• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pembangunan nasional di bidang ekonomi tidak bisa. merupakan instrument penting dan strategis dalam pemberdayaan ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan pembangunan nasional di bidang ekonomi tidak bisa. merupakan instrument penting dan strategis dalam pemberdayaan ekonomi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 LaU.r ]Jelakang

Peningkatan pembangunan nasional di bidang ekonomi tidak bisa

terlepas

dari

peran perbankan sebagai salah satu sektor pendukung. Bank

merupakan instrument penting dan strategis dalam pemberdayaan ekonomi

rakyat banyak untuk upaya mensukseskan pembangunan nasional. Hal ini

dapat dilihat dalam pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan

(UU

Perbankan), yang menyatakan bahwa Bank adalah "

badan usaha yang menghimpun dana

dari

masyarakat dalam bentuk simpanan

dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak".

Bank Indonesia dalam rangka pembinaan operasional perbankan,

melakukan pengawasan terhadap operasional bank agar benar-benar

melakukan fungsinya. Adapun pengawasan terhadap operasional perbankan

tersebut diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yang merupakan

penyempurnaan

dari

Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang No. 7

Tahun 1992.

Hal baru yang dapat dijumpai dalam UU Perbankan adalah, adanya

penyempurnaan konsep bank berdasarkan prinsip syari' ah. Prinsip tersebut

diaplikasikan dalam bentuk penyediaan pembiayaan terhadap nasabah

berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal

ini

merupakan salah satu perkembangan

dalam dunia perbankan Indonesia, yang kemudian diatur secara khusus tentang

(2)

perbankan dengan prinsip syari'ah di dalam Undang-undang no.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Adanya Undang-undang no. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjadi peluang bagi pengembangan industri perbankan syariah yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat. Hal ini dapat dilihat dari data statistic perbankan syariah (SPS) yang di publikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebelumnya dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada gambar tabel 1 dibawah ini Perkembangan Statistik Perbankan Syariah (SPS) dapat dilihat sebagai berikut:

Stattstlk Pt>rbankan Syariah Dl lndonHla

Indikator

2011 2012 2013 2014

Bank Ummn

S~ah (BUS)

1. jwnlah bank

11

11

11

11

2. jwnlah kantor 1.401 1.745 1.998 2.139 Unit Usaha Syariah

1. UUS milik

Bank

Konvesional 24 24 23 23 2. Jwnlah Kantor 336 517 590 425

Bank Pembiayaan Ral'"}'3t Syariah

1. Jwnlah Bank 155 158 163 163 2. Jwnlah kantor 364 401 402 425

Total Kantor

2.1011 2.663 2.990 2.989

Sumber: Statistika Perbankan Syariah (SPS Jum 2014)

Pada tabel 1 diatas dapat dilihat dalamjangka tahun 2011-2013 perkembangan perbankan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan dalam memperluas usaha dan jaringannya. Pada tahun 2011 jumlah kantor yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) berjumlah 2.101 unit kantor hingga pertumbuhan 8 persen

pada

tahun 2014 menjadi 2.989 unit kantor.

(3)

Melihat perkembangan industri perbankan syariah diatas, saat ini pada perkembanganya industri perbankan syariah dibagi dalam dua kategori yaitu lembaga keuangan Syariah Bank (LKSB) seperti Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dan lembaga keuangan syariah bukan bank (LKSBB) seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).

Pada dasamya lembaga keuangan syariah (LKS) memiliki dua fungsi dasar yaitu menghimpun kelebihan dana dari masyarakat dan menyalurkannya dana kepada masyarakat yang kekurangan dana dengan menjual produk-produk serta akad yang sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi kegiatan operasional kegiatan LKS sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.

Lahimya Lembaga Keuangan Syariah

"Baitul Maa/ Wat Tamwif'

yang biasa disebut BMT, sesungguhnya dilatarbelakangi oleh pelanggaran riba (bunga) yang secara tegas dilarang dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya : "Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". Kemudian di surah Ar-rum ayat 39 juga dijelaskan bahwa: "Sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar ia menambah kelebihan pada

harta

manusia maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah SWT".

Tetapi hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non Islami dan Islam adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan kepada lembaga keuangan kepada nasabah. Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi basil.

(4)

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) adalah lembaga pendukung peningkatan

kualitas usaha ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil berlandaskan

sistem syariah.

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) adalah lembaga yang terdiri

atas dua lembaga yaitu:

Baitul Maal

dan

Baitul Tamwil.

1.

Baitul Maal

adalah lembaga yang kegiatannya menenma

dan

menyalurkan dana zakat, infaq, dan shadaqah.

2.

Baitul Tamwil

adalah lembaga yang kegiatannya mengembangkan

usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas usaha-usaha

ekonomi pengusaha kecil dan mikro dengan mendorong kegiatan

menabung dan pembiayaan usaha ekonomi.

Potensi untuk berkembang lebih pesat di masa mendatang masih sangat

besar. Namun masih ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional

BMT -BMT. Dukungan berbagai pihak pun bel urn sepenuhnya kuat.

Keberadaannya pada "dua kaki", sebagai lembaga keuangan mikro yang terkait

erat dengan UMK.M dan sebagai lembaga yang bersifat syariah, belum berhasil

diramu menjadi keunggulan yang berkesinambungan. Pihak otoritas ekonomi

dan Pemerintah Daerah masih terkesan lambat memberi dukungan, bahkan

kadang menghambat dengan regulasi atau birokrasi yang tidak dilandasi

pemahaman permasalahannya. Dari sisi internal

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) sendiri masih ada banyak kendala terkait permodalan, sistem

operasional dan ketersediaan sumber daya insani yang memadai.

Para pegiat pun sadar akan belum optimalnya perkembangan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT). Berbagai forum dan ketjasama antar mereka telah

dilakukan, termasuk mendirikan asosiasi dan perhimpunan. Ada upaya

(5)

penyamaan beberapa hal yang memang perlu distandarisasi demi kemajuan

bersama. Salah satu yang mendasar adalah menyepakati dan mengembangkan

beberapa karakteristik dasar yang serupa, yang mencerminkan jati diri sebagai

gerakan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT).

Perhimpunan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) Indonesia yang disebut

juga sebagai

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) Center merupakan asosiasi yang

paling serius mengembangkan diri sejak didirikan pada tanggal 14 Juni 2005.

Ada 142

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) yang menjadi anggotanya sampai

dengan pertengahan 2010, Mereka tersebar di berbagai wilayah di Indonesia,

antara lain: Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta,

Sumatera dan Aceh. Bisa dikatakan, hampir semua yang termasuk besar

menurut ukuran

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) bergabung dalam

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) Center. Namun, syarat

dan

kriteria yang utama dalam

penerimaan keanggotaan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) center adalah

kesehatan operasional dan kelembagaannya,

serta komitmen untuk

mengembangkan gerakan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) secara nasional.

Provinsi Jawa Timur dikenal merupakan salah satu provinsi yang

memiliki pesantren paling banyak. Dengan jumlah pesantren sekitar 1.500

buah, tentu saja Jawa Timur menjadi potensi pengembangan ekonomi kaum

santri. Namun ironisnya,

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) sulit berkembang di

wilayah Propinsi Jawa Timur hal ini disebabkan adanya kurang pemahaman

dari masyarakat Jawa Timur itu sendiri mengenai peranan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT). Hal ini bisa dilihat dari pemeriksaan kesehatan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) oleh Lembaga ICMI Jatim yang menyebutkan bahwa

(6)

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang masih eksis sampai sekarang hanya 40 unit dari 450 unit yang ada di Jawa Timur yang lain tinggal papan nama saja. Menurut Latief selaku ketua Organisasi Wilayah ICMI Jawa Timur menyatakan bahwa dari 38 Kabupaten!Kota di Jatim, hanya tiga kabupaten!kota yang masih bisa diharapkan prospek perkembangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), yakni Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Banyuwangi dan Kota Surabaya, hal ini dikarenakan Pengurus Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di ketiga daerah ini memang memiliki kinerja yang bagus, disamping memang masyarakat sekitamya memerlukan kehadiran Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Latief menambahkan rendahnya minat masyarakat mengajukan pinjaman ke Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), salah satunya disebabkan masyarakat lebih memilih bank umum, padahal lanjut latief pemberian kredit melalui Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) relatif mudah dan tidak dibebani bunga.

Fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan banyak Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang tenggelam dan bubar dari total 140 ribu BMT yang ada di Indonesia, termasuk koperasi syariah, hanya sekitar 28,5% yang aktif, hal ini disebabkan karena manajemen yang kurang profesional, pengelola yang tidak amanah memunculkan ketidakpercayaan masyarakat sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran dan kesulitan modal (Santoso, 2003). Selain faktor internal yang telah disebutkan terdapat pula masalah ataupun tantangan yang berasal dari faktor ekstemal seperti mengenai perkembangan BPRS yang semakin menguat dalam segi fasilitas pelayanan dan permodalan yang mengakibatkan bertambah sempitnya ruang gerak bagi Baitul Maal Wat

(7)

Tamwil

(BMT) dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Oleh karena itu,

mengingat perannya yang sangat besar didalam mendorong usaha mikro

keberadaan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) mesti dijaga dan ditingkatkan

kinerjanya, sehingga Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dituntut untuk dapat

menjalankan fungsinya sebagai intermediator dalam menjalankan kegiatan

operasionalnya baik menghimpun dana dari nasabahnya yang kelebihan dana

kemudian menyalurkan dananya kepada masyarakat ekonomi rendah maupun

kepada masyarakat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang

membutuhkan dana.

Kemunculan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai organisasi yang

relatif baru dan perubahan teknologi semakin cepat, sehingga menimbulkan

tantangan yang sangat besar bagi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam

mengembangkan bisnisnya. Oleh karena itu dengan banyaknya lembaga

keuangan syariah, menjadikan posisi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika

Bangil sebagai salah satu lembaga keuangan syariah harus mampu bersaing,

terutama dengan lembaga keuangan syariah maupun konvensional yang sudah

mempunyai nama dan sudah benefit di bidang keuangan, sumber daya manusia

(SDM) dan produk yang berkualitas.

Melihat perkembangan lembaga keuangan syariah yang begitu banyak

mucul sebagai salah satu alternatif lembaga keuangan mikro Baitul Maal Wat

Tamwil

(BMT) Yadika Bangil sebagai salah satu lembaga keuangan syariah

memberikan solusi dengan menawarkan berbagai macam produk pembiayaan

ataupun jasa yang mampu untuk bersaing. Untuk memasarkan produk dan jasa

(8)

produk-produk unggulan yang layak dan mudah diterima masyarakat. Itu semua dikarenakan persaingan usaha di sektor perbankan sangat ketat, belurn lagi persaingan itu datang dari lembaga keuangan non perbankan. Selain itu kemunculan para rentenir yang begitu banyak dan sangat kreatif dalam menarik nasabah dengan memberikan pinjaman begitu mudah tanpa syarat yang merepotkan bagi nasabah, hal ini membuat Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil harus jeli dalam membaca peluang sekecil apapun. Selain itu, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil harus bisa memenuhi keinginan dan kebutuhan nasabah menciptakan produk-produk yang sudah ada agar lebih menarik dan mudah sehingga dapat meningkatkan keunggulan bersaing bagi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil.

Berdasarkan dari basil observasi dan pengamatan yang dilakukan peneliti dilapangan, akad murabahah pada praktiknya di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil belum sepenuhnya menggunakan konsep jual beli yang utuh yang sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUIIIV/2000. Dalam pembiayaan murabahah di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil, barang yang menjadi objek dalam jual beli tersebut dibeli oleh nasabah sendiri kemudian menyerahkan pembayarannya kepada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Hal ini yang dilakukan oleh Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil, sehingga yang terjadi adalah pinjam-merninjam bukan jual-beli yang sebenamya.

Sedangkan akad mudharabah adalah akad yang telah disepakati oleh para ulama akan kehalalannya Oleh karena itu, akad ini dianggap sebagai tulang punggung praktek perbankan syariah. DSN-MUI telah menerbitkan fatwa no:

(9)

07/DSN-MUVIV/2000, yang menyatakan bahwa "LKS (Lembaga Keuangan

Syariah) sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat

dari

mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang

disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian"( Himpunan Fatwa Dewan Syariah

Nasional MUI hal.43). Praktek perbankan syariah di lapangan masih jauh dari

apa yang di fatwakan oleh DSN. Andai perbankan syariah benar-benar

menerapkan ketentuan tru,

ruscaya

masyarakat berbondong-bondong

mengajukan pembiayaan dengan skema

mudharabah.

Dalam waktu singkat

pertumbuhan perbankan syariah akan mengungguli perbankan konvensional.

Namun kembali lagi, fakta tidak semanis teori. Perbankan syariah yang ada

belum sungguh-sungguh menerapkan fatwa DSN secara utuh. Sehingga pelaku

usaha yang mendapatkan pembiayaan modal dari perbankan syariah, masih

diwajibkan mengembalikan modal secara utuh, walaupun ia mengalami

kerugian usaha. Terlalu banyak cerita dari nasabah

mudharabah

bank syariah

yang mengalami perlakuan ini.

Pristiyanto, Mochamad Hasjim Bintoro, dan Soewamo Tjokro Soekarto

(2013). Meneliti tentang Strategi Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan

Syariah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro di Kecamatan Tanjungsari,

Sumedang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan

kuantitatif. Dan hasil

dari dari

penelitian ini adalah Strategi Pengembangan

KJKS

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) Mardlotillah yang dihasilkan dari

matriks SWOT dan QSP diperoleh lima prioritas strategi yang disarankan,

yaitu : (1) Peningkatan mutu layanan dan pengelolaan usaha sesuai syariah; (2)

Meningkatkan pencitraan koperasi melalui peningkatan pengawasan internal

(10)

dan akuntabilitas laporan keuangan; (3) Meningkatkan mutu SDM yang handal dan tangguh; ( 4) Menjalin hubungan baik/k:emitraan dengan lembaga keuangan; dan (5) Optimasi pelayanan dan pembinaan/pendampingan usaha anggota untuk memotivasi loyalitas dan minat menabung anggota.

Dian Pratomo, Musa Hubeis dan Illah Sailah (2009). Meneliti tentang Strategi Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Mengembangkan Usaha Mikro di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Y ogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif Dan hasil dari penelitian ini adalah analisis SWOT menunjukan bahwa posisi Baitul Maa/ Wat Tamwil (BMT) KUBE SEJAHTERA ini berada dalam kondisi grow. Maka implementasi strategi yang diperlukan yaitu (1) Memperbanyak kredit usaha untuk industry/usaha mikro; (2) Biaya pada simpanan nasabah seperti biaya administrasi sebaiknya dihilangkan, agar nasabah merasa tidak terbebani dengan biaya yang tidak diinginkan; (3) Dapat diminimalkan biaya pada proses pengurusan pembiayaan seperti biaya administrasi maupun biaya Notaris; ( 4) Dibuat penawaran paket-paket pembiayaan yang unik dan tidak dipunyai oleh paket pembiayaan pada lembaga keuangan yang lain dengan bagi hasil yang menarik; (5) Memilih lokasi yang dekat dengan nasabah yang memiliki karakteristik usaha yang digeluti, misalnya dekat dengan pasar, jika perlu ada karyawan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang mengambil setoran debitur ke lokasi tempat usaha tiap debitur; (6) Advertorial dapat dijalankan dengan memasang halaman advertorial di surat kabar lokal; (7) Testimoni dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dengan mengundang para nasabah dari kelompok

(11)

industry mikro; (8)

Sales force

diperlukan karena tidak semua nasabah

mempunyai waktu untuk datang, bertanya dan bertransaksi dengan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) di kantor.

Dedik Irawan, Muhammad Irfan, Umi Kalsum (2013). Meneliti tentang

Analisis Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

Pedesaan di

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) AL HASANAH SEKAMPUNG.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, data yang dikumpulkan

menjadi data primer dan data sekunder dan kemudian data dianalisis dengan

menggunakan metode SWOT. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 10

faktor internal yang berpengaruh terhadap perkembangan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) Al Hasanah yang terdiri dari 5 faktor kekuatan dan 5 faktor

kelemahan. Faktor kekuatan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) yaitu : (1)

Tingkat pendidikan dan ketrampilan pengurus dan karyawan cukup tinggi dan

profesional; (2) Sarana dan Prasarana

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) cukup

memadai; (3) Pengurus sangat disiplin; ( 4) Penggunaan modal yang efektif;

dan (5) Produk Pelayanan sangat membantu anggota. Faktor kelemahan

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) yaitu: (1) Anggota yang kurang memahami konsep

syariah; (2) Kondisi gedung yang sempit; (3) Masih adanya biaya administrasi;

( 4) Modal yang dimiliki koperasi tidak besar; ( 5) Tidak semua anggota dapat

menikmati produk pelayanan. 10 Faktor Ekstemal, yaitu : Peluang :

(1)

Tersedianya modal dari pihak ketiga; (2)

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT)

menganut sistem bagi hasil; (3) Peraturan Pemerintah yang mendukung

Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT); (4) Sebagian besar masyarakat setempat pedagang;

(5) Teknologi transfer online. Faktor Ancaman yaitu : (1) Modal sebagian

(12)

besar dari pihak ketiga; (2) Kenaikan harga BBM; (3) Belum adanya undang-undang yang mengatur konsep syariah; ( 4) Masyarakat tidak mengerti mengenai konsep syariah dan konvensional; ( 5) Biaya pengadaan yang tinggi. Berdasarkan strategi prioritas diperoleh tiga altematif strategi prioritas tertinggi yaitu : (1) Meningkatkan kualitas pelayanan; (2) Pengurus dan karyawan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi ; (3) Adanya kerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta.

Dari beberapa penelitian terdahulu diatas, terdapat beberapa perbedaan. Selain objek penelitiannya yang berbeda, penelitian diatas berbeda penggunaan metodenya. Mulai dari penggunaan metode gabungan (kualitatif dan kuantitatif), metode kuantitatif saja, dan metode studi kasus. Melihat dari basil beberapa penelitian diatas, sebagaian besar penerapan strategi yang dilakukan sama misalnya penerapan strategi peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Akan tetapi dari penelitian Dedik Irawan, Muhammad Irfan dan Umi Kalsum (2013) dari beberapa strategi yang dianalisis sebagian besar menerapkan pengurangan biaya administrasi atau bahkan menghilangkan biaya administrasi dan tidak adanya strategi peningkatan mutu pelayanan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) AL HASANAH SEKAMPUNG.

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dari hal tersebut dan penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah tesis yang berjudul

"ANALISIS

STRATEGI

PENGEMBANGAN

PRODUK

PEMBIAYAAN DI BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) YADIKA

BANGIL DALAM MENINGKATKAN KEUNGGULAN BERSAING".

(13)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana strategi pengembangan produk pembiayaan pada Baiful Maal Waf Tamwil (BMT) Yadika Bangil dalam keunggulan bersaing? 1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola strategi pengembangan produk pembiayaan pada Baiful Maal Waf Tamwil (BMT) Yadika Bangil dalam keunggulan bersaing.

1.5 Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan penelitian tm dapat bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi :

1. Bagi peneliti, sebagai wawasan keilmuwan yang dapat menstimulus penulis untuk terns belajar mengenai konsep pembiayaan dengan prinsip syariah dan strategi pengembangan produk Baiful Maal Waf Tamwil

(BMT).

2. Bagi BMT Yadika Bangil, sebagai bahan pertimbangan dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan dan pengimplementasian strategi pengembangan produk dalam meningkatkan daya saing antar sesama BMT maupun bank konvensional.

3. Bagi Akademisi, semoga penelitian ini dapat menjadi inspirasi lanjutan untuk mengembangkan ekonomi islam dan memperluas informasi khususnya tentang Baiful Maal Waf Tamwil (BMT)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berkembangnya sistem pukat, masyarakat Lamalera dan sekitarnya semakin terbiasa dengan pereonomian uang. Pertukaran barang dengan sistem barter masih dilakukan.

Pada saat pengambilan sampel arus bergerak dari arah barat laut menuju tenggara dengan kecepatan (0,0-0,237 m/s) sehingga menyebabkan pola transport sedimen yang sejajar

Berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan Diklat Prajabatan CPNS K2 Golongan I dan II Angkatan 35 Tahun 2015 yang dilaksanakan di Kantor Diklat Kabupaten Banyumas, dari bidang

Total asam amino pada biji-bijian lebih rendah dari kacang-kacangan, begitu pula asam amino pembatas dalam unggas yaitu lisin dalam biji-bijian lebih rendah dari kacang-kacangan

1) Berdasarkan uji statistik nilai pretest dan posttest pada tekanan darah sistolik, didapatkan p value yaitu 0.001, p value < dari 0,05 maka Ho ditolak, sehingga

pada menjalankan kuasa yang diberikan oleh subseksyen 62(1) Kanun Tanah Negara, pihak berkuasa Negeri merizabkan tanah yang diperihalkan dalam Jadual bagi maksud awam,

tiap nasabahnya, baik nasabah penyimpan maupun nasabah peminjam (nasabah debitur). Melalui kepercayaan dari nasabahlah sebuah bank mampu bertahan untuk tetap menjalankan

Telah dilakukan studi efek penurunan kolesterol darah dalam kelompok- kelompok dari hewan marmut dengan pemberian infus kelopak bunga rosella.. Kelompok 1 (kelompok kontrol)