• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

III.8-1

BAB 8

PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010

8.1 Kondisi Saat Ini

Wilayah Pulau Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan potensi sumberdaya alam sangat besar di sektor perikanan, perkebunan, kehutanan dan pertambangan yang dapat dikelola secara optimal bagi kesejahteraan rakyat dan kemajuan wilayah. Wilayah Pulau Papua terletak di posisi paling timur dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Nugini. Dengan posisi tersebut, pengembangan wilayah Pulau Papua menghadapi permasalahan yang sangat kompleks terutama sebagai akibat dari ketertinggalan dan keterisolasian. Permasalahan tersebut antara lain: (1) tingginya angka kemiskinan, (2) rendahnya derajat pendidikan dan kesehatan, (3) tingginya angka pengangguran, dan (4) terjadinya ganggguan ketertiban dan keamanan sebagai akibat konflik sosial. Selain itu, wilayah Papua juga menghadapi berbagai permasalahan gangguan ketertiban dan keamanan, serta konflik sosial.

Berbagai permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) rendahnya akses terhadap layanan jasa pendidikan dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, (2) terbatasnya kegiatan ekonomi produktif yang menyerap angkatan kerja, (3) rendahnya investasi, (4) terbatasnya prasarana dasar seperti air minum dan sanitasi, jalan, pelabuhan, dan listrik, dan (5) terbatasnya akses terhadap layanan transportasi yang menghubungkan antarwilayah.

Pengembangan wilayah Pulau Papua memiliki tantangan yang lebih sulit dibanding wilayah lainnya. Tantangan terbesar adalah memberikan perhatian yang sama terhadap seluruh wilayah pesisir, wilayah pegunungan, dan wilayah dataran, serta sekaligus membangun keterkaitan antarwilayah dalam satu kesatuan tata ruang wilayah. Program pembangunan harus dirancang secara khusus sesuai dengan kondisi geografis dan karateristik masyarakat Papua yang terbagi dalam berbagai suku. Kondisi geografis juga menghambat mobilitas sumberdaya dan penduduk akibat minimnya jaringan transportasi. Kondisi ini juga menyebabkan rendahnya pengawasan dan pengendalian ketertiban dan keamanan wilayah, serta munculnya potensi konflik dan politik-keamanan (separatisme). Dengan kondisi wilayah yang berbeda dan berbagai hambatan yang ada, perencanaan pembangunan perlu memperhitungkan secara sungguh-sungguh karakteristik wilayah Pulau Papua sebagai suatu satu kesatuan wilayah yang saling berhubungan termasuk optimalisasi koordinasi dan sinergi berbagai kebijakan dan program pembangunan sektoral.

Sebagai satu kesatuan wilayah, Pulau Papua sesungguhnya memiliki potensi pengembangan yang sangat besar yang berbasis sumberdaya alam terutama pertambangan, hutan, perikanan, perkebunan dan wisata bahari. Saat ini pengelolaan sumberdaya alam (tambang dan hutan) belum memberikan dampak yang signifikan baik bagi kemajuan daerah maupun tingkat kesejahteraan penduduk. Potensi sumberdaya perikanan laut sangat besar dan masih belum dikelola secara optimal. Potensi sumberdaya hutan dan perkebunan juga cukup besar sehingga masih ada peluang pengelolaan sumber daya tersebut untuk pengembangan ekonomi wilayah. Pemanfaatan dan pengelolaan berbagai sumber daya tetap harus mempertimbangkan keterpaduan dan keseimbangan dalam penataan ruang wilayah untuk mencegah ekploitasi yang berlebihan, dan mendorong penyebaran dampak perekonomian ke seluruh wilayah. Selain itu, pengembangan wilayah Pulau Papua harus

(2)

III.8-2

memberikan porsi yang seimbang antara upaya memelihara kestabilan politik dan keamanan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dan mempercepat kemajuan wilayah Papua.

(1) Bidang Sosial dan Budaya

Jumlah penduduk di Pulau Papua sekitar 2,8 juta jiwa atau 1,2 persen dari total penduduk nasional. Pulau Papua memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah, hanya sebesar 7 jiwa per Km2. Konsentrasi penduduk tersebar di perdesaan dan pedalaman namun proporsi penduduk di perkotaan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pergeseran kepadatan penduduk dari desa ke kota tersebut mengindikasikan tingginya tingkat urbanisasi di Pulau Papua. Dalam perkembangannya, jumlah penduduk lokal di Pulau Papua relatif besar, akan tetapi proporsi penduduk pendatang terus meningkat. Tingkat kelahiran merupakan salah satu faktor penentu besarnya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, selain tingkat kematian dan migrasi. Jika dilihat TFR per provinsi di Pulau Papua, Provinsi Papua Barat mempunyai TFR 3,4 dan Provinsi Papua sebesar 2,8 (SDKI 2007). Dalam bidang sosial dan budaya, tingginya angka kemiskinan dan belum memadainya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan dan pendidikan merupakan permasalahan utama yang secara garis besar terjadi di Wilayah Papua. Pada tahun 2008, Persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat adalah 35,12 persen dan Provinsi Papua 37,08 persen. Dari segi pertumbuhan jumlah penduduk miskin, Provinsi Papua mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin paling tinggi.

Permasalahan kemiskinan berkaitan dengan berbagai isu strategis yang perlu diatasi antara lain: ketersediaan dan ketahanan pangan terutama di daerah pegunungan, daerah pedalaman, daerah yang terkena bencana alam, dan daerah rawan pangan; tingginya harga barang kebutuhan pokok selain beras seperti kedelai, minyak tanah, minyak goreng dan terigu; tingginya biaya transportasi sebagai akibat terbatasnya infrastruktur transportasi; dan rendahnya produktivitas usaha.

Permasalahan yang terjadi dalam pelayanan pendidikan menyangkut mahalnya biaya pendidikan, belum meratanya jangkauan pelayanan pendidikan, rendahnya mutu pelayanan pendidikan dan rendahnya mutu pendidik. Selain itu, secara garis besar isu strategis dalam pelayanan pendidikan antara lain adalah (1) optimalisasi mekanisme pembiayaan yang ada dengan mengutamakan perhatian terhadap anak murid sekolah dari keluarga miskin, (2) pengelolaan dana otonomi khusus bagi perbaikan layanan pendidikan, (3) manajemen sekolah berbasis asrama (boarding school), (4) koordinasi pemerintah dan pemerintah daerah.

Dalam pelayanan kesehatan, permasalahan utama yaitu menyangkut terbatasnya akses layanan kesehatan, khususnya keluarga miskin di daerah-daerah pedalaman dan pegunungan yang memiliki karakteristik geografis yang sulit; adanya berbagai penyakit menular seperti HIV/AIDS, malaria, demam berdarah, dan penyakit menular lainnya. Lebih jauh lagi masyarakat di Pulau Papua mengalami kesulitan untuk menjangkau air bersih yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Oleh karena itu sangat diharapkan peningkatan ketersediaan dan akses terhadap air bersih khususnya melalui pembangunan sarana dan prasarana skala kabupaten/kota untuk air bersih. Selain itu, permasalahan kesehatan lainnya berkaitan dengan rendahnya pemenuhan gizi terutama ibu, bayi, dan balita dari keluarga miskin, serta rendahnya kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini dikarenakan sebagian besar desa/kelurahan di Pulau Papua mengalami kesulitan dalam

(3)

III.8-3

menjangkau prasarana kesehatan. Rendahnya derajat kesehatan masyarakat ini ditandai oleh rendahnya tingkat harapan hidup, tingginya angka kematian bayi, balita, dan ibu.

Persentase penduduk miskin di Propinsi Papua menurun dari sebesar 46.4 persen pada tahun 2000 menjadi sebesar 37.1 persen pada tahun 2008. Di sisi lain, persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat cenderung meningkat, yaitu dari sebesar 33.01 persen pada tahun 2006, kemudian melonjak menjadi sebesar 39.1 persen pada tahun 2008, lalu menurun kembali menjadi sebesar 35.12 persen pada tahun 2008. Secara umum, perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua relatif lebih tinggi daripada di Provinsi Papua Barat.

Dilihat dari struktur kepadatan penduduk di Pulau Papua, secara garis besar Pulau papua memiliki tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Meskipun konsentrasi penduduk masih relatif tersebar di pedesaan dan pedalaman, namun proporsi penduduk di perkotaan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring dengan pergeseran struktur kepadatan penduduk dari desa ke kota tersebut, hal ini mengindikasikan tingginya tingkat urbanisasi di Pulau Papua. Tingginya tingkat urbanisasi tersebut bersamaan dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif rendah. Dalam perkembangannya, jumlah penduduk lokal di Pulau Papua relatif besar, akan tetapi proporsi penduduk pendatang terus meningkat. Dengan tingginya tingkat urbanisasi di kedua provinsi, hal ini berimplikasi pada semakin melebarnya kesenjangan. Peningkatan kesenjangan tersebut terutama dilatarbelakangi oleh perbedaan tingkat pendapatan, serta lokasi dan asal (asli-pendatang). Dikaitkan dengan struktur ketenaga kerjaan dan tingkat pengangguran di Pulau Papua, dapat dilihat beberapa permasalahan diantaranya: (1) Meningkatnya persentase pengangguran di Pulau Papua. Apabila dilihat perbandingan pengangguran terbuka di Pulau Papua, bahwa jumlah dan presentase pengangguran terbuka di Provinsi Papua barat lebih tinggi di Provinsi Papua. (2) Menurunnya jumlah tenaga kerja dan angkatan kerja secara signifikan. (3) Masih terdapat banyak pekerja dengan tingkat pendidikan dibawah SLTP sebagai akibat dari rendahnya jangkauan pelayanan pendidikan di Pulau Papua. (4) Rendahnya keterampilan masyarakat di Pulau Papua sehingga tidak banyak terserap di lapangan kerja.

Di bidang kebudayaan, Pulau Papua memiliki akar budaya yang sangat kuat dengan berbagai seni tradisional yang relatif masih terpelihara dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hal ini juga didukung dengan kondisi keindahan alam dan demografis yang kaya dengan berbagai suku (etnis). Dilihat dari kekayaan seni budaya, Pulau Papua memiliki 46 Benda Cagar Budaya (BCB)/Situs terbesar di berbagai daerah, Taman Nasional Lorents yang menjadi salah satu warisan dunia, serta berbagai kekayaan dan keragaman seni budaya tradisional lainnya. Namun kondisi geografis yang sulit dengan masih rendahnya akses transportasi yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya menjadi kendala dalam mengoptimalkan kualitas pengelolaan seni dan budaya . Selain itu, rendahnya kapasitas fiskal, kurangnya pemahaman, apresiasi, kesadaran dan komitmen pemerintah daerah akibat keterbatasan informasi juga menjadi faktor kendala pengelolaan kekayaan dan keragaman budaya. Dilain pihak, semakin maraknya kasus pencurian berbagai benda sejarah (purbakala) untuk berbagai kepentingan harus mendapat perhatian yang serius dari seluruh stakeholders terkait.

Terkait dengan pemuda, jumlah pemuda di Pulau Papua sebesar 1,03 juta jiwa atau sekitar 1,2 persen. Provinsi Irian Jaya Barat merupakan provinsi dengan jumlah pemuda

(4)

III.8-4

paling sedikit di Indonesia, yaitu 254.939 jiwa. Sementara jumlah pemuda di Provinsi Papua sebesar 779.640 jiwa. Provinsi Pupua yang luasnya hampir 20 persen dari total luas Indonesia hanya memiliki kepadatan pemuda sebesar 2 pemuda per kilometer persegi. Sementara tingkat partisipasi pendidikan pemuda di Pulau Papua masih rendah. Hal ini terlihat dari masih tingginya pemuda yang tidak mempunyai ijazah. Adapun tingkat pengangguran terbuka pemuda di Provinsi Papua tergolong rendah, yaitu 8,61 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Irian Jaya Barat sebesar 14,61 persen.

Di bidang olahraga, prestasi olahraga di Pulau Papua perlu ditingkatkan. Hal ini terlihat dari hasil PON ke XVII tahun 2008 yang masih belum terlalu menggembirakan. Sementara itu dilain pihak, pulau Papua memiliki beberapa cabang olahraga unggulan daerah. Provinsi Papua memiliki 9 cabang olahraga unggulan daerah, yaitu Tinju, Atletik, Pencak Silat, Karate, Judo, Gulat, Angkat Besi, Sepak Bola dan Hockey. Sedangkan Provinsi Irian Jaya Barat memiliki 9 cabang olahraga unggulan daerah yaitu Atletik, Sepak Bola, Tinju, Karate, Softball, Kempo, Dayung, Selam dan Pencak Silat.

(2) Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi papua cenderung relatif terhadap rata-rata nasional. Tipologi wilayah di Pulau Papua, menunjukkan bahwa Provinsi Papua termasuk tipologi Daerah Maju dan Cepat Tumbuh, sedangkan Provinsi Papua Barat termasuk tipologi Daerah Berkembang Cepat. Secara garis besar pertumbuhan ekonomi Pulau Papua masih bertumpu pada kekayaan Sumber Daya Alam terutama sektor pertambangan dan penggalian. Dengan bertumpunya perekonomian Pulau Papua pada sektor pertambangan dan penggalian menyebabkan fluktuasi pada sektor ini akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun demikian kontribusi sektor tersebut mengalami penurunan, sedangkan sektor-sektor potensial lainnya seperti sektor pertanian belum dikembangkan secara optimal untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Pulau Papua.

Hasil perhitungan tingkat kemandirian (derajat desentralisasi) berdasarkan kontribusi PAD di Wilayah Papua (Kabupaten/Kota dan Provinsi) cenderung menurun dari 5,4 persen pada tahun 2004 menjadi 2,3 persen di tahun 2006, Hasil perhitungan tingkat kemandirian (derajat desentralisasi) berdasarkan dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, provinsi Papua Barat menunjukkan angka lebih tinggi dari provinsi Papua. Berdasarkan analisis Inter-regional Input-Output, Pulau Papua memiliki 4 sektor kunci yaitu sektor peternakan dan pengilangan minyak bumi sebagai kontributor terbesar dalam PDRB provinsi Papua, dan 2 sektor lainnya yaitu industri makanan dan minuman, dan industri barang kayu, rotan dan bambu, namun secara garis besar, struktur perekonomian Pulau Papua masih didominasi oleh aktivitas sektor informal/subsisten. Beberapa potensi lainnya adalah komoditas unggulan kakao, dan kelapa sawit, namun masih terbatas pada rendahn ya tingkat teknologi pengolahan dan tingkat produksi.

Tingginya ketimpangan ekonomi antara Provinsi Papua dan Papua Barat, serta relatif tingginya ketimpangan antara wilayah pesisir dan pedalaman masih merupakan permasalahan utama di Pulau Papua. Hal ini ditunjukkan oleh masih besarnya ketimpangan pendapatan perkapita antara penduduk di wilayah pesisir dan wilayah pedalaman, yang selain dikarenakan kendala geografis, juga daya dukung kelengkapan dasar sarana dan prasarana dasar penunjang perekonomian yang kurang memadai.

(5)

III.8-5

Dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi di Pulau Papua, terdapat berbagai isu yang harus diselesaikan dari setiap sektor pendukunganya. Terkait dengan investasi di Pulau Papua terdapat beberapa isu strategis yang berkembang, diantaranya: (1) Terhambatnya investasi sebagai akibat ketidapastian dalam memperoleh ijin usaha, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya penyerapan tenaga kerja (2) Pertumbuhan investasi asing di wilayah Pulau Papua mengalami fluktuasi yang menunjukkan tidak stabilnya minat investor untuk menanam modal di Pulau Papua (3) Prasarana yang terbatas menyebabkan diperlukannya modal besar untuk melakukan investasi di Pulau Papua (4) Tingginya biaya transportasi dan tingginya konflik menjadi penyebab rendahnya kepercayaan investor untuk berinvetasi di wilayah Papua. Terkait dengan sektor pertanian di Pulau Papua, terdapat beberapa isu strategis yaitu: (1) Rendahnya produktivitas pertanian, (2) Rusaknya infrastruktur pendukung, (3) Produksi tanaman pangan masih sangat bergantung pada luas lahan, dan belum bertumpu pada peningkatan produktivitas, (4) Komoditas unggulan perkebunan masih didominasi kakao dan kelapa sawit. Dalam hal ini, peningkatan produksi kelapa sawit terutama dipicu dari banyaknya konversi lahan pada perkebunan sawit. Selain itu, terkait dengan sektor peternakan, terdapat beberapa isu strategis yang berkembang diantaranya: (1) Sektor peternakan masih didominasi oleh sapi potong dan kambing. (2) Rendahnya tingkat teknologi dan pengetahuan masyarakat dalam mengembangkan peternak. Sedangkan dalam sektor perikanan, isu yang berkembang ialah: masih rendahnya produksi budidaya ikan darat yang menunjukkan belum berkembangnya industri perikanan. Berdasarkan berbagai isu strategis dari setiap sektor pendukung tersebut, maka (1) diperlukan suatu upaya peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan serta diversifikasinya yang memiliki daya saing dan nilai tambah yang tinggi, (2) Revitalisasi pertanian secara terpadu, sistematik, dan konsisten; (2) Pengembangan sektor dan komoditas keunggulan; (3) Optimalisasi kinerja UMKM dengan memperluas akses faktor produksi, modal, teknologi, dan pasar terutama pelaku UMKM. Keberadaan UKM perlu didukung oleh dengan fasilitasi dari pemerintah melalui pengembangan sistem pendukung usaha (akses terhadap sumberdaya, layanan lembaga pembiayaan), pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM (fasilitas teknologi, pemasaran terhadap potensi ekspor), dan pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan kesadaran berwirausaha, kapasitas usaha, dan memperluas jangkauan pasar UKM di Papua.

Selain menyangkut permasalahan sektoral dalam bidang ekonomi tersebut diatas, terdapat beberapa isu dan permasalahan terutama terkait dengan keuangan daerah, yaitu: rendahnya kapasitas fiskal khususnya di provinsi Papua Barat dan rendahnya optimalisasi penggunaan dana otonomi khusus yang seharusnya digunakan untuk peningkatan pelayanan dasar dan kesejahteraan rakyat.

(3) Bidang Prasarana

Dalam bidang sarana dan prasarana, garis besar permasalahan utama terutama menyangkut rendahnya kualitas dan kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana, khususnya untuk jalan dan jembatan, serta sarana transportasi. Kurangnya keterpaduan transportasi antarmoda menjadi permasalahan utama, khususnya ketersediaan transportasi darat, laut, sungai, dan udara yang belum memadai. Beberapa isu strategis yang berkembang dalam bidang infrastruktur khususnya terkait dengan sistem transportasi ialah (1) Kecenderungan memburuknya kondisi infrastruktur jalan darat terutama untuk wilayah terisolir dan perbatasan. (2) Belum berkembangnya sistem transportasi (darat, laut, ASDP dan Udara) dalam mendukung pembangunan di wilayah Papua. Oleh karena itu, diperlukan percepatan

(6)

III.8-6

pembangunan prasarana transportasi jalan, laut, ASDP, dan udara sebagai penghubung antar wilayah maju dan tertinggal di wilayah Papua. (3) Belum terjalinnya perhubungan laut antara kawasan dengan pulau-pulau disekitarnya dan daerah perbatasan dalam kawasan papua. Terkait dengan jaringan listrik dan telekomunikasi, beberapa isu strategis yang berkembang diantaranya: (1) Rendahnya rasio elektrifikasi untuk wilayah Papua sebesar 32,05 persen dan rasio desa berlistrik sebesar 30,2 persen (2) Rendahnya akses masyarakat terhadap sarana telekomunikasi. Oleh karena itu diperlukan peningkatan ketersediaan energi listrik dan telekomunikasi untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah. Terkait dengan prasarana pengairan dan jaringan irigasi, permasalahan yang berkembang ialah rendahnya ketersediaan jaringan irigasi, terutama untuk mendukung ketahanan pangan regional di Pulau Papua.

(4) Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup

Dalam bidang SDA dan LH, garis besar isu dan permasalahan yang paling penting dan perlu untuk segera ditangani adalah terkait dengan masalah kehutanan, baik itu menyangkut perusakan hutan, pembalakan hutan, maupun kebakaran hutan. Permasalahan utama lainnya adalah kecenderungan terjadinya beberapa bencana alam seperti banjir, longsor dan kekeringan akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan juga terjadinya perubahan iklim global. Sedangkan eksploitasi terhadap sumber daya alam seperti kegiatan penambangan, eksploitasi sumberdaya laut dan pantai, serta buruknya manajemen daerah aliran sungai juga menyebabkan terjadinya permasalahan.

Tingginya konversi lahan sawah juga berhubungan dengan lokasi yang lebih tinggi dari nilai kualitasnya, yaitu lahan sawah dengan kesuburan tinggi, di daerah yang dekat dengan konsentrasi penduduk akan kalah bersaing dengan keuntungan lokasinya. Selain itu perbedaan tingkat upah di sektor pertanian dan industri, jumlah pemilikan aset lahan serta luas pemilikan lahan sawah yang semakin kecil cenderung menjadi faktor pendorong proses konversi lahan sawah.

Permasalahan lainnya yang perlu mendapat perhatian ialah terkait dengan kerusakan lingkungan yang antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis semakin bertambah. Laju kerusakan semakin parah dan tidak terkendali pada era otonomi daerah terutama disebabkan oleh aktivitas penebangan liar, penyelundupan kayu dan konversi kawasan hutan. Kondisi ini merupakan isu strategis bidang penataan ruang, dan perlu penanganan serius secara berkelanjutan. Beberapa isu strategis lainnya yang juga perlu mendapat perhatian khusunya di Pulau Papua ialah: (1) Rendahnya pemanfaatan dan optimalisasi pengelolaan sumberdaya air bagi irigasi dan domestik. (2) Belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pengembangan sektor unggulan. (3) Belum optimalnya upaya penurunan tingkat pencemaran dan upaya pengelolaan limbah secara terpadu dan sistematis (4) Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan serta belum harmonisnya peraturan perundangan lingkungan hidup (5) Rendahnya akses masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya air (6) Menurunnya kualitas dan kuantitas sumberdaya hutan (7) Tingginya eksploitasi sumberdaya tambang (Papua-Mimika) sebagai sumber utama pendapatan daerah (8) Tingginya tingkat abrasi pantai dan kasus illegal fishing (9) Tingginya kasus konflik pertanahan yang menyangkut hak ulayat dan peraturan adat (10) Belum terakomodasinya perbedaan kondisi wilayah pesisir dan pegunungan didalam arah pemanfaatan struktur ruang Pulau Papua (11) Terjadiunya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi tambang dan migas.

(7)

III.8-7 (5). Bidang Politik, Hukum dan Keamanan

Dalam bidang Politik, Hukum, dan Keamanan garis besar isu dan permasalahan yang timbul dan menonjol ialah menyangkut pelaksanaan otonomi daerah seperti inkonsistensi produk peraturan daerah, pemekaran wilayah administrasi, dan pemilihan kepala daerah secara langsung. Isu pemekaran wilayah dan pilkada tersebut memiliki dampak yang cukup panjang karena dapat menimbulkan konflik yang mengganggu keamanan, termasuk diantaranya konflik batas antar wilayah administrasi. Wilayah Papua masih mengalami permasalahan dalam pelaksanaan otonomi khusus. Permasalahan di bidang pertahanan dan kemananan, antara lain yang menyangkut daerah perbatasan dengan negara lain dan kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia, perdagangan narkoba, dan kegiatan ilegal lainnya. Reformasi birokrasi juga masih menjadi permasalahan utama termasuk penegakkan hukum di bebagai tindak kejahatan. Isu strategis lainnya yang perlu diatasi adalah (1) Koordinasi, penegakkan hukum, dan konflik tata ruang, yaitu konflik mengenai lahan dan daerah-daerah konservasi. (2) Tingginya potensi gangguan keamanan dan stabilitas politik yang dapat menghalangi pelaksanaan pembangunan (3) Terdapatnya potensi terhambatnya program eksekutif akibat hambatan dari partai dominan di legislatif. (4) Terbatasnya kemampuan personel, prasarana dan alustista dalam menjaga wilayah yang luas dan geografis sulit. (5) Masih tingginya konflik sosial di Papua memerlukan pengembangan early warning system untuk pencegahan konflik. (6) Masih adanya kontradiksi antara hukum adat dengan hukum positif dalam penyelesaian konflik dan kriminalitas ditingkat lokal. (7) Rendahnya kesadaran dan pemahaman politik di masyarakat (8) Masih terdapatnya aksi separatisme yang dapat mengganggu stabilitas keamanan, dan (9) Sulitnya memisahkan antara konflik separatisme dengan isu etnis dan kesenjangan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan penciptaan stabilitas politik dan keamanan lokal untuk mendukung percepatan pembangunan, serta diperlukan peningkatan dinamika politik lokal yang kondusif sebagai pondasi percepatan pembangunan.

Isu bidang politik lain yang muncul di wilayah Papua adalah kinerja lembaga demokrasi yang masih rendah. Hal lain adalah di wilayah Papua, pada tahun 2010, akan melaksanakan pilkada di beberapa kabupaten/kota. Dalam merespon hal tersebut, kiranya pertama kinerja lembaga KPU kabupaten/kota perlu untuk lebih ditingkatkan agar dapat menghasilkan pelaksanaan pilkada yang berkualitas. Pendidikan politik penting pula bagi para eskekutif dan anggota legislative yang terpilih pada pemilu 2009 agar lembaga-lembaga tersebut dapat melaksanakan peran sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang bidang politik.

Masyarakat sipil Papua perlu dibangkitkan melalui upaya-upaya sistematis pendidikan politik untuk meningkatkan rasa memiliki bangsa melalui pemasyarakatan nilai-nilai mulia demokrasi tentang persamaan di depan hukum dan persamaan hak. Masyarakat perlu diajak untuk lebih berpartisipasi di dalam proses perumusan kebijakan di dalam lembaga-lembaga pemerintahan daerah.

8.2 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua

Tujuan pengembangan wilayah Pulau Papua Tahun 2010 antara lain adalah: (1) Meningkatkan standar hidup masyarakat Pulau Papua.

(2) Meningkatkan aksesibilitas masyarakat wilayah Pulau Papua terhadap pelayanan publik dasar.

(3) Mewujudkan keseimbangan pembangunan wilayah Papua dan Papua Barat. (4) Mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan.

(8)

III.8-8

(5) Melakukan transformasi struktural perekonomian di wilayah Papua yang didasarkan pada potensi dan keunggulan daerah.

(6) Meningkatkan sinergi dalam pengelolaan sumber daya hutan dan tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan dan hak ulayat, perlindungan masyarakat adat, dan pengembangan usaha.

(7) Meningkatkan jumlah dan mutu sistem jaringan prasarana dasar (jalan, pelabuhan, lapangan udara, telekomunikasi, listrik dan telepon) yang menjangkau daerah-daerah tertinggal di wilayah Pulau Papua.

(8) Mengoptimalkan pelaksanaan otonomi khusus untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan wilayah Pulau Papua.

(9) Terwujudnya jati diri dan karakter bangsa yang tangguh dan toleran (10) Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan

(11) Meningkatkan budaya serta prestasi olahraga

Sasaran pengembangan wilayah Pulau Papua Tahun 2010 adalah sebagai berikut: (1) Meningkatnya standar hidup masyarakat Pulau Papua.

a. Meningkatnya pendapatan per kapita Provinsi Papua menjadi sekitar Rp 23.712.800 dan Provinsi Papua Barat menjadi sekitar Rp 9.924.793.

b. Tercapainya pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua sebesar 2,32 persen dan Provinsi Papua Barat sebesar 6,52 persen.

c. Menurunnya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua menjadi sekitar 35,21 persen dan Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 36,92 persen.

d. Menurunnya angka pengangguran di Provinsi Papua menjadi sekitar 3,89 persen dan di Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 7,57 persen.

e. Meningkatnya angka rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua menjadi sekitar 6,58 tahun dan di Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 7,48 tahun.

f. Menurunnya angka kematian bayi di Provinsi Papua menjadi sekitar 29,87 per 1000 kelahiran hidup dan di Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 24,21 per 1000 kelahiran hidup.

(2) Meningkatnya standar layanan jasa pendidikan di Pulau Papua. (3) Meningkatnya standar layanan jasa kesehatan di Pulau Papua.

(4) Tercapainya tingkat produksi pangan dengan tingkat ketersediaan minimal 90 persen dari kebutuhan domestik untuk pengamanan kemandirian pangan di Pulau Papua.

(5) Meningkatnya peran sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata dalam perekonomian wilayah Pulau Papua.

(6) Meningkatnya peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya tambang dan hutan. (7) Berkembangan jumlah dan mutu sistem jaringan prasarana dasar yang menjangkau

daerah-daerah tertinggal di wilayah Pulau Papua.

(8) Meningkatnya mutu pengelolaan otonomi khusus dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan wilayah Pulau Papua.

(9) Terwujudnya jati diri dan karakter bangsa yang tangguh dan toleran, yang antara lain ditandai dengan meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap nilai budaya yang positif dan produktif; serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap keragaman dan kekayaan budaya.

(10) Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan

(9)

III.8-9

8.3 Strategi dan Arah Kebijakan Pengembangan Wilayah Papua

Dengan memperhatikan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Papua, pengembangaan wilayah Papua diarahkan untuk: (1) mendukung peningkatan serta mempekuat persatuan, kesatuan dan keutuhan kehidupan bangsa dan pertahanan negara; (2) menempatkan hak ulayat dalam penataan ruang sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan nilai-nilai sosial budaya setempat; (3) memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara produktif dan efisien agar terhindar dari pemborosan dan penurunan daya dukung lingkungan sehingga dapat memberi manfaat sebesar-besarnya berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian dan berkelanjutan; (4) mempertahankan kawasan lindung sekurang-kurangnya 50 persen dari luas wilayah Pulau Papua; (5) memacu pertumbuhan ekonomi wilayah Pulau Papua melalui pengembangan sektor-sektor unggulan yang berbasis sumber daya setempat dan meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat pertumbuhan; (6) menampung kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan sekaligus memenuhi fungsi sebagai pusat pelayanan usaha melalui pengembangan kawasan dan pusat pertumbuhan; (7) meningkatkan keterkaitan yang saling menguntungkan antara kawasan andalan dan tertinggal dalam rangka peningkatan kesejahteraan ekonomi daerah di sekitar kawasan andalan; (8) meningkatkan ketersediaan dan kualitas, serta memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya transportasi laut yang didukung oleh transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal dengan mengikutsertakan dunia usaha; (9) meningkatkan pengembangan wilayah pedalaman dan perbatasan yang tertinggal dan terisolasi dengan menyerasikan laju pertumbuhan antar wilayah. (10) Meningkatkan upaya pengembangan dan pelestarian kesenian; (11) Meningkatkan upaya penumbuhan kewirausahaan dan kecakapan hidup pemuda; (12) Memperluas pengerahan tenaga terdidik untuk pembangunan perdesaan; (13) Meningkatkan upaya pemasyarakatan dan pembinaan olahraga; (14) Meningkatkan upaya pembinaan olahraga yang bersifat nasional; (15) Meningkatkan kerjasama pola kemitraan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga.

Pengembangan PKN di Pulau Papua diarahkan untuk: (1) mendorong pengembangan kota Sorong dan Jayapura sebagai pusat pelayanan primer yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan; (2) mendorong pengembangan kota, dan Timika sebagai pusat pelayanan sekunder yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Pengembangan PKSN di kawasan perbatasan negara merupakan upaya untuk mendorong pengembangan kota-kota Tanah Merah, Merauke dan Jayapura.

Pengembangan PKW di Pulau Papua diarahkan untuk: (1) mendorong pengembangan kota Fak Fak, Manokwari, Nabire, Biak, Merauke dan Wamena sebagai pusat pelayanan sekunder yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan; dan (2) mengendalikan pengembangan kota Bade, Muting, Arso, Ayamaru, Teminabuan, dan Sarmi sebagai pusat pelayanan tersier yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Pengembangan PKL di Pulau Papua ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi berdasarkan usulan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan kriteria sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN, dan pengembangan kota-kota PKL merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan sistem pusat permukiman di Wilayah Papua.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.

(10)
(11)

Referensi

Dokumen terkait

Analisis sistem yang berjalan bertujuan untuk mengetahui lebih jelas bagaimana proses pemetaan data penduduk dan pelayanan masyarakat dikelurahan serta permasalahan yang

Observasi merupakan proses pengamatan terhadap subjek penelitian pada realitas kehidupan yang alamiah, yaitu kehidupan yang dijalani subjek sehari-hari. Observasi

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku perawat dalam meminimalkan kecemasan akibat

Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dalam rangka Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan

“Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA melalui model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Kelas V SDN 2 Bansari Bulu Temanggung Semester II Tahun

Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan mobilisasi dini adalah klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, memverbalisasikan

sebahagian besar daripada KIR yang telah terlibat dalam berkongsi manfaat aktiviti dan program di bawah SPKR memaklumkan bahawa mereka tidak menerima sebarang kemudahan dari

Pasien dengan tumor yang berasal dari mukosa atau submukosa, (Dukes A, atau T1 N0 M0) atau meluas melewati submukosa, tetapi masih berada pada dinding usus (Dukes B1, atau T2 N0