• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Kreatif. Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Kreatif. Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif

Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan. Karena kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan yang sangat mendasar bagi seseorang dalam memecahkan masalah secara kreatif. Sebelum membahas arti berpikir kreatif, berikut adalah makna dari berpikir. Proses berpikir merupakan peristiwa mencampur, mencocokkan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan pengalaman sebelumnya (Kuswana, 2011).

Kreatif berasal dari bahasa Inggris ‘create’ yang artinya menciptakan, sedangkan kreatif mengandung pengertian memiliki daya cipta. Munandar (2009) mengemukakan bahwa, kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru, mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah kemanusiaan.

Menurut Munandar (2009) bahwa berpikir kreatif divergen (juga disebut berfikir kreatif) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian.

(2)

Selain itu, menurut Satiadarma (2003), Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berpikir kreatif maupun berpikir afektif, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada.

Proses berpikir kreatif menurut Wallas (Satiadarma,2003) meliputi empat tahapan yakni:

1) Persiapan (preparation)

Adalah tahap peletakan dasar. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan informasi, data-data, dan bahan-bahan untuk memecahkan masalah.

2) Inkubasi (incubation)

Adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam pra-sadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu tak menentu. Dalam tahap ini pula terdapat kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat lagi pada saat berakhirnya tahap pengeraman dan muncul masa berikutnya.

3) Iluminasi (illumination)

Adalah tahap dimana munculnya aspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk cetusan spontan, ide/gagasan, pemecahan masalah, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru.

(3)

4) Verifikasi (verivication)

Adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara kritis yang mulai dicocokan dengan keadaan nyata atau kondisi kenyataan.

Karakteristik pemikiran kreatif menurut Guilford (Satiadarma: 2003) berkaitan dengan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif yakni:

1) Kelancaran (fluency) adalah kemampuan memproduksi banyak gagasan 2) Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengajukan berbagai

pendekatan atau jalan penyelesaian masalah.

3) Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan atau ide sebagai hasil pemikiran sendiri.

4) Penguraian (elaboration) adalah kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci

5) Perumusan kembali (fenition) adalah kemampuan untuk menkaji suatu persoalan melalui cara atau perspektif yang berbeda dengan yang sudah lazim

Selain itu, ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Satiadarma (2003) meliputi :

1) Keterampilan berpikir lancar (fluency) : kemampuan ini menyebabkan seseorang mampu mencetuskan banyak ide, gagasan, jawaban, penyelesaian, suatu masalah atau pertanyaan

(4)

2) Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) : kemampuan ini menyebabkan seseorang dapat menghasilkan jawaban atau pertanyaan bervariasi karena dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. 3) Keterampilan berpikir orisinil (Originality) : kemampuan ini mendorong

seseorang untuk menghasilkan ungkapan yang baru dan unik sebagai ungkapan dari pemikiran mereka.

4) Keterampilan memperinci (mengelaborasi) : kemampuan ini meliputi kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk

5) Ketrampilan menilai (mengevaluasi) : kemampuan ini membuat seseorang menentukan patokan sendiri dalam menilai apakah suatu pernyataan benar atau salah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kesanggupan atau kecakapan siswa untuk mencetuskan cara, strategi, ide-ide atau konsep dengan menghubungkan dan mengembangkan hal-hal yang telah diketahui sebelumnya dalam menyelesaikan permasalahan atau persoalan matematika. Berpikir kreatif matematis adalah aktivitas mental yang disadari secara logis dan divergen untuk menemukan jawaban atau solusi yang bersifat baru dalam permasalahan matematika. Indikator kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(5)

1) Keterampilan Berpikir lancar (Fluency):

a) Mencetuskan banyak jawaban atau penyelesaian masalah atau gagasan yang berhubungan dengan matematika.

b) Memberikan banyak cara atau solusi dalam menyelesaikan masalah matematika

c) Selalu memikirkan lebih dari 1 jawaban 2) Keterampilan Berpikir Luwes (Fleksibelity):

a) Menghasilkan jawaban atau solusi yang bervariasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. c) Mencari berbagai alternatif jawaban atau solusi yang berbeda dalam

menyelesaikan permasalahan matematika. 3) Keterampilan Berpikir Orisinil (Originality):

a) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan suatu ide yang berkaitan dengan matematika.

b) Mampu membuat kombinasi-kombinasi dari berbagai bagian atau unsur yang ada.

c) Mampu mengungkapkan masalah matematika dengan menggunakan bahasa, dan idenya sendiri.

4) Ketrampilan Memperinci (Elaboration):

(6)

b) Menambahkan atau memperinci suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan tersebut.

B. Kecerdasan Interpersonal

Menurut Mork (Yaumi ,2013) bahwa, kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk membaca tanda dan isyarat sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, dan mampu menyesuaikan gaya komunikasi secara tepat. Dan menurut (Lwin, et al., 2008), kecerdasan interpersonal adalah kemapuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, tempramen, suasana hati, maksud, dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya secara layak. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi melakukan negosiasi hubungan dengan keterampilan dan kemahiran karena orang tersebut mengerti kebutuhan tentang empati, kasih sayang, pemahaman, ketegasan, dan ekspresi dari kebutuhan dan keinginan. Orang seperti ini mengetahui bagaimana pentingnya berkolaborasi dengan orang lain, memimpin ketika diperlukan, mengikuti jika memang keikutsertaan sangat diperlukan, bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki ketrampilan komunikasi yang berbeda-beda.

Yaumi (2013) mengatakan bahwa, pemahaman terhadap watak orang lain yang menjadi ciri utama kecerdasan interpersonal merupakan faktor penting bagi komunikasi yang efektif. Beberapa istilah yang sering dikaitkan dengan kecerdasan interpersonal adalah komunikasi dan ketrampilan

(7)

interpersonal. Menurut Oak (Yaumi, 2013), komunikasi interpersonal adalah bentuk komunikasi yang terjadi antara dua orang yang saling tergantung satu sama lain untuk membagi (sharing) pengalaman, sedangkan ketrampilan interpersonal adalah ketrampilan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dalam situasi sosial.

Mork (Yaumi, 2013) juga menekankan bahwa, pada empat elemen penting dari kecerdasan interpersonal yang perlu digunakan dalam membangun komunikasi. Keempat elemen penting tersebut, mencakup: (1) membaca isyarat sosial,(2) memberikan empati (3) mengontrol emosi, dan (4) mengekspresikan emosi pada tempatnya. Untuk memahami secara komprehensif keempat elemen ini, perlu dijelaskan lebih perinci seperti berikut ini.

1) Membaca isyarat sosial

Memerhatikan penuh bagaimana orang lain berkomunikasi, memahami komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan dalam berinteraksi .

2) Memberikan empati

Mencoba memposisikan diri berada pada perspektif orang lain ketika berdiskusi tentang sesuatu khususnya jika ingin berkolaboratif dengan orang tersebut, membuat keputusan atau menyelesaikan konflik, mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apa sebenarnya yang diinginkan oleh orang tersebut dalam suatu situasi.

(8)

3) Mengontrol emosi

Jika merasa sedikit panas atau tegang tentang topik yang sedang dibicarakan, sebaiknya melangkah sedikit ke belakang untuk mendinginkan suasana, kemudian melanjutkan pembicaraan.

4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya

Mengetahui kapan saatnya mengungkapnkan rasa iba dan kasih saying, hubungan emosional, atau mengungkapkan emosi yang positif.

Yaumi (2013) mengemukakan secara khusus, karakteristik orang yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah:

1) Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya.

2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia. 3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara

kooperatif dan kolaboratif.

4) Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan melalui chatting atau teleconference.

5) Merasa senang berpartisipasi dalam organisasi-organisasi sosial keagamaan, dan politik.

(9)

7) Ketika bermain atau berolahraga, sangat pandai bermain secara tim daripada main sendirian.

8) Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri.

9) Selalu melibatkan diri dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler.

10)Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial. Sedangkan Lwin, et al. (2008) mengemukakan tanda-tanda kecerdasan interpersonal yang rendah jika dia:

1) Tidak suka berbaur atau bermain dengan anak-anak lain 2) Lebih suka menyendiri

3) Menarik diri dari orang lain, khususnya selama pesta anak-anak 4) Merebut dan mengambil mainan anak-anak lain

5) Memukul dan menendang anak-anak lain dan secara teratur terlibat dalam perkelahian

6) Tidak suka bergiliran

7) Tidak suka berbagi dan sangat posesif (menonjolkan kepemilikan) akan mainannya

8) Menjadi agresif dan berteriak-teriak ketika dia tidak mendapatkan yang dia inginkan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal siswa adalah kecakapan atau keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, kecakapan

(10)

atau ketrampilan untuk berkomunikasi baik verbal maupun non verbal. Indikator kecerdasan interpersonal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Membaca Isyarat Sosial :

a) Memulai hubungan baru dengan orang lain

b) Menunjukkan keterbukaan dalam hubungan dengan orang lain c) Menunjukkan kepercayaan kepada orang lain untuk berbagi perasaan 2) Memberikan Empati :

a) Menunjukkan perhatian kepada orang lain b) Menjaga perasaan orang lain

c) Mengerti keinginan orang lain 3) Mengontrol Emosi :

a) Menghargai perbedaan pada orang lain b) Berpikiran positif terhadap orang lain c) Tidak menaruh curiga secara berlebihan 4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya :

a) Memberi dukungan kepada teman

b) Memberikan penghargaan terhadap orang lain c) Spontanitas

d) Menempatkan diri setara dengan orang lain e) Mengakui pentingnya kehadiran orang lain f) Komunikasi dua arah

(11)

C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak, banyak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya ketrampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah atau disingkat PBM (Rusman, 2010).

Dalam bukunya Trianto (2009) istilah pembelajaran berbasis masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Learning (PBI). Trianto (2009) juga menambahkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Menurut Duch, et.al. (Rusman, 2010) menyatakan bahwa, prinsip dasar yang mendukung konsep dari PBM ada sudah lebih dulu dari pendidikan formal itu sendiri, yaitu bahwa pembelajaran dimulai (diprakasai) dengan mengajukan masalah, pertanyaan, atau teka-teki, yang menjadikan pembelajar (siswa yang belajar) ingin menyelesaikannya.

Tan (Rusman, 2010) juga menyebutkan bahwa, PBM telah diakui sebagai suatu pengembangan pembelajaran aktif dan pendekatan yang berpusat pada siswa, dimana masalah-masalah yang tidak terstruktur (masalah-masalah

(12)

dunia nyata atau masalah-masalah simulasi yang kompleks) digunakan sebagai titik awal dan jangkar atau sauh untuk proses pembelajaran. Sedangkan Roh (Rusman, 2010) mengatakan bahwa, pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dikelas yang mengatur atau mengelola pembelajaran matematika disekitar kegiatan pemecahan masalah dan memberikan kepada para siswa kesempatan untuk berfikir secara kritis, mengajukan ide kreatif mereka sendiri, dan mengkomunikasikan dengan temannya secara matematis.

Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: 1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (Multiple Perspective). 4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan

kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM. 7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif .

8) Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

(13)

9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, dan

10)PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Rusman (2010) mengemukakan bahwa, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis masalah adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah 2 Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Membantu siswa

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3 Membimbing pengalaman individual/kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

(14)

D. Strategi Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition

Strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan pengembangan dari strategi pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visual Intellectually) dan VAK (Visual Auditory Kinesthetic).Yang membedakan strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition dengan strategi pembelajaran SAVI dan VAK adalah adanya Repetition yaitu pengulangan.

Menurut Ainia (2012), strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan pada tiga aspek yaitu Auditory (mendengar), Intellectualy (berpikir), Repetition (pengulangan). Unsur-unsur pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition adalah sebagai berikut:

1) Auditory

Belajar Auditory sangat diajarkan terutama oleh bangsa Yunani kuno, karena filosof mereka adalah jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja, maka bicarakanlah tanpa henti (Meier,2002). Auditory adalah learning by talking, belajar dengan berbicara, mendengarkan menyimak, presentasi, argumentasi, mengungkapkan pendapat, dan menanggapi. Menurut Meier (2002) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaaan Auditory dalam belajar, antara lain:

a) Mintalah siswa untuk berpasangan, membincangkan secara terperinci apa yang baru mereka pelajari dan bagaimana menerapkannya.

(15)

b) Mintalah siswa untuk mempraktekkan sesuai ketrampilan atau memperagakan suatu konsep sambil mengucapkan secara terperinci apa yang sedang mereka kerjakan.

c) Mintalah siswa untuk berkelompok dan berbicara saat penyusunan pemecahan masalah.

Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi Auditory dapat dilakukan dengan cara membentuk pembelajaran berkelompok dan diskusi sehingga siswa dapat saling menukar informasi yang didapatnya, mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, mempresentasikan jawabannya di depan kelas.

2) Intellectually

Menurut Meier (2002) bahwa “Intellectualy menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pemikiran suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut”. Meier (2002) juga mengatakan “Intellectually” menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk merenungkan suatu pengalaman tersebut. Lebih lanjut Meier mendefinisikan Intellectually adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan untuk berpikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru lagi bagi dirinya sendiri.

(16)

Meier (2002) mengemukakan bahwa aspek dalam Intellectually dalam belajar akan terlatih jika siswa dilibatkan dalam aktifitas memecahkan masalah. Dengan demikian guru harus mampu merangsang, mengarahkan, memelihara, dan meningkatkan intesitas proses berpikir siswa demi tercapainya kemampuan pemecahan masalah yang maksimal pada siswa. 3) Repetition

Belajar bukanlah berproses dalam kekosongan, tetapi berproses dengan penuh makna. Masuknya materi ke dalam otak yang diterima melalui proses penginderaan akan masuk ke dalam memori jangka pendek, penyimpanan informasi dalam memori jangka pendek memiliki jumlah dan waktu yang terbatas. Agar kesan-kesan itu mudah diangkat ke alam sadar diperlukan Repetition dengan memanfaatkan kesan-kesan berupa ilmu pengetahuan itu sesering mungkin (Djamarah, 2010).

Menurut Ngalimun (2013) Repetition merupakan pengulangan, dengan tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis. Pengulangan disini dimaksudkan agar siswa lebih mendalami materi ataupembelajaran yang telah disampaikan.Sedangkan menurut Suherman (2008) Repetition berarti pengulangan diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam dan luas, siswa perlu dilatih melalui pengajaran soal, pemberian tugas dan kuis. Menurut Sihalolo (2012) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaan Repetition dalam belajar, diantaranya:

(17)

a) Guru memberikan tugas kepada siswa dalam bentuk soal-soal.

b) Guru mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas tersebut secara individu.

c) Siswa diarahkan untuk menyelesaiakan tugas tersebut dengan mengingat informasi-informasi yang sudah diterimanya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan aspek Auditory yang berarti indra telinga digunakan dalam belajar dengan cara menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, dan menanggapi, Intellectually yang berarti kemampuan berpikir perlu dilatih dengan melalui latihan menalar, mencipta, memecahkan masalah, berpikir kreatif dan menerapkan, dan Repetition berarti pengulangan yang diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam dan luas, siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis.

Menurut Meier (2002), langkah-langkah dalam strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) yaitu:

Tabel 2.2 Langkah-langkah Strategi Pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition)

Indikator Tingkah Laku Guru

Preparation (Tahap persiapan)

Pada tahap ini guru meningkatkan minat belajar siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran dan membagi kelompok dari awal pembelajaran dengan tujuan agar mencapai situasi belajar yang optimal. Presentatiom Tujuan pada tahap penyampaian adalah

(18)

(Tahap penyampaian) membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra.

Practice

(Tahap pelatihan)

Pada tahap pelatihan, guru membantu siswa untuk menyampaikan dan menyerap pengetahuan dan ketrampilan baru dengan berbagai cara.

Performance

(Tahap penampilan hasil)

Tujuan penampilan hasil adalah membantu siswa untuk menerapkan dan memperluas pengetahuan atau ketrampilan baru yang mereka peroleh, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat.

E. Hubungan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition

Menurut Sanjaya (Rusman, 2010), model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Model pembelajaran berbasis masalah dapat di terapkan:

1) Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.

2) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgement secara objektif.

(19)

3) Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.

4) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih tanggung jawab dalam belajarnya.

5) Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).

Menurut Trianto (2014), di dalam kelas PBM, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBM antara lain:

1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.

3) Memfasilitasi dialog siswa, dan 4) Mendukung belajar siswa.

Sedangkan pengertian strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan aspek Auditoryyang berarti mendengar, Intellectually yang berarti kemampuan berpikir dan Repetition berarti pengulangan.

Jika model pembelajaran berbasis masalah kita hubungkan dengan strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition ada beberapa persamaan, yaitu setiap tahap atau proses pembelajaran sama-sama

(20)

mempunyai 3 tahap penyampaian yang sama yaitu: yang pertama, guru membantu siswa menemukan materi yang baru atau masalah dalam pembelajaran, yang kedua siswa di ajak berfikir untuk memecahkan masalah yang ada dan tahap yang ketiga adalah guru mengajak siswa untuk mengevaluasi yang sudah di pecahkan secara berasama.

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR)

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

(Preparation)

Menjelaskan tujuan pembelajaran, meningkatkan minat belajar siswa, membagi kelompok dari awal pembelajaran, menjelaskan logistik/alat yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan, menemukan materi belajar, dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3 Membimbing pengalaman

individual/kelompok (Presentation)

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra. 4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya (Practice)

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Performance)

Membantu siswa untuk melakukan refleksi/pengulangan serta evaluasi terhadap pengetahuan dan ketrampilan baru yang mereka peroleh, sehingga

(21)

hasil belajar akan melekat dan terus meningkat.

F. Materi

Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Standar kompetensi dan kompetensi dasar disesuaikan dengan silabus Kurikulum 2013 dalam BNSP (2006).

G. Kerangka Berpikir

Tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan yang diharapkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mendukung. Salah satu faktor yang memiliki peran dalam rangka mencapai tujuan adalah ketepatan mengorganisir peserta didik. Guru sebagai pemegang kendali dikelas, mempunyai tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, guru di tuntut untuk mencari model dan strategi pembelajaran yang dapat membawa pengaruh besar pada pola pikir siswa dalam peningkatan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan interpersonal siswa, yaitu dengan menggunakan variasi model dan strategi pembelajaran, diantaranya dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR). Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas VIIIA SMP Bhakti Praja Pangkah bahwa kemampuan berpikir kreatif dan kecerdasan interpersonal siswa masih rendah.

(22)

Penggunaan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Dengan pembelajaran ini diharapkan dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan interpersonal siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berpendapat bahwa keterkaitan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan kemampuan berpikir kreatif dan kecerdasan interpersonal siswa merupakan modal awal untuk mencapai keberhasilan siswa. Keterkaitan tersebut menjadikan sebuah pemicu munculnya hasil yang baik, yaitu dengan mengarahkan siswa pada sesuatu yang baru, praktis, sesuai pada pengalaman yang nyata. Apabila dalam diri siswa sudah tertanam motivasi yang besar, maka dengan sendirinya siswa tersebut mudah dan penuh sadar melakukan sesuatu guna mencapai hasil yang diharapkan.

Untuk mendapatkan hasil memuaskan, guru dituntut menyajikan materi dan mengelola siswa dalam KBM senantiasa menyenangkan dan tidak membosankan dengan model pembelajaran yang variatif. Penggunaan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) menjadi solusi terbaik bagi guru agar tercipta KBM yang diinginkan dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan

(23)

kecerdasan interpersonal siswa. Secara skematis, kerangka berpikir dapat ditunjukkan di bawah ini:

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir, maka dalam penelitian tindakan kelas ini diajukan hipotesis tindakan, yaitu melalui pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually

Berpikir Kreatif Matematis dan Interpersonal skill siswa meningkat

Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi (AIR) Auditory Intellectually Repetition

1. Orientasi siswa pada masalah (Preparation) 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar

3. Membimbing pengalaman individual/kelompok (Presentation) 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (Practice) 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(Performance)

Kondisi Awal Siswa

Berpikir Kreatif Matematis dan Interpersonal skill rendah

(24)

Repetition (AIR) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan Interpersonal siswa kelas VIIIA SMP Bhakti Praja Pangkah, Kab. Tegal tahun pelajaran 2016/2017 pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV).

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Tabel  2.2  Langkah-langkah  Strategi  Pembelajaran  AIR  (Auditory  Intellectually Repetition)
Tabel  2.3  Langkah-langkah  Pembelajaran  Berbasis  Masalah  dengan  Strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR)

Referensi

Dokumen terkait

12 ISSN : 2716-3644 Setelah dibuat sediaan gel dilakukan pengujian uji organoleptis Pengamatan dimulai hari ke-0 sampai hari ke-12 menunjukkan pada semua sediaan gel

Menurut Syahrur kedua sumber hukum (al-Qur’an dan Sunnah) telah memberikan batasan-batasan yang jelas, baik batas maksimal maupun batas minimal, sehingga seorang ahli hukum

Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi bakteri pada kultur darah Widal positif asal Kota Semarang berdasarkan karakter fenotipik menggunakan media API 20E, API 50 CHB/E

Beberapa isu kritis berkenaan dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang harus segera diatasi diantaranya adalah mengenai: pembagian urusan pemerintahan antara

masyarakat desa yang kurang mampu, hal tersebut mengurangi penduduk kumuh di kabupaten bandung, kemudian air dan kakus, merupakan suatu program yang akan menyelesaikan

Pada penelitian tugas akhir ini akan melakukan Pengaturan Gerakan Roll Pada quadcopter Dengan Menggunakan Metode PID Tyreus- Luyben agar quadcopter dapat

Friction loss along the pipe, and momentum loss through diameter changes and corners take head (energy) out of a system that theoretically

Diversi terdapat dalam setiap tahap mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, sampai pada tahap pemeriksaan perkara anak di pcngadilan negri (Pasal 7 (1) Undang- Undang