• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik [3]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik [3]"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik[3]

Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (bulk power source) sampai ke konsumen. Energi listrik dibangkitkan pada pembangkit listrik seperti PLTU, PLTA, PLTG, PLTD maupun PLTN. Jenis pembangkit tenaga listrik yang digunakan pada umumnya tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan. Pembangkit tenaga listrik biasanya membangkitkan energi listrik pada tegangan menengah, yaitu antara 6 dan 20 kV.

Pada umumnya, pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pengguna tenaga listrik oleh karena itu energi listrik tersebut perlu di transmisikan melalui saluran transmisi. Untuk mentransmisikan energi listrik tersebut tegangannya harus dinaikkan dari tegangan menengah (TM) menjadi tegangan tinggi 70/150 kV (TT) ataupun tegangan ekstra tinggi 500 kV (TET). Tegangan yang lebih tinggi ini diperoleh dari transformator penaik tegangan (Step-up transformer). Pemakaian tegangan tinggi ini diperlukan untuk berbagai alasan efisiensi,antara lain, penggunaan penampang penghantar menjadi efisien, karena arus yang mengalir akan menjadi lebih kecil ketika tegangan tinggi diterapkan.

(2)

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik[3]

2.2 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik[12]

Secara umum, saluran tenaga listrik atau saluran distribusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.2.1 Menurut nilai tegangannya:

a. Saluran distribusi Primer.

(3)

b. Saluran Distribusi Sekunder,

Terletak pada sisi sekunder transformator distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban.

2.2.2 Menurut bentuk tegangannya:

a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem tegangan searah.

b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem tegangan bolak-balik.

2.2.3 Menurut jenis/tipe konduktornya:

a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan support (tiang) dan perlengkapannya, dibedakan atas:

- Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi pembungkus.

- Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.

b. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan kabel tanah (ground cable).

c. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan kabel laut (submarine cable).

2.2.4 Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:

a. Konfigurasi saluran horisontal:

Bila saluran fasa terhadap fasa yang lain/terhadap netral, atau saluran positip terhadap negatip (pada sistem DC) membentuk garis horisontal.

(4)

b. Konfigurasi saluran vertikal :

Bila saluran-saluran tersebut membentuk garis vertikal

Gambar 2.3 Konfigurasi Saluran Vertikal[12]

c. Konfigurasi saluran Delta:

Bila kedudukan saluran satu sama lain membentuk suatu segitiga (delta).

Gambar 2.4 Konfigurasi Saluran Delta[12]

2.3 Distribusi Primer (Jaringan Tengangan Menengah)

Jaringan Pada Sistem Distribusi tegangan menengah (Primer 20kV) dapat dikelompokkan menjadi lima model, yaitu Jaringan Radial, Jaringan hantaran penghubung (Tie Line), Jaringan Lingkaran (Loop), Jaringan Spindel dan Sistem Gugus atau Kluster.

a. Jaringan Radial

(5)

150 kV

Trafo Daya

PMT 150 kV PMT 20 kV

20 kV Trafo

Distribusi

PMT 20 kV

Trafo Distribusi

Trafo Distribusi Trafo

Distribusi

Trafo Distribusi

Trafo Distribusi

Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Radial

Dalam penyulang tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk konsumen. Gardu distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen dipasang. Bisa dalam bangunan beton atau diletakan diatas tiang. Keuntungan dari sistem ini adalah sistem ini tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan sistem yang lain.

Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya. Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam. Kerugian lain yaitu mutu tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan jatuh tegangan terbesar ada diujung saluran.

b. Jaringan Hantaran Penghubung (Tie Line)

Sistem distribusi Tie Line digunakan untuk pelanggan penting yang tidak boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lain-lain).

(6)

150 kV

Trafo Daya

PMT 150 kV PMT 20 kV

20 kV

PMT 20 kV PMT 20 kV Pemutus Tenaga Pemutus Tenaga 20 kV Penyulang Gardu Induk Gardu Konsumen (khusus)

Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan Hantaran Penghubung

c. Jaringan Lingkar (Loop)

Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk, sehingga dengan demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik.

150 kV

Trafo Daya

PMT 150 kV PMT 20 kV 20 kV PMT 20kV PMT 20kV Sakelar Seksi Otomatis Sakelar Seksi Otomatis Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Sakelar Seksi Otomatis Pemutus Beban

Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Loop

d. Jaringan Spindel

(7)

150 kV

Trafo Daya

PMT 150 kV PMT 20 kV

20 kV

PMT 20 kV Trafo Distribusi Pemutus Beban

Trafo Distribusi Penyulang Langsung Trafo Distribusi Trafo Distribusi Gardu Hubung

Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Spindel

Pada sebuah spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan sebuah penyulang cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui gardu hubung. Pola Spindel biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang menggunakan kabel tanah/saluran kabel tanah tegangan menengah (SKTM). Namun pada pengoperasiannya, sistem Spindel berfungsi sebagai sistem Radial. Di dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi yang berfungsi untuk mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik konsumen tegangan rendah (TR) atau tegangan menengah (TM).

e. Sistem Gugus atau Sistem Kluster

Konfigurasi Gugus banyak digunakan untuk kota besar yang mempunyai kerapatan beban yang tinggi. Dalam sistem ini terdapat Saklar Pemutus Beban, dan penyulang cadangan.

150 kV

Trafo Daya

PMT 150 kV PMT 20 kV

20 kV PMT 20kV Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Trafo Distribusi Pemutus Beban Penyulang Cadangan

(8)

penyulang ini berfungsi bila ada gangguan yang terjadi pada salah satu penyulang konsumen maka penyulang cadangan inilah yang menggantikan fungsi suplai kekonsumen.

2.4 Distribusi Sekunder (Jaringan Tegangan Rendah)

Sistem distribusi sekunder merupakan salah satu bagian dalam sistem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai pada pemakai akhir atau konsumen.

Gambar 2.10 Hubungan tegangan menengah ke tegangan rendah dan konsumen Melihat letaknya, sistem distribusi ini merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan konsumen, jadi sistem ini selain berfungsi menerima daya listrik dari sumber daya (transformator distribusi), juga akan mengirimkan serta mendistribusikan daya tersebut ke konsumen. Mengingat bagian ini berhubungan langsung dengan konsumen, maka kualitas listrik selayaknya harus sangat diperhatikan.

Konstruksi jaringan tegangan rendah ini dibagi menjadi dua yaitu : a. Saluran Udara Tegangan Rendah

(9)

berisolasi (kawat) dan penghantar berisolasi (kabel). Dengan karakteristik elektris seperti pada tabel 2.1 berdasarkan SPLN 42-10.

Tabel 2.1 Karakteristik Twisted Kabel Aluminium (NFA2X)[11]

b. Saluran Kabel Tegangan Rendah

Saluran ini menempatkan kabel dibawah tanah. Tujuan utama penempatan kabel dibawah tanah pada umumnya karena alasan estetika, sehingga penggunaan SKTR umumnya adalah kompleks perumahan dan daerah perindustrian. Jenis kabel yang dipakai adalah jenis kabel bawah tanah berpelindung mekanis NYFGBY.

(10)

2.5 Gardu Distribusi[5]

Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk membagikan/mendistribusikan tenaga listrik pada beban/konsumen baik konsumen tegangan menengah maupun konsumen tegangan rendah.

Gardu Distribusi merupakan kumpulan/gabungan dari perlengkapan hubung bagi baik tegangan menengah dan tegangan rendah. Jenis perlengkapan hubung bagi tegangan menengah pada gardu distribusi berbeda sesuai dengan jenis konstruksi gardunya.

Secara garis besar gardu distribusi dibedakan atas : a. Jenis pemasangannya :

a) Gardu pasangan luar : Gardu Portal, Gardu Cantol b) Gardu pasangan dalam : Gardu Beton, Gardu Kios b. Jenis Konstruksinya :

a) Gardu Beton (bangunan sipil : Batu, beton) b) Gardu Tiang : Gardu Portal dan Gardu Cantol c. Gardu Kios Jenis Penggunaannya :

a) Gardu Pelanggan Umum b) Gardu Pelanggan Khusus

2.5.1 Macam-macam gardu distribusi[6]

1. Gardu Beton, Seluruh komponen utama instalasi yaitu transformator dan peralatan switching/proteksi, terangkai di dalam bangunan sipil yang di rancang, di bangun dan difungsikan dengan konstruksi pasangan batu dan beton.

(11)

2. Gardu Portal adalah gardu listrik tipe terbuka (out-door) dengan memakai konstruksi dua tiang atau lebih. Tempat kedudukan transformator sekurang–kurangnya 3 meter di atas tanah dan ditambahkan platform sebagai fasilitas kemudahan kerja teknisi operasi dan pemeliharaan.

Gambar 2.12 Gardu Portal

3. Gardu Distribusi tipe cantol, transformator yang terpasang adalah jenis CSP (Completely Self Protected Transformer) yaitu peralatan switching dan proteksinya sudah terpasang lengkap dalam tangki transformator.

Gambar 2.13 Gardu Cantol[6]

(12)

Gambar 2.14 Gardu Kios

5. Gardu Hubung disingkat GH atau Switching Subtation adalah gardu yang berfungsi sebagai sarana manuver pengendali beban listrik jika terjadi gangguan aliran listrik, program pelaksanaan pemeliharaan atau untuk maksud mempertahankan kontinuitas pelayanan. Isi dari instalasi Gardu Hubung adalah rangkaian saklar beban (Load Break switch – LBS), dan atau pemutus tenaga yang terhubung paralel. Gardu Hubung juga dapat dilengkapi sarana pemutus tenaga pembatas beban pelanggan khusus Tegangan Menengah. Konstruksi Gardu Hubung sama dengan Gardu Distribusi tipe beton. Pada ruang dalam Gardu Hubung dapat dilengkapi dengan ruang untuk Gardu Distribusi yang terpisah dan ruang untuk sarana pelayanan kontrol jarak jauh. Ruang untuk sarana pelayanan kontrol jarak jauh dapat berada pada ruang yang sama dengan ruang Gardu Hubung, namun terpisah dengan ruang Gardu Distribusinya.

2.6 Transformator

2.6.1 Pengertian transformator[13]

(13)

tiap-tiap keperluan. Misalnya, untuk kebutuhan akan tegangan tinggi dalam pengiriman daya listrik jarak jauh.

Dalam bidang tenaga listrik pemakaian transformator dikelompokkan menjadi :

1. Transformator daya

Transformator daya memiliki peranan sangat penting dalam sistem tenaga listrik. Transformator daya digunakan untuk menyalurkan daya dari generator bertegangan menengah ke transmisi jaringan distribusi. Kebutuhan transformator daya bertegangan tinggi dan berkapasitas besar, menimbulkan persoalan dalam perencanaan isolasi, ukuran bobotnya.[8] 2. Transformator distribusi.

Transformator distribusi digunakan untuk mengubah tegangan menengah menjadi tegangan rendah. Sebagaimana halnya dengan komponen-komponen lain dari rangkaian distribusi, rugi-rugi energi dan turun tegangan yang disebabkan arus listrik mengalir menuju beban merupakan penentuan untuk pemilihan dan lokasi transformator. [2]

3. Transformator Instrumen/Pengukuran

Dalam prakteknya tidaklah aman menguhubungkan instrumen, alat ukur atau peralatan kendali langsung ke rangkaian tegangan tinggi. Transformator Instrumen umumnya digunakan untuk mengurangi tegangan tinggi dan arus hingga harga aman dan dapat digunakan untuk kerja peralatan demikian.

(14)

2.6.2 Transformator tanpa beban[10]

Transformator disebut tanpa beban jika kumparan sekunder dalam keadaan terbuka (Open Circuit) perhatikan gambar 2.15

Gambar 2.15 Transformator Tanpa Beban[10]

Dalam keadaan ini, arus Io yang mengalir pada kumparan primer adalah

sangat kecil. Arus ini disebut arus primer tanpa beban atau arus penguat.

Arus Io adalah terdiri dari arus pemagnit (IM) dan arus tembaga (IC). Arus

IM inilah yang menimbulkan flux magnit bersama yang dapat menimbulkan rugi

histerisis dan rugi eddy current (arus pusar). Rugi histerisis dan rugi eddy current inilah yang menimbulkan rugi inti sedangkan adanya arus tembaga akan menimbulkan rugi tembaga. Secara vektoris hubungan antara arus penguat, flux magnit bersama dan gaya gerak listrik primer ditunjukkan pada gambar 2.16

Gambar 2.16 Hubungan antara Io, ϕ dan E1[10]

Dari gambar 2.16 terlihat bahwa :

Io = IC + IM ... (2.1)

Jika beda phase antara Ic dan Io adalah sebesar θ, maka :

IC = Io Cos θ ... (2.2)

IM = Io Sin θ

(15)

Pada umumnya RC >> XM, sehingga IC << IM dianggap IC = 0, maka besar θ =

90°. Dengan demikian pada transformator tersebut hanya ada rugi inti sebesar : IM2.XM = Io2.XM ... (2.4)

2.6.3 Transformator berbeban[13]

Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban ZL, I2 mengalir

pada kumparan sekunder, dimana :

I2 = VZL2 ... (2.5)

Gambar 2.17 menunjukkan rangkaian transformator dengan keadaan berbeban.

Gambar 2.17 Transformator Berbeban[13]

Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnit (ggm) N2 I2 yang

cenderung menentang fluks (ϕ) bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan IM. Agar fluks bersama tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus

mengalir I2’, yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2, hinggga

keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi :

I1 = I0 + I2’... (2.6)

Bila rugi besi diabaikan (IC diabaikan) maka I0 = IM

I1 = IM + I2’ ... (2.7)

Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan oleh arus pemagnetan IM saja, berlaku hubungan :

N1 . IM = N1 . I1– N2 . I2 ... (2.8)

N1 . IM = N1 (IM + I2’) – N2 . I2 ... (2.9)

Sehingga,

(16)

Karena nilai IM dianggap kecil, maka I2’ = I1

Jadi,

N1 . I1 = N2 . I2 atau I1

I2 = N2

N1 ... (2.11) Dimana :

I0 = Arus Penguat (A)

I1 = Arus Primer (A)

I2 = Arus Sekunder (A)

IM = Arus Rugi-rugi inti (A)

2.6.4 Rangkaian ekivalen transformator[10]

Flux magnit bersama yang dihasilkan oleh arus pemagnit IM, tidak

seluruhnya tercakup oleh kumparan primer maupun kumparan sekunder. Dengan kata lain, terjadi flux magnit bocor baik pada kumparan primer maupun pada kumparan sekunder. Adanya flux magnit bocor pada kumparan primer dinyatakan oleh hambatan primer dan reaktansi primer, sedangkan pada kumparan sekunder dinyatakan oleh hambatan sekunder dan reaktansi sekunder. Dengan demikian rangkaian ekivalen transformator dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.18 Rangkaian Ekivalen Transformator[10]

Keterangan :

R1 = Hambatan Primer

X1 = Reaktansi Primer

R2 = Hambatan Sekunder

X2 = Reaktansi Sekunder

RC = Hambatan Inti

(17)

Jika ditinjau pada bagian primer dari gambar 2.18 maka :

V1 = I1.R1 + I1.X1 + E1 ... (2.12)

2.6.5 Transformator Tiga Fasa[1]

Transformator tiga fasa digunakan karena pertimbangan ekonomi, dikarenakan pemakaian inti besi pada transformator tiga fasa akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pemakaian tiga buah transformator fasa tunggal. Kumparan primer ataupun kumparan sekunder dari transformator tiga fasa dapat dihubungkan secara bintang, delta ataupun zig-zag.

1. Hubungan Bintang (Y)

Hubungan bintang ialah hubungan transformator tiga fasa dimana ujung-ujung awal atau akhir dari lilitan disatukan. Titik dimana tempat penyatuan dari ujung lilitan merupakan titik netral. Hubungan bintang transformator tiga fasa mempunyai ciri-ciri :

- Arus fasa IA, IB, IC masing-masing berbeda fasa 120°

- Besarnya arus fasa sama dengan arus line

Gambar 2.19 Hubungan Bintang[13] Dari gambar 2.19 menunjukkan :

IN = IA + IB + IC ... (2.13)

VAB = VAN– VBN ... (2.14)

VBC = VBN– VCN ... (2.15)

(18)

2. Hubungan Delta

Suatu hubungan transformator 3 fasa dimana cara penyambungan nya ialah ujung akhir lilitan fasa pertama disambung dengan ujung mula lilitan kedua dan akhir fasa kedua disambung dengan ujung mula fasa ketiga atau boleh juga awal lilitan dari fasa pertama dengan akhir fasa kedua, awal fasa kedua dengan akhir fasa ketiga dan awal fasa ketiga dengan akhir fasa pertama.

Hubungan delta mempunyai ciri-ciri antara lain :

- Tegangan tiga fasa masing-masing berbeda fasa 120° - Tegangan fasa sama dengan tegangan line atau Vp = VL

Gambar 2.20 Hubungan Delta[13]

Dari gambar 2.20 dapat ditentukan harga dari :

VAB + VBC + VCA = 0 ... (2.17)

Jika beban seimbang maka berlaku :

IA = IAB– ICA ... (2.18)

IB = IBC– IAB ... (2.19)

IC = ICA– IBC ... (2.20)

3. Hubungan Zig-zag

(19)

Gambar 2.21 Hubungan Zig-zag[13]

2.6.6 Kelompok Hubungan[13]

Vektor tegangan primer dan sekunder suatu transformator dapat dibuat searah atau berlawanan dengan mengubah cara melilit kumparan. Untuk transformator 3 fasa, arah tegangan akan menimbulkan perbedaan fasa. Arah dan besar fasa tersebut mengakibatkan adanya berbagai kelompok hubungan pada transformator.

Dalam menentukan kelompok hubungan diambil beberapa patokan sebagai berikut:

a. Notasi untuk hubungan delta, bintang, dan hubungan zig-zag, masing-masing adalah D, Y, dan Z untuk sisi tegangan tinggi dan d,y,z untuk sisi tegangan rendah.

b. Untuk urutan fasa dipakai notasi U, V, W untuk tegangan tinggi dan u, v, w tegangan sekunder sebagai tegangan rendah.

c. Tegangan Primer dianggap sebagai tegangan tinggi dan tegangan sekunder dianggap sebagai tegangan rendah.

d. Angka jam menyatakan bagaimana letak sisi kumparan tegangan tinggi terhadap sisi tegangan rendah.

e. Jarum jam panjang selalu dibuat menunjuk angka 12 dan dibuat berhimpit (dicocokkan) dengan vektor fasa VL tegangan tinggi line to line.

f. Bergantung dari perbedaan fasanya, vektor fasa tegangan rendah (u, v, w) dapat dilukiskan, letak vektor fasa v1 tegangan rendah line to line menunjukkan

arah jarum jam pendek.

(20)

Sedangkan kelompok hubungan transformator yang lazim digunakan sesuai dengan normalisasi pabrik (VDE 0532) adalah :

a. Angka jam 0 atau group A, kelompok hubungan Dd0, Yy0, Dz0. b. Angka jam 6 atau group B, kelompok hubungan Dd6, Yy6, Dz6. c. Angka jam 5 atau group C, kelompok hubungan Dy5, Yd5, Yz5. d. Angka jam 11 atau group D, kelompok hubungan Dy11, Yd11, Yz11.

Gambar 2.22 Kelompok Hubungan Dy11[13]

Dengan melihat contoh pada Gambar 2.22 dan memperlihatkan pedoman yang telah diberikan di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan fasa pada

transformator mempunyai kelompok hubungan Dy11.

2.7 Transformator Distribusi[9]

Transformator distribusi adalah suatu peralatan listrik utama yang berperan penting untuk penyaluran daya listrik dalam suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk menurunkan tegangan distribusi primer yang merupakan tegangan menengah menjadi tegangan rendah pada sisi sekunder.

Transformator Distribusi yang umum digunakan adalah transformator step down 20/0,4 kV, tegangan fasa-fasa sistem JTR adalah 380 Volt, karena

terjadi drop tegangan maka tegangan rak TR dibuat diatas 380 Volt agar tegangan pada ujung beban menjadi 380 Volt.

(21)

(flux = ᶲ). Karena arus yang mengalir merupakan arus bola-balik maka flux terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang berubah-ubah. Jika arus yang mengalir berbentuk sinus maka flux yang terjadi akan berbentuk sinus pula. Karena flux tersebut mengalir melalui inti yang mana pada inti tersebut terdapat lilitan primer dan lilitan sekunder maka pada inti primer dan sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik ) induksi, tetapi arah dari ggl induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder sedangkan frekuensi masing-masing tegangan tersebut sama dengan frekuensi sumbernya. Hubungan tranformasi tegangan adalah sebagai berikut:

E1 E2=

N1

N2= a ... (2.21) Dimana :

E1 = Ggl induksi di sisi primer (V) E2 = Ggl induksi di sisi sekunder (V) N1 = Jumlah belitan sisi primer N2 = Jumlah belitan sisi sekunder a = Perbandingan transformasi

2.7.1 Rugi-rugi Transformator Distribusi[4]

Berdasarkan SPLN D3.002-1 : 2007 rugi-rugi transformator tanpa beban (rugi-rugi besi) dan rugi-rugi transformator berbeban (rugi-rugi belitan) dapat dilihat dari tabel 2.2 dan tabel 2.3

Tabel 2.2 Rugi-rugi transformator fase tunggal Daya Rugi Tanpa

Beban

Rugi berbeban pada 75°C

kVA W W

1 2 3

10 40 185

16 50 265

25 70 370

(22)

Tabel 2.3 Rugi-rugi transformator fase tiga Daya Rugi Tanpa

Beban

Rugi berbeban pada 75°C

Kva W W

1 2 3

25 75 425

50 125 800

100 210 1420

160 300 2000

200 355 2350

250 420 2750

315 500 3250

400 595 3850

500 700 4550

630 835 5400

800 1000 6850

1000 1100 8550

1250 1400 10600

1600 1680 13550

2000 1990 16900

2500 2350 21000

Batas rugi-rugi maksimum transformator tanpa beban adalah + 5%, sedangkan untuk transformator berbeban adalah + 10%.

2.7.2 Tegangan Impedansi dan Kelompok Vektor

Nilai tegangan impendansi untuk masing-masing trasformator adalah : a. Transformator fase tunggal : 2,5 %

(23)

Sedangkan untuk kelompok vektor transformator dibagi menjadi :

a. Untuk sistem distribusi JTM 3 kawat dibagi menjadi 2 kelompok vektor yang biasa digunakan yaitu :

1. Kelompok vektor Yzn5, dipakai untuk transformator ≤ 160 kVA. 2. Kelompok vektor Dyn5, dipakai untuk transformator > 160 kVA. b. Untuk sistem distribusi JTM 4 kawat kelompok vektor adalah YNyn0.

Tabel 2.4 Vektor Grup dan Daya Transformator NO Vektor Group Daya (kVA) Keterangan

1 Yzn5

50

Untuk sistem 3 kawat 100

160

2 Dyn5

200

Untuk sistem 3 kawat 250

315 400 500 630

3 Ynyn0

50

Untuk sistem 4 kawat 100 160 200 250 315 400 500 630

2.8 Perhitungan Arus Beban Penuh Transformator[2]

Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer) dapat dirumuskan sebagai berikut:

S = √3 x V x I ... (2.22) dimana:

S = Daya transformator (kVA)

(24)

Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan rumus :

IFL = √3 x VS ... (2.23) dimana:

IFL = Arus beban penuh (A)

S = Daya transformator (kVA)

V = Tegangan sisi sekunder transformator (kV)

2.9 Losses (rugi-rugi) Akibat Adanya Arus pada Penghantar Netral

Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder transformator (fasa R, fasa S, fasa T) mengalirlah arus di netral transformator. Arus yang mengalir pada penghantar netral transformator ini menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar netral transformator ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

PN= IN2 . RN ... (2.24)

Dari persamaan diatas didapat juga persamaan persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar adalah :

%PN = PN

P x 100 % ... (2.25) dimana:

PN = Losses pada penghantar netral trafo (Watt)

IN = Arus yang mengalir pada netral trafo (A)

RN = Tahanan penghantar netral trafo (Ω)

2.10 Ketidakseimbangan Beban

Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan di mana :

• Ketiga vektor arus / tegangan sama besar.

• Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain.

(25)

• Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.

• Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama lain.

• Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuK sudut 120º satu sama lain.

(a) (b)

Gambar 2.23 Vektor Diagram Arus

Gambar 2.23 (a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR,IS,IT) adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN).

IN

⃗⃗⃗ = I⃗⃗⃗ + IR ⃗⃗⃗ + IS ⃗⃗⃗ = 0T ... (2.26)

Sedangkan pada Gambar 2.23 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR,IS,IT) tidak sama dengan nol sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya bergantung dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.

IN

⃗⃗⃗ = I⃗⃗⃗ + IR ⃗⃗⃗ + IS ⃗⃗⃗ ... (2.27) T

Dimana :

IN = Arus yang mengalir pada penghantar fasa N (A)

IR = Arus yang mengalir pada penghantar fasa R (A)

IS = Arus yang mengalir pada penghantar fasa S (A)

IT = Arus yang mengalir pada penghantar fasa T (A)

2.11 Penyaluran dan Susut Daya

(26)

P = 3 . [V] . [I] . cos 𝜑 ... (2.28) dengan:

P = Daya pada ujung kirim V = Tegangan pada ujung kirim cos 𝜑 = Faktor daya

Daya yang sampai ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan dalam saluran. Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b dan c sebagai berikut :

[ IR ] = a [ I ]

[ IS] = b [ I ] ... (2.29) [ IT ] = c [ I ]

dengan IR , IS dan IT berturut-turut adalah arus di fasa R, S dan T.

Bila faktor daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus berbeda, besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai :

P = (a + b + c) . [V] . [I] . cos 𝜑 ... (2.30)

Apabila persamaan (2.29) dan persamaan (2.30) menyatakan daya yang besarnya sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koefisien a, b, dan c yaitu :

Gambar

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik[3]
Gambar 2.2 Konfigurasi saluran Horisontal[12]
Gambar 2.4 Konfigurasi Saluran Delta[12]
Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Radial
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa Rumah Sakit Pemerintah Aceh yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Umum Daerah (PPK-BLUD) diberikan fleksibilitas dalam pengangkatan dan pemberhentian Pegawai Non

Tetapi masih terdapat beberapa masalah yang sering dihadapi oleh mahasiswa, antara lain seperti mahasiswa tidak dapat mengunduh materi perkuliahan secara langsung

Nama SKPD/SKPKD   : KKR Nomor    : Inspektorat/Bawasda : Dibuat oleh    : Tanggal/Paraf  : Direviu oleh   : CONTOH PEMETAAN POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN No

Program pengendali motor joint 3 pulsa encoder arah atas.. Program pengendali motor joint 3 pulsa encoder

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan suhu selama proses perlakuan air panas dan mengkaji pengaruh

kondisi ini karena kebijakan pemutusan hubungan kerja secara mendadak apabila perusahaan pemberi kerja mengurangi biaya untuk pekerjaannya, yang menajadi dasar peneliti untuk

Setelah memilih file user merekam suara yang sama dengan suara saat merekam file enkripsi. Setelah merekam suara user menekan tombol “Buat” untuk melakukan proses

Penjelasan mengenai survei minat masyarakat terhadap pemanfaatan ruang terbuka publik sebagai tempat berolahraga ini berdasarkan pada data yang diperoleh peneliti di