BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Anemia Pada Ibu Hamil
2.1.1. Definisi Anemia Kehamilan
Anemia kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006)
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang pengobatanya relative mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan social ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangan besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia hamil disebut “potential danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.( Manuaba, 1998).
Hemoglobin ( Hb ) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk
memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari ( Sin sin, 2010 ).
Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu 6 senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme ( Masrizal, 2007).
Anemia defisiensi besi merupakan gangguan yang telah ada atau keadaan yang baru di dapat yang mengakibatakan wanita hamil beresiko tinggi terhadap komplikasi. Anemia defisiensi besi merupakan komplikasi 15% sampai 25% dari semua kehamilan yang terjadi pada 40% wanita hamil di Amerika Serikat. Banyak wanita yang ketika memasuki masa kehamilan telah menderita anemia defisiensi akibat dari diet buruk, periode menstruasi yang hebat, atau program penurunan berat badan yang tidak tepat. Lazimnya, rata-rata wanita bergantug kepada simpanan besi sehingga mencukupi untuk memasok pada besi kehamilan.
2.1.2. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil
Penyebab anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004). Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah : penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran
darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus 8 bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005 ).
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia didunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Penyebab-penyebab lain defisiensi besi adalah : (1) asupan besi yang tidak cukup, misal pada bayi-bayi yang hanya diberi susu saja selama 12-24 bulan dan pada individu-individu tertentu yang vegetarian ketat ; (2) gangguan absorpsi setelah gasterktomi ; (3) kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat polip, neoplasma,gastritis, varises esophagus, igesti aspirin, dan hemoroid. (Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson, 2005).
Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua ( Smith et al., 2010 ).
Pada ibu hamil lebih banyak terjadi perdarahan kronis, yaitu perdarahan sedikit-sedikit tetapi terus menerus dalam waktu yang lama (Riyadi, Hardinsyah, & Anwar 1997). Anemia juga bisa terjadi karena kerusakan sel darah merah akibat kurang gizi, adanya zat beracun
atau patogen, faktor keturunan (genesis), penyakit Hodgkin atau kanker pada organ penyimpanan serta pembentukan darah seperti hati, limpa, dan sumsum tulang (Harli 1999). Anemia gizi pada umumnya dijumpai di Indonesia terutama disebabkan anemia kurang besi. Penyebab utama anemia kurang besi tampaknya adalah karena konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka ragam. Konsumsi zat besi dari makanan tersebut sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yang rendah absorbsi zat besinya (Rasmaliah 2004).
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2004).
Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe (Jamilus dan Herlina 2008 ). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi
besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009).
Secara umum, faktor utama penyebab anemia anemia gizi adalah:
a. Banyaknya kehilangan darah akibat pendarahan, banya, haid terlalu banyak, gangguan pencernaan (akibat keganasan cacing tambang kerusakan/kelainan lambung).
b. Rusaknya sel darah merah, seperti penyakit malaria dan thalasemia yang merusak asam folat yang berada di dalam sel darah merah.
c. Kurangnya sel darah merah karena kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung zat gizi terutama, zat besi, asam folat, vitamin B12, protein, vitamin C, dan zat gizi penting lainnya. (Wirahardikusuma, 1999).
2.1.3. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar (Wiknjosastro, 2005).
Keluhan anemia yang paling sering di jumpai di masyarakat adalah yang lebih dikenal dengan 5L, yaitu, Lesu, lemah, letih, lelah dan lunglai. Disamping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi (Depkes RI, 2003).
Rasa cepat lelah disebabkan karena penderita anemia gizi besi, pengolahan (metabolisme) energy oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena oksigen. Anemia gizi
besi dengan keluhan dampak yang paling jelas adalah cepat lelah, rasa ngantuk, malaise dan mempunyai wajah yang pucat. (Sukirman, 1999).
2.1.4. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Wiknjosastro (2002) adalah : 1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi
untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
1. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang di sebabkan karena kekurangan asam folat, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
2. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang di sebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru.
3. Anemia Hematolik
Adalah anemia yang di sebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
2.1.5. Diagnosis Anemia Pada Kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan di dapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukang dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut (Manuaba 1998) :
Tabel. 2.1. Penggolongan Hb berdasarkan tingkat anemia
Hemoglobin Tingkat Anemia
Hb 11 gr% Hb 9-10 gr% Hb 7-8 gr% Hb <7 gr% Tidak anemia Anemia ringan Anemia sedang Anemia berat (Manuaba, 1998).
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak
90 tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas.
2.1.6. Pengaruh Anemia Pada Kehamilan
Pengaruh anemia terhadap kehamilan (Manuaba 1998) : a. Bahaya selama kehamilan :
1. Dapat terjadi abortus 2. Persalinan prematuritas
3. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim 4. Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6gr%) 5. Mola hidatidosa
6. Hiperemesis grafidarum 7. Perdarahan antepartum 8. Ketuban pecah dini (KPD). b. Bahaya saat persalinan :
1. Gangguan his-kekuatan mengejan
2. Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar
3. Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan
4. Kala uri diikuti retensio plasenta, dan perdarahn post partum karena atonia uteri 5. Kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atenio uteri. c. Pada kala nifas:
1. Terjadi subunvolusi uteri menimbulkan perdarahn postpartum 2. Memudahkan infeksi puerperium
3. Pengeluaran ASI berkurang
4. Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persaliana 5. Anemia kala nifas
6. Mudah terjadi infeksi mamae. (Manuaba, 1998).
2.1.7. Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Pada Ibu Hamil
Pencegahan dan penganggualangan anemia pada ibu hamil antara lain (Wirahadikusuma, 1999)
1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, seperti mengkonsumsi pangan hewani (daging, ikan, hati, dan telur), mengkonsumsi pangan nabati (sayuran hijau, buah-buahan, kacang-kacangan, dan padi-padian) buah-buahan dan sayuran yang segar yang merupakan sumber vitamin c yang diperlikan untuk penyerapan zat besi didalam tubuh. Hindari mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat inhibitor saat bersamaan dengan
makan nasi seperti the karena mengandung tannin yang akan mengurangi penyerapan zat besi.
2. Suplemen zat besi yang berfungsi dapat memperbaiki Hb dalam waktu singkat.
3. Fortifikasi zat besi yaitu penambahan suatu zat gizi kedalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan
2.2. Perdarahn Post Partum
2.2.1. Definisi Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalialn berlangsung. Perdarahan post partum dibagi menjadi perdarahan post partum primer dan sekunder. (Manuaba 1998) :
1. Perdarahan postpartum Primer
Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama . penyebab utama perdarahan postpartum primar adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekanjalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan postpartum sekunder
Perdarahan postpartum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
Istilah perdarahan postpartum dalam arti luas mencakup semua perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi : sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta.
Menurut definisi, hilangnya darah dari 500 ml selama 24 jam pertama merupakan perdarahan postpartum. (Hakimi, 2003)
2.2.2.Etiologi Perdarahan Post Partum
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena : 1. Atonia Uteri
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara
fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yan mensuplai
darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro, 2002).
2. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatanya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (habitual retentio plasenta). (Manuaba 1998).
3. Robekan jalan Lahir
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyanknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehinggah dapat di atasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (rupture uteri). ( Manuaba 1998).
4. Koagulopati
Perdarahan yang terjadi karena terdapat kelainan pada pembekuan darah. Sebab tersering perdarahan postpartum
adalah atonia uteri, yang disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun, gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan perdarahan postpartum. Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan atau penghancuran fibrin yang berlebihan (Wiknjosastro, 2002).
2.2.3. Patofisiologi
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan zat besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme dan akan diikuti dengan
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Hb (Arlinda Sari, 2004:6).
2.2.4. Diagnosis
Diagnosis biasanya tidak sulit bila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Tetapi apabila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah.
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2002) :
1) Terdapat pengeluaran darah yang tidak terkontrol 2) Penurunan tekanan darah
3) Peningkatan detak jantung
4) Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit )
5) Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum.
2.2.5. Penatalaksanaan Dan Pencegahan
Penatalaksaan dan pencegahan anemia pada ibu hamil yang teratur, dilakukan dangan pemberian suplemen zat besi selama kehamila dengan aturan tertentu sewaktu ANC.
1. Pencegahan bbisa dilakukan secara mandiri,dangan mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang dan memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung zat beesi seperti sayur mayur dan buah-buahan.
2. Perisakan sedini mungkin apabila disinyalir ada tanda-tanda anemia,agar langkah- langkah antisipasi bisa segera dilakukan.
3. Persalinan dengan tindakan cunam/ vacum.
4. Setelah persalinan membutuhkan perawatan ibu dan bayi prematur. Pertolongan yang diberikan kepada ibu hamil oleh tenaga kesehatan: 1. Pengenalan dini adanya anemia
2. Memberikan anjuran untuk banyak istirahat dan kerja ringan. 3. Menganjurkan makan, makanan yang mengandung protein serta
sayuran hijau.
4. Memberi komunikasi, informasi, edukasi/KIE perawatan kehamilan teratur. 5. Membuat perencanaan persalinan dengan bidan, pada ibu dengan anemia berat
membuutuhkan persalinan dirumah sakit.
2.3. Hubungan Antara status Anemia Kehamilan Dengan Perdarahan Post Partum
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti: 1) Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga dapat memberikan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan (Manuaba, 2001).
Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri. Hal ini disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus kurang. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak. (Wuryanti Ayu, 2010).
2.4. Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
variabel independen Status anemia
variabel dependen
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
Keterangan :
Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka penelitian ini dilaksanakan untuk mencari faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan perdarahan postpartum di Puskesmas Limba B Kota Selatan tahun 2012. dimana Status Anemia Kehamilan, retensio plasenta, atonia uteri, kogulopati dan robekan jalan lahir sebagai Variabel Independen (bebas) dan Perdarahan Postpartum sebagai variabel Dependen (Terikat).
2.5. Hipotesis Penelitian
1. Apakah ada hubungan status anemia kehamilan dengan perdarahan postpartum. 2. Apakah ada hubungan retensio plasenta dengan perdarahan postpartum.
3. Apakah ada hubungan atonia uteri dengan perdarahan postpartum. 4. Apakah ada hubungan koagulopati dengan perdarahan postpartum.
Retensio Plasenta Koagulopati Atonia uteri Robekan jalan Lahir Perdarahan postpartum