• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONVERSI LAHAN SAWAH KE NON PERTANIAN TERHADAP HASIL PRODUKSI PADI SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONVERSI LAHAN SAWAH KE NON PERTANIAN TERHADAP HASIL PRODUKSI PADI SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH KONVERSI LAHAN SAWAH KE NON PERTANIAN TERHADAP HASIL PRODUKSI PADI SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi newguck@gmail.com

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tenten_ks@yahoo.co.id

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi tedihartoyo@unsil.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konversi lahan sawah ke non pertanian terhadap hasil produksi padi sawah di Kota Tasikmalaya dan efektifitas kebijakan pemerintah untuk mengendalikannya.

Penelitian dilaksanakan menggunakan metode studi kasus. Regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh konversi lahan sawah ke non pertanian terhadap hasil produksi padi sawah. Penelitian dilaksanakan di Kota Tasikmalaya yang berlangsung selama tiga setengah bulan yang dimulai dari minggu ketiga April sampai dengan akhir Juli 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi lahan sawah ke non pertanian tidak berpengaruh terhadap hasil produksi padi sawah di Kota Tasikmalaya, karena hasil produksi padi sawah secara makro selama satu tahun berhubungan dengan intensitas penanaman padi serta adanya intervensi pemerintah berupa program intensifikasi dan mekanisasi untuk mengantisipasi dampak konversi lahan sawah ke non pertanian. Hasil prediksi menunjukkan bahwa pada tahun 2031 Kota Tasikmalaya mengalami penurunan dari tahun 2012 pada luas lahan sawah yang dimiliki, bobot gabah kering giling dari hasil panen selama satu tahun yang didapatkan, dan kemampuan maksimal dalam pemenuhan kebutuhan penduduk terhadap beras dari pengolahan hasil panen selama setahun sebagai akibat petumbuhan penduduk dan konversi lahan sawah ke non pertanian.

Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan sawah ke non pertanian adalah Perda Kota Tasikmalaya Nomor 4 tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dari Tahun 2011 sampai dengan 2031 yang berjalan efektif ketika terdapat pengajuan perizinan pembangunan dengan memanfaatkan lahan sawah, sehingga tidak semua proses konversi lahan sawah dapat terdata dan terpantau oleh pemerintah.

(2)

2 ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of wetland conversion to non-agricultural fields to lowland rice production in Tasikmalaya and effectiveness of government policies to control it.

This research used the case study method. Simple linear regression was used to determine the effect of wetland conversion to non-agricultural fields to lowland rice production. The experiment was conducted in Tasikmalaya which lasted for three and a half months starting from the third week of April to the end of July 2013.

The results showed that the wetland conversion to non-agricultural fields had no effect on rice production in Tasikmalaya, because rice production in macro for one year relate to the intensity of rice cultivation as well as government intervention in the form of intensification and mechanization program to anticipate the impact of wetland conversion to non-agricultural fields. Prediction results showed that in the year 2031 Tasikmalaya has decreased from 2012 in the field of land owned, the weight of milled rice yields obtained for one year, and the maximum capacity in meeting the needs of the population for processing rice harvest for a year as a result population's growth and wetland conversion to non-agricultural fields.

Government policies to control wetland conversion to non-agricultural fields is Tasikmalaya Regulation No. 4 of 2012 on Spatial Planning of the Year 2011 to 2031. This policy will be effective when there is a development permit application to take advantage of the paddy field, so not all wetland conversion process can be recorded and monitored by the government.

Keywords : conversion, wetland, production, effectiveness, policy PENDAHULUAN

Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin baik menimbulkan terjadinya suatu perubahan struktur perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari penurunan kontribusi sektor pertanian diiringi dengan peningkatan kontribusi sektor non pertanian terhadap Prodak Domestik Bruto (PDB).

Pertanian mengalami penurunan kontribusi sebesar 2,22 persen terhadap PDB Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan 2010, meskipun nilai PDB sektoral mengalami kenaikan sebesar 31,43 persen. Berbeda dengan sektor listrik gas air bersih, bangunan, perdagangan hotel restoran, pengangkutan komunikasi, keuangan persewaan jasa perusahaan, dan jasa-jasa mengalami kenaikan kontribusi yang signifikan (BPS Indonesia, 2011).

Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB berkaitan dengan semakin besarnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hal ini mengindikasikan tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju. Konversi lahan didefinisikan

(3)

3

sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut (Utomo, 1992).

Lahan pertanian telah beralih fungsi sekitar 935.000 hektar dari tahun 1983 sampai dengan 1993, terdiri dari 425.000 hektar lahan sawah dan 510.000 hektar bukan sawah. Bila dirata-ratakan, konversi lahan sawah per tahun sekitar 40.000 hektar. Perkembangan konversi lahan tahun 1993 sampai dengan 2003 dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan mencapai dua kali lipat, yakni sekitar 80.000 hingga 100.000 hektar per tahun. Konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa, yakni sebesar 54 persen dengan perubahan dominan menjadi lahan perkampungan/pemukiman, sebesar 69 persen dan kawasan industri, sebesar 20 persen (Badan Pusat Statistik, 2003).

Tendensi konversi lahan yang tinggi selama ini terjadi pada sebagian kota besar di pulau Jawa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Jika aktivitas perekonomian di suatu wilayah semakin besar, maka permintaan terhadap lahan akan semakin tinggi. Ketersediaan lahan yang relatif tetap akan mempertinggi kompetisi penggunaan lahan untuk berbagai alternatif penggunaan, seperti sektor perdagangan pemukiman, industri, maupun untuk pertanian. Dengan demikian, maka pemanfaatan lahan akan diprioritaskan pada yang bernilai kompetitif paling besar.

Kota Tasikmalaya merupakan daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Jawa Barat. Kemudahan aksesibilitas dan letak geografis yang strategis dengan pusat pertumbuhan, seperti Bandung dan Jakarta, mendorong pemerintah dan swasta untuk meningkatkan pembangunan yang mengharuskan dilakukannya konversi lahan. Lahan pertanian sering kali menjadi sasaran konversi, karena dianggap memiliki nilai ekonomi lebih tinggi pada penggunaan non pertanian.

Konversi lahan sawah ke non pertanian berpotensi dapat mempengaruhi hasil produksi padi sawah, karena perubahan luas panen akan mempengaruhi potensi hasil produksi padi sawah sebesar luas lahan sawah yang dikonversi. Lahan sawah yang beralih fungsi ke penggunaan non pertanian, kecil kemungkinan untuk kembali ke bentuk semula. Hal ini mengancam terhadap hasil produksi padi sawah dan ketahanan pangan nasional secara makro.

Dengan demikian, maka diperlukan suatu penelitian tentang pengaruh konversi lahan sawah ke non pertanian terhadap hasil produksi padi sawah di Kota Tasikmalaya serta efektifitas kebijakan pemerintah untuk mengendalikannya.

(4)

4

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui 1).Pengaruh konversi lahan sawah ke non pertanian terhadap hasil produksi padi sawah di Kota Tasikmalaya; 2).Efektifitas kebijakan pemerintah Kota Tasikmalaya untuk mengendalikan konversi lahan sawah ke non pertanian.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan mengambil kasus konversi lahan sawah di Kota Tasikmalaya Jawa Barat. Data yang digunakan adalah data sekunder.

Hubungan konversi lahan sawah ke non pertanian dengan hasil produksi padi sawah diketahui dari koefisien korelasi (r) dan determinasi ( ).

Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear sederhana yang disusun seperti berikut :

= a + b + keterangan :

= hasil produksi padi sawah (ton GKG/tahun)

= lahan sawah yang terkonversi ke non pertanian (hektar) = lahan sawah tahun ke-(i-1) dikurangi lahan sawah tahun ke-i

b = koefisien regresi variabel luas lahan sawah yang dikonversi yang akan diestimasikan

a = konstanta atau intercept yang akan diestimasikan = kesalahan pengganggu

Uji-t dilakukan dengan membandingkan nilai dengan pada taraf nyata (α) lima persen.

Hipotesis yang digunakan yakni : : b = 0

: b ≠ 0

dengan kaidah keputusan sebagai berikut :

1) Jika > , maka tolak (signifikan), sehingga konversi lahan sawah ke non pertanian berpengaruh terhadap hasil produksi padi sawah.

2) Jika , maka terima (non signifikan), sehingga konversi lahan sawah ke non pertanian tidak berpengaruh terhadap hasil produksi padi sawah.

Penelitian dilaksanakan di Kota Tasikmalaya selama tiga setengah bulan yang dimulai dari minggu ketiga April sampai dengan akhir Juli 2013.

(5)

5 PEMBAHASAN

Pengaruh Konversi Lahan Sawah Ke Non Pertanian Terhadap Hasil Produksi Padi Sawah

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi adalah 0,053, koefisien determinasi adalah 0,003, dan koefisien estimasi yang disusun model regresi linear sederhana sebagai berikut Ŷ = 80.329,436 + 9,385 X. Selanjutnya, uji statistik menunjukkan bahwa nilai sebesar 0,118 lebih kecil dari sebesar 2,571, sehingga konversi lahan sawah ke non pertanian tidak berpengaruh terhadap hasil produksi padi sawah di Kota Tasikmalaya.

Berdasarkan hasil analisis, konversi lahan sawah ke non pertanian tidak terbukti dapat mempengaruhi hasil produksi padi sawah. Hal ini disebabkan hasil produksi padi sawah secara makro dalam setahun berkaitan dengan intensitas penanaman padi. Besarnya intensitas penanaman disesuaikan dengan umur tanam varietas padi yang digunakan dan ketersediaan air di setiap musim terutama lahan sawah beririgasi tadah hujan.

Tabel 1.

Proporsi Lahan Sawah Menurut Penggunaan dan Luas Panen Padi Di Kota Tasikmalaya Dari Tahun 2005 Sampai Dengan 2012 (Kecuali 2007)

Tahun

Proporsi Lahan Sawah Yang Setahun Ditanami Padi (%)

Tak Ditanami Padi (%) Luas Panen (ha) Hasil Produksi (ton GKG) ≥ 2 kali 1 kali 2005 81,99 18,01 0 14.753 76.125 2006 81,97 18,03 0 12.762 65.571 2008 83,41 15,82 0,77 13.244 75.257 2009 82,96 16,77 0,27 15.008 87.257 2010 97,16 2,56 0,28 15.789 95.808 2011 94,26 5,65 0,09 13.925 85.382 2012 94,13 5,70 0,17 13.105 80.707

Sumber : BPS Kota Tasikmalaya, 2006 sampai 2012 (Kecuali 2008) dan Dinas Pertanian Perikanan Kehutanan Kota Tasikmalaya, 2005 sampai 2012 (Kecuali 2007)

Tabel 1. menunjukkan bahwa lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi memiliki proporsi terendah dari tahun lainnya pada tahun 2006, sedangkan lahan sawah yang sekali ditanami padi paling memiliki proporsi tertinggi, sehingga luas panen dan hasil produksi dalam setahun paling rendah. Lain halnya dengan tahun 2010, lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi memiliki proporsi tertinggi dari tahun

(6)

6

lainnya, sedangkan lahan sawah yang sekali ditanami padi memiliki proporsi terendah, sehingga luas panen dan hasil produksi dalam setahun paling tinggi

Jika luas lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi lebih besar daripada luas lahan sawah yang sekali ditanami padi dalam setahun, maka luas tanam, luas panen, dan hasil produksi akan meningkat. Begitu pun sebaliknya, jika luas lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi dalam setahun lebih kecil daripada luas lahan sawah yang sekali ditanami padi, maka luas tanam, luas panen, dan hasil produksi akan menurun. Meskipun luas tanam tidak selalu sama dengan luas panen pada suatu tahun (karena adanya perbedaan tahun antara waktu tanam dengan waktu panen dan pengaruh faktor biotik seperti serangan hama yang dapat menggagalkan panen), tetapi intensitas penanaman masih dapat mewakili dalam menentukan luas panen dan hasil produksi.

Konversi lahan sawah ke non pertanian tidak mempengaruhi hasil produksi padi sawah juga disebabkan adanya intervensi pemerintah untuk menekan dampak konversi melalui program intensifikasi dan mekanisasi. Pemerintah melalui Dinas Pertanian Perikanan Kehutanan Kota Tasikmalaya berupaya mengoptimalkan hasil produksi padi sawah meskipun pertanian tidak menjadi sektor andalan. Program pemerintah dilaksanakan setiap tahun, baik yang pendanaannya dari APBD Kota Tasikmalaya maupun bantuan dari APBD Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Pertanian.

Program pemerintah ikut menentukan hasil produksi padi sawah dalam setahun. Ketika program pemerintah berjalan efektif, maka hasil produksi setahun akan meningkat, begitu pun berlaku sebaliknya.

Gambaran upaya penanggulangan dampak konversi lahan sawah ke non pertanian terhadap hasil produksi padi sawah ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar1.

Skema Upaya Penanggulangan Dampak Konversi Lahan Sawah Ke Non Pertanian Terhadap Hasil Produksi Padi Sawah Di Kota Tasikmalaya

Intensitas penanaman berubah

Mekanisasi Intensifikasi

Luas panen setahun berubah

Hasil produksi setahun berubah

Intervensi pemerintah

(7)

7

Kota Tasikmalaya memiliki 6.422 hektar lahan sawah di awal pembentukannya tahun 2001. Lahan sawah secara kontinyu mengalami konversi dari tahun 2005, kecuali tidak terjadi konversi pada tahun 2007. Total lahan sawah terkonversi sekitar 6,31 persen dari luas lahan sawah awal sebagai tuntutan perkembangan ekonomi dan untuk mendukung pembangunan. Konversi terbesar terjadi tahun pada 2005, yakni sekitar 37,69 persen dari total lahan sawah terkonversi untuk mendukung kemandirian pemerintahan yang baru terbentuk, seperti dibangun kantor pemerintahan dan perumahan penduduk. Perkembangan luas lahan sawah pada tahun yang mengalami konversi ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2.

Luas dan Konversi Lahan Sawah Di Kota Tasikmalaya Tahun 2005 Sampai 2012 (Kecuali 2007)

Tahun Luas lahan sawah (ha) Sawah Terkonversi (ha) 2005 6.269,352 152,648 2006 6.269 0,352 2008 6.184 85 2009 6.172 12 2010 6.088 84 2011 6.076 12 2012 6.017 59 Total 405

Sumber : BPS Kota Tasikmalaya, 2006 sampai 2012 (Kecuali 2008) dan Dinas Pertanian Perikanan Kehutanan Kota Tasikmalaya, 2012

Besarnya luas lahan sawah terkonversi setiap tahun disesuaikan dengan permintaan lahan untuk beragam kebutuhan. Rata-rata luas lahan sawah terkonversi dalam tujuh tahun sekitar 57,86 hektar per tahun. Jika hal ini terus terjadi, maka diprediksi pada tahun 2031 Kota Tasikmalaya hanya memiliki 4.917,71 hektar lahan sawah atau berkurang 18,27 persen dari tahun 2012. Prediksi dilakukan dengan asumsi luas lahan sawah terkonversi setiap tahun dianggap konstan.

Kota Tasikmalaya memiliki rata-rata rasio luas panen atas luas lahan sawah sekitar 2,28 kali dalam sebelas tahun. Artinya, jika lahan sawah seluas satu hektar, maka rata-rata luas panen yang diperoleh sekitar 2,28 hektar. Nilai tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata penanaman padi sawah sekitar 2,28 kali dalam setahun. Selain itu, juga diketahui bahwa rata-rata produktivitas padi sawah di tiap tahun sekitar 5,52 ton GKG per hektar. Jika luas lahan sawah sebesar 4.917,71 hektar, maka diprediksi tahun 2031

(8)

8

Kota Tasikmalaya memiliki luas panen padi sawah sekitar 11.216, 37 hektar dan hasil produksinya sekitar 61.915,38 ton GKG yang menurun 23,28 persen dari tahun 2012. Prediksi dilakukan dengan asumsi rata-rata rasio luas panen atas luas lahan sawah dan produktivitas padi sawah dianggap konstan.

Produksi padi sawah di Kota Tasikmalaya mampu menghasilkan 80.707 ton GKG selama tahun 2012. Beras yang dihasilkan dari pengolahan hasil panen selama setahun sebesar 48.424,20 ton dengan rata-rata rendemen sekitar 60 persen yang maksimal mampu memenuhi sekitar 74,03 persen permintaan beras penduduk selama setahun. Sisanya sekitar 25,97 persen permintaan beras ditutupi dari stok di pasar, ketersediaan di penggilingan, dan gudang di Bulog (Dinas Pertanian Perikanan Kehutanan Kota Tasikmalaya, 2012).

Diprediksi tahun 2031, jumlah penduduk Kota Tasikmalaya sebanyak 933.857 orang dan 37.149,23 ton beras yang dihasilkan maksimal mampu memenuhi 39 persen permintaan beras penduduk yang menurun 35,03 persen dari tahun 2012. Sekitar 61 persen permintaan beras penduduk harus dipenuhi dari luar pengolahan hasil panen setahun, sehingga diperkirakan Kota Tasikmalaya akan defisit stok beras tahun 2031 akibat ledakan pertumbuhan penduduk dan diikuti konversi lahan sawah yang tidak terkendali. Prediksi dilakukan dengan asumsi rata-rata LPP, rendemen, dan permintaan beras per kapita tiap bulan dianggap konstan, serta semua beras dari hasil pengolahan hasil panen setahun hanya untuk konsumsi penduduk Kota Tasikmalaya tanpa ada yang dijual ke luar kota.

Efektifitas Kebijakan Pemerintah Mengendalikan Konversi Lahan Sawah Ke Non Pertanian

Pemerintah Kota Tasikmalaya mengeluarkan kebijakan yang erat kaitannya dengan upaya pengendalian konversi lahan sawah, yakni Peraturan daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2011 sampai 2031. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dibahas dalam Bab X Perda Nomor 4 tahun 2012 yang sinergi dengan pengaturan pemanfaatan lahan sawah dan diselenggarakan melalui :

(9)

9 1) Ketentuan umum peraturan zonasi

Kawasan peruntukkan pertanian terdiri dari ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan meliputi a).pengarahan untuk pembudidayaan tanaman pangan. b). pengizinan adanya kegiatan pendukung pertanian. c). pelarangan adanya kegiatan budidaya yang dapat mengurangi luas kawasan sawah irigasi. d). pelarangan adanya kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah.

2) Ketentuan Perizinan

Perizinan yang harus dipenuhi dalam pemanfaatan ruang termasuk sebelum pemanfaatan lahan sawah yang disesuaikan dengan zonasi dari pola ruang peruntukkannya yang meliputi fatwa pengarahan lokasi, izin/penetapan lokasi, izin pemanfaatan tanah/ bangunan, serta izin pendirian bangunan.

3) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif

Insentif diberikan sebagai stimulan bagi yang mendukung kebijakan pemerintah, salah satunya dalam pengembangan ruang terbuka hijau. Insentif dapat berupa kemudahan perizinan maupun pemberian pelayanan utilitas.

Disinsentif diberikan untuk membatasi pembangunan di kawasan resapan air termasuk lahan sawah agar tidak dikonversi meskipun bukan pada kawasan peruntukkan pertanian tanaman pangan. Disinsentif dapat berupa pengenaan biaya perizinan yang lebih besar (izin usaha di bidang perdagangan, izin usaha industri, izin mendirikan bangunan, dan lain-lain), persyaratan koefisien dasar bangunan yang kecil dan koefisien daerah hijau yang besar, persyaratan spesifikasi bangunan, kompensasi untuk mengganti resapan air yang berkurang.

4) Ketentuan sanksi

Keberadaan kawasan peruntukkan tanaman pangan harus dipertahankan agar tidak dikonversi dengan cara pemberian sanksi administratif bagi pihak yang melanggar di bidang penataan ruang, termasuk bagi yang menutup akses sumber air irigasi untuk lahan sawah. Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/atau denda administratif.

(10)

10

Kebijakan pemerintah dalam upaya pengendalian konversi lahan sawah akan berjalan efektif ketika terdapat pengajuan perizinan pembangunan yang memanfaatkan lahan sawah. Pengajuan perizinan umumnya dilakukan oleh pihak yang akan membangun lokasi bagi kegiatan industri, perdagangan, atau perumahan yang mengkonversikan lahan sawah secara gradual dengan membelinya dari petani/pemilik. Hal ini dapat ditandai dengan terkonsentrasinya lahan sawah yang dikonversi pada suatu hamparan yang luas. Lain halnya dengan konversi yang langsung dilakukan oleh petani/pemilik lahan sawah dengan tidak perlu mengajukan perizinan kepada pemerintah. Konversi hanya terpantau ketika lahan sawah sudah beralih fungsi pada saat pendataan pemanfaatan lahan di akhir tahun dan tidak terpantau ketika proses konversi akan dilakukan. Proses konversi yang dilakukan oleh petani berlangsung secara instan yang ditandai dengan lahan sawah terkonversi berada dalam luasan kecil dan tersebar di berbagai tempat. Dengan demikian, tidak semua proses konversi lahan sawah dapat terdata dan terpantau oleh pemerintah.

PENUTUP Simpulan

1) Konversi lahan sawah ke non pertanian tidak berpengaruh terhadap hasil produksi padi sawah di Kota Tasikmalaya;

2) Kebijakan pemerintah yang berkaitan erat dalam upaya pengendalian konversi lahan sawah adalah Perda Kota Tasikmalaya Nomor 4 tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dari Tahun 2011 sampai dengan 2031 yang berjalan efektif ketika terdapat pengajuan perizinan pembangunan dengan memanfaatkan lahan sawah, sehingga tidak semua proses konversi lahan sawah dapat terdata dan terpantau oleh pemerintah.

Saran

1) Pemerintah mengintensifkan perbaikan jaringan irigasi agar ketersediaan air terjamin sepanjang tahun dan luas lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi meningkat;

2) Pemerintah lebih mengintensifkan kegiatan penyuluhan terutama kepada pemilik sekaligus penggarap lahan sawah agar hasil produksi padi, pendapatan, dan nilai lahan sawahnya dapat meningkat. Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif

(11)

11

kepada petani yang mempertahankan lahan sawahnya serta memotivasi tentang pentingnya keberadaan lahan sawah dan dampak negatif yang muncul jika lahan sawah terus berkurang, sehingga pemilik tidak tertarik untuk mengkonversikannya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2012. Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya Tahun 2011-2031. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

Badan Pusat Statistik. 2006. Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2006. Kota Tasikmalaya: BPS.

.2007. Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2007. Kota Tasikmalaya : BPS. .2008. Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2008. Kota Tasikmalaya : BPS. .2009. Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2009. Kota Tasikmalaya : BPS. .2010. Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2010. Kota Tasikmalaya : BPS. .2011. Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2011. Kota Tasikmalaya : BPS. .2011. Produk Domestik Bruto Nasional. Jakarta : BPS.

2012. Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2012. Kota Tasikmalaya : BPS.

Dinas Pertanian Perikanan Kehutanan. 2006. Laporan Realisasi Tanam, Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

. 2008. Laporan Realisasi Tanam, Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

. 2009. Laporan Realisasi Tanam, Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

. 2010. Laporan Realisasi Tanam, Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

. 2011. Laporan Realisasi Tanam, Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

. 2012. Laporan Realisasi Tanam, Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

(12)

12

2012. Produksi dan Permintaan beras Kota Tasikmalaya Tahun 2012. Kota Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta : Tidak diterbitkan..

Utomo. 1992. Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Lampung : Universitas Lampung..

Referensi

Dokumen terkait

Eventually, periodontology has introduced a new term “periodontal medicine”, which examines the connection between periodontal disease to systemic conditions and diseases such

Melalui sebuah karyanya yang agung yang berjudul Tafsir Al-Ayah Al-Kawniyyah Fi Al- Quran Al-Karim, penulis akan cuba meninjau metodologi dan pendekatan yang beliau gunakan di dalam

3 Dari jawaban dan hasil wawancara dengan siswa dalam mengerjakan soal tersebut terindikasi bahwa (1) siswa sudah dapat mengenal dan memahami masalah nyata dapat

aplikasi weka. Fitur - fitur tersebut merupakan fitur yang memiliki peluang besar dalam membedakan jenis nyamuk pada proses klasifikasi. Hasil rata - rata pada siklus

Kedua arteri coronaria kanan dan kiri, menyuplai darah untuk dinding jantung. Arteri ini keluar dari aorta tepat diatas katup aorta dan berjalan ke bawah

Untuk distribusi pemasaran harus ditempuh dengan jalur laut, hal ini bukan menjadi masalah karena asam asetat merupakan bahan baku yang dibutuhken oleh banyak industri

Perbandingan tekanan yang terjadi menunjukkan bahwa data ukur awal (tanpa PRV) menunjukkan peningkatan tekanan yang semakin besar yang disebabkan oleh perbedaan elevasi yang

Seluruh Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan ilmu kepada saya selama 4 tahun mencari ilmu.. General Manager