AGNES IVONNE de FRETES
BEBERAPA MASALAH YANG TI MBUL DARI PEMBERI AN LISENSI WAJI B
MENURUT UNDANG - UNDANG NOVIOR 6 TAHUN 1989
T E N T A N G P A T E N
F A K U L TA S H U K U M U N I V E R S I TA S A I R L A N G G A S U R A B A Y A
BEBERAPA MASALAH YANG TIMBUL
DARI PEMBERIAN LISENSI WAJIB MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI 7UGAS
DAN HEMENUHI SYARAT-SYARAT UNTUK
MKNCAPAI GELAR SARJANA HUKUM
OLEH
AGNES IVONNE de FRETES
038612323
DOSI
DJASADIN SARAGIH, SH., LL.rt.
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
DIUJI PADA TANGGAL : 18 JUNI 1991
PAN1TIA PENGUJI
KETUA : AZIS SAFIOEDIN, SH.
ABSTRAK
BEBERAPA MASALAH YANG TIMBUL DARI PEMBERIAN LISENSI
WAJIB MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989
TENTANG PATEN
FRETES, AGNES IVONNE de
PEMBIMBING :
DJASADIN SARAGIH,SH.LLM
LICENSE
KKB KK-2 DAG 351/92 Fre b
Copyrights @ 1992 by Airlangga University Library. Surabaya
Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelektual,
sebagai karya intelektual manusia. Karya intelektual
manusia itu kemudian disebut sebagai ilmu pengetahuan,
yang kemudian da^at diterapkan dalam proses industri.
Tentu saja teknologi itu lahir dari kegiatan
penelitian dan pengembangan yang melibatkan tenaga dan
pikiran, waktu dan juga biaya yang biasanya sangat
besar jumlahnya. Karena kelahirannya yang demikian,
maka teknologi memiliki nilai atau manfaat ekonomi
sehingga teknologi memiliki arti dan peran yang khusus
dalam industri. Oleh sebab itu, adalah wajar bilamana
terhadap hak atas penemuan tersebut diberi
perlindungan hukum.
MOTTO:
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
(Roma 8:28) .
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemiki- an hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
FATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Bapa
Yang Maha Kuasa, karena berkat kasihNya saja saya raampu
menyelesaikan skripsi ini dan dapat menyelesaikan studi
di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Adapun skripsi ini saya beri judul "BEBERAPA
MASALAH YANG TIMBUL DARI PEMBERIAN LISENSI WAJIB MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN", saya
susun dalain rangka melengkapi t.ugas dan memenuhi syarat
untuk meneapai gelar Sarjana Hukum, khususnya dalam
bidang hukum perdata, pada Fakultas Hukum Universitas
Airlangga Surabaya.
Dalam penyusunan skripsi ini, saya telah banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan
yang berbahagia ini, dengan segala kerendahan hati saya
ingin cenyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besar-
nya kepada:
1. Bapak R. Djoko Sumadijo, S.H. selak.u Dekan
Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
2. Bapak Djasadin Saragih, S.H., LL.M. selaku dosen
pembimbing dan penguji yang telah meluangkan
waktu dan tenaga untuk membimbing saya dalam
menyusan skripsi ini.
3. Bapak Azis Safioedin, S.H. dan Bapak Moch. Isnae
ni, S.H., MS.selaku dosen penguji.
pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga
lainnya yang telah memberikan bekal ilmu pada
saya.
5. Papa dan mama tercinta, serta kakak-kakakku
tersayang Audy, Ivan, Yanny, dan Agustinus T.
yang telah memberikan dukungan dalam doa, do-
rongan semangat, dan materiil selama penyusunan
skripsi ini.
6. Teraan-temanku Iwan A., Didik S., dan Yusron Hz.,
yang turut menbantu memberikan sumbangan pemiki
ran dalam penulisan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabatku Yuyun, Tina, Wiwik, dan Iswari
serta handai tolan dan rekan-rekan lainnya yang
yang tidak sempat saya sebutkan satu* persatu,
yang telah memberikan perhatian dan simpati
kepada saya dalam penulisan kripsi ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Hal ini tidak lepas dari pengetahuan
saya sendiri yang masih terbatas. Oleh karena itu, saya
berharap kepada para pembaca khususnya kalangan mahasis-
wa dan para dosen Fakultas Hukum Universtas Airlangga,
kiranya dapat memberikan saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan, dan pada akhirnya saya berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat.
Surabaya, Juni 1991.
DAFTAR IS!
KATA PENGANTAR... ... i
DAFTAR 1^1... iii
BAB I : PENDAHULUAN... 1
1. Permasalahan : Latar Belakang dan Ru- musanannya... 1
2. Penjelasan Judul... 8
3. Alasan Pemilihan Judul... 9
4. Tujuan Penulisan... 10
5. Metodologi... 10
6. Pertanggungjawaban Sistematika... 11
BAB II : ALASAN TIMBULNYA LISENSI WAJIB... 13
1. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban... 13
2. Tanpa Melanggar Paten Lain Tidak Mung-kin Dilaksanakan Suatu Paten... 17
3./Sarana Dalam Alih Teknologi... 19
4.jProsedur Pengalihan Paten Melalui Li sensi Wajib... 23
BAB III : AKIBAT PEMBERIAN LISENSI WAJIB... 28
1 yHubungan Hukum Para Pihak... 28
2 .'/Rewaj iban Dan Hak Pemegang Lisensi Wa j i b ... 32
3. Persaingan Curang... . 39
BAB IV : PENYELESAIAN ' SENGKETA AKIBAT PEMBERIAN
LISENSI WAJIB... 43
1. Tanggung Gugat Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum... 43
2. Tuntutan Pembatalan Oleh Pemegang Pa ten... 48
BAB V : PENUTUP... 52
1. Kesimpulan... 52
2. Saran... 53
DAFTAR BACAAN...
LAMPIRAN...
PENDAHULUAN BAB I
1. Bermasalahan: Latar B e lakang dan Rumusannva
Pada hakikatnya setiap pembangunan selalu bertu-
juan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Indonesia sebagai negara berkembang juga bertujuan untuk
melaksanakan pembangunannya untuk meningkatkan harkat
dan martabat manusia Indonesia. Sebagaimana tercantum
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Republik Indone
sia, pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material
dan spiritual berdasarkan Pancasila.* Sebagai salah satu
upaya untuk mewujudkan cita-cita itu, maka strategi
pembangunan yang sedang kita laksanakan dewasa ini
dititikberatkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan
sasaran utama untuk mencapai keseimbangan antara bidang
pertanian dan bidang industri.
Dengan memperhatikan arah dan sasaran pembangunan
sebagaimana disebut di atas, khususnya yang berkaitan
dengan upaya membangun kekuatan. industri, salah satu
faktor penting yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan
akan teknologi. Faktor ini penting karena pada dasarnya
1Bandingkan dengan TAP MPR II/MPR/1988, Bab II, Huruf A.
merupakan salah satu kunci yang sifatnya sangat menentu-
kan kehidupan industri. Bahkan lebih dari itu teknologi
adalah faktor penentu dalam kehidupan dan perkembangan
industri. ®
Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelek
tual, sebagai karya intelektual manusia. Karya intelek-
tual manusia itu kemudian disebut sebagai ilmu pengeta-
huan, yang kemudian da^at diterapkan dalam proses indus
tri. Tentu saja teknologi itu lahir dari kegiatan pene-
litian dan pengembangan yang melibatkan tenaga dan
pikiran, waktu dan juga biaya yang biasanya sangat besar
jumlahnya. Karena kelahirannya yang demikian, maka
teknologi memiliki nilai atau manfaat ekonomi sehingga
teknologi memiliki arti dan peran yang khusus dalam
industri. Oleh sebab itu, adalah wajar bilamana terhadap
hak atas penemuan tersebut diberi perlindungan hukum.
Adanya kepastian hukum bahwa hak seseorang akan mempero-
leh perlindungan hukum itulah yang pada gilirannya akan
memperkuat iklim yang baik bagi penyelenggaraan kegiatan
yang melahirkan teknologi. Hak atas karya intelektual
tersebut diakui sebagai hak milik yang tidak berwujud.
Hak seperti inilah yang dikenal dengan
p a ten.4
Guna menunjang perkembangan bidang industri, maka
pengembangan suatu sistem dibidang Hak Milik Intelek
3Lihat Penjelasan Umum, UU No. 6/1989.
tual (Intelectual Property Rights), termasuk bidang
paten harus merupakan bagian yang integral dari pem-
bangunan nasional yang sedang kita laksakan dewasa ini.5
Undang-undang Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten di Indo
nesia (selanjutnya disingkat UU No. 6 Thn 1989) memung-
kinkan pemberian paten kepada seorang penemu untuk
memberikan perlindungan hukum bagi setiap penemuan yang
baru, yang akan dapat mendorong serta menggairahkan
kreativitas masyarakat Indonesia untuk menghasilkan
penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi. Pemberian
paten juga memberikan kesempatan ruang gerak yang luas
bagi sektor industri untuk menggunakan dan memilih
teknologi baru sekaligus sebagai sarana untuk terlaksa-
nanya alih teknologi dengan baik. Dalam bidang ekonomi
khususnya di sektor industri, adanya pemberian paten
akan lebih mendorong dunia usaha untuk mengadakan inves-
tasi.® Selanjutnya pasal 1 angka 1 UU No. 6 Thn 1989
menyatakan:
Paten adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya dibidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada orang lain untuk melaksanakannya.
^Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Sambutan pada Loka Karya Keliling di bidang Paten Bagi Para Aparat Penegak Hukum, Surabaya, 28-29 September 1990.
®Slamet Dirham, "Patentability", Makalah dalam National Public Information And Awareness, Seminar For Patent Users, Surabaya, 25-26 September 1990, h.13.
diberikan kepada penerau untuk melaksanakan penemuannya
tadi. Ini berarti orang lain hanya mungkin menggunakan
penemuan tersebut kalau ada persetujuan atau izin dari
penemu selaku pemilik hak. Dengan kata lain, kekhususan
tersebut terletak pada sifatnya yang mengecualikan orang
lain selain penemu selaku pemilik hak dari keraungkinan
untuk menggunakan atau melaksanakan penemuan tersebut.
Karena sifat seperti itulah, .hak tersebut dikatakan
eksklusif.®
Pemberian paten oleh negara yang sifatnya eksklu
sif ini dan sekaligus perlindungan hukumnya selama
jangka waktu tertentu, mewajibkan kepada pemegang hak
tersebut untuk melaksanakan penemuannya yang telah
diberi paten itu secara terus menerus. Artinya, ia harus
secara perusahaan menghasilkan produksi atau menggunakan
proses produksi yang diberi hak paten tersebut, untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri atau kebutuhan eksport.9
Tidak menjadi masalah apakah pelaksanaan tersebut di-
lakukan dengan menggunakannya sendiri ataukah dengan
memberikan persetujuan izin (lisensi) kepada orang lain
untuk menggunakan paten tersebut. Melalui UU No.
o
°Bambang Kesowo, "Undang-undang Paten: Latar
Belakang dan Prinsip-prinsip Pokok", Makalah Dalam
National Public Information And Awareness Seminar For Patent Users, Surabaya, 25-26 September 1990, h.5.
8Sudargo Gautama, SfiRirSfigi__ Hukum Hak Milik
6 Thn 1989 negara menyediakan perangkat hukum guna
menumbuhkan teknologi dan melindunginya .* Tetapi kalau
tidak diimbangi dengan menggunakannya, untuk apa perlin
dungan hukum tersebut diberikan? Prinsipnya sederhana,
hak telah diberikan imbalannya, kewajiban harus dilaksa
nakan pula.**"1 Prinsip ini merupakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban. Pasal 18 UU No.6 Thn 1989 mengatur
secara tegas kewajiban ini.
Paten wajib dilaksanakan di Indonesia selambat-
lambatnya dalam jangka waktu empat puluh delapan bulan
sejak tanggal pemberian paten. Di samping itu, pemegang
paten juga dibebani kewajiban untuk membayar biaya
tahunan dalam jangka waktu tertentu. Apabila ketentuan
tersebut tidak dilaksanakan, maka paten dianggap batal
demi hukum. Pembatalan paten tersebut dinyatakan oleh
Kantor Paten. Pasal 94 UU No. 6 Thn 1989 menegaskan hal
f tersebut.
Paten pada dasarnya hak yang diterima dari negara
untuk selama jangka waktu tertentu, maka kalau yang
bersangkutan tidak menghendaki hak tersebut lebih lan
jut, dapat saja negara membatalkan hak yang telah dibe-
rikannya.** Tidak dilaksanakannya suatu paten, pada
dasarnya merupakan pengingkaran kewajiban yang diberikan
oleh negara sebagai imbalan wajar terhadap hak yang
1^Bambang Kesowo, q p.c i t . . h.22.
diterimanya’. Oleh karenanya, bilamana negara mengetahui
pengingkaran tersebut berdasarkan laporan yang diterima
nya, maka paten dapat dinyatakan batal demi hukum.12
Jika paten telah diterima tetapi dalam waktu 36
bulan sejak tanggal paten diberikan, pelaksanaanya hanya
sekedar formalitas, atau paten itu digunakan tetapi
dalam jumlah yang kurang, padahal kesempatan untuk
menggunakan secara komersial telah tersedia, maka bila
telah lewat masa itu, orang lain yang melihat ke
mungkinan pelaksanaanya secara komersial. bisa mengajukan
permintaan lisensi wajib terhadap paten tersebut, mela-
lui Pengadilan Negri. Hal ini diatur dalam pasal 82
ayat 3 UU No.6 Thn 1989. Orang tersebut juga harus mampu
menunjukkan kemampuannya untuk melakukan paten tersebut
serta mempunyai fasilitas yang tersedia untuk itu.13
Begitu pula pelaksanaan suatu paten oleh pemegang paten
yang bersangkutan tidak akan mungkin dilakukan tanpa
melanggar paten lain yang telah ada terlebih dahulu,
masalah yang terakhir ini diatur dalam pasal 88 UU No. 6
Thn 1989. Seperti halnya praktek perlisensian pada
umumnya, lisensi wajib diberikan untuk jangka waktu
tertentu dan disertai dengan kewajiban untuk membayar
royalti yang wajar kepada pemegang paten.14
12Bambang Kesowo, o p .c i t.. h.22.
13Lihat Pasal 82 UU No.6 Thn 1989.
a. Apakah alasan timbulnya lisensi wajib?
b. Akibat-akibat apa saja yang mungkin timbul dengan
adanya mekanisme lisensi wajib?
c. Bagaimanakah penyelesaian akibat yang timbul
sehubungan dengan pemberian lisensi wajib
tersebut?
2. Pen.ielasan Judul
Skripsi ini diberi judul “Beberapa Masalah Yang
Timbul Dari Pemberian Lisensi Wajib Menurut Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1989". Judul ini mengandung penger-
tian, bahwa pemberian lisensi wajib menurut UU No. 6 Thn
1989 itu, timbul dari keadaan-keadaan tertentu, disebab-
kan karena alasan-alasan tertentu, oleh karena itu me
nimbulkan beberapa masalah atau akibat-akibat tertentu.
Yang dimaksud dengan lisensi wajib di sini adalah
suatu mekanisme, yang dalam keadaan tertentu dan atas
dasar syarat tertentu sebagaimana ditetapkan dalam UU
No. 6 Thn 1989, suatu lisensi dapat dimintakan kepada
dan diberikan oleh Pengadilan Negeri. Mekanisme demikian
ini tujuanya adalah untuk menjaga keseimbangan hak dan
kewajiban antara pemegang paten dan orang lain yang
menerima hak dari pemegang paten.
UU No. 6 Thn 1989 yang relatif baru ini, merupa
kan ketentuan terdepan dalam mengatur masalah paten
diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum dan dapat
mendorong serta menggairahkan kreativitas masyarakat
dalam bidang teknologi. Namun, menurut pendapat saya
perumusan mekanisme lisensi wajib dalam undang-undang
ini perlu ditinjau kerabali. Pembahasan skripsi ini
memang ditujukan untuk raengkaji beberapa masalah yang
timbul sehubungan dengan pemberian lisensi wajib menu
rut UU No. 6 Thn 1989.
3. Alasan Pemilihan Judul
Pemilihan judul "Beberapa Masalah Yang Timbul
Dari Pemberian Lisensi Wajib Menurut UU No. 6 Thn 1989"
sebagai topik pembahasan, didasarkan atas pengamatan
saya terhadap UU No. 6 Thn 1989 yang relatif baru ini,
ternyata menganut suatu paham bahwa pemberian lisensi
wajib selalu bersifat non eksklusif. Ini berarti peme
gang paten masih diberi kebabasan untuk memberikan
lisensi kepada pihak ketiga lainnya. Persoalan-persoalan
itulah yang menarik perhatian saya untuk membahasnya
dalam skripsi ini, terutama bila ditinjau dari sudut
kebutuhan untuk mencegah timbulnya praktek persaingan
yang tidak wajar. Padahal diundangkannya UU No. 6 Thn
1989 salah satu tujuannya adalah untuk memberikan per
lindungan dan kepastian hukum dalam masalah paten.
Melalui skripsi ini saya berharap pembaca dapat memper-
oleh gambaran yang jelas tentang masalah-masalah yang
timbul di sekitar pemberian lisensi wajib dari pemberian
4. Tu.iuan Permlisan
Untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Univer-
sitas Airlangga.
Untuk memberikan gambaran dan penjelasan terhadap
masalah-masalah yang timbul disekitar pemberian lisensi
wajib menurut UU No. 6 Thn 1989, serta memberikan sum-
bangan pemikiran untuk kebutuhan ilrau hukum dan praktek
hukum.
5. Metodologi
a. Pendekatan Masalah
Sangat disadari bahwa permasalahan yang meling-
kupi Paten ini sangat bervariasi dan komplek. Untuk itu
pembahasan . masalah dalam skripsi ini hanya ditujukan
pada beberapa masalah yang erat kaitannya dengan kaidah-
kaidah hukum perdata. Pendekatan masalah dilakukan
dengan meninjau azas-azas umum hukum perdata dan bebera
pa pasal yang ada dalam UU No. 6 Thn 1989. Untuk keper-
luan ini juga digunakan pendekatan dari beberapa disi-
plin ilmu, yaitu dari segi yuridis, sosiologis, dan
ekonomis.
b. Sumber Data
Sumber data penulisan skripsi ini adalah data
kepustakaan.
c. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Untuk menyusun skripsi ini, dikumpulkan data
ilmiah dan peraturan perundang-undangan yang ada kaitan-
nya dengan masalah yang ditulis.
d . Analisis Data
Setelah data terkumpul, saya melakukan analisis
deskriptif dengan landasan berbagai teori yang telah
saya pelajari.
6. Pertanggung.iawaban_.Sistematika
Pertama-tama saya menguraikan permasalahan dan
latar belakang yang mendorong saya untuk merailih topik
penulisan skripsi ini. Saya juga memberikan penjelasan
judul atas judul yang saya pilih, alasan pemilihan
judul, tujuan penulisan, metodologi yang digunakan serta
pertanggungjawaban sistematikanya. Kesemuanya itu saya
uraikan dalam bab pendahuluan sebagai bab I, dengan
maksud sebagai pengantar bab-bab pembahasan.
Dalam bab selanjutnya yaitu bab II, saya mulai
merabahas masalah lisensi wajib menurut UU No. 6 Thn
1989, yang berkenaan dengan alasan timbulnya lisensi
wajib yang meliputi keseimbanmgan hak dan kewajiban,
tanpa melanggar paten lain tidak mungkin dilaksanakan
suatu paten, pengembangan teknologi dan prosedur menda-
patkan lisensi wajib. Agar pembaca dapat memahami hal-
hal apa saja yang menyebabkan timbulnya lisensi wajib,
maka bab II ini saya beri judul "Alasan Timbulnya Lisen
si Waj ib" .
Dalam bab selanjutnya yaitu bab III, saya menje-
paten maupun pemegang lisensi wajib. Oleh karenanya bab
III ini saya beri judul "Akibat Pemberian Lisensi
Waj i b " .
Bab IV yang saya beri judul "Penyelesaian Sengke-
ta Akibat Pemberian Lisensi Wajib" merupakan kelanjutan
dari pembahasan saya dalam bab III, berisi tentang
penyelesaian sengketa antara pemegang paten dengan
pemegang lisensi wajib berdasarkan ketentuan dalam UU No
6 Thn 1989, dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).
Bab V merupakan bab penutup yang berisikan kesim-
pulan dari pembahasan seluruh bab dalam penulisan skrip
si ini, dan saran yang berkenaan dengan topik dalam
keseluruhan bab terdahulu yang berlandasan pada ke-
ALASAN TIMBULNYA LISENSI WAJIB BAB II
1. Keseimbangan Hak Dan^KeHa.i iban
Masalah keseimbangan hak dan kewajiban ini mem-
peroleh perhatian yang sangat besar dalam UU No. 6 Thn
1989. Di situ dapat kita saksikan, bahwa prinsip seluruh
perlindungan hukum untuk paten ini ialah memelihara
keseimbangan atara kepentingan pribadi dan kepentingan
f
umum. Karena kepada penemu selaku pemilik paten, atau
orang lain yang menerima hak dari pemilik (dalam UU No.
6 Thn 1989 semuanya disebut pemegang paten), negara
telah memberikan hak yang bersifat khusus atau eksklusif
untuk melaksanakan patennya, dan sekaligus perlindungan
hukum selama jangka waktu tertentu. Pemberian hak yang
demikian ini merupakan penghargaan yang diberikan oleh
negara kepada seorang atau sekelompok penemu atas karya
intelektualnya yang berupa teknologi. Dan sangat disa-
dari, oleh karena lahirnya karya intelektual yang berupa
teknologi itu telah melibatkan tenaga, waktu, dan biaya,
maka teknologi itu memiliki nilai ekonomi. Oleh sebab
itu, adalah wajar bilamana terhadap hak atas penemuan
diberi perlindungan hukum. Dengan perlindungan hukum
semacam ini, pemegang paten tidak hanya memperoleh
jaminan, tetapi juga memiliki dasar hukum untuk memper-
Setelah memperoleh perlindungan hukum atas hak
paten yang dimilikinya, pemilik paten atau pemegang
paten berkewajiban melaksanakan patennya di wilayah
Republik Indonesia.1^ Paten tersebut harus dilaksanakan
secara penuh dan terus-menerus, artinya secara perusa-
haan memproduksi suatu barang atau menghasilkan suatu
barang yang dibuat dengan proses produksi yang telah
diberi paten. Kewajiban pelaksanaan paten ini merupakan
upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik kebutuh-
an dalam negeri ataupun kebutuhan ekspor. Pelaksanaan
kewajiban tersebut tidak menjadi masalah, apakah dilak
sanakan sendiri ataukah dengan memberi persetujuan/izin/
lisensi kepada orang lain untuk menggunakan patennya.
Apabila paten itu dilaksanakan sendiri, maka pemilik
paten itu dapat secara langsung menikmati hasil jerih
payahnya. Tetapi kalau pelaksanaannya dengan memberi
persetujuan/izin/lisensi kepada orang lain untuk menggu
nakan patennya, berarti pemilik paten akan menikmati
hasil jerih payahnya secara tidak langsung, yaitu mela-
lui royalti yang dibayarkan kepadanya atau imbalan-
imbalan lain yang harus diberikan kepada pemilik paten
sesuai dengan isi perjanjian yang telah mereka buat.
Pada intinya, harus ada keseimbangan atau keselarasan
antara hak dan kewajiban atau antara hak tersebut dengan
kepentingan yang lebih luas.
pemberian paten, pemegang paten atau penerima lisensi
tidak melaksanakan penemuan yang bersangkutan di dalam
negeri, padahal kebutuhan masyarakat akan produk yang
bersangkutan sangat besar, maka setiap orang boleh
mengajukan lisensi wajib (compulsory licence), kepada
Pengadilan Negeri. ^ Menurut pasal 83 ayat 1 UU No.6 Thn
1989, lisensi wajib hanya dapat diberikan apabila:
a. Orang yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa ia:
1). mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sen- diri paten yang bersangkutan secara penuh. 2). mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksana
kan paten yang bersangkutan secepatnya.
b. Pengadilan Negeri berpendapat bahwa paten terse but dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberi kemanfaatan kepada sebagian besar masyarakat.
Menurut ketentuan di atas, diperlukan bukti yang meya
kinkan bahwa orang yang meminta lisensi wajib itu mem
punyai kemampuan finansial dan teknis untuk melaksanakan
paten tersebut. Maksudnya, adalah untuk mencegah penya-
lah gunaan hak paten itu sendiri yang pada akhirnya
dapat merusak sistem paten. Dan menggunakan hak paten
tersebut untuk tujuan antara lain, sekadar mendapatkan
perlindungan hukum atas penemuannya agar tidak ditiru
orang lain, atau dengan maksud mempertahankan posisi
monopoli yang dimilikinya terhadap persaingan. Keten
tuan selanjutnya, yaitu Pengadilan Negeri harus dapat
18Bandingkan pasal 81 dan pasal 82 ayat 1 UU No. 6 Thn 1989.
meneliti apakah lisensi wajib tersebut dapat dilaksana
kan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak. Arti-
nya, apakah paten tersebut dapat digunakan untuk mengha-
silkan barang dalam jumlah dan tingkat harga yang se-
banding dengan kebutuhan dan kondisi pasar.
Ketentuan serupa dengan ini dikenal juga dalam
Konvensi Paris. Pasal 5 Act of London menyatakan dalam
ayat 2, bahwa:
Nevertheless, each of the countries of the Union shall have the right to take the necessary legisla tive measures to prevent the abuses which might result from the exercise of the exclusive rights conferred by the patent, failure to use.20
Ketentuan di atas menyebutkan, bahwa setiap negara
anggauta berhak menentukan dalam perundang-undangan
nasionalnya bahwa penyalahgunaan hak pemegang paten,
melaksanakan hak patennya, dapat dihindarkan dengan
memberikan compulsory licence kepada pihak lain. Kemud
ian diatur juga bahwa pemberian lisensi wajib ini tidak
boleh lebih cepat dari pada 3 tahun sejak tanggal pembe
rian paten, dan pemegang paten tidak dapat memberikan
alasan yang sah tidak dilaksanakannya p a t e n . U U No. 6
Thn 1989 tentang Paten yang dimiliki bagsa Indonesia
ini, ternyata tidak bertentangan dengan Konvensi Paris.
^ L i h a t pasal 5 Act ayat 2 Konvensi Paris versi London
o 1
2. Tanpa Melanggar Paten Lain Tidak Mungkin Dilaksanakan
Suatu Paten
Keadaan lain yang menyebabkan timbulnya lisensi
wajib, yaitu dalam hal pelaksanaan paten merupakan hasil
penyempurnaan atau pengembangan dari suatu teknologi
terdahulu yang telah dipatenkan. Apabila pemilik paten
terdahulu selaku pemilik basis teknologi yang sudah ada
patennya, bersedia memberikan lisensi bagi pelaksanaan
paten yang merupakan hasil penyempurnaan atau pengem
bangan berikutnya , maka tidak ada masalah. Tetapi kalau
tidak diberikan, hal ini menjadi masalah. Di satu sisi
ada ketentuan bahwa pemegang paten diwajibkan melaksana
kan patennya, di sisi lain pemegang paten ini tidak
dapat melaksanakan patennya tanpa menggunakan paten
lain yang merupakan basis teknologi. Agar kewajiban
pemegang paten ini dapat dipenuhi, menurut UU No. 6
Thn 1989 sebagaimana ditentukan dalam pasal 88 ayat 1:
“Lisensi wajib dapat pula sewaktu-waktu dimintakan oleh
pemegang paten atas dasar alasan bahwa pelaksanaan
patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar
paten lainnya yang telah ada".22 Tentu saja mekanisme
lisensi wajib semacam ini akan diberikan, apabila menu
rut penelitian Pengadilan Negeri paten yang akan dilak
sanakan ini benar-benar mengandung unsur pembaharuan
teknologi, yang nyata-nyata lebih maju daripada paten
yang telah ada terlebih dahulu. Dan lisensi wajib jenis
ini dapat diberikan tanpa menunggu berakhirnya pemba-
tasan waktu.
Ketentuan seperti itu juga diatur dalam pasal 5
Konvensi Paris (ketetapan Stockholm), sebagaimana dije-
laskan dalam "The Paris Convention For Protection Of
Industrial Property: Main Features and Revision", yang
dibuat oleh The International Bureau of WIPO. Yaitu
dalam bab II tentang "Aturan-aturan Pokok Dalam Konven
si Paris (ketetapan Stockholm), sub bab 4 (c) (ii)
tentang tidak dilaksanakannya paten:
There are also cases where a compulsory license is provided for to protect the public, interest in unhampered technological progress. This is the case of the compulsory licese in favor of the so-called riftpftnrient patents. If a patented invention cannot be worked without using an earlier patent for invention granted to another person, then the owner of the dependent patent, under certain circumtances, may have the right to request a compulsory license to enable the use of that invention. If the owner of the dependent patent for invention obtains the compulsory license, he may be obliged to grant a license to the owner of the earlier patent for invention.23
Ketentuan dalam Konvensi Paris tersebut memberi
kan kemungkinan untuk memperoleh lisensi wajib dalam
rangka melindungi kepentingan masyarakat dan mendukung
terlaksananya kemajuan teknologi. Sebagai contoh, yaitu
dengan menggunakan apa yang disebut paten turunan (de
pendent patent) yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa
menggunakan paten terdahulu yang telah diberikan kepada
orang lain. Ternyata UU No. 6 Thn 1989 tentang paten
yang kita miliki, juga tidak bertentangan dengan Konven-
si Paris.
3. Sarana Dalam Alih Teknologi
Dalam rangka pembangunan ekonomi khususnya di
bidang industri, perkembangan teknologi memegang peran
penting, dan hal ini dapat kita lihat pada langkah-
langkah kebijaksanan yang telah ditentukan, yaitu
antara lain:
(1) Teknologi baru perlu dimanfaatkan terutama dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi khususnya dalam bidang industri.
(2) Teknologi baru perlu dihasilkan di negara sen diri dan yang sudah ada perlu dimanfaatkan dan ditingkatkan.
(3) Teknologi asing hendaknya dapat dialihkan. 4
UU No. 6 Thn 1989 tentang paten dengan segala
fasilitas yang ada di dalamnya, merupakan salah satu
kondisi pokok untuk menghasilkan teknologi baru di dalam
negeri, dan untuk menerapkan teknologi yang ada sesuai
dengan kebutuhan negara Indonesia, serta untuk mengguna
kan teknologi dari luar negeri. Untuk mengalihkan
teknologi-teknologi tersebut ada beberapa cara yaitu:
24Wuryati Martosewoyo, "Sistem Paten Dalam
Pengalihan Teknologi", Kertas -kertas Kerja Dalam
a. pengiriman tenaga ke luar negeri.
b. bantuan teknisi asing yang ditempatkan di perusa- haan-perusahaan di dalam negeri.
c. penanaman modal asing. d. perjanjian lisensi. 5
Dari beberapa cara di atas, menurut studi mengenai alih
teknologi yang dianggap sebagai major avenues untuk
pengalihan teknologi, adalah penanaman modal asing dan
perjanjian lisensi.
Pengaturan . penanaman modal asing terdapat di
dalam undang-undang penanaman modal asing yaitu UU No.
1/1967 yang memuat rumusan yang mengatur alih teknologi
dalam pasal 2 tentang pengertian modal asing yaitu:
a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia,yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan- penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang diraasukkan dari luar ke dalam wilayah Indo nesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan
Undang-undang ini diperkenankan ditransfer,
tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.^
Dari ketentuan tersebut dapat diketahui, bahwa pengalihan
teknologi adalah dalam bentuk investasi langsung dan
melalui perjanjian lisensi.
Pengaturan pengalihan teknologi melalui perjanji
an lisensi terdapat di dalam Undang-undang Paten yaitu
2^Mahmud Mz, "Arti Penting UU Paten Dalam Alih Teknologi", Surabava Post. 11 September 1990, h. VIII.
26Ibid.
UU No. 6 Thn 1989. Di dalam UU No. 6 Thn 1989 terdapat
beberapa hal yang memungkinkan Undang-undang Paten
tersebut sebagai sarana efektif dalam pengalihan tekno
logi, yaitu:
Kesatu, adanya Undang-undang Paten memungkinkan
pembangunan R & D oleh perusahaan-perusahaan trans- nasional. Mengingat Undang-undang Paten ditujukan untuk melindungi invensi, undang-undang tersebut dapat mendorong perusahaan-perusahaan transnasional untuk membangun R & D di negara-negara sedang ber- kembang yang mengundangkan undang-undang tersebut...
Kedua, Undang-undang Paten mengandung ketentuan
mengenai disclosure of technical knowledge. Berda- sarkan ketentuan tersebut, inventor yang mengajukan
permohonan paten harus mendeskripsikan invensinya
balk secara teknis maupun ilmiah dalam mendaftarkan invensinya ke kantor paten di negara tempat ia mengajukan permohonan...
Ketiga, Undang-undang Paten juga melindungi inovasi. Sedangkan inovasi dapat terjadi akibat perjanjian lisensi. Melalui perjanjian lisensi, teknologi asing dapat didayagunakan di negara pemegang lisensi... Keempat, Undang-undang Paten memungkinkan dilakukan- nya lisensi wajib. Dalam hal-hal tertentu, seorang pemilik paten dapat diwajibkan oleh suatu negara tempat paten tersebut dimohonkan untuk memberikan lisensi kepada seseorang guna melaksanakan paten tersebut. Apabila pemilik paten tersebut perusahaan asing, dengan lisensi wajib tersebut terjadilah alih teknologi...28
Apabila ketentuan di dalam Undang-undang Paten
tersebut dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka kemung-
kinannya sangat besar untuk dapat terjadi alih teknologi
di Indonesia. Karena semua paten yang didaftarkan di
Indonesia harus dilaksanakan di Indonesia pula. Apabila
paten tersebut tidak dilaksanakan, maka paten terse
but dapat dibatalkan. Di samping itu berdasarkan Undang-
undang Paten tersebut, pemerintah Indonesia mempunyai
kewenangan yang cukup besar untuk mengontrol klausula
perjanjian lisensi. Sebagaimana tercantum dalam pasal 78
DU No.6 Thn 1989 perjanjian lisensi tidak boleh mengan-
dung klausula-klausula yang menghambat pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Dalam penjelasan pasal tersebut
meraang tidak disebutkan klausula-klausula yang bagaimana
yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia,
tetapi kiranya melalui penulisan skripsi ini dapat
membantu menjelaskan klausula yang dimaksudkan dalam
pasal 78 UU No. 6 Th 1989.
Klausula-klausula dalam perjanjian lisensi yang
dianggap dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia,
misalnya perjanjian lisensi yang mengandung persyaratan
yang sifatnya mengikat (restrictive conditions). Re
strictive conditions itu antara lain, keharusan bagi
licensee untuk membeli bahan baku, komponen, dan mesin
dari licensor dengan harga yang terlampau tinggi, pemba-
tasan oleh licensor terhadap penjualan barang-barang
yang dihasilkan dengan lisensi hanya untuk pasaran dalam
negeri. Adanya grant-back provisions yang memberikan hak
kepada licensor atas segala perbaikan yang diadakan
licensee' dalam pembuatan barang atau proses produksi.
Bahkan, adanya perjanjian lisensi yang melarang untuk
mengadakan perubahan besar atau modifikasi dalam disain
barang. ^ Ini berarti perjanjian lisensi yang mengandung
o q
klausula-klausula seperti disebut di atas, harus ditolak
oleh kantor paten. Demikian halnya dalam pemberian li
sensi wajib, menurut saya klausula-klausula seperti
disebut di atas perlu dihindarkan, lebih-lebih bila
pemberian lisensi wajib itu merupakan pengalihan tekno
logi dari negara-negara maju. Karena bangsa Indonesia
dalam rangka membangun ekonominya khususnya di bidang
industri, sangat membutuhkan teknologi baru, baik yang
dihasilkan di .negara sendiri dan memanfaatkan serta
meningkatkan teknologi yang sudah ada, maupun mengalih-
kannya dari negara asing. Oleh karenanya, klausula-
klausula seperti itu dapat menghambat pertumbuhan ekono
mi Indonesia, bahkan akan menghambat terjadinya proses
alih teknologi itu sendiri.
Selanjutnya, apabila Undang-undang Paten ini
dilaksanakan secara konsisten bersama-sama Undang-undang
Penanaman Modal Asing, akan terjadi alih teknologi
secara besar-besaran.
4 . Prosedur Pengalihan Paten Melalui Lisen.sl_fca.i-ih
Prosedur pengalihan paten melalui lisensi wajib
berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri sebagaimana
diatur dalam Bab V UU No. 6 thn 1989 ada dua cara:
a. beralih kerena tidak dilaksanakannya suatu paten
dalam jangka waktu tertentu;
b. beralih karena suatu paten tidak mungkin dapat
a. Prosedur beralihnya paten melalui lisensi wajib
berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri karena tidak
dilaksanakannya suatu paten dalam jangka waktu tertentu:
(1) Setelah jangka waktu tiga puluh enam bulan ter-
lampaui, pemegang paten masih juga belum melaksanakan
patennya di Indonesia, maka siapa saja boleh meminta
lisensi wajib kepada Pengadilan Negeri untuk melaksana
kan paten yang bersangkutan.
(2) Peminat lisensi wajib dapat mengajukan permin-
taan lisensi wajib kepada Pengadilan Negeri, setelah
mendengar penjelasan dari pemegang paten di depan
sidang Pengadilan Negeri raengenai hal-hal yang berkaitan
dengan alasan diajukannya lisensi wajib sebagaimana
dimaksud dalam pasal 82 ayat 2, sehingga permintaan dan
pemberian lisensi wajib itu berlangsung dengan sepenge-
tahuan pemegang paten (pasal 81 ).
(3) Pengadilan Negeri melakukan pemeriksaan terhadap
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peminta lisensi
wajib dengan mendengarkan pendapat ahli dari kantor
paten dan pemegang paten yang bersangkutan (pasal 83
ayat 2).
(4) Apabila tidak memenuhi syarat,.maka permintaan
lisensi wajib ditolak. Tetapi kalau'memenuhi syarat maka
Pengadilan Negeri akan mengeluarkan Keputusan Pemberian
lisensi wajib yang di dalamnya tercantum hal-hal sebagai
berikut:
a. alasan pemberian lisensi wajib;
paten tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa menggunakan
paten lain yang telah ada:
(1) Dalam hal seorang pemegang paten tidak mungkin
dapat melaksanakan patennya tanpa menggunakan paten
terdahulu yang merupakan basis teknologinya, maka peme
gang paten yang baru dapat mengadakan perjanjian lisensi
paten biasa dengan pemegang paten terdahulu.
(2) Perjanjian lisensi antara pemegang paten baru
dengan pemegang paten terdahulu isinya bisa melaksana
kan sebagian atau seluruh penemuan yang telah dipaten-
ka n .
(3) Apabila lisensi untuk itu tidak diberikan oleh
pemegang paten terdahulu, maka pemegang paten yang baru
dapat meminta lisensi wajib melalui putusan Pengadilan
Negeri (pasal 88).
(4) Untuk selanjutnya, lisensi wajib tersebut harus
didaftarkan di Kantor Paten dan dicatat dalam Daftar
Umum Paten dengan membayar biaya pendaftaran, memenuhi
syarat dan tata cara pendaftaran. Apabila tidak dipenuhi
maka lisensi wajib dapat dibatalkan.
(5) Pemegang lisensi wajib, wajib melaksanakan
lisensinya dalam bentuk industri apabila tidak, maka
lisensi wajib menjadi batal. Pelaksanaan lisensi wajib
disertai pembayaran royalti apabila tidak, maka lisensi
wajib dapat dibatalkan.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang
AKIBAT PEMBERIAN LISENSI WAJIB
1. Hubungan Hukum Para Pihak
Telah disebutkan di atas, bahwa istilah lisensi /
wajib tidak menunjukkan suatu jenis lisensi tertentu.
Tetapi lebih mengacu pada suatu mekanisme, yang dalam
keadaan tertentu dan atas dasar syarat tertentu sebagai-
mana ditetapkan dalam UU No.6 Thn 1989, suatu lisensi
dapat dimintakan kepada dan diberikan oleh Pengadilan
Negeri. Apabila kita bandingkan mekanisme lisensi wajib
ini dengan perjanjian lisensi paten biasa, menurut saya
sebenarnya ada perbedaan prinsip antara kedua mekanisme
ini. Di dalam suatu perjanjian lisensi paten, dilaksana-
kannya suatu hak paten oleh orang lain selaku penerima
lisensi (licensee), dibangun atas dasar kesepakatan
bersama antara pemberi lisensi (licensor) dengan peneri
ma lisensi. Kesepakatan bersama itu kemudian dituangkan
dalam suatu perjanjian lisensi, yang akan mengikat
secara hukum bagi mereka yang membuatnya. Dengan demiki-
an, perjanjian lisensi tersebut dikuasai oleh asas
kebebasan berkontrak, sebagaimana diatur dalam pasal
1338 ayat 1 BW. Sedangkan di dalam mekanisme lisensi
wajib ini dilaksanakannya suatu paten oleh orang lain
selaku peraegang lisensi wajib, tidak dibangun atas
dasar kesepakatan bersama antara pemegang paten dengan
pemegang lisensi wajib, tetapi lisensi untuk
nakan suatu hak paten, dimintakan dan diberikan oleh
Pengadilan Negeri setelah mendengar pemegang paten yang
bersangkutan. Yang dimaksud dengan mendengar pemegang
paten adalah mendengar penjelasan pemegang paten di
depan sidang Pengadilan Negeri mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan alasan diajukannya permintaan lisensi
wajib, sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat 2 UU No.
6 Thn 1989.^ Dengan demikian permintaan dan pemberian
lisensi wajib berlangsung dengan sepengetahuan pemegang
paten. Atas dasar itu, saya beranggapan bahwa Pengadilan
Negeri dalam hal ini selaku pemberi lisensi yang bukan
pemegang paten. Sedangkan bagi pemegang paten itu sen-
diri dapat dikatakan, bahwa dialihkannya hak paten
miliknya itu tidak atas kerelaan hatinya. Oleh karena
itu, istilah compulsary licensing saat ini semakin
kurang disukai, dan mulai digunakan istilah baru yaitu
"non voluntary licensing".^
Apabila mekanisme lisensi wajib itu tidak di-
bangun atas dasar kesepakatan bersama, maka asas ke-
bebasan berkontrak yang berlaku di dalam perjanjian
lisensi paten biasa tidak berlaku dalam lisensi wajib.
Karena di dalam asas kebebasan berkontrak yang diatur
di dalam pasal 1338 ayat 1 BW disebutkan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah akan mengikat secara
31C.S.T. Kansil, Hak Milik Intelektua^L, cet.
X, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, h. 53.
o o
hukum bagi mereka yang membuatnya sendiri. Sedangkan
untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi empat
syarat, seperti diatur dalam pasal 1320 BW yaitu:
a.Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang raembuat perjanj ian.
b.Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian.
c.Ada suatu hal tertentu. O O
d.Ada suatu sebab yang halal.
Dengan melihat ke empat syarat itu, dapat diketahui
bahwa lisensi wajib tidak memenuhi syarat yang pertama.
Untuk itu mengenai asas kebebasan berkontrakpun tidak
berlaku dalam lisensi wajib. > /
Tetapi dalam sistim lisensi wajib ini, dikeluar-
kannya suatu putusan mengenai pemberian lisensi wajib
oleh Pengadilan Negeri, disebabkan karena ada permo
honan untuk. itu. Permohonan lisensi wajib itu ada,
akibat tidak dilaksanakannya suatu paten dalam jangka
waktu 36 bulan, padahal teknologi yang dipatenkan itu
sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Apabila kita
melihat suatu teori dalam hukum acara perdata mengenai
perkara volunter dan putusan yang bersifat deklarator,
maka akan ada kecocokan antara teori tersebut dengan
permasalahan lisensi wajib. Suatu perkara dapat dikata-
kan berbentuk volunter, apabila perkara tersebut berben-
tuk permohonan secara sepihak agar pemohon ditetapkan
mempunyai kedudukan tertentu terhadap keadaan tertentu.
Permohonan itu diajukan tidak atas dasar sengketa dengan
pihak lain. Oleh karena itu, dalam perkara yang
tuk volunter, putusan perkaranya akan bersifat deklara
tor, yaitu putusan yang diktum putusannya hanya mengan
dung pernyataan hukum saja. Sehingga, putusan volunter
yang bersifat deklarator, hanya mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat pada diri pemohon itu sendiri.34
Kembali kepada permasalahan lisensi wajib,
permohonan pemberian lisensi wajib itu juga tidak dida-
sari oleh suatu sengketa dengan pihak lain, oleh karena
itu perkaranya berbentuk volunter. Putusan Pengadilan
Negeri mengenai pemberian lisensi wajib adalah putusan
yang bersifat deklarator, karena isi putusannya merupa-
kan pernyataan hukum saja, yaitu memberikan lisensi
wajib kepada pemohon agar dapat melaksanakan hak paten
orang lain, setelah mendengar pemegang paten. Dengan
demikian putusan Pengadilan Negeri mengenai pemberian
lisensi wajib tersebut, hanya mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat pada diri pemohon itu sendiri, yaitu
pemegang lisensi wajib.
Kalau pada saat diadakan pemeriksaan atas permin
taan pemegang lisensi wajib, juga didengarkan pendapat
pemegang paten, hal itu tidak lain agar Pengadilan
Negeri dapat mempertimbangkan dan memutuskan secara
obyektif dan benar. Jadi, walaupun putusan tersebut
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri, setelah mendengar
34M.Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan
pemegang Paten namun putusan tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat bagi pemegang paten. Se-
dangkan pemegang paten hanya mempunyai hak untuk menga-
jukan pembatalan lisensi wajib tersebut kepada Pengadi-
lan Negeri. Pembatalan lisensi wajib tersebut hanya
dapat diajukan oleh pemegang paten dengan alasan-alasan
tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 89 UU No 6 Thn
1989.
2. Kewa.i ib_an._D.an H a k P e m e g a n g Lisepsi-Wa.iib .
Perjanjian lisensi adalah suatu perjanjian yang
bersifat timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah
perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada o c
kedua belah pihak. ^ Untuk itu, di dalam suatu perjanji
an lisensi tentang paten, hak dan kewajiban para pihak
akan menjadi jelas karena sudah tercantum di dalam
perjanjian lisensinya. Sedangkan lisensi wajib bukan
perjanjian yang bersifat timbal balik, sehingga hak dan
kewajiban pemegang paten dan pemegang lisensi wajib,
tidak tertuang dalam suatu akta perjanjian. Seperti
telah dijelaskan di atas, bahwa isi putusan Pengadilan
Negeri mengenai pemberian lisensi wajib hanya merupakan
suatu pernyataan hukum bahwa Pengadilan Negeri mengabul-
kan permohonan permintaan lisensi Wajib, yang dilakukan
oleh seseorang (perseorangan atau badan hukum). Dari
o c
sini, pertanyaan yang mungkin timbul, ialah bagaimana
caranya pemegang lisensi wajib dapat melaksanakan
secara perusahaan lisensi wajib yang diperolehnya itu?
Pemegang lisensi wajib dapat melaksanakan lisen
si wajibnya berdasarkan dokumen paten. Dengan dikeluar-
kannya putusan oleh Pengadilan Negeri mengenai pemberian
lisensi wajib, maka Pengadilan Negeri memberikan hak
kepada pemegang lisensi wajib untuk menggunakan isi
dokumen paten yang tersimpan di Kantor Paten. Kewajiban
pemegang lisensi wajib, adalah melaksanakan lisensi
wajib yang diperolehnya itu sesuai dengan isi dokumen
paten.
Kewajiban utama pemegang lisensi wajib setelah
dikeluarkan putusan oleh Pengadilan Negeri, adalah
mendaftarkan lisensi wajib yang telah diterimanya.
Pendaftaran dilakukan di Kantor Paten, kemudian dicatat
dalam Daftar Umum Paten, serta membayar biaya pendafta
ran. Tanpa mendaftarkan dan membayar biaya pendaftaran,
lisensi wajib tidak dapat dilaksanakan. Memasuki tahap
pelaksanaan paten, maka pemegang lisensi wajib mulai
dipenuhi dengan kewajiban-kewajiban yang pada dasarnya
sama dengan kewajiban pelaksanaan paten lainnya, namun
harus sesuai dengan isi putusan Pengadilan Negeri yang
telah diatur dalam pasal 86 UU No. 6 Thn 1989 dan sesuai
dengan ketentuan operatif dalam Dokumen Paten.
Kewaj iban-kewaj iban tersebut adalah:
a) melaksanakan lisensi wajib secara perusahaan, di
b) memakai dokumen paten sebagai acuan dalam pelak-
sanaan lisensi wajibnya. Bagian dokumentasi paten
yang harus diperhatikan khususnya adalah bagian
uraian, karena di dalamnya diuraikan tentang:
a. nama penemu dan perinci.an bidang teknis yang
berkaitan dengan penemuan tersebut;
b. latar belakang ketrampilan yang diketahui
oleh pemegang paten yang berguna bagi pemaha
man, penelitian, dan penyelidikan penemuan;
c. ungkapan penemuan dengan istilah-istilah yang
mudah dipahami dan dengan suatu cara yang
cukup jelas dan lengkap, agar penemuan dapat
dinilai dan dilakukan oleh orang lain yang
mampu untuk itu. Menyatakan segala hasi-hasil
yang bermanfat dari penemuan tersebut;
d. angka-angka dalam gambar, jika ada;
e. cara yang terbaik untuk melaksanakan penemuan
disertai dengan contoh-contoh dan gambar-
gambar;
f. cara di mana penemuan dapat digunakan secara
industri dan cara di mana penemuan tersebut
dapat dibuat atau digunakan, atau jika pene
muan tersebut hanya dapat digunakan, cara di
mana penemuan tersebut dapat dilakukan.
. Bogaerts, "The Process For the Grant of Pat
ents", makalah dalam National Public Information And
Awareness Seminar For Patent Users, Surabaya, 25-26
Dalam hal lisensi wajib tersebut dimintakan atas
dasar alasan, bahwa pelaksanaan patennya tidak
mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar paten
lainnya yang telah ada, kewajiban pemegang lisensi
wajib hanya terbatas pada melaksanakan sebagian saja
atau seluruh paten yang telah ada. Kewajiban lain yang
harus dipenuhi, yaitu membayar royalti kepada pemegang
paten yang besarnya dan cara pembayarannya telah diten-
tukan, serta mematuhi ketentuan tentang jangka waktu
lisensi wajib.
Sedangkan hak-hak yang diberikan kepada pemegang
lisensi wajib yaitu:
a) melaksanakan hak paten secara perusahaan dengan
cara membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan,
memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan
atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
b) menggunakan proses produksi yang diberi paten
untuk membuat barang dan tindakan lainnya seba-
gaimana dimaksud di atas;37
c) menikmati keuntungan yang diperoleh dari hasil
pelaksanaan paten tersebut.
d) memperoleh perlindungan hukum dalam hal terjadi
claim atas penggunaan paten tersebut.
Salah satu isi putusan Pengadilan Negeri mengenai
pemberian lisensi wajib yang dirumuskan dalam huruf f
pasal 86 Undang Undang Paten, berbunyi; "lain-lain yang
diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak yang
bersangkutan secara adil". Berdasarkan rumusan huruf f
tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian lisensi wajib. Hal-hal yang perlu diperhatikan
tersebut umuranya berlaku dalam perjanjian lisensi paten
biasa. Tetapi karena pada prinsipnya lisensi wajib itu
bukan jenis suatu lisensi tertentu, raaka hal-hal terse
but juga perlu diperhatikan dalam pemberian lisensi
wajib khususnya oleh pemegang lisensi wajib.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh peme
gang lisensi wajib dalam pemberian lisensi wajib, yaitu:
a. Mutu.
Dalam hal mutu ini, perlu diperhatikan spesifikasi
produk yang dibuat dengan teknologi yang telah dipa-
tenkan. Mutunya harus sama dengan standar mutu yang
telah ditentukan oleh licensor.
b. Pembayaran.
Pembayaran royalti dapat dilakukan setiap tahun atau
waktu-waktu tertentu, sesuai dengan yang telah diatur
dalam putusan.
c . Cross-licensing.
Jika ada pembaharuan/penyerapurnaan *. teknologi yan^f
dilakukan oleh licensor ataupun oleh licensee,
masing-masing harus memberikannya kepada pihak lain-
nya (cross-licensing). Biasanya ketentuan mengenai
cross-licensing dimasukkan ke dalam perjanjian lisen
cross-licensing apabila perlu dapat juga dicantumkan.
d. Pemakaian Merek.
Pemakaian suatu merek harus didaftarkan, agar dapat
dianggap sebagai "pemakai pertama” dan harus dipakai
dalam jangka waktu tertentu. Di Indonesia, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, merek yang
telah didaftar jika tidak dipakai dalam jangka waktu
6 (enam) bulan, dianggap batal.
e. Teritorial.
Penjualan dari produk lisensi, harus memperhatikan
batas-batas teritorial yang diharuskan oleh licensor.
Dalam hal pemberian lisensi wajib, pelaksanaan paten
harus di dalam wilayah Republik Indonesia.
f. Royalti.
Dalam perjanjian lisensi, pembayaran royalti adalah
suatu hal yang lumrah. Yang perlu dikaji adalah
berapa besarnya royalti yang harus dibayar dan bagai-
mana cara menghitungnya. Pada pemberian lisensi wajib
masalah berapa besarnya royalti dan cara pembayaran-
nya telah ditetapkan oleh Pengadilan. Penetapan
berapa besarnya royalti, dilakukan dengan memperhati
kan tata cara yang lazira digunakan dalam perjajian
lisensi paten atau yang lainnya yang sejenis. Besar
nya royalti yang harus dibayarkan, dapat dinilai dari
paten tersebut, yaitu ditaksir berdasarkan nilai
penjualan atau nilai pemakaian paten tersebut.
g. Force majeure.
suatu tindakan dalam keadaan memaksa. Tindakan terse
but dapat berupa keterlambatan pekerjaan atau supply
dari yang telah diperjanjikan atau penghentian peker
jaan sama sekali atau tidak menyerahkan barang sama
sekali, atau lain-lain tindakan. Force majeure pada
umumnya berupa keadaan yang timbul.dari luar kekua-
saan manusia, misalnya banjir, topan di laut (jika
sedang mengangkut barang dengan kapal dan barangnya
rusak kena topan)-, gempa bumi, perang, dan lain-lain.
h. Arbitrase.
Ketentuan-ketentuan mengenai arbitrase umumnya dican-
tumkan di dalam suatu Kontrak Lisensi, yang dimaksud-
kan untuk menyelesaikan suatu perselisihan yang
timbul dalam pelaksanaan perjanjian antara kedua
belah pihak, di luar Pengadilan. Tetapi khusus untuk
masalah lisensi wajib ini, semua perselisihan yang
timbul harus diselesaikan di Pengadilan Indonesia.
Karena dalam mekanisme ini, suatu lisensi di berikan
tidak atas dasar perjanjian, tetapi melalui suatu
putusan Pengadilan Negeri di Indonesia.
i. Hukum yamg diberlakukan.
Dalam perjanjian diusahakan agar dicantumkan bahwa
terhadap berlakunya serta interpretasi dari perjanji
an tersebut diberlakukan hukum yang berlaku di Indo
nesia. Sehingga negara Indonesia akan mempunyai
kuasa/jurisdiksi untuk menyelesaikan perselisihan
untuk masalah lisensi wajib ini, semua perselisihan
yang timbul harus diselesaikan dengan hukum Indone-
sia.38
3. Persaingan Curang
Satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam
sistim lisensi wajib ini yaitu Undang-undang Paten
Indonesia yaitu UU No. 6 Thn 1989 menganut paham bahwa
pemberian lisensi wajib selalu bersifat non-eksklusif.
Konsekuensi paham yang demikian ini yaitu tidak berku-
rangnya hak pemegang paten untuk tetap dapat melaksana-
kan sendiri paten yang bersangkutan, sekalipun ada
lisensi wajib. Sifat non eksklusif itu juga tampak dari
tetap adanya kebebasan untuk memberikan lisensi kepada
pihak ketiga lainnya, oleh pemegang paten.
Lisensi wajib berakhir sesuai dengan jangka waktu
yang diberikan oleh Pengadilan Negeri. Namun apabila
pemegang paten dapat menunjukan bukti bahwa selama
jangka waktu lisensi wajib tersebut, pemegang paten juga
telah melaksanakan sendiri patennya secara cukup, maka
ia dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk memba-
talkan lisensi wajib tadi. Tentu saja dasar yang dipa-
kai untuk mengajukan pembatalan lisensi wajib adalah
pasal 89 ayat 1 huruf a UU No. 6 Thn 1989. Keadaan
q q
°°Ita Gambiro, "Perjanjian Lisensi Dan Perjanjian Bantuan Tehnik (Tehcnical Assistance)” , makalah dalam
Seminar Beberapa Permasalahan di Sekitar Penanaman
seperti ini dapat saja menimbulkan kemungkinan
diguna-kannya mekanisme lisensi wajib ini untuk tujuan per-39 saingan curang atau persaingan yang tidak sehat. °
Hisalnya pemegang paten semula sengaja melaksanakan
patennya secara tidak cukup, dengan suatu perhitungan
pesaingnya akan minta lisensi wajib. Tetapi begitu
lisensi wajib diberikan dan persiapan dilakukan, atau
baru beberapa saat mulai melaksanakan lisensi wajibnya,
pemegang paten tersebut langsung menggunakan hak paten
nya sendiri secara penuh. Sehingga akan muncul dua
produk yang sama tetapi dari pabrik yang berbeda, dan
dengan munculnya produk yang terakhir ini akan menimbul
kan kekacauan dalam masyarakat. Akibatnya, pemegang
lisensi wajib akan mengalami kerugian, karena telah
mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk memperoleh
lisensi wajib, tetapi belum sempat melaksanakannya
secara penuh, lisensi wajib tersebut telah dibatalkan
oleh pemegang patennya.
Upaya untuk mencegah adanya kemungkinan di atas,
ialah apabila ada permintaan pembatalan lisensi wajib,
hendaknya pembatalan tersebut dilakukan setelah jangka
waktu tertentu.^ Dalam jangka waktu tersebut pemegang
lisensi wajib seharusnya memperoleh perlindungan dari
setiap persaingan yang tidak sehat, termasuk persaingan
dari pihak pemegang paten sendiri. Ketentuan demikian
o q
°°Bambang Kesowo, o p.c i t . h.25
ini tidak diatur di dalam UU No. 6 Thn 1989, dan
timbulnya kemungkinan sebagaimana di atas merupakan
kelemahan dalam penggunaan mekanisme lisensi wajib.
4. Pengalihan Lisensi Wa.iib Hanva Dengan Pewarisan
Lisensi wajib tidak dapat dialihkan kecuali
karena pewarisan.41 Pada prinsipnya, lisensi wajib tidak
dapat dialihkan. Sebab, lisensi seperti ini hanya di-
berikan dalam keadaan khusus, dan terikat pada syarat-
syarat yang khusus pula dalam pelaksanaannya. Dikecuali-
kan dari ketentuan tersebut adalah dalam hal pewarisan,
yaitu orang perorangan yang memperoleh lisensi tersebut
meninggal dunia. Bagi badan hukum, tidak berlaku keten
tuan tentang pewarisan ini.
Agak berlainan halnya dengan lisensi wajib yang
dimintakan dalam kaitannya dengan pelaksanaan suatu
paten, seperti yang diatur dalam pasal 88 UU No. 6 thn
1989. Dalam hal ini, pengalihan tetap dapat berlangsung.
Sebab yang dialihkan adalah paten yang baru, yang pelak
sanaannya tidak raungkin dapat berlangsung tanpa melang-
gar paten yang lama dan untuk itu dimintakan lisensi
w a j i b . B a g i paten yang baru tadi, ketentuan tentang
dapat berlakunya paten sebagaimana diatur dalam pasal 73
berlaku sepenuhnya.
41Pasal 92 UU No. 6 Thn 1989.
Lisensi wajib yang beralih karena pewarisan tetap
terikat oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lainnya
terutama mengenai jangka waktu dan harus dilaporkan
kepada Kantor Paten untuk dicatat dalam Daftar Umum
Paten.
Dalam hal beralihnya lisensi wajib berlangsung
karena pewarisan, maka pelaksanaannya oleh ahli waris
tetap terikat pada syarat-syarat pemberiannya dan keten
tuan lainnya, serta berlangsung untuk sisa jangka waktu
yang masih ada. Selain itu, beralihnya lisensi wajib
karena pewarisan tersebut harus dilaporkan kepada Kantor
PENYELESAIAN SENGKETA AKIBAT PEMBERIAN LISENSI WAJIB
1. langgung Gugat Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum.
Pada Bab III sub bab " Persaingan Curang", telah
dijelaskan bahwa kelemahan yang ada pada lisensi wajib,
adalah kemungkinan timbulnya persaingan curang atau
persaingan yang tidak sehat. Apabila pada saat berlaku-
nya UU Paten tanggal 1 Agustus 1991, hal tersebut benar-
benar terjadi, maka pihak yang dirugikan dapat mengaju-
kan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum (on-
rechmatige daad). Dengan adanya putusan H.R dalam Linde-
baum-Cohen Arrest yang menafsirkan ajaran onrechmatige
daad secara luas, maka sejak itu putusan tersebut dite-
tapkan sebagai jurisprudensi yang mempunyai kekuatan
tetap. Sejalan dengan itu, ajaran onrechtmatigheid yang
luas telah ditetapkan juga dalam bidang persaingan
curang.
Persaingan curang sebagai perbuatan melawan hukum
antara lain menyangkut
a. Iklan yang sama.
Suatu reklame yang hampir sama pada asasnya
diperbolehkan, tetapi hal itu dapat segera menja-
di onrechtmatig, karena reklame itu pada umumnya
dimaksudkan untuk membangkitkan sugesti-sugesti
43R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena
Pohan, Qnrechtmatige d a a d . Djumali, Surabaya, 1979, h.
tertentu .
b. Meniru produk orang lain.
Meniru produk milik orang lain dapat dilarang,
apabila ia telah membuat pelanggaran atau pengu-
rangan terhadap bagian-bagian tertentu atau
dengan jalan lain telah berbuat sedemikian rupa,
sehingga telah menimbulkan kekacauan terhadap
masyarakat.44
Sedangkan persaingan curang yang timbul dari
pemberian lisensi wajib ini, tidak termasuk di dalam
kedua hal tersebut. Karena, timbulnya persaingan curang
dari lisensi wajib ini disebabkan adanya hak eksklusif
yang dimiliki oleh pemegang paten, dan kewenangan untuk
mengajukan tuntutan pembatalan lisensi wajib, yang juga
hanya dimiliki oleh pemegang paten.
Seperti telah dijelaskan dalam Bab I, pemegang
paten atau pemilik hak paten mempunyai hak yang khusus
(eksklusif), yaitu hak yang hanya diberikan kepada
pemegangnya untuk dalam waktu tertentu melaksanakan
sendiri penemuan tersebut, atau untuk memberi kewenangan
kepada orang lain guna melaksanakannya. Ini berarti,
orang lain hanya mungkin menggunakan penemuan tersebut
kalau ada persetujuan atau izin dari penemu selaku
pemilik hak. Dengan hak yang demikian ini, pemegang
paten masih tetap berhak melaksanakan hak patennya,