruhi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Perceraian juga menyebabkan struktur keluarga menjadi kurang lengkap. Hal tersebut berdampak kepada anak karena kehilangan sosok penting di dalam keluarga. Istilah single parent merupakan istilah yang muncul ketika pasangan yang memiliki anak, dan memutuskan untuk bercerai. Istilah single parent atau orang tua tunggal lebih didominasi oleh kaum perempuan. Ibu yang menjadi single parent merawat anaknya sendiri. Namun terdapat juga perceraian yang membuat sosok ayah menjadi single parent atau orang tua tunggal karena hak asuh berada di pihak

(3)

suami. Tugas sebagai single parent akan terasa berat bagi seorang ayah karena kurangnya pemahaman mengenai cara merawat dan mendidik anak. Bagi seorang ayah, menjalani status sebagai single parent merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan.

Istilah single parent juga terdapat pada drama Jepang yang berjudul Good Life Arigatou Papa Sayonara. Drama ini merupakan adaptasi dari sebuah novel yang berjudul Kashikogi. Kashikogi merupakan novel karya penulis asal Korea yang bernama Cho Chang In dan dipublikasikan di Korea pada tahun 2000. Novel Kashikogi tersebut telah terjual sebanyak 2 (dua) juta kopi, kemudian diadaptasi dalam sebuah drama televisi di Jepang oleh Fuji TV. Drama ini bercerita mengenai hidup seorang ayah single father atau single parent bernama Sawamoto Daichi yang diperankan oleh Takashi Sorimachi. Sawamoto Daichi merupakan seorang reporter surat kabar yang selalu memprioritaskan pekerjaannya dibandingkan dengan keluarganya. Suatu ketika istrinya, Sawamoto Kaori (Igawa Haruka), secara tiba-tiba meninggalkan dirinya serta puteranya Sawamoto Waku (Kabe Amon) yang berumur 6 tahun. Ia meninggalkan surat perceraian di atas meja. Awalnya Daichi tidak bisa menerima hal tersebut, namun pada akhirnya dia bisa menerima hal itu dan berani mengambil keputusan untuk merawat anaknya sendiri. Selain itu, Daichi harus menerima kenyataan bahwa anaknya menderita leukemia. Puncaknya, ketika anaknya sudah sembuh dari penyakit leukemia, Daichi mendadak menderita suatu penyakit dan menyuruh anaknya untuk tinggal bersama dengan ibunya tanpa memberitahu alasan yang jelas.

1.2Masalah Pokok

Pokok masalah yang diteliti oleh penulis adalah pengaruh pola asuh ayah dalam drama Jepang Good Life Arigatou Papa Sayonara.

1.3Formulasi Masalah

Formulasi masalah dalam skripsi ini adalah menganalisis pengaruh pola asuh ayah dalam drama Jepang Good Life Arigatou Papa Sayonara .

(4)

1.4Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup permasalahan dalam skripsi ini adalah penulis akan meneliti pengaruh pola asuh ayah terhadap tokoh Sawamoto Waku dalam drama Good Life Arigatou Papa Sayonara.

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pola asuh ayah mempengaruhi perkembangan tokoh Sawamoto Waku dalam drama Good Life Arigatou Papa Sayonara.

1.6Tinjauan Pustaka

Berdasarkan topik pada skripsi ini, terdapat beberapa penelitian antara lain penelitian yang dilakukan oleh Taisuke Kume dalam jurnalnya yang berjudul “The Effect of Father Involvement in Childcare on the Psychological Well-being of Adolescents: A Cross-Cultural Study dari Australian Institute of Male Health and Studies dan diterbitkan pada tahun 2015. Dalam penelitian ini, Taisuke menguji persepsi keterlibatan ayah dalam mengasuh anak yang berhubungan dengan kepuasan hidup, harga diri, dan stress yang terkadang dirasakan orang setelah bercerai pada mahasiswa di Amerika Serikat dan Jepang. Penelitian dengan topik yang sama juga pernah dilakukan, namun menggunakan subjek yang berbeda. Banyak penelitian sebelumnya memakai subjek yang berumur di bawah 16 tahun dan paling banyak pada anak umur 4 sampai 12 tahun. Namun, penelitian tersebut dikatakan belum akurat karena kondisi mental subjek penelitian masih belum stabil. Oleh karena itu, agar penelitian tersebut dapat lebih akurat, diperlukan subjek penelitian yang berusia lebih tua agar subjek tersebut memiliki kondisi mental dan perasaan subjektif mereka tentang ayah yang terlibat di masa kecil mereka. Dengan demikian, hal inilah yang membuat Taisuke melakukan penelitian keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak pada mahasiswa- mahasiswa di Amerika Serikat dan Jepang.

Tujuan pertama dari penelitian yang dilakukan oleh Taisuke ini adalah memperkuat bukti bahwa keterlibatan ayah memiliki efek pada psikologis anak remaja. Kedua, memberikan bukti tentang keterlibatan ayah mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada remaja Jepang yang menjadi korban perceraian orang tuanya. Ketiga, memberikan perbandingan lintas-budaya keterlibatan ayah

(5)

dan dampaknya di Amerika Serikat dan Jepang. Dengan adanya penelitian lintas-budaya terbatas, seperti studi dewasa muda, dapat bermanfaat untuk menjelajahi daerah di mana pengetahuan yang kurang. Pada penelitian ini, Taisuke fokus pada perbedaan efek gender, antara lain seorang ayah bisa atau tidak memberikan perawatan anak yang sama efektifnya dengan ibu. Subjek penelitian yang dipakai Taisuke adalah mahasiswa-mahasiswa yang terdiri dari 244 dan 205 mahasiswa di Amerika Serikat dan Jepang, masing-masing dari mereka diminta untuk merenungkan hubungan mereka dengan ayah mereka. Kemudian, metode penelitian yang dipakai oleh Taisuke adalah metode kuesioner yang dilakukan melalui internet dengan qualtrics untuk survei pada Amerika Serikat. Sedangkan pada Jepang survei dilakukan dengan kuesioner langsung menggunakan kertas.

Dalam jurnalnya, Taisuke juga membahas tentang sejarah pengukuran keterlibatan ayah. Berdasarkan sejarah, banyak studi mengenai keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak menunjukkan efek yang positif bagi anak, dan terlebih bagi hubungan antara ayah dan ibu. Studi tersebut juga memperlihatkan peran ayah lebih ekspresif dan lembut ketika berhadapan dengan anak dalam memberikan kasih sayang. Efek lain dalam keterlibatan ayah, yaitu kemampuan berhubungan sosial. Berdasarkan penelitian laboratorium, anak berumur satu tahun akan lebih bahagia bila mendapat pengasuhan dari ayahnya sendiri daripada diasuh oleh orang asing atau pengasuh bayi. Oleh karena itu, keterlibatan ayah dan interaksi antara ayah dan anak menjadi sangat penting selain membentuk hubungan yang lebih erat antara ayah dan anak. Taisuke lebih lanjut menjelaskan tentang tiga dimensi dalam keterlibatan ayah yaitu hubungan, tanggung jawab, dan aksesibilitas. Yang dimaksud hubungan adalah peran seorang ayah mengalami kontak/interaksi langsung bersama dengan anak-anaknya dalam konteks perawatan, bermain, dan olahraga. Tanggung jawab adalah peran seorang ayah mengatur kebutuhan untuk anak, termasuk mengatur dan merencanakan kehidupan anak-anak. Aksebilitas, yaitu kehadiran seorang ayah atau aksesibilitas bagi anak. Dalam pengukuran keterlibatan ayah, terdapat dua skala pengukuran antara lain skala peran ayah dalam pengasuhan dan skala keterlibatan ayah. Skala peran ayah dalam pengasuhan, yaitu menilai kualitas keefektifan ayah pada remaja muda saat tumbuh dewasa dan skala keterlibatan ayah menilai sejauh mana dewasa muda merasakan ayah mereka telah terlibat

(6)

dalam domain yang berbeda dari kehidupan mereka selama masa kanak- kanak dan remaja.

Selain membahas tentang skala pengukuran keterlibatan ayah, dalam jurnal Taisuke terdapat pembahasan tentang keterlibatan peran ayah setelah perceraian. Menurut penelitian, remaja yang bertumbuh dalam keluarga yang bercerai memiliki kesehatan psikologis dan tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang utuh. Selain itu, mereka juga kurang puas dengan pernikahan mereka sendiri. Orang tua yang memutuskan untuk mengasuh anaknya bersama-sama membuat kehidupan anak lebih baik dibandingkan dengan mereka yang hidup dengan ayah atau ibu tiri. Kerja sama antara orang tua inilah yang bisa membangun sosialisasi anak dalam masyarakat. Anak yang bisa menyesuaikan dirinya pada kehidupan baru setelah orang tuanya bercerai mempunyai kondisi psikologis yang baik secara keseluruhan dibandingkan dengan anak yang tidak bisa menyesuaikan diri. Hal tersebut dipicu oleh kurangnya kontak dengan orang tua setelah berpisah, ditambah lagi hal ini bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri, depresi, kurang percaya diri, serta sulit beradaptasi. Pada waktu mereka telah melampaui fase pernikahan, ada kecenderungan tinggi bahwa pernikahan mereka mengalami perceraian seperti orang tuanya.

Pada bagian akhir dari penelitian yang dilakukan oleh Taisuke, disimpulkan bahwa di Amerika Serikat keterlibatan pengasuhan ayah memiliki efek positif, hal yang sama juga terjadi di Jepang dan keterlibatan ayah tersebut memiliki efek positif pada semua aspek kesehatan psikologis di Amerika Serikat. Kemudian, keterlibatan ayah memiliki efek positif pada kepuasan hidup dan kesehatan psikologis anak di Jepang, serta tidak ada efek sebaliknya. Pada kasus perceraian, pertemuan dengan ayah memiliki efek yang positif pada perkembangan psikologis anak. Penelitian ini dapat menjadi bukti bahwa pertemuan dengan sosok ayah penting untuk anak. Seperti pada kasus perceraian di Jepang, ibu merasa terganggu jika ayah bertemu dengan anak-anaknya, namun anak merasa aman. Oleh karena itu, penelitian ini mendukung adanya perbaikan mengenai sistem pertemuan antara ayah atau ibu dengan anak- anaknya pada kasus perceraian. Penelitian lebih lanjut tentang perceraian dan kunjungan anak harus diteliti dengan memfokuskan pada negara jepang dan negara barat lainnya untuk meningkatkan masa depan. Selain itu, efek positif terhadap perkembangan anak

(7)

juga berpengaruh pada pemikiran tentang ayah yang buruk dan tidak ada ayah di dalam kehidupan anak setelah bercerai dari ibu. Penelitian ini juga memberikan kontribusi untuk mempelajari korelasi yang positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak dan kesejahteraan psikologis.

Lain halnya dengan penelitian yang jurnalnya berjudul “Determinants of Parenting Styles of Japanese Fathers and Mothers with Children Aged 0 to 10: Perceived Parenting During Childhood or Dysphoric Mood?. Penelitian ini dilakukan oleh empat peneliti dari Jepang yaitu Toshinori Kitamura, Masayo Uji, Mikihiko Murakami, dan Yoshitaka Goto serta satu peneliti dari China yaitu Zi Chen pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor gaya pengasuhan di Jepang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuesioner yang ditujukan pada dua subjek utama, yaitu ayah dan ibu dari anak yang berusia dari 0 sampai 10 tahun. Jumlah subjek yang menjadi bagian dalam pengujian ini, yaitu 312 ayah dan 333 ibu. Orang tua yang diuji dievaluasi berkaitan dengan sikap orang tua yang dinilai dari pasangan menggunakan Instrumen Bonding Parental, suasana hati yang dinilai melalui Hospital Anxiety and Depression Scale, riwayat hidup Major Depressive Episode (MDE), dan pola asuh yang dirasakan orang tua itu sendiri ketika menjadi anak- anak. Hospital Anxiety and Depression Scale adalah alat ukur untuk menentukan tingkat kecemasan dan depresi, sedangkan Major Depressive Episode (MDE) adalah suatu periode gejala depresi, seperti perasaan kekosongan, keputusasaan, dan kecemasan. Hasil dari penelitian yang dilakukan pada jurnal ini, yaitu cara di mana orang tua sendiri dibesarkan tidak kurang penting dibandingkan yang mereka rasakan dalam menentukan cara mereka membesarkan anak mereka. Suasana dysphoric saat ini atau sejarah hidup MDE menengahi efek yang hanya di kalangan ibu-ibu.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari

Hasil uji reliabilitas instrumen variabel motivasi belajar (Y) akan diukur tingkat reliabilitasnya berdasarkan interpretasi reliabilitas yang telah ditentukan pada

tidak dapat mengukur non-perform dari suatu kredit padahal terdapat variabel total loans dalam perhitungan efisiensi; investor di Indonesia masih berorientasi short term

Penelitian dilaksanakan dengan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan mengikuti desain penelitian Kemmis dan Mc. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi

Bahan yang digunakan adalah data penggunaan antibiotik untuk pasien rawat jalan selama 1 Januari sampai 31 Desember 2012 dan 1 Januari sampai 31 Desember 2013 yang