• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 50/PUU-X/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 50/PUU-X/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 50/PUU-X/2012

Tentang

“Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum”

I. PEMOHON

1. Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) diwakili oleh Gunawan selaku ketua eksekutif, Pemohon I;

2. Serikat Petani Indonesia (SPI) diwakili oleh Henry Saragih selaku Ketua Umum, Pemohon II;

3. Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa) diwakili oleh Dwi Astuti selaku Direktur Pelaksana, Pemohon III;

4. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) diwakili oleh Idham Arsyad, S.Ag., selaku Sekretaris Jenderal, Pemohon IV;

5. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) diwakili oleh Muhamad Riza Adha Damanik selaku Sekretaris Jenderal, Pemohon V;

6. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) diwakili oleh Berry Nahdian Forqan selaku Direktur Eksekutif Nasional, Pemohon VI; 7. Aliansi Petani Indonesia (API) diwakili oleh Muhammad Nur Uddin

selaku Sekretaris Jenderal, Pemohon VII;

8. Sawit Watch diwakili oleh Abet Nego Tarigan selaku Direktur Eksekutif Perkumpulan Sawit Watch, Pemohon VIII;

9. Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KruHA) diwakili oleh Hamong Santono selaku Koordinator, Pemohon IX;

10. Perserikatan Solidaritas Perempuan diwakili oleh Wahidah Rustam selaku Ketua Badan Eksekutif Nasional, Pemohon X;

11. Yayasan Pusaka diwakili oleh Y.L. Franky selaku Direktur Pelaksana, Pemohon XI;

12. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) diwakili oleh Sandra Moniaga selaku Ketua Badan Pengurus Perkumpulan ELSAM, Pemohon XII;

13. Institute Keadilan Global diwakili oleh Suchjar Effendi selaku Ketua Badan Pengurus, Pemohon XIII;

(2)

Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai Para Pemohon Kuasa Hukum:

Ecoline Situmorang, S.H., dkk, yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Perampasan Tanah Rakyat berdasarkan surat kuasa khusus.

II. POKOK PERKARA

Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum terhadap UUD 1945 .

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Para Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah :

1. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “menguji undang-undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

2. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, objek permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Para Pemohon.

IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING)

Para Pemohon adalah badan hukum privat dan perorangan warga negara Indonesia yang bergerak, berminat dan didirikan atas dasar kepedulian untuk dapatdan merasa dirugikan/berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Secara lengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pemohon I s/d Pemohon XIII adalah badan hukum privat; 2. Pemohon XIV adalah perorangan warga Negara Indonesia.

(3)

Kerugian konstitusional yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pemohon I, Pemohon IV, Pemohon VIII, Pemohon IX dan Pemohon XI merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 akan menghalangi tujuan pendirian Pemohon I;

2. Pemohon II merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 berpotensi mengancam hak-hak petani anggota Pemohon II dan menghalangi tujuan Pemohon II untuk melakukan perombakan, pembaruan, pemulihan dan penataan model pengelolaan pembangunan ekonomi secara umum dan kebijakan agrarian secara khusus;

3. Pemohon III merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 maka akan banyak petani yang akan atau berpotensi dirugikan;

4. Pemohon V merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menghambat upaya penguatan nelayan dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar memperoleh perlindungan dan kesejahteraan hidup yang layak dari Pemerintah; 5. Pemohon VI merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 berpotensi menghambat tujuan Pemohon dalam mendorong peran serta LSM dalam usaha pengambangan lingkungan hidup serta menyalurkan aspirasinya dalam lingkup nasional;

6. Pemohon VII merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 akan menghilangkan hak atas akses sumber-sumber agraria.anggota yang bernaung dalam organisasi Pemohon yang tinggal di pedesaan;

7. Pemohon X merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 berpotensi akan semakin meminggirkan perempuan dan meningkatkan ketidakadilan gender;

8. Pemohon XII dan Pemohon XIII merasa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 akan sulit mewujudkan tatanan masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai hak asasi manusia, berkeadilan dan demokrasi, baik dalam rumusan hukum maupun pelaksanaannya.

(4)

9. Pemohon XIV merasa berpotensi dirugian dengan berlakunya UU a quo akibat kegiatan bagi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum khususnya pengadaan pelabuhan dan waduk.

V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL

Norma yang diujikan, adalah : 1. Pasal 9 ayat (1)

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat

2. Pasal 10 huruf b

Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan: (b) Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

3. Pasal 10 huruf d

Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan: (d) Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

4. Pasal 14 ayat (1)

Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

5. Pasal 21 ayat (1)

Apabila dalam Konsultasi Publik ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat

6. pasal 23 ayat (1)

Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) dan Pasal 22 ayat (1) masih terdapat keberatan, Pihak yang Berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha

(5)

Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi

7. Pasal 40

Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan langsung kepada Pihak yang Berhak

8. Pasal 42 ayat (1)

Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti Kerugian berdasarkan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Ganti Kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat

9. Pasal 42 ayat (2)

Penitipan Ganti Kerugian selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dilakukan terhadap:

a. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui keberadaannya; atau

b. Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian: 1. sedang menjadi objek perkara di pengadilan;

2. masih dipersengketakan kepemilikannya;

3. diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau 4. menjadi jaminan di bank.

B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu :

1. Pasal 1 angka (3)

Negara Indonesia adalah Negara Hukum 2. Pasal 27 (1)

Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya

3. Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya

(6)

4. Pasal 28D (1)

Setiap orang berhak atas pengakua, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum

5. Pasal 28G (1)

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah

kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi

6. Pasal 28H (1)

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

7. Pasal 28H (4)

Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun

8. Pasal 28I ayat (3)

Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban

9. Pasal 33 (3)

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

VI. Alasan-alasan Para Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena :

1. Pasal 9 Undang-Undang a quo menimbulkan adanya ketidakpastian hukum, karena pemerintah sebagai pelaksana undang-undang bisa dengan sepihak menyatakan pengadaan tanah sudah seimbang antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan masyarakat padahal kepastian hukum yang adil adalah hak konstitusional yang dilindungi oleh Pasal 28 D (1) UUD 1945;

(7)

2. Ketidakpastian hukum ini mengakibatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dilindungi oleh Pasal 28 D (1) dan Pasal 1 (1) UUD 1945 terhalangi karena upaya menyeimbangkan kepentingan dalam pengadaan tanah bisa dilakukan sepihak oleh pelaksana undang-undang;

3. Pasal 10 Undang-Undang a quo tidak memasukkan kepentingan umum dan kepentingan rakyat sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tetapi memasukkan kegiatan yang dipertanyakan maksud kepentingan umumnya;

4. Jalan tol sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 10 huruf (b) Undang-Undang a quo tidak termasuk kegiatan untuk kepentingan umum, karena tidak setiap orang dapat mempergunakannya tanpa asset dan akses yang lebih, dalam penyelenggaraan jalan tol, peran Negara digantikan oleh kepentingan bisnis;

5. Pelabuhan yang merupakan kepentingan umum adalah yang dipergunakan untuk penyeberangan rakyat, adapun pelabuhan untuk kepentingan peti kemas, pertambangan, perkebunan, dan resort serta perumahan mewah adalah kepentingan bisnis atau privat. Selain bersifat diskriminatif, kegiatan pengadaan tanah untuk pelabuhan dengan dalih kepentingan umum, juga berpotensi melanggar hak-hak masyarakat adat dan masyarakat tradisional yang dijamin oleh Pasal 28I (3) dan (4) UUD 1945;

6. Pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum bertentangan dengan Pasal 33 (3) UUD 1945;

7. Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum bertentangan dengan Pasal 27 (1) dan 28D (1) UUD 1945;

8. Pasal 21 ayat (1) ini telah menghilangkan partisipasi masyarakat dalam menyampaikan keberatannya atas rencana pembangunan, dengan dihilangkannya peran masyarakat dalam mekanisme pelaporan keberatan, maka berpotensi untuk menghilangkan hak hukum untuk mempertahankan haknya secara adil, berimbang dan proporsional;

(8)

9. Pasal 23 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum bertentangan dengan Pasal 1 (3) UUD 1945;

10. Berdasarkan pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 Undang-Undang a-quo, maka mekanisme keberatan berujung pada pengajuan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) setempat dengan jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak dikeluarkannya Penetapan Lokasi, dan hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum; 11. Pasal 40 Undang-Undang a quo tidak memasukkan unsur masyarakat

yang terkena dampak sebagai subjek yang berhak menerima ganti rugi, faktanya banyak masyarakat yang terkena dampak yang tidak termasuk Pasal 40 Undang-Undang a quo mengalami banyak kerugian akibat kegiatan maupun keberadaan objek-objek Pembangunan dengan dalih Kepentingan Umum;

12. Ganti kerugian objek pengadaan tanah diberikan kepada pihak yang berhak namun jika dihubungkan dengan Pasal 42 ayat (2) huruf (b) angka (1) dan angka (2) Undang-Undang a quo terjadi kerancuan karena belum ada kepastian hukum siapa pihak yang berhak atas tanah, ketidakjelasan pihak yang berhak atas tanah berpengaruh terhadap siapa pihak yang diajak dalam konsultasi publik, penentuan besaran dan bentuk ganti kerugian serta pihak mana yang berhak mengajukan upaya hukum;

VII. PETITUM

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini;

2. Menyatakan Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 huruf (b) dan huruf (d) , Pasal 14 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

3. Menyatakan ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42

(9)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

5. Atau Apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Catatan:

1. Perubahan pada Pasal yang diujikan, dimana pada perbaikan permohonan Pasal 2 huruf (g) UU tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum tidak dicantumkan kembali sebagai Pasal yang diujikan.

2. Pasal 10 UU tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum hanya dibatasi huruf (b) dan (d).

3. Pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji ditambahkan satu Pasal, yaitu Pasal 28I ayat (3).

4. Petitum

a. Permohonan Awal

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; 2. Menyatakan Pasal 2 huruf (g), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal

14, Pasal 21 ayat (1), pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 bertentangan dengan Pasal 1 (3), Pasal 28D (1), Pasal 28A, Pasal 33 (3), Pasal 28G (1), Pasal 28H (4), Pasal 27 (1) dan Pasal 28H (1) UUD 1945;

3. Menyatakan ketentuan Pasal 2 huruf (g), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14, Pasal 21 ayat (1), pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya;

(10)

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

5. Atau Apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

b. Perbaikan Permohonan

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; 2. Menyatakan Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 huruf (b) dan huruf (d) ,

Pasal 14 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

3. Menyatakan ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), pasal 23 ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

5. Atau Apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Referensi

Dokumen terkait

Pariwisata adalah aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar, yang mengadakan pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar

Pada tahap ini penulis melakukan analisis bagaimana setiap unit/fungsi bisnis akan memanfaatkan SI/TI untuk mencapai sasaran bisnisnya, strategi sistem informasi

bahwa kebijakan pengarahan mobilitas dan/atau persebaran penduduk sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan,

Air kelapa sangat baik digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan nata, karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul PENGARUH

Uji yang dilaksanakan adalah pengujian sifat fisis tanah terdiri dari pengujian berat jenis, batas-batas Atterberg dan saringan, serta pengujian sifat mekanis yang mencakup

“ Pengaruh Metode Memilih dan Memilih Kartu ( Card – Sort ) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas XI SMA N 2 Koto Baru Kabupaten Dharmasraya

Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi sosial pada siswa SMA yaitu dengan diberikannya konseling multibudaya supaya mereka mampu menghargai perbedaan yang dimiliki