1.1 LaU.r ]Jelakang
Peningkatan pembangunan nasional di bidang ekonomi tidak bisa
terlepas
dariperan perbankan sebagai salah satu sektor pendukung. Bank
merupakan instrument penting dan strategis dalam pemberdayaan ekonomi
rakyat banyak untuk upaya mensukseskan pembangunan nasional. Hal ini
dapat dilihat dalam pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan
(UUPerbankan), yang menyatakan bahwa Bank adalah "
badan usaha yang menghimpun dana
darimasyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak".
Bank Indonesia dalam rangka pembinaan operasional perbankan,
melakukan pengawasan terhadap operasional bank agar benar-benar
melakukan fungsinya. Adapun pengawasan terhadap operasional perbankan
tersebut diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yang merupakan
penyempurnaan
dariUndang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang No. 7
Tahun 1992.
Hal baru yang dapat dijumpai dalam UU Perbankan adalah, adanya
penyempurnaan konsep bank berdasarkan prinsip syari' ah. Prinsip tersebut
diaplikasikan dalam bentuk penyediaan pembiayaan terhadap nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal
inimerupakan salah satu perkembangan
dalam dunia perbankan Indonesia, yang kemudian diatur secara khusus tentang
perbankan dengan prinsip syari'ah di dalam Undang-undang no.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Adanya Undang-undang no. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjadi peluang bagi pengembangan industri perbankan syariah yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat. Hal ini dapat dilihat dari data statistic perbankan syariah (SPS) yang di publikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebelumnya dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada gambar tabel 1 dibawah ini Perkembangan Statistik Perbankan Syariah (SPS) dapat dilihat sebagai berikut:
Stattstlk Pt>rbankan Syariah Dl lndonHla
Indikator
2011 2012 2013 2014Bank Ummn
S~ah (BUS)1. jwnlah bank
11
11
11
11
2. jwnlah kantor 1.401 1.745 1.998 2.139 Unit Usaha Syariah
1. UUS milik
Bank
Konvesional 24 24 23 23 2. Jwnlah Kantor 336 517 590 425Bank Pembiayaan Ral'"}'3t Syariah
1. Jwnlah Bank 155 158 163 163 2. Jwnlah kantor 364 401 402 425
Total Kantor
2.1011 2.663 2.990 2.989Sumber: Statistika Perbankan Syariah (SPS Jum 2014)
Pada tabel 1 diatas dapat dilihat dalamjangka tahun 2011-2013 perkembangan perbankan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan dalam memperluas usaha dan jaringannya. Pada tahun 2011 jumlah kantor yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) berjumlah 2.101 unit kantor hingga pertumbuhan 8 persen
pada
tahun 2014 menjadi 2.989 unit kantor.Melihat perkembangan industri perbankan syariah diatas, saat ini pada perkembanganya industri perbankan syariah dibagi dalam dua kategori yaitu lembaga keuangan Syariah Bank (LKSB) seperti Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dan lembaga keuangan syariah bukan bank (LKSBB) seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Pada dasamya lembaga keuangan syariah (LKS) memiliki dua fungsi dasar yaitu menghimpun kelebihan dana dari masyarakat dan menyalurkannya dana kepada masyarakat yang kekurangan dana dengan menjual produk-produk serta akad yang sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi kegiatan operasional kegiatan LKS sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
Lahimya Lembaga Keuangan Syariah
"Baitul Maa/ Wat Tamwif'
yang biasa disebut BMT, sesungguhnya dilatarbelakangi oleh pelanggaran riba (bunga) yang secara tegas dilarang dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya : "Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". Kemudian di surah Ar-rum ayat 39 juga dijelaskan bahwa: "Sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar ia menambah kelebihan padaharta
manusia maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah SWT".Tetapi hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non Islami dan Islam adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan kepada lembaga keuangan kepada nasabah. Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi basil.
Baitul Maal Wat Tamwil
(BMT) adalah lembaga pendukung peningkatan
kualitas usaha ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil berlandaskan
sistem syariah.
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) adalah lembaga yang terdiri
atas dua lembaga yaitu:
Baitul Maaldan
Baitul Tamwil.1.
Baitul Maaladalah lembaga yang kegiatannya menenma
danmenyalurkan dana zakat, infaq, dan shadaqah.
2.
Baitul Tamwiladalah lembaga yang kegiatannya mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas usaha-usaha
ekonomi pengusaha kecil dan mikro dengan mendorong kegiatan
menabung dan pembiayaan usaha ekonomi.
Potensi untuk berkembang lebih pesat di masa mendatang masih sangat
besar. Namun masih ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional
BMT -BMT. Dukungan berbagai pihak pun bel urn sepenuhnya kuat.
Keberadaannya pada "dua kaki", sebagai lembaga keuangan mikro yang terkait
erat dengan UMK.M dan sebagai lembaga yang bersifat syariah, belum berhasil
diramu menjadi keunggulan yang berkesinambungan. Pihak otoritas ekonomi
dan Pemerintah Daerah masih terkesan lambat memberi dukungan, bahkan
kadang menghambat dengan regulasi atau birokrasi yang tidak dilandasi
pemahaman permasalahannya. Dari sisi internal
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) sendiri masih ada banyak kendala terkait permodalan, sistem
operasional dan ketersediaan sumber daya insani yang memadai.
Para pegiat pun sadar akan belum optimalnya perkembangan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT). Berbagai forum dan ketjasama antar mereka telah
dilakukan, termasuk mendirikan asosiasi dan perhimpunan. Ada upaya
penyamaan beberapa hal yang memang perlu distandarisasi demi kemajuan
bersama. Salah satu yang mendasar adalah menyepakati dan mengembangkan
beberapa karakteristik dasar yang serupa, yang mencerminkan jati diri sebagai
gerakan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT).
Perhimpunan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) Indonesia yang disebut
juga sebagai
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) Center merupakan asosiasi yang
paling serius mengembangkan diri sejak didirikan pada tanggal 14 Juni 2005.
Ada 142
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) yang menjadi anggotanya sampai
dengan pertengahan 2010, Mereka tersebar di berbagai wilayah di Indonesia,
antara lain: Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta,
Sumatera dan Aceh. Bisa dikatakan, hampir semua yang termasuk besar
menurut ukuran
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) bergabung dalam
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) Center. Namun, syarat
dan
kriteria yang utama dalam
penerimaan keanggotaan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) center adalah
kesehatan operasional dan kelembagaannya,
serta komitmen untuk
mengembangkan gerakan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) secara nasional.
Provinsi Jawa Timur dikenal merupakan salah satu provinsi yang
memiliki pesantren paling banyak. Dengan jumlah pesantren sekitar 1.500
buah, tentu saja Jawa Timur menjadi potensi pengembangan ekonomi kaum
santri. Namun ironisnya,
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) sulit berkembang di
wilayah Propinsi Jawa Timur hal ini disebabkan adanya kurang pemahaman
dari masyarakat Jawa Timur itu sendiri mengenai peranan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT). Hal ini bisa dilihat dari pemeriksaan kesehatan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) oleh Lembaga ICMI Jatim yang menyebutkan bahwa
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang masih eksis sampai sekarang hanya 40 unit dari 450 unit yang ada di Jawa Timur yang lain tinggal papan nama saja. Menurut Latief selaku ketua Organisasi Wilayah ICMI Jawa Timur menyatakan bahwa dari 38 Kabupaten!Kota di Jatim, hanya tiga kabupaten!kota yang masih bisa diharapkan prospek perkembangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), yakni Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Banyuwangi dan Kota Surabaya, hal ini dikarenakan Pengurus Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di ketiga daerah ini memang memiliki kinerja yang bagus, disamping memang masyarakat sekitamya memerlukan kehadiran Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Latief menambahkan rendahnya minat masyarakat mengajukan pinjaman ke Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), salah satunya disebabkan masyarakat lebih memilih bank umum, padahal lanjut latief pemberian kredit melalui Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) relatif mudah dan tidak dibebani bunga.
Fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan banyak Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang tenggelam dan bubar dari total 140 ribu BMT yang ada di Indonesia, termasuk koperasi syariah, hanya sekitar 28,5% yang aktif, hal ini disebabkan karena manajemen yang kurang profesional, pengelola yang tidak amanah memunculkan ketidakpercayaan masyarakat sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran dan kesulitan modal (Santoso, 2003). Selain faktor internal yang telah disebutkan terdapat pula masalah ataupun tantangan yang berasal dari faktor ekstemal seperti mengenai perkembangan BPRS yang semakin menguat dalam segi fasilitas pelayanan dan permodalan yang mengakibatkan bertambah sempitnya ruang gerak bagi Baitul Maal Wat
Tamwil
(BMT) dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Oleh karena itu,
mengingat perannya yang sangat besar didalam mendorong usaha mikro
keberadaan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) mesti dijaga dan ditingkatkan
kinerjanya, sehingga Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dituntut untuk dapat
menjalankan fungsinya sebagai intermediator dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya baik menghimpun dana dari nasabahnya yang kelebihan dana
kemudian menyalurkan dananya kepada masyarakat ekonomi rendah maupun
kepada masyarakat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang
membutuhkan dana.
Kemunculan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai organisasi yang
relatif baru dan perubahan teknologi semakin cepat, sehingga menimbulkan
tantangan yang sangat besar bagi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam
mengembangkan bisnisnya. Oleh karena itu dengan banyaknya lembaga
keuangan syariah, menjadikan posisi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika
Bangil sebagai salah satu lembaga keuangan syariah harus mampu bersaing,
terutama dengan lembaga keuangan syariah maupun konvensional yang sudah
mempunyai nama dan sudah benefit di bidang keuangan, sumber daya manusia
(SDM) dan produk yang berkualitas.
Melihat perkembangan lembaga keuangan syariah yang begitu banyak
mucul sebagai salah satu alternatif lembaga keuangan mikro Baitul Maal Wat
Tamwil
(BMT) Yadika Bangil sebagai salah satu lembaga keuangan syariah
memberikan solusi dengan menawarkan berbagai macam produk pembiayaan
ataupun jasa yang mampu untuk bersaing. Untuk memasarkan produk dan jasa
produk-produk unggulan yang layak dan mudah diterima masyarakat. Itu semua dikarenakan persaingan usaha di sektor perbankan sangat ketat, belurn lagi persaingan itu datang dari lembaga keuangan non perbankan. Selain itu kemunculan para rentenir yang begitu banyak dan sangat kreatif dalam menarik nasabah dengan memberikan pinjaman begitu mudah tanpa syarat yang merepotkan bagi nasabah, hal ini membuat Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil harus jeli dalam membaca peluang sekecil apapun. Selain itu, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil harus bisa memenuhi keinginan dan kebutuhan nasabah menciptakan produk-produk yang sudah ada agar lebih menarik dan mudah sehingga dapat meningkatkan keunggulan bersaing bagi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil.
Berdasarkan dari basil observasi dan pengamatan yang dilakukan peneliti dilapangan, akad murabahah pada praktiknya di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil belum sepenuhnya menggunakan konsep jual beli yang utuh yang sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUIIIV/2000. Dalam pembiayaan murabahah di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil, barang yang menjadi objek dalam jual beli tersebut dibeli oleh nasabah sendiri kemudian menyerahkan pembayarannya kepada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Hal ini yang dilakukan oleh Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Yadika Bangil, sehingga yang terjadi adalah pinjam-merninjam bukan jual-beli yang sebenamya.
Sedangkan akad mudharabah adalah akad yang telah disepakati oleh para ulama akan kehalalannya Oleh karena itu, akad ini dianggap sebagai tulang punggung praktek perbankan syariah. DSN-MUI telah menerbitkan fatwa no:
07/DSN-MUVIV/2000, yang menyatakan bahwa "LKS (Lembaga Keuangan
Syariah) sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat
darimudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian"( Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI hal.43). Praktek perbankan syariah di lapangan masih jauh dari
apa yang di fatwakan oleh DSN. Andai perbankan syariah benar-benar
menerapkan ketentuan tru,
ruscaya
masyarakat berbondong-bondong
mengajukan pembiayaan dengan skema
mudharabah.Dalam waktu singkat
pertumbuhan perbankan syariah akan mengungguli perbankan konvensional.
Namun kembali lagi, fakta tidak semanis teori. Perbankan syariah yang ada
belum sungguh-sungguh menerapkan fatwa DSN secara utuh. Sehingga pelaku
usaha yang mendapatkan pembiayaan modal dari perbankan syariah, masih
diwajibkan mengembalikan modal secara utuh, walaupun ia mengalami
kerugian usaha. Terlalu banyak cerita dari nasabah
mudharabahbank syariah
yang mengalami perlakuan ini.
Pristiyanto, Mochamad Hasjim Bintoro, dan Soewamo Tjokro Soekarto
(2013). Meneliti tentang Strategi Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan
Syariah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro di Kecamatan Tanjungsari,
Sumedang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Dan hasil
dari daripenelitian ini adalah Strategi Pengembangan
KJKS
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) Mardlotillah yang dihasilkan dari
matriks SWOT dan QSP diperoleh lima prioritas strategi yang disarankan,
yaitu : (1) Peningkatan mutu layanan dan pengelolaan usaha sesuai syariah; (2)
Meningkatkan pencitraan koperasi melalui peningkatan pengawasan internal
dan akuntabilitas laporan keuangan; (3) Meningkatkan mutu SDM yang handal dan tangguh; ( 4) Menjalin hubungan baik/k:emitraan dengan lembaga keuangan; dan (5) Optimasi pelayanan dan pembinaan/pendampingan usaha anggota untuk memotivasi loyalitas dan minat menabung anggota.
Dian Pratomo, Musa Hubeis dan Illah Sailah (2009). Meneliti tentang Strategi Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Mengembangkan Usaha Mikro di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Y ogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif Dan hasil dari penelitian ini adalah analisis SWOT menunjukan bahwa posisi Baitul Maa/ Wat Tamwil (BMT) KUBE SEJAHTERA ini berada dalam kondisi grow. Maka implementasi strategi yang diperlukan yaitu (1) Memperbanyak kredit usaha untuk industry/usaha mikro; (2) Biaya pada simpanan nasabah seperti biaya administrasi sebaiknya dihilangkan, agar nasabah merasa tidak terbebani dengan biaya yang tidak diinginkan; (3) Dapat diminimalkan biaya pada proses pengurusan pembiayaan seperti biaya administrasi maupun biaya Notaris; ( 4) Dibuat penawaran paket-paket pembiayaan yang unik dan tidak dipunyai oleh paket pembiayaan pada lembaga keuangan yang lain dengan bagi hasil yang menarik; (5) Memilih lokasi yang dekat dengan nasabah yang memiliki karakteristik usaha yang digeluti, misalnya dekat dengan pasar, jika perlu ada karyawan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang mengambil setoran debitur ke lokasi tempat usaha tiap debitur; (6) Advertorial dapat dijalankan dengan memasang halaman advertorial di surat kabar lokal; (7) Testimoni dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dengan mengundang para nasabah dari kelompok
industry mikro; (8)
Sales forcediperlukan karena tidak semua nasabah
mempunyai waktu untuk datang, bertanya dan bertransaksi dengan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) di kantor.
Dedik Irawan, Muhammad Irfan, Umi Kalsum (2013). Meneliti tentang
Analisis Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
Pedesaan di
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) AL HASANAH SEKAMPUNG.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, data yang dikumpulkan
menjadi data primer dan data sekunder dan kemudian data dianalisis dengan
menggunakan metode SWOT. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 10
faktor internal yang berpengaruh terhadap perkembangan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) Al Hasanah yang terdiri dari 5 faktor kekuatan dan 5 faktor
kelemahan. Faktor kekuatan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) yaitu : (1)
Tingkat pendidikan dan ketrampilan pengurus dan karyawan cukup tinggi dan
profesional; (2) Sarana dan Prasarana
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) cukup
memadai; (3) Pengurus sangat disiplin; ( 4) Penggunaan modal yang efektif;
dan (5) Produk Pelayanan sangat membantu anggota. Faktor kelemahan
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) yaitu: (1) Anggota yang kurang memahami konsep
syariah; (2) Kondisi gedung yang sempit; (3) Masih adanya biaya administrasi;
( 4) Modal yang dimiliki koperasi tidak besar; ( 5) Tidak semua anggota dapat
menikmati produk pelayanan. 10 Faktor Ekstemal, yaitu : Peluang :
(1)Tersedianya modal dari pihak ketiga; (2)
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT)
menganut sistem bagi hasil; (3) Peraturan Pemerintah yang mendukung
Baitul Maal Wat Tamwil(BMT); (4) Sebagian besar masyarakat setempat pedagang;
(5) Teknologi transfer online. Faktor Ancaman yaitu : (1) Modal sebagian
besar dari pihak ketiga; (2) Kenaikan harga BBM; (3) Belum adanya undang-undang yang mengatur konsep syariah; ( 4) Masyarakat tidak mengerti mengenai konsep syariah dan konvensional; ( 5) Biaya pengadaan yang tinggi. Berdasarkan strategi prioritas diperoleh tiga altematif strategi prioritas tertinggi yaitu : (1) Meningkatkan kualitas pelayanan; (2) Pengurus dan karyawan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi ; (3) Adanya kerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta.
Dari beberapa penelitian terdahulu diatas, terdapat beberapa perbedaan. Selain objek penelitiannya yang berbeda, penelitian diatas berbeda penggunaan metodenya. Mulai dari penggunaan metode gabungan (kualitatif dan kuantitatif), metode kuantitatif saja, dan metode studi kasus. Melihat dari basil beberapa penelitian diatas, sebagaian besar penerapan strategi yang dilakukan sama misalnya penerapan strategi peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Akan tetapi dari penelitian Dedik Irawan, Muhammad Irfan dan Umi Kalsum (2013) dari beberapa strategi yang dianalisis sebagian besar menerapkan pengurangan biaya administrasi atau bahkan menghilangkan biaya administrasi dan tidak adanya strategi peningkatan mutu pelayanan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) AL HASANAH SEKAMPUNG.
Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dari hal tersebut dan penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah tesis yang berjudul
"ANALISIS
STRATEGI
PENGEMBANGAN
PRODUK
PEMBIAYAAN DI BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) YADIKA
BANGIL DALAM MENINGKATKAN KEUNGGULAN BERSAING".
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana strategi pengembangan produk pembiayaan pada Baiful Maal Waf Tamwil (BMT) Yadika Bangil dalam keunggulan bersaing? 1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola strategi pengembangan produk pembiayaan pada Baiful Maal Waf Tamwil (BMT) Yadika Bangil dalam keunggulan bersaing.
1.5 Manfaat Penelitian
Peneliti mengharapkan penelitian tm dapat bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi :
1. Bagi peneliti, sebagai wawasan keilmuwan yang dapat menstimulus penulis untuk terns belajar mengenai konsep pembiayaan dengan prinsip syariah dan strategi pengembangan produk Baiful Maal Waf Tamwil
(BMT).
2. Bagi BMT Yadika Bangil, sebagai bahan pertimbangan dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan dan pengimplementasian strategi pengembangan produk dalam meningkatkan daya saing antar sesama BMT maupun bank konvensional.
3. Bagi Akademisi, semoga penelitian ini dapat menjadi inspirasi lanjutan untuk mengembangkan ekonomi islam dan memperluas informasi khususnya tentang Baiful Maal Waf Tamwil (BMT)