BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Pengertian
a. Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi klien dengan lingkungan tanpa stimulus
yang nyata. Artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Keliat dkk, 2005).
Persepsi adalah kesadaran akan suatu rangsangan yang dimengerti.
Jadi persepsi adalah sensasi ditambah dengan pengertian, yang didapat
dari proses interaksi dan asosiasi macam-macam rangsangan yang
masuk atau dengan perktaan lain dapat disebutkan sebagai
pengalaman tentang benda-benda dan kejadian yang ada pada saat itu
(Yosep, 2007).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar) (Kusumawati, 2010).
Halusinasi pendengaran adalah suatu presepsi yang seolah-olah
mendengar suara, padahal suara tersebut sebenarnya tidak ada. Isi
suara dapat berupa suatu perintah tentang klien sendiri dan klien
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru
mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
C. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Anna Keliat, 2005)
D. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007 :79), jenis halusinasi dibagi menjadi 8 yaitu :
1. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Paling sering dijumpai dpat berupa bunyi mendering atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditunjukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan
mungkin datang setiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa
menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa
ancaman, mengejek, memaki, atau bahkan yang menakutkan dan
kadang-kadang mendesak / memerintah untuk berbuat sesuatu seperti
2. Halusinasi pnglihatan (visual,optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan dilirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
3. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada penderita
sebagai suatu kombinasi moral.
4. Halusinasi pengecapan (gostatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gustorik
lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
5. Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di
bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
6. Halusinasi eksual / halusinasi raba
Penderita merasa diraba ata diperkosa, sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kenestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya yang bergerak-gerak, misal “phanthom phenomeon”
Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat
pemakaian obat tertentu.
8. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
E. Tahapan Halusinasi
Menurut Kusumawati dan hartono (2010 : 106), tahapan halusinasi terdiri
dari 4 fase yaitu:
1. Fase I (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini
masuk dalam golongan nonpisikotik. Karakteristik dari fase ini klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Pada fase ini
berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat
jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase II (Conndeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam
psikotik ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman
sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun,
dan berfikir sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan klien dapat
mengontrolnya. Perilaku pada klien fase ini biasanya meningkatkan
dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak dapat
membedakan realita.
3. Fase III (Controling)
Controling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, isi
halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
4. Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lembur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik. Karakteristik yang muncul
pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan, agistasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan
F. Rentang Respon Halusinasi
Respon Adaptif Respon mal Adaptif
(Stuart, 2013)
G. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan (Akibat)
Isolasi Sosial (Penyebab)
(Rusdi, 2013)
H. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi pilihan koping dan
strategi seorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal menyelesaikan masalah. Dukungan sosial 1. Pikiran logis
dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping
yang efktif.
I. Mekanisme Koping
Mekanisme koping klien Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
pendengaran menurut Stuart (2007), perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan
respon neurobiologis maladaptive yaitu :
1. Regresi
Berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisahkan sedikit energi untuk aktifitas
hidup sehari-hari.
2. Proyeksi
Sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi
3. Menarik diri
J. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kilen skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah
dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain (Stuart dan Laraia, 2005)
yaitu :
1. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan
Flufenazine (Prolixine, Premitil), Mesoridazine (Serentil), Perferazin
(Trilafon), Prokloperazin ( Compamazine), Promazine (Sparine),
Tiodazin (Mellari), Trifluoperazin (Stelazine), Trifluopromazine
(Vasprin) 60-120mg, Tioksanten Klorpotiksen (Taractan), Tiotiksen
(Navane) 75-600mg, Butirofenon Haloperidol (Haloperidol) 1-100mg,
Dibenzodiazepine Klozapin (Zlorazil) 300-900mg, Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane) 20-150mg, Dihidroindolon Molindone (Moban)
15-225mg.
2. Terapi kejang listrik / Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi aktifitas kelompok
K. Konsep Asuhan Keperawatan
Standar asuhan keperawatan atau standar praktik keperawatan
mengacu pada standar praktik profesional dan standar kinerja profesional.
Standar profesional di Indonesia tlah dijabarkna oleh PPNI (2009).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dalam proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan masalah atas permasalahan klien. Pengkajian yang
dilakukan pada pasien halusinasi meliputi data:
1). Faktor Predisposisi
a. Biologis
Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
2) Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
2. Diagnosis Keperawatan
1) Risiko tinggi perilaku social
2) Perubahan persepsi sensori: halusinasi
3) Isolasi social
3. Tindakan Keperawatan
Selanjutnya, setelah diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat
melakukan tindakan keperawatan bukan hanya pada pasien, tetapi juga
keluarga.
Tindakan keperawatan pasien halusinasi, yaitu sebagai berikut:
Tindakan keperawatan pada pasien :
a. Tujuan keperawatan :
a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
b. Tindakan keperawatan :
a) Bantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar, dilihat, atau dirasa), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.
b) Melatih pasien mengontrol halusiasi
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi,
perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara mengontrol
Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi
yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi
tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, pasien tidak
akan larut untuk menuruti halusinasinya. Berikut ini
tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam
mengajarkan pasien :
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memeragakan cara menghardik
Meminta pasien memeragakan ulang
Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku
pasien
Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu
mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap
dengan orang lain, terjadi distraksi; fokus perhatian
pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang
Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukkan diri melakukan aktivitas yang
teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien
tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu,
halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktivitas
secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam.
Tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas
yang terjadwal, yaitu:
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi halusinasi
Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan
pasien
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas tang telah dilatih. Upayakan
pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun
pagi sampai tidur malam
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan;
memberikan penguatan terhadap perilaku pasien
Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi.
Pasien juga harus dilatih untuk minum obat secara
teratur sesuai dengan program terapi dokter.
Konsep, Indikasi, & Manfaat Terapi Individu Generalis
Menurut (Akemat, 2004) Terapi individu merupakan salah
satu bentuk terapi yang dilakukan secara individu oleh perawat
kepada pasien secara tatap muka perawat-pasien dengan cara
yang terstruktur dan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
Tindakan generalis halusinasi adalah tindakan tindakan
terapi alternatif setelah farmakoterapi. Tindakan generalis
halusinasi membantu klien mengenal halusinasi, melatih
menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain,
minum obat secara teratur (Keliat dan Akemat, 2010).
Terapi generalis merupakan intervensi keperawatan yang
diberikan dalam bentuk standar asuhan keperawatan (SAK)
jiwa yang merupakan panduan bagi perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan pada klien ODGJ dan keluarganya untuk
mengatasi diagnose keperawatan pada klien gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil studi Suheri dan Mamnu’ah (2014)
halusinasi mampu menurunkan frekuensi halusinasi.
Sedangkan hasil studi Rahmiyati (2013) menunjukkan bahwa
pemberian terapi individu generalis mampu meningkatkan
kemampuan perawatan diri klien dengan gangguan jiwa.
4. Evaluasi
Proses evaluasi dapat dilakukan setelah terapi individu generalis
selesai diberikan pada klien maupun pada akhir kegiatan. Pendekatan
ini bersifat fleksibel, pasien tidak diharuskan berpartisipasi secara
kaku, tetapi pasien dapat berpartisipasi dengan cara mereka sendiri dan
dengan tingkat kemampuan berinteraksi yang berbeda (Yustinus,
2008). Alat ukur yang digunakan yaitu wawancara langsung secara
terstruktur dengan pedoman wawancara baik pre test dan post test yang
dilakukan dengan pasien dengan wawancara tentang jenis halusinasi,
isi halusinasi, waktu, frekuensi, dan situs munculnya halusinasi serta
mengkaji respon terhadap halusinasi berapa banyak kejadian halusinasi