• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI STRUKTUR SERAT TANAMAN KENAF (HIBISCUS CANNABINUS L.) PADA TEKNIK TENUN ATBM SEBAGAI BAHAN BAKU TEKSTIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPLORASI STRUKTUR SERAT TANAMAN KENAF (HIBISCUS CANNABINUS L.) PADA TEKNIK TENUN ATBM SEBAGAI BAHAN BAKU TEKSTIL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain

EKSPLORASI STRUKTUR SERAT TANAMAN KENAF (

HIBISCUS

CANNABINUS L.

) PADA TEKNIK TENUN ATBM SEBAGAI BAHAN BAKU

TEKSTIL

Innamia Indriani

Dian Widiawati S.Sn., M.Sn.

Program Studi Sarjana Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB

Email: innamia.indriani@gmail.com

Kata Kunci : ATBM, kenaf, produk, serat, struktur, tenun, tekstil

Abstrak

Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.) adalah tanaman yang berkembang di Indonesia sejak tahun 1979/1980 sebagai karung goni. Namun, pada abad ke-21, tanaman ini kembali dikembangkan sebagai fiberboard untuk mobil oleh industri otomotif. Berkembangnya isu ‘keberlanjutan’ membuat material alam dilirik oleh berbagai macam industri, salah satunya industri fashion, terutama di bidang tekstil. Serat tanaman kenaf memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil, karena karakter seratnya yang berbentuk filamen serta tidak menggunakan bahan kimia dalam jumlah banyak pada saat pengolahan. Melalui eksperimen dan eksplorasi pada pengolahan serat tanaman kenaf, terutama pada teknik reka struktur tekstil dengan menggunakan teknik tenun ATBM, membuka potensi bagi serat tanaman kenaf tersebut untuk dijadikan bahan baku tekstil. Penelitian ini tidak hanya membuka potensi sebagai bahan baku tekstil, namun juga sebagai produk pakai, khususnya pada produk aksesoris fashion, yaitu tas.

Abstract

Kenaf plant (Hibiscus cannabinus L.) is a plant that is grown in Indonesia since the year 1979/1980 as a gunny sack. However, in the 21st century, this plant was developed as fiberboard for the car by the automotive industry. The growing issue of 'sustainability' made of natural materials considered by a wide range of industries, one of them is fashion industry, especially in textiles. Kenaf plant fiber h as potential as a textile raw material, since the characters in the shape of filaments and the fibers are not using chemicals in large quantities at the time of processing. By doing experiments and exploration on kenaf plant fiber, particularly on technique of textile structures maker using ATBM, opening up the potential of kenaf plant fibers for textile raw materials. This study not only opens up the potential as textile raw materials, but also as a disposable product, especially on products of fashion accessories, such as bag.

1.

Pendahuluan

Sangat penting bagi desainer dan tim pengembang produk di industri tekstil untuk memilih pilihan kain berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh, tidak hanya berdasarkan keindahan dan sentuhan dari kain tersebut, namun juga asalnya bahan baku tersebut dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya (Hallet, 2010:167). Berbagai macam jenis tanaman yang ramah lingkungan sekarang telah dikomersialkan, dan telah memberikan dorongan yang besar bagi para desainer dan konsumen untuk memakainya. Beberapa jenis serat yang telah digunakan lebih dari seribu tahun yang lalu digunakan lagi hingga sekarang, sedangkan beberapa jenis serat yang baru, baru ditemukan (Hallet, 2010:167). Sekarang, fashion menjadi jiwa dari kehidupan dan ekologi, serta ‘keberlanjutan’ menjadi kunci dari isu yang ada di masyarakat (Hallet, 2010:168).

Di dalam jurnal penelitian Profesor Sundjindro (2011), seorang peneliti di Balittas, Malang, dijelaskan bahwa, serat alam merupakan bahan baku yang ramah lingkungan, karena mudah terdegradasi dan tanaman serat alam memiliki kemampuan menyerap CO2 cukup besar, terutama pada tanaman kenaf. Saat ini serat alam banyak digunakan sebagai

bahan baku untuk produk komposit seperti fiberboard untuk interior mobil, dan setiap serat alam memiliki ciri dan kegunaan yang spesifik, misalnya serat abaka, rami, dan kenaf dapat digunakan untuk kertas mata uang. Pada akhir-akhir ini komoditas serat alam banyak mendapat perhatian dari beberapa kalangan industri, terutama dari industri otomotif, elektronik, pulp, dan kertas. Tanaman kenaf sendiri sudah diteliti oleh USDA Amerika Serikat tahun 1940, dan tahun 1960 USDA sudah menemukan bahwa kenaf dapat dibuat kertas.

(2)

karung goni. Arah pengembangan kenaf selanjutnya adalah pada lahan marjinal, namun pengembangan tanaman ini tidak akan menggeser keberadaan tanaman pangan utama seperti padi dan jagung. Disamping itu selain untuk memberdayakan lahan marjinal, tanaman kenaf juga meningkatkan pendapatan petani di daerah marjinal (Sudjindro, 2011).

Saat ini tinggal kenaf yang berkembang di Indonesia dan pemanfaatannya untuk bahan baku industri (fiberboard untuk interior mobil). Tanaman kenaf memiliki daya adaptasi luas sehingga dapat dikembangkan pada berbagai lahan/tanah seperti lahan banjir (Sudjindro, 2001b), lahan gambut (Sudjindro, 1999; 2001a), lahan tadah hujan/lahan kering (Setyo -Budi, 1998), dan tanah podsolik merah kuning (Marjani , 2009). Umur tanaman kenaf berkisar 70–150 hari tergantung macam varietas dan kondisi lingkungan tumbuhnya. Produktivitas kenaf dapat mencapai 2,0–4,0 ton serat kering/ha tergantung varietas dan lingkungan tumbuhnya (Sudjindro, 2011).

Namun, terdapat pendapat lain yang dijelaskan oleh Supandi (2009), peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Di dalam bukunya yang berjudul Mata Kuliah Pengetahuan Tekstil, pohon kenaf Hibiscus canabbinus L. hanya digunakan untuk kemasan, karung, tali temali dengan mutu dibawah serat jute meskipun nampaknya sama berwarna coklat muda dan berkilau. Serat kenaf tidak dapat digunakan untuk busana, tapi dapat dijadikan bahan kertas setelah diputihkan dalam bentuk pulp. Batang kenaf menghasilkan dua jenis serat, yaitu bagian luar batang seratnya lebih kasar dibandingkan bagian dalam batang.

Profesor dari Mississippi State University Amerika Serikat, Gita N. Ramaswamy, menjelaskan di jurnalnya yang berjudul Kenaf as Textile Fiber bahwa terdapat kemungkinan untuk serat kenaf digunakan sebagai bahan baku tekstil seperti yute, rami dan linen. Hambatan utamanya hanya pada saat proses pelembutan serat tersebut dan dana untuk proses. Hingga saat ini, percobaan untuk bahan baku tekstil hanya sebatas mencampur serat tersebut dengan katun untuk proses tenun dan polypropylene untuk proses non-tenun (Ramaswamy, 1997).

Berkaitan dengan deklarasi FAO bahwa tahun 2009 merupakan International Year of Natural Fiber 2009 (IYNF), maka sudah sewajarnya bila Indonesia dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya genetik untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai langkah awal dalam rangka memanfaatkan serat alam kenaf, sudah ada PT. ABA di Jawa Timur yang memproduksi fiberboard dari serat kenaf untuk industri otomotif (Sudjindro, 2007).

Dari penjelasan tersebut, maka diperoleh permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah tanaman kenaf memiliki kelebihan / potensi, terutama dari serat tanaman tersebut sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku tekstil, tidak hanya sebatas pada kemasan karung, tali temali dan bahan baku kertas?

b. Mengapa serat kenaf berpotensi sebagai bahan baku tekstil dan dapatkah serat tersebut digunakan sebagai bahan baku tekstil tanpa harus mencampur serat tersebut dengan material lain?

c. Bagaimana mengolah serat tanaman kenaf menjadi bahan tekstil yang siap produksi, siap pakai dan khususnya, yang dapat diaplikasikan ke dalam ruang lingkup produksi yang lebih luas, antara lain untuk produk fashion ?

Dengan tujuan penelitian, yaitu :

a. Diketahui potensi tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.) sebagai bahan baku tekstil.

b. Diketahui sejauh mana potensi tanaman kenaf sebagai bahan baku tekstil serta kemungkinannya digunakan tanpa menggunakan campuran material lain.

c. Diketahui teknik pengolahan serat kenaf yang sesuai dengan syarat bahan tekstil, sehingga dapat menghasilkan produk berbahan dasar kenaf, yang kemudian dapat diaplikasikan khususnya pada produk fashion.

(3)

Innamia Indriani

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3

Grafik 1. Tahap perancangan karya (Indriani, 2013)

Studi material serta literatur dilakukan untuk menemukan, mengetahui serta memahami potensi dari material yang digunakan untuk merancang karya baik dari bahan baku, teknik yang akan digunakan serta zat pewarna alam yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi material untuk mengetahui potensi material-material tersebut secara fisik.

Setelah melalui studi serta eksplorasi, maka dilanjutkan dengan analisa suntuk mendapatkan pemikiran dasar atau acuan untuk penentuan konsep atau tema yang akan digunakan. Tema ini juga digunakan sebagai acuan atau dasar inspirasi dalam merancang produk akhir. Tema karya yang digunakan pada perancangan mengacu pada trend forecast SPINEXPO FALL-WINTER 2013-2014 yang bertemakan Writing The Next Chapter, dengan mengambil sub tema

Genre. Karya dari hasil perancangan berjudul Ophelia, dengan produk akhir berupa kain dengan beberapa produk pakai, yaitu aksesoris fashion, tas.

3.

Hasil Studi dan Pembahasan

Proses eksperimen diawali dengan pengolahan awal serat tersebut, yaitu pada saat proses scouring, bleaching dan

softening serta proses pemintalan. Dari hasil eksperimen tersebut, dapat dilihat bahwa, serat yang dipintal memiliki bentuk serta ukuran yang teratur walau masih terdapat serat-serat halus dari serat tersebut. Berbeda dengan yang tidak dipintal sama sekali. Pada serat yang tidak dipintal, ukuran tidak teratur karena semakin kebawah ukuran serta jumlah serat menjadi pendek dan sedikit (menjadi pipih) namun siap untuk digunakan sebagai benang.

STUDI MATERIAL, STUDI LITERATUR &

SURVEY

EKSPLORASI MATERIAL

PRODUKSI SKETSA KAIN DAN

PRODUK PEMILIHAN HASIL EKSPLORASI PEMILIHAN TEMA (IMAGE BOARD) HASIL AKHIR DISESUAIKAN DENGAN TEMA ATAU KONSEP

PROSES ANALISA

(4)

Gambar 1. Hasil eksperimen dan eksplorasi proses awal serat kenaf (Indriani, 2013)

Eksperimen dan eksplorasi pada proses pemintalan tersebut dilakukan dengan serat yang melalui proses scouring dan

bleaching dan serat yang tidak melalui serat tersebut. Serat yang melalui scouring dan bleaching cukup sulit untuk dipintal menjadi benang ukuran kecil dibandingkan dengan yang tidak melalui proses tersebut. Namun, benang dari serat yang tidak melalui proses scouring, bleaching dan softening, menghasilkan benang lebih kaku dan cukup sulit untuk dipintal akibat dari sampah yang masih ada di serat tersebut, dibandingkan benang dari serat yang melalui proses tersebut. Untuk serat yang melalui proses tambahan yaitu, softening, serat lebih mudah untuk dipintal karena benang sudah menjadi lembut, serta sampah dari serat pun lebih sedikit.

Eksperimen serta eksplorasi selanjutnya dilakukan dari segi teknik, dengan memakai dua teknik reka struktur tekstil, yaitu teknik tenun dengan teknik kempa. Dari dua teknik yang digunakan, teknik tenun lebih memungkinkan untuk diproduksi lebih lanjut menjadi produk. Walaupun dengan teknik kempa juga terdapat kemungkinan karena dapat dilipat, namun hasil yang didapat kurang memuaskan. Serat menjadi kaku ketika menggunakan teknik kempa apabila dibandingkan dengan menggunakan teknik tenun, walaupun dengan teknik tenun kain yang dihasilkan juga cukup kaku karena tidak jatuh seperti kain biasa. Selain itu, dari teknik kempa tersebut lebih terlihat seperti kertas, karena dicampur dengan pulp. Walaupun pada salah satu eksplorasi kadar pulp yang digunakan dikurangi bahkan ada yang tidak memakai pulp sama sekali, hasil yang didapat pun tidak terlalu bagus karena serat tetap kaku dan tidak menyatu secara menyeluruh sehingga ketika proses pembuatan, serat harus ditekan terus menerus dan ditaruh ditempat yang terkena cahaya matahari.

Dengan menggunakan teknik tenun, walaupun kondisi serta ukuran serat kenaf yang digunakan sebagai benang pakan berbeda-beda, hasil tenunan yang dihasilkan masih memungkinkan untuk diproduksi menjadi produk karena tenun yang dihasilkan masih dapat dilipat dan itu merupakan salah satu syarat material tekstil. Disamping itu, untuk mengolah serat kenaf dengan menggunakan kedua teknik ini, masih memerlukan peran material pendukung. Pada teknik tenun, benang pakan tidak menggunakan material pendukung, namun material pendukung yang digunakan adalah benang lusi, yaitu memakai benang katun ukuran kecil. Sedangkan pada teknik kempa, memerlukan pulp sebagai material pendukung.

Pada eksplorasi proses pewarnaan serat kenaf dilakukan dengan menggunakan ekstrak pewarna kubis merah dan secang. Kubis merah menghasilkan palet warna dari merah menuju ke ungu dan biru. Walaupun terdapat warna kuning pucat apabila menggunakan mordant basa. Secang menghasilkan warna merah, orange, merah muda dan ungu gelap hingga ke coklat. Dari dua pewarna alam tersebut, jelas terlihat mordant yang bersifat basa tidak dapat bertahan lama karena warnanya yang memudar. Walaupun pada saat menggunakan pewarna secang, menghasilkan warna merah muda, setelah berhari-hari warna tersebut akan memudar.

(5)

Innamia Indriani

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5

Gambar 2. Beberapa hasil eksplorasi dengan teknik tenun (Indriani, 2013)

Dari eksperimen serta eksplorasi yang telah dilakukan, maka baik antara serat tanaman kenaf yang tidak dipintal dan pintal memiliki potensi untuk diproduksi menjadi suatu produk tekstil. Sedangkan, untuk teknik yang digunakan diputuskan menggunakan teknik tenun dengan ATBM karena dengan menggunakan teknik tenun, walaupun kondisi serta ukuran serat kenaf yang digunakan sebagai benang pakan berbeda-beda, hasil tenunan yang dihasilkan masih memungkinkan untuk diproduksi menjadi produk karena, tenun yang dihasilkan masih dapat dilipat dan itu merupakan salah satu syarat material tekstil.

Disamping itu, dengan pertimbangan material yang cukup kaku, berkilau dan sedikit berbulu serta teknik yang digunakan yaitu tenun, maka untuk produk yang akan dirancang dan diproduksi adalah kain serta aksesoris fashion

berupa tas, sebagai produk pendukung. Tas yang akan diproduksi adalah tas khusus wanita yang terdiri dari clutch, shoulder bag, dan tote bag.

Produk utama hanya sebatas kain, dengan pertimbangan untuk memperoleh hasil dengan kualitas yang baik. Dibatasinya produk dengan hanya berupa kain, sebagai bentuk bukti bahwa material serat tanaman kenaf yang digunakan memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil serta dapat menghasilkan struktur yang bermacam-macam. Kain yang dihasilkan pun tidak hanya sekedar kain dengan berbagai macam struktur, namun juga kain yang sudah siap untuk diproduksi menjadi produk pakai.

(6)
(7)

Innamia Indriani

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7

Gambar 6. Hasil akhir berupa produk pakai tas (Indriani, 2013)

Produk pendukung yaitu berupa aksesoris fashion, khususnya tas diproduksi sebagai bukti nyata produk yang berasal dari kain dengan material serat tanaman kenaf. Selain itu, produk tas adalah produk yang memungkinkan untuk diproduksi dengan material serat tanaman kenaf, karena tidak secara langsung bersentuhan dengan kulit manusia. Namun, untuk dapat memproduksi produk dengan material serat tanaman alam, masih memerlukan material pendukung. Material pendukung yang digunakan adalah kulit suede, karena memiliki sifat material yang tebal dan kuat serta memberikan kesan casual apabila digabungkan dengan material yang akan digunakan.

4.

Penutup / Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil eksplorasi, data-data serta produk akhir dari penelitian ini, maka didapatkan kesimpulan dari permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut :

a. Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.), memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil. Karena, bagian serat batang tanaman tersebut yang berbentuk filament, ringan dan memiliki ukuran yang kecil.

b. Serat tanaman kenaf memiliki potensi sebagai bahan baku tekstil karena, dapat dijadikan benang melalui proses pemintalan. Selain itu, karena serat kenaf memiliki bentuk serat berupa filament, tanpa dipintal terlebih dahulu serat tanaman tersebut dapat langsung digunakan sebagai benang. Selama proses pengolahan serat tanaman kenaf menggunakan bahan kimia dalam jumlah yang sedikit.

Tanpa mencampur serat tersebut dengan material lain, serat tanaman kenaf dapat digunakan langsung sebagai bahan baku tekstil sebagai benang pakan untuk tenun. Baik serat yang dipintal maupun yang tidak, serta baik serat yang melalui proses scouring,bleaching dan softening maupun serat yang tidak melalui proses tersebut dapat digunakan sebagai benang pakan.Walaupun tidak lepas dari peran material pendukung yaitu pada bagian benang lusi, menggunakan benang katun yang berukuran kecil.

c. Teknik tenun adalah teknik yang sesuai untuk mengolah dan menghasilkan bahan tekstil berbahan baku serat tanaman kenaf apabila dibandingkan dengan dua teknik yang digunakan selama penelitian, dikarenakan karakter dari serat tanaman tersebut yang berkilau dan berupa filament, sehingga mudah dijadikan benang. Dengan menggunakan teknik tenun pula, struktur yang dihasilkan lebih beragam.

(8)

halus dan masih cukup kaku.

Dari ketiga kesimpulan tersebut, terdapat beberapa saran serta evaluasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu :

a. Perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk lebih mengoptimalkan penggunaan serat tanaman kenaf sebagai bahan baku tekstil. Terutama pada proses pengolahan serat serta pemintalan sehingga dapat menghasilkan benang yang lebih tipis dan halus.

b. Teknik yang digunakan untuk mengolah serat tanaman kenaf tidak hanya sebatas pada tenun, namun perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut untuk mengoptimalisasikan serat tanaman kenaf tersebut. Dengan melakukan eksplorasi lebih lanjut dapat menghasilkan produk tekstil yang lebih baik dan tidak hanya sebatas pada satu teknik.

c. Merujuk pada hasil penelitian yaitu berupa eksperimen dan eksplorasi yang telah dilakukan selama penelitian, tidak menutup kemungkinan tekstil berbahan baku serat kenaf digunakan sebagai material untuk membuat produk yang berupa busana, tidak hanya sebatas pada aksesoris fashion, tas.

Ucapan Terima Kasih

Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Kriya FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dian Widiawati S.Sn., M.Sn..

Daftar Pustaka

Hallet, Clive, Amanda Johnston. 2010.Fabric for Fashion. London: Laurence King Publishing Ltd.

Ramaswamy Gita N, Catherine R boyd. 1997. Kenaf As Textile Fiber, Processing, Fiber Quality and Product Development. http://msucares.com/pubs/Variety/Kenaf/kenaf18.htm. [08 Sepetember 2012]

Sudjindro.2011.Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang. Perspektif 10 (2) :92 - 104

Sudjindro. 2007. Kenaf (Hibiscus cannabinus) Sebagai Alternatif Bahan Baku Pulp.http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/180/pdf/Kenaf%20(Hibicus%20cannabinus)Sebagai%20Alternatif%20 Bahan%20Baku%20Pulp.pdf.[07 September 2012]

Gambar

Grafik 1. Tahap perancangan karya (Indriani, 2013)
Gambar 1. Hasil eksperimen dan eksplorasi proses awal serat kenaf (Indriani, 2013)
Gambar 2. Beberapa hasil eksplorasi dengan teknik tenun (Indriani, 2013)
Gambar 4. Colour pallete dari zat pewarna alam kubis merah dan secang (Indriani, 2013)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh variasi sudut serat terhadap kekuatan mekanik komposit polyester digunakan metode pengujian tarik, dengan menggunakan teknik analisa varian..

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik dengan penambahan serat kaca ukuran 6 mm merupakan kondisi optimum, dimana gigi tiruan merupakan gigi yang baik untuk

kayu campuran sebagai bahan balcu pulp semi kimia untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang dan menguji sifat fisik serta mekaniknya.. Bahan baku kayu yang

Mengembangkan serat kain tenun untuk iklim tropis dengan material baru perubah fase (phase change material) berbahan dasar lipid dari mikroalga tropika

Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan ( scraping ) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam

Limbah kayu jabon dan limbah serat kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat bahan bakar alternatif dalam bentuk briket arang. Dari pengujian daya

Berdasar nilai kandungan kimia menunjukkan bahwa serat alang-alang memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas dilihat dari kandungan selulosanya

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik dengan penambahan serat kaca ukuran 6 mm merupakan kondisi optimum, dimana gigi tiruan merupakan gigi yang baik untuk