PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN
BIAYA KEPATUHAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK
MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (
TAX EVASION
)
PADA KPP PRATAMA SINGARAJA
1
Putu Sariani,
1Made Arie Wahyuni,
2Ni Luh Gede Erni Sulindawati
Jurusan Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {shary.putu@yahoo.com, wahyuni_arie@yahoo.com,
ernisulindawatiayu@yahoo.co.id}@undiksha.ac.id
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, dan biaya kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner dan diukur dengan menggunakan skala likert. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan insidental sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja yang berjumlah 100 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial keadilan dan sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion), sedangkan diskriminasi dan biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Secara simultan keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, dan biaya kepatuhan berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Kata Kunci: keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, biaya kepatuhan, persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
Abstract
This research aimed to obtain empirical evidence about the effect of use of justice, taxation system, discrimination, and cost of compliance on the taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion. This study was a quantitative research using primary data obtained from questionnaire and measured with likert scale. The method of selecting the sample in this study using insidental sampling. One hundred of the individual taxpayers registered in KPP Pratama Singaraja were selected as the sample. The data were analyzed by using multiple linear regression analysis supported by SPSS 17.0 for Windows.
The results showed that partially there was negative and significant effect of justice and taxation system on the taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion, while there was positive and significant effect of discrimination and cost of compliance on the taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion. Simultaneously there were significant effect of justice, taxation system, discrimination, and cost of compliance on the taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion.
Keywords: justice, taxation system, discrimination, cost of compliance, taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion.
PENDAHULUAN
Pajak merupakan sumber pendapatan
negara yang sangat penting bagi
pelaksanaan dan peningkatan
pembangunan nasional untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat. Menurut Mardiasmo (2009:2), pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh negara kepada warga negaranya berdasarkan undang-undang, dimana atas pungutan tersebut negara tidak memberikan kontraprestasi langsung kepada warga negaranya. Dominasi pajak dalam penerimaan negara harus disambut baik, karena melalui pajak kemandirian negara dalam membiayai pembangunan dan pemerintahannya diharapkan dapat tercapai. Segala biaya pembangunan dan pengembangan yang dilakukan oleh negara berasal dari masyarakat sendiri, bukan dari
bantuan negara lain. Keadaan ini
berdampak pada kemandirian negara yang
lebih kuat sehingga negara tidak
bergantung pada negara lain dalam
pembiayaan pembangunan dalam
negaranya. Hal ini menunjukkan bahwa pajak memiliki peran strategis sehingga layak mendapatkan perhatian penting dari pemerintah. Seiring berkembangnya jaman,
perubahan peraturan dan
perundang-undangan perpajakan, perbaikan sistem perpajakan serta perbaikan pelayanan
senantiasa dilakukan oleh pemerintah sebagai pihak pemungut pajak.
Salah satu instansi terkait yang berperan penting dalam menghimpun pajak pusat masyarakat adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP). KPP berperan penting dalam memberikan pelayanan pajak kepada wajib pajak yang membutuhkan bantuan jika
terjadi suatu masalah dalam proses
menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak terutangnya. KPP mengupayakan
pelaksanaan semua ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan atau diinstruksikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan efektif, antara lain dengan penyediaan
beberapa fasilitas-fasilitas untuk
mempermudah wajib pajak dalam urusan
perpajakannya khususnya urusan
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. SPT merupakan bahan masukan pelaporan kepada pemerintah mengenai penerimaan negara khususnya dari sektor pajak. Menurut Mardiasmo (2011:31), SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Berikut ini
merupakan data pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi yang dilaporkan ke KPP Pratama Singaraja.
Tabel 1. Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2011-2015 kepada KPP Pratama Singaraja
Tahun Wajib Pajak Terdaftar
Wajib SPT (Orang) Realisasi SPT (Orang) Rasio Kepatuhan (%) Rasio Ketidakpatuhan (%) 2011 41.484 26.220 63 37 2012 44.097 29.656 67 33 2013 44.257 29.925 68 32 2014 41.732 28.516 68 32 2015 47.528 24.031 51 49
Sumber: KPP Pratama Singaraja, Tahun 2011-2015 Data pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa terjadi penurunan pada jumlah penerimaan SPT tahunan wajib pajak orang pribadi pada tahun 2015. Apabila dibedah lebih lanjut, kontribusi wajib pajak dalam upaya peningkatan penerimaan negara dari
sektor pajak erat kaitannya dengan
masalah kepatuhan. Menurut Siahaan
(2010), wajib pajak yang mengelak dari
kewajiban membayar pajak yang
sesungguhnya bagian dari perbuatan
melanggar undang-undang pajak
merupakan bentuk penggelapan pajak (tax
evasion). Bentuk tax evasion yang lebih parah adalah apabila Wajib Pajak sama sekali tidak melaporkan penghasilannya.
Menurut McGee (2006), penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh minimnya keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari pajak, korupsi, dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas
pajak yang telah dibayarkan, yang
berakibat kurangnya tingkat kepatuhan
wajib pajak dan menimbulkan krisis
kepercayaan masyarakat kepada institusi terkait dalam membayarkan pajaknya.
Menurut Izza (2008), adanya perlakuan tax
evasion dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang informasinya fiskus kepada Wajib Pajak tentang hak dan kewajibannya dalam membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menanggapi kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga Wajib
Pajak mempunyai peluang untuk
melakukan tax evasion.
Menurut Mardiasmo (2009), sesuai dengan tujuan hukum untuk mencapai
keadilan, maka undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil
dalam perundang-undangan yang
dimaksud adalah mengenakan pajak
secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing. Sedangkan, adil dalam
pelaksanaannya adalah memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Pentingnya keadilan
bagi seseorang termasuk dalam
pembayaran pajak juga akan
mempengaruhi sikap mereka dalam
melakukan pembayaran pajak. Jika
semakin rendahnya keadilan yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak, maka
tingkat kepatuhannya akan semakin
menurun.
Pada hubungan keadilan dengan persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion), peneliti
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dan Toly (2014), yang menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion). Jika keadilan semakin
tinggi, maka persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion)
semakin rendah. Berdasarkan uraian
tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis pertama:
H1: keadilan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion).
Menurut Siahaan (2010), pembinaan Wajib Pajak dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik melalui
media massa maupun penerangan
langsung kepada masyarakat. Sistem
perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini menjadi acuan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila sistem yang ada dirasa sudah
cukup baik dan sesuai dalam
penerapannya, maka Wajib Pajak akan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal sebaliknya yang terjadi karena Wajib Pajak merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya, maka Wajib Pajak akan
menurunkan tingkat kepatuhan atau
menghindar dari kewajiban perpajakannya. Pada hubungan sistem perpajakan dengan persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion),
peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2014), yang menunjukkan bahwa sistem perpajakan
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion). Jika
sistem perpajakan semakin tinggi, maka persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion) semakin
rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis kedua:
H2: sistem perpajakan berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan
politik, yang berakibat pengangguran,
penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan yang lain. Perilaku diskriminasi dalam hal perpajakan ini merupakan tindakan yang menyebabkan keengganan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Jika semakin tinggi tingkat
diskriminasi dalam perpajakan, maka
perilaku penggelapan pajak cenderung dianggap sebagai perilaku yang etis.
Pada hubungan diskriminasi dengan persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion), peneliti
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2013), yang menunjukkan
bahwa diskriminasial akuntansi
berpengaruh signifikan positif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion). Jika
diskriminasi semakin tinggi, maka persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion) juga semakin tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis ketiga:
H3: diskriminasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion).
Menurut Organisation for Economic
Cooperation and Development (2004), semakin besar biaya kepatuhan yang dikorbankan oleh wajib pajak, maka wajib pajak akan cenderung melakukan tindakan ketidakpatuhan terhadap pajak seperti menggelapkan pajak atau menghindari
pajak. Apabila teori Planned Behavior
dikaitkan dengan faktor biaya kepatuhan, maka seorang individu yang menanggung
biaya kepatuhan yang besar dan
memberatkan akan cenderung melakukan penggelapan pajak. Sebaliknya, apabila biaya kepatuhan tidak terlalu memberatkan, maka individu akan cenderung menghindari penggelapan pajak.
Pada hubungan biaya kepatuhan dengan persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion),
peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dan Toly (2014),
yang menunjukkan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion). Jika biaya
kepatuhan semakin tinggi, maka persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion) juga semakin tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis keempat:
H4: biaya kepatuhan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis kelima:
H5: keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi, dan biaya kepatuhan
berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada KPP Pratama Singaraja. Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Variabel bebas pada penelitian ini adalah keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, dan biaya kepatuhan. Sedangkan, variabel terikat dalam penelitian ini adalah persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion).
Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja sebanyak 47.528 orang. Pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin (dalam Sugiyono, 2013) diperoleh jumlah minimal sampel wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja sebanyak 100 orang. Metode pemilihan sampel menggunakan
insidental sampling, yaitu siapa yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti
digunakan sebagai sampel serta cocok sebagai sumber data.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuesioner. Skala yang digunakan dalam penyusunan kuesioner penelitian ini
adalah skala likert. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari (1) uji normalitas, (2) uji multikolinearitas, dan (3) uji heteroskedastisitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Pada Tabel 2 hasil uji normalitas data
menggunakan statistik
Kolmogiorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,146. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Berdasarkan kriteria
uji normalitas, data berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran
data keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi, biaya kepatuhan, dan persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion) berdistribusi normal.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 100
Normal Parametersa,b Mean 0,0000000
Std. Deviation 1,76649496
Most Extreme Differences Absolute 0,114
Positive 0,114
Negative -0,100
Kolmogorov-Smirnov Z 1,144
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,146
Sumber: data diolah (2016)
Pada Tabel 3 hasil pengujian
multikolinieritas mengunakan Variance
Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF dari masing-masing variabel bebas lebih
kecil dari 10 dan nilai tolerance lebih besar
dari 0,1. Berdasarkan nilai VIF dan
tolerance, korelasi di antara variabel bebas dapat dikatakan mempunyai korelasi yang lemah. Dengan demikian tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi linier. Tabel 3. Hasil Uji Multikolineritas
Model Collinearity Statistics Keterangan
Tolerance VIF
Keadilan 0,272 3,682 Tidak ada multikolinieritas
Sistem perpajakan 0,414 2,418 Tidak ada multikolinieritas
Diskriminasi 0,313 3,199 Tidak ada multikolinieritas
Biaya kepatuhan 0,565 1,771 Tidak ada multikolinieritas
Sumber: data diolah (2016)
Hasil pengujian heteroskedastisitas
menggunakan grafik scatterplot ditunjukkan
Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pada Gambar 1 penyebaran titik-titik yang ditimbulkan terbentuk secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu serta
arah penyebarannya berada di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian, tidak ditemukannya heteroskedastisitas pada model regresi.
Uji hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda. Pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, biaya kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion) secara parsial disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji t Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 34,992 5,605 6,243 0,000 X1 -0,342 0,119 -0,295 -2,876 0,005 X2 -0,301 0,092 -0,272 -3,266 0,002 X3 0,307 0,140 0,210 2,194 0,031 X4 0,284 0,102 0,199 2,802 0,006
Sumber: data diolah (2016)
Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 4 dapat diinterpretasikan sebagai berikut. 1. Variabel keadilan memiliki koefisien
regresi -0,342 dengan nilai signifikansi
0,005. Nilai signifikansi lebih kecil dari α
= 0,05, maka keadilan berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Sedangkan, nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh negatif terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak. Jadi, keadilan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
2. Variabel sistem perpajakan memiliki koefisien regresi -0,301 dengan nilai
signifikansi 0,002. Nilai signifikansi lebih
kecil dari α = 0,05, maka sistem
perpajakan berpengaruh signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Sedangkan, nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak. Jadi, sistem
perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. 3. Variabel diskriminasi memiliki koefisien
regresi 0,307 dengan nilai signifikansi
0,031. Nilai signifikansi lebih kecil dari α
= 0,05, maka diskriminasi berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Sedangkan, nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak. Jadi, diskriminasi
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
4. Variabel biaya kepatuhan memiliki koefisien regresi 0,284 dengan nilai
signifikansi 0,006. Nilai signifikansi lebih
kecil dari α = 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa biaya kepatuhan
berpengaruh signifikan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Sedangkan, nilai
koefisien regresi yang positif
menunjukkan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak. Jadi, biaya
kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
Hasil analisis pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, dan biaya kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak secara simultan tampak pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji F
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 827,430 4 206,858 63,611 0,000
Residual 308,930 95 3,252
Total 1136,360 99 Sumber: data diolah (2016)
Berdasarkan Tabel 5 ditunjukkan bahwa nilai F sebesar 63,611 dengan nilai signifikansi 0,000. Nilai signifikansi 0,000
lebih kecil dari 0,05, sehingga H5 diterima.
Jadi, secara simultan keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, dan biaya
kepatuhan berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion).
PEMBAHASAN
Pengaruh Keadilan Terhadap Persepsi
Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis H1
mengenai pengaruh keadilan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion)
menunjukkan nilai t sebesar -2,876 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005. Oleh karena
itu, hipotesis H1 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diketahui bahwa keadilan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion). Menurut Mardiasmo (2009),
sesuai dengan tujuan hukum untuk
mencapai keadilan, maka undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil.
Adil dalam perundang-undang yang
dimaksud adalah mengenakan pajak
secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing. Sedangkan, adil dalam
pelaksanaannya adalah memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Pentingnya keadilan
bagi seseorang termasuk dalam
pembayaran pajak juga akan
mempengaruhi sikap mereka dalam
melakukan pembayaran pajak. Jika
semakin rendahnya keadilan yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak, maka
tingkat kepatuhannya akan semakin
menurun hal ini berarti bahwa
kecenderungannya untuk melakukan
penggelapan pajak akan semakin tinggi.
Penelitian sebelumnya yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh
Kurniawati dan Toly (2014), yang
menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi penggelapan pajak. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Indriyani (2016), yang menemukan bahwa keadilan tidak berpengaruh terhadap
persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi
mengenai perilaku tax evasion.
Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis H2
mengenai pengaruh sistem perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion)
menunjukkan nilai t sebesar -3,266 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002. Oleh karena
itu, hipotesis H2 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diketahui bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion). Menurut Siahaan
(2010), pembinaan Wajib Pajak dilakukan
melalui berbagai upaya, antara lain
pemberian penyuluhan pengetahuan
perpajakan, baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat. Sistem perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini menjadi acuan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam penerapannya, maka Wajib Pajak akan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal sebaliknya yang terjadi karena Wajib Pajak merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya, maka Wajib Pajak akan menurunkan tingkat kepatuhan atau menghindar dari kewajiban perpajakannya. Pengelolaan uang pajak yang dapat
dipertanggungjawabkan, petugas pajak
yang kompeten dan tidak korup, dan juga prosedur perpajakan yang tidak berbelit-belit akan membuat Wajib Pajak enggan untuk menggelapkan pajak. Namun, apabila
pengelolaan uang pajak tidak jelas,
mengkorupsi uang pajak, maka para wajib
pajak enggan untuk melaporkan
kewajibannya dengan jujur, mereka akan cenderung untuk menggelapkan pajak. Jika semakin rendahnya sistem pajak yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak, maka tingkat kepatuhannya akan semakin menurun. Hal ini berarti bahwa
kecenderungannya untuk melakukan
penghindaran pajak akan semakin tinggi, karena dia merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya.
Penelitian sebelumnya yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh Wicaksono (2014), yang menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ardian (2014), yang menemukan bahwa sistem perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi etis penggelapan pajak.
Pengaruh Diskriminasi Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis H3
mengenai pengaruh diskriminasi terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion)
menunjukkan nilai t sebesar 2,194 dengan nilai signifikansi sebesar 0,031. Oleh karena
itu, hipotesis H3 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diketahui bahwa diskriminasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion). Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan
bahwa diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan
politik, yang berakibat pengangguran,
penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan yang lain. Perilaku diskriminasi dalam hal perpajakan ini merupakan tindakan yang menyebabkan keengganan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Jika semakin tinggi tingkat
diskriminasi dalam perpajakan, maka
perilaku penggelapan pajak cenderung dianggap sebagai perilaku yang etis.
Penelitian sebelumnya yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh Rahman (2013), yang menunjukkan bahwa
diskriminasi berpengaruh postif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2014), yang
menemukan bahwa diskriminasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
Pengaruh Biaya Kepatuhan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis H4
mengenai pengaruh biaya kepatuhan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion)
menunjukkan nilai t sebesar 2,802 dengan nilai signifikansi sebesar 0,006. Oleh karena
itu, hipotesis H4 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diketahui bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Menurut Siehl (2010), ada berbagai alasan untuk menggelapkan pajak dan menghindari pajak. Alasan seseorang melakukan tindakan tersebut terbagi dalam dua kategori. Kategori pertama terdiri faktor
yang berpengaruh negatif terhadap
kepatuhan wajib pajak dengan undang-undang pajak. Faktor-faktor ini dapat digolongkan menjadi beberapa hal, yaitu kemauan rendah untuk membayar pajak (low tax morale) dan biaya tinggi untuk
mematuhi undang- undang pajak (high
timbulnya penggelapan pajak adalah rendahnya kemampuan administrasi pajak dan pengadilan fiskal untuk menegakkan
kewajiban pajak. Menurut Organisation for
Economic Cooperation and Development
(2004), semakin besar biaya kepatuhan yang dikorbankan oleh wajib pajak, maka wajib pajak akan cenderung melakukan tindakan ketidakpatuhan terhadap pajak
seperti menggelapkan pajak (tax evasion)
atau menghindari pajak (tax avoidance).
Menurut teori Planned Behavior, perceived
behavioral control menjelaskan bahwa
keberadaan hal-hal tertentu dapat
mendukung atau menghambat perilaku seseorang (Ajzen, 2002). Apabila teori
Planned behavior dikaitkan dengan faktor biaya kepatuhan, maka seorang individu yang menanggung biaya kepatuhan yang besar dan memberatkan akan cenderung melakukan penggelapan pajak. Sebaliknya, apabila biaya kepatuhan yang ditanggung tidak terlalu memberatkan, maka individu akan cenderung menghindari penggelapan pajak.
Penelitian sebelumnya yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh
Kurniawati dan Toly (2014), yang
menunjukkan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi penggelapan pajak.
Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan,
Diskriminasi, Dan Biaya Kepatuhan
Terhadap Persepsi Wajib Pajak
Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis H5
mengenai pengaruh keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, dan biaya
kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion) menunjukkan nilai F sebesar 63,611 dengan nilai signifikansi sebesar
0,000. Oleh karena itu, hipotesis H5 dalam
penelitian ini diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diketahui
bahwa keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi, dan biaya kepatuhan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion). Menurut
Mardiasmo (2009), sesuai dengan tujuan hukum untuk mencapai keadilan, maka
undang-undang dan pelaksanaan
pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undang yang dimaksud adalah mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedangkan,
adil dalam pelaksanaannya adalah
memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding
kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
Pentingnya keadilan bagi seseorang
termasuk dalam pembayaran pajak juga akan mempengaruhi sikap mereka dalam
melakukan pembayaran pajak. Jika
semakin rendahnya keadilan yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak, maka
tingkat kepatuhannya akan semakin
menurun hal ini berarti bahwa
kecenderungannya untuk melakukan
penggelapan pajak akan semakin tinggi. Menurut Siahaan (2010), pembinaan Wajib Pajak dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik melalui
media massa maupun penerangan
langsung kepada masyarakat. Sistem
perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini menjadi acuan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila sistem yang ada dirasa sudah
cukup baik dan sesuai dalam
penerapannya, maka Wajib Pajak akan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal sebaliknya yang terjadi karena Wajib Pajak merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya, maka Wajib Pajak akan
menurunkan tingkat kepatuhan atau
menghindar dari kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan
bahwa diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan
politik, yang berakibat pengangguran,
penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan yang lain. Perilaku diskriminasi dalam hal perpajakan ini merupakan tindakan yang menyebabkan keengganan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Jika semakin tinggi tingkat
diskriminasi dalam perpajakan, maka
perilaku penggelapan pajak cenderung dianggap sebagai perilaku yang etis.
Menurut Organisation for Economic
Cooperation and Development (2004), semakin besar biaya kepatuhan yang dikorbankan oleh wajib pajak, maka wajib pajak akan cenderung melakukan tindakan ketidakpatuhan terhadap pajak seperti
menggelapkan pajak (tax evasion) atau
menghindari pajak (tax avoidance).
Menurut teori Planned Behavior, perceived
behavioral control menjelaskan bahwa
keberadaan hal-hal tertentu dapat
mendukung atau menghambat perilaku seseorang (Ajzen, 2002). Apabila teori
Planned behavior dikaitkan dengan faktor biaya kepatuhan, maka seorang individu yang menanggung biaya kepatuhan yang besar dan memberatkan akan cenderung melakukan penggelapan pajak. Sebaliknya, apabila biaya kepatuhan tidak terlalu
memberatkan, maka individu akan
cenderung menghindari penggelapan pajak. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) Keadilan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion), yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang negatif -0,342
dengan nilai sig. uji t 0,005 lebih kecil dari α
= 0,05. (2) Sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang negatif
-0,301 dengan nilai sig. uji t 0,002 lebih kecil
dari α = 0,05. (3) Diskriminasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang positif 0,307
dengan nilai sig. uji t 0,031 lebih kecil dari α
= 0,05. (4) Biaya kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang positif 0,284
dengan nilai sig. uji t 0,006 lebih kecil dari α
= 0,05. (5) Keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi, dan biaya kepatuhan
berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan nilai sig. uji F 0,000 lebih kecil dari
α = 0,05. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. (1) Bagi manajemen KPP Pratama Singaraja disarankan perlu adanya analisa dan tindak lanjut mengenai keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, dan biaya
kepatuhan karena sangat penting dalam mengurangi penggelapan pajak. Hal ini
dilakukan untuk perkembangan dan
kemajuan citra pelayanan KPP Pratama Singaraja demi mewujudkan pelayanan
yang baik dan berkualitas sehingga
meningkatkan kepuasan dan kepatuhan wajib pajak. (2) Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji aspek yang serupa, yaitu pengaruh keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, dan biaya
kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion) diharapkan untuk mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan populasi dan sampel yang lebih luas agar hasil penelitian lebih teruji keandalannya. Di samping itu, diharapkan untuk menguji variabel lain yang diduga kuat dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion) seperti kemungkinan
terdeteksi kecurangan, pemahaman
perpajakan, tarif pajak, ketepatan
pengalokasian, teknologi dan informasi perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. 2002. Perceived Behavioral Control, Self Efficacy, Locus of Control, and The Theory of Planned
Behavior. Journal of Applied Social
Psychology, Vol. 32, No. 4, Hal. 665-683.
Ardian, Raden Devri. 2014. Pengaruh
Sistem Perpajakan dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Oleh Wajib Pajak Badan (Studi Pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung). Skripsi. Program Studi Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Telkom Bandung.
Indriyani, Mila. 2016. Pengaruh Keadilan,
Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Mengenai Perilaku Tax Evasion. Disampaikan dalam Seminar Nasional Industrial
Engineering National Conference
(IENACO) Pada Tanggal 23-24 Maret 2016 di Universitas Muhammadiyah Semarang (UMS).
Izza, Nur Ika Alfi. 2008. Etika Penggelapan
Pajak Perspektif Agama: Sebuah Studi Interpretatif. Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi 12 Pada Tanggal 3-9 November 2009 di Palembang.
Kurniawati, Meiliana dan Agus Arianto Toly. 2014. Analisis Keadilan Pajak, Biaya Kepatuhan, dan Tarif Pajak Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Penggelapan Pajak di Surabaya
Barat. Tax & Accounting Review, Vol.
4, No. 2, Hal. 1-12.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi
2009. Yogyakarta: Andi.
---. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi 2011.
Yogyakarta: Andi.
Marlina, Siti. 2014. Pengaruh Keadilan,
Sistem Perpajakan, Diskriminasi Dan Ketepatan Pengalokasian Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji.
McGee, Robert W. 2006. Three Views on
the Ethics of Tax Evasion. Journal of
Business Ethics, Vol. 67, No. 1, Hal. 15-35.
Organisation for Economic Cooperation and
Development. 2004. Compliance Risk
Management: Managing and Improving Tax. Paris: Centre for Tax Policy and Administration.
Rahman, Irma Suryani. 2013. Pengaruh
Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Siahaan, M. P. 2010. Pajak Daerah &
Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siehl, Elke. 2010. Addressing Tax Evasion
and Tax Avoidance. Bonn: Deutsche
Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit GmbH.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: CV. Alfabeta.
Wicaksono Muhammad Ary. 2014.
Pengaruh Persepsi Sistem Perpajakan, Keadilan Pajak, Diskriminasi Pajak dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Perilaku Penggelapan Pajak (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar di KPP Pratama Purworejo). Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan
Bisnis Universitas Diponegoro