• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN. (Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor) Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN. (Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor) Oleh:"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 1

ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN

JALAN

(Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor)

Oleh:

Zainal

1)

, Arif Mudianto

2)

, Andi Rahmah

3)

ABSTRAK

Kualitas sistem transportasi disuatu wilayah, salah satunya ditentukan oleh tingkat pelayanan jalan yang dilewati oleh setiap kendaraan, baik itu kendaraan ringan maupun kendaraan berat yang melebihi beban (Overload) dari kelas jalan yang sudah ditetapkan. Semua itu mengakibatkan kerusakan jalan yang lebih cepat dari umur rencana yang sudah ditentukan pada awal perencanaan.

Kendaraan berat yang menyebabkan kerusakan pada jalan pahlawan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kendaraan berat dengan muatan normal dan kendaraan berat yang berlebih

(Overload), pada masing-masing kendaraan tersebut berbeda nilai Ekivalen Standar Axle (ESA).

adapun Kendaraan berat yang banyak menyebabkan kerusakan jalan pada ruas jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor yaitu kendaraan berat dengan muatan yang melebihi batas Muatan Sumbu Terberat (MST) jalan Pahlawan dengan jenis kendaraan semi trailer dengan persentase pengaruhnya sampai 46,6212%, dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) diatas 8 ton.

Dari hasil analisa didapat umur perkerasan ruas jalan pahlawan yang seharusnya 1,61 tahun pada awal perencanaan, menjadi lebih singkat yaitu 0,51 tahun bila dilalui oleh kendaraan dengan muatan berlebih (Overload). Dengan lebih singkatnya umur perkerasan jalan Pahlawan tersebut maka diperlukan penambahan tebal perkerasan jalan (Overlay) dengan tebal 6 cm.

Kata kunci : Beban kendaraan, tebal lapis perkerasan lentur, umur rencana perkerasan lentur.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan manusia untuk melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Pada dasarnya jalan akan mengalami penurunan kualitas strukturalnya sesuai bertambahnya umur jalan, apalagi jika dilalui oleh kendaraan dengan muatan berat dan cenderung melebihi ketentuan. Jalan raya saat ini sering mengalami kerusakan dalam waktu

yang relatif sangat pendek (kerusakan dini) baik jalan yang baru dibangun maupun jalan yang baru di perbaiki (overlay). Beberapa hasil penelitian yeng telah di lakukan, penyebab utama kerusakan jalan adalah kualitas

pelaksanaan, drainase dan dari

beban kendaraan yang melebihi

ketentuan (overload).

Kerusakan jalan saat ini menjadi masalah yang sering terjadi, dimana beberapa pihak mengatakan kerusakan dini pada badan jalan diantaranya disebabkan oleh pelaksanaan jalan yang didesain dengan kualitas dibawah

(2)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 2 standar dan disebabkan oleh kendaraan

dengan muatan berlebihan (overload). Dampak nyata dari dua penyebab tersebut adalah kerusakan badan jalan sebelum umur teknis perencanaan terpenuhi. Dampak buruk lain yang disebabkan oleh kendaraan bermuatan berlebih (overload) adalah berkurangnya tingkat keselamatan berkendara, kemacetan dan kerusakan suku cadang kendaraan yang lebih cepat. Kerusakan perkerasan jalan yang terjadi merupakan gabungan dari beberapa faktor yang saling berkaitan. Disamping dari muatan berlebih (overload), faktor lain seperti perencanaan, pengawasan pelaksanaan dan lingkungan juga memberikan dampak pada kerusakan jalan.

1.2 Tujuan

untuk menganalisa dampak beban kendaraan berlebih (overload) terhadap umur rencana perkerasan jalan, sehingga kerusakan jalan dan besarnya dampak kelebihan muatan terhadap umur rencana jalan dapat diketahui.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Jalan raya merupakan prasarana transportasi darat terpenting, sehingga desain perkarasan jalan yang baik adalah suatu keharusan. Selain untuk menghubungkan suatu tempat dengan tempat lain, jalan yang baik juga diharapkan dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi pengemudi.

Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya dan semakin bertambahnya volume kendaraan, maka kebutuhan sarana transportasi jalan raya sangat besar. Oleh karena itu diperlukan perencanaan konstruksi jalan yang optimal dan memenuhi syarat teknis menurut fungsi, jumlah kendaraan maupun lalu lintas, sehingga pembangunan tersebut dapat maksimal bagi pembangunan daerah sekitar.

2.1 Klasifikasi Jalan

Klasifikasi jalan menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/1997) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Klasifikasi Jalan : Fungsi, Kelas dan Berat

Klasifikasi Kelas Muatan Sumbu Terberat (MST) (Ton) Fungsi ARTERI I II A >10 10 KOLEKTOR III A III B 8

LOKAL III C Tidak

ditentukan Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik

Jalan No.13//1970

Berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 2004 mengenai jalan, maka jalan dapat diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi jalan, yaitu :

1. Klasifikasi jalan menurut peran dan fungsi.

2. Klasifikasi jalan menurut wewenang.

3. Kasifikasi jalan berdasarkan muatan sumbu.

2.2 Klasifikasi kendaraan

Penggolongan atau pengklasifikasi kendaraan dilakukan untuk maksud tertentu dalam suatu analisa yang berkaitan dengan lalu lintas kendaraan, setiap analisa yang diinginkan berbeda, maka klasifikasi kendaraan yang dibutuhkan pun berbeda. Untuk perhitungan volume jalan mempunyai klasifikasi kendaraan yang berbeda dengan klasifikasi kendaraan untuk perhitungan beban lalu lintas.

Hal lain yang mempengaruhi penggolongan kendaraan adalah jenis-jenis kendaraan yang ada dalam suatu

(3)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 3 sistem jaringan jalan. Di Indonesia,

Direktorat Jendral Bina Marga selaku pembina jalan telah menetapkan golongan kendaraan untuk kebutuhan analisa perhitungan beban lalu lintas. 2.2.1. Kendaraan Umum

Dalam wilayah perkotaan kebutuhan akan kendaraan umum sangat diperlukan, hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk diwilayah tersebut sangat padat, sehingga mempunyai pergerakan hidup yang sangat tinggi. Pada dasarnya pengguna kendaraan umum menginginkan tingkat pelayanan yang baik, yaitu meliputi waktu tempuh, waktu tunggu dan kenyamanan dan keamanan yang terjamin selama perjalanan.

Pengangkutan orang dengan menggunakan angkutan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang lainnya. Pengangkutan orang menggunakan kendaraan umum dilayani dengan :

1. trayek tetap dan teratur : pelayanan angkutan yang dilakukan dengan jaringan yang tetap atau terjadwal. Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan tertentu, ditentukan dengan jaringan trayek. 2. Tidak dalam trayek : pengangkutan

orang dengan angkutan umum tidak dalam trayek meliputi : a. Dengan menggunakan taksi. b. Dengan kendaraan sewa. c. Pengangkutan pada saat

keperluan pariwisata.

Trayek angkutan kota dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) golongan yang memiliki karakteristik menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat diantaranya : 1. Trayek utama : pelayanan

angkutan yang melayani angkutan kawasan utama dan pendukung. 2. Trayek cabang : layanan angkutan

yang melayani di kawasan pendukung dan pemukiman

3. Trayek ranting : layanan angkutan yang melayani didaerah pemukiman

4. Trayek langsung : layanan angkutan yang melayani angkutan antar kawasan utama dengan kendaraan yang pendukung dan kawasan pemukiman.

2.2.2. Kendaraan Barang

Dampak perkembangan sosial ekonomi sebagai akibat dari pembangunan telah membawa perubahan pada kondisi angkutan barang dengan meningkatnya angkaekspor impor barang maka dituntut adanya angkutan barang dengan skala dan kapasitas yang lebih besar. Angkutan barang adalah angkutan / kendaraan yang memuat barang-barang yang tidak dapat dipecah-pecah sehingga memungkinkan angkutannya melebihi MST (Muatan Sumbu Terberat) yang dimensinya melebihi ukuran maksimum yang telah ditetapkan. 2.2.3. Muatan Sumbu Terberat (MST)

Dihasilkan oleh roda-roda kendaraan pada sumbu yang menekan jalan, muatan sumbu terberat dipakai sebagai dasar pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan dijalan raya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di indonesia sendiri kapasitas yang mampu disediakan pembina jalan adalah MST ≤ 8 ton, MST ≤ 10 ton dan

muatan sumbu

terberat dapat diartikan sebagai jumlah tekanan maksimum yang MST > 10 ton. Ketentuan tersebut menjadi dasar diwujudkannya prasarana transportasi jalan yang aman. Dengan demikian, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan menimbulkan dampak inefisiensi berupa menurunnya kinerja pelayanan jalan, jalan yang rusak tidak dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan yang diharapkan, karena permukaan jalan yang tidak

(4)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 4 rata, bahkan jalan tidak bisa dilewati

sama sekali, karena kondisi jalan yang rusak parah.

2.3. Perkerasan Lentur

menurut sukirman (1990) perkerasan lentur adalah susunan lapis perkerasan mulai dari tanah dasar (subgrade),

lapisan sub-pondasi agregat (subbase),

lapis podasi agregat dengan atau tanpa bahan pengikat atau perkuatan dan lapis permukaan (surface course) yang pada umumnya adalah campuran agregat dan aspal.

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai hal-hal penyusun lapis perkerasan lentur itu sendiri (Suprapto, 2004) : 1. Lapis permukaan (surface course),

yaitu bagian perkerasan yang paling atas, fungsi lapis permukaan diantaranya :

a. Fungsi struktural

Yaitu ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya gesar). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh dan stabil. b. Fungsi non struktural

1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air kedalam lapisan perkerasan yang ada dibawahnya. 2) Menyediakan permukaan yang tetap

rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak ( skid resisten) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas.

4) Sebagai lapis aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. 2. Lapis pondasi atas (base course), yaitu

bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah, apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :

a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan dan juga ikut menahan gaya geser dari beban roda.

b. Pemikul baban horizontal dan vertikal.

c. Sebagai lapis perkerasan untuk lapis pondasi bawah.

3. Lapis pondasi bawah (subbase course),

yaitu bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :

a. Untuk menyebarkan tekanan tanah. b. Sebagai lapis peresapan.

c. Mencegah masuknya tanah dasar pada lapis pondasi atas.

d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.

4. Tanah dasar (subgrade), yaitu permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perletakan lainnya.

2.4. Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan

Perencanaan desain suatu struktur perkerasan lentur dipengaruhi oleh 6 faktor, antara lain (Standar Konstruksi Bangunan Indonesia – SKBI, 1987) :

 Lalu lintas rencana.

 Daya Dukung Tanah Dasar.  Faktor Regional.

 Indeks Permukaan.

 Koefisien Kekuatan Relatif.  Indeks Tebal Perkerasan.  Lalu Lintas Rencana

Besarnya lalu lintas harian rata-rata diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar jalur jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan untuk jenis kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang akan berpengaruh langsung pada perencanaan konstruksi perkerasan.

Jalur rencana adalah suatu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang

(5)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 5 terdiri dari satu jalur atau lebih. Jika

jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan seperti yang tercantum pada tabel berikut :

Tabel 2.2. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n) L < 5,50 m 5,50 m ≤ L < 8,25 m 8,25 m ≤ L < 11,25 m 11,25 m ≤ L < 15,00 m 15,00 m ≤ L < 18,75 m 18,75 m ≤ L < 22,00 m 1 lajur 2 lajur 3 lajur 4 lajur 5 lajur 6 lajur Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang melewati lajur rencana ditentukan pada Metode Analisa Komponen seperti yang terlihat pada tabel dibawah. Tabel 2.3. Koefisien Distribusi Kendaraan

(C) Jumlah Lajur Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **) 1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 lajur - 0,30 - 0,45 5 lajur - 0,25 - 0,425 6 lajur - 0,20 - 0,40 *) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran

**) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan kendaraan dapat ditentukan

berdasarkan beban sumbu setiap kendaraan dengan rumus :

a. Angka ekivalen sumbu tunggal E =

b. Angka ekivalen sumbu ganda E = 0,086

c. Angka ekivalen sumbu triple E = 0,053

Untuk penguraian mengenai angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan, dapat dilihat pada table dibawah.

Tabel 2.4. Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen Kilogram (Kg) Libus (Lbs) Sumbu Tunggal Sumbu Ganda 1000 2205 0,0002 - 2000 4409 0,0036 0,0003 3000 6614 0,0183 0,0016 4000 8818 0,0577 0,0050 5000 11023 0,1410 0,0121 6000 13228 0,2933 0,0251 7000 15432 0,5415 0,0466 8000 17637 0,9328 0,0794 8160 18000 1,0000 0,0860 9000 19841 1,4798 0,1273 10000 22046 2,2555 0,1940 11000 24251 3,3022 0,2840 12000 26455 4,6770 0,4022 13000 28660 6,4419 0,5540 14000 30864 8,6447 0,7452 15000 33069 11,4184 0,9820 16000 35276 14,7815 1,2712 Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)

Lalu lintas harian rata-rata dan rumus-rumus ekivalen yang diuraikan adalah sebagai berikut :

a. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor, roda empat atau

Beban satu sumbu triple dalam kg 8160

... (2.1)

4

Beban satu sumbu ganda dalam kg 8160

4

... (2.3)

Beban satu sumbu tunggal dalam kg 8160 4

... (2.2)

... (2.1) 4 4 ... (2.2) ... (2.3)

(6)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 6 lebih selama 24 jam untuk kedua

jurusan. LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah tanpa median.

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana.

Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus :

LEP = ∑ LHR j x C j x E j Dimana :

LEP = Lintas ekivalen permulaan J = Jenis kendaraan

n = Jumlah jalur

LHR = Lalu lintas harian rata-rata C = koefisien distribusi kendaraan E j = Angka ekivalen

c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus :

LEA = ∑ LHR j (1 + i) x C j x E j

Dimana :

LEA = Lintas ekivalen akhir J = Jenis kendaraan n = Jumlah jalur

LHR = Lalu lintas harian rata-rata

C j = Koefisen distribusi kendaraan E j = Angka ekivalen

i = Perkembangan lalu lintas d. Lintas Ekivalen Tengah (LET)

adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal 8,160 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang

diduga terjadi pada pertengahan umur rencana.

Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus :

LET = Dimana :

LET = Lintas ekivalen tengah LEP = Lintas ekivalen permulaan LEA = Lintas ekivalen akhir e. Lintas Ekivalen Rencana (LER)

adalah besaran dalam nomogram untuk menetapkan tebal perkerasan dan menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana.

Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus :

LER = LET x FP Dimana :

LER = Lintas ekivalen rencana LET = Lintas ekivalen tengah FP = Faktor penyesuaian f. Faktor Peneyesuain (FP)

Dihitung dengan rumus : FP = UR / 10

Dimana :

FP = Faktor penyesuain

UR = Umur rencana

10 = Konstanta

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Daya dukung tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam merencanakan tebal perkerasan. Tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengestimasi nilai daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan. Perhitungan daya dukung tanah dasar dilakukan dengan pengujian CBR.

Ada dua macam pengujian CBR, yaitu CBR laboratorium dan CBR lapangan. Untuk perencanaan perkerasan biasanya digunakan CBR lapangan karena lebih praktis dalam pengerjaan.

n j=1 ... (2.4) LEP + LEA UR n j=1 ... (2.5) 2 ... (2.6) …….(2.7) ... (2.8)

(7)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 7 Daya Dukung Tanah dasar besarnya

korelasi dengan nilai CBR dan korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR ditentukan melalui 2 cara, menggunakan rumus dan korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR dapat ditentukan melalui gambar berikut :

Catatan : Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah kiri diperoleh nilai DDT. Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI –

2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02) Gambar 2.1. korelasi DDT dan CBR Faktor Regional (FR)

Faktor regional adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat dengan MST ≥ 13 ton dan kendaraan yang berhenti, serta iklim.

Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda antara jalan yang satu dengan jalan yang lain. Keadaan diatas tidak semuanya berpengaruh terhadap faktor regional, tetapi hanya alineyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat yang berhenti serta iklim (curah hujan) saja yang ikut berpengaruh dalam penentuan faktor regional. Penggunaan faktor regional untuk kondisi khusus perlu mendapatkan perhatian khusus antara lain daerah rawa-rawa, persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m).

Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan (IP) adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan klasifkasi fungsioanal jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER).

Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi atas, dan pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).

Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Nilai indeks tebal perkerasan diperoleh dari nomogram dengan menggunakan nilai-nilai yang telah diketahui sebelumnya, yaitu LER selama umur rencana, nilai DDT dan FR yang diperoleh.

2.5. Pelapisan Tambahan (Overlay) Konstrtuksi jalan yang telah habis masa pelayanannya perlu dilakukan pelapisan ulang (overlay) dengan tujuan meningkatkan kembali nilai kekuatannya, menaikan tingkat kenyamanan dan keamanan, mempertinggi tingkat kekedapan terhadap air dan memperbaiki tingkat kecepatan mengalirkan air. Sebelum dilakukan lapis ulang, perlu dilakukan terlebih dahulu survei-survei sebgai berikut :

1. Survei kondisi permukaan

Survei ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan (rideability), survei secara visual atau bantuan alat mekanis.

(8)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 8 Survei yang dilakukan secara visual

ini bertujuan untuk menilai kondisi lapis permukaan apakah dalam kondisi baik,kritis atau dalam kondisi rusak. Kemudian pada survei ini dilakukan penilaian terhadap kenyamanan apakah kondisi yang ada termasuk kondisi nyaman, kurang nyaman atau tidak nyaman. Penilainan terhadap tingkat kerusakan baik dari segi kualitas atau kuantitas juga dilakukan secara visual terhadap keadaan retak (crecking), lubang (pot hole), alur (rutting), pelepasan butir (raveling), pengelupasan lapis ulang (stripping), keriting (corrugation), amblas (depression), bleeding dan sungkur (shoving).

b. Survei dengan bantuan alat mekanis Survei dengan alat roughmeter yang ditempel pada sumbu belakang roda dengan tujuan untuk mengukur gerakan vertical sumbu pada kecepatan tertentu. Hal ini akan diperoleh kerataan dari permukaan jalan yang diukur dengan naik turunnya jarum.

2. Survei kelayakan struktural konstruksi perkerasan

Survei tentang kelayakan struktural dari konstruksi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Cara Destruktif

Cara ini dilakukan dengan mengambil sampel pada perkerasan lama dengan cara membuat test pit. Namun cara seperti ini tidak begitu disukai karena akan merusak perkerasan jalan.

b. Cara Non Destruktif

Cara ini lebih sering digunakan karena tidak merusak perkerasan jalan.Cara ini dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan

Benkelman Beam yang diletakan diatas permukaan jalan.

3. PENGUMPULAN DATA DAN METODE ANALISA

Untuk mencapai hasil penelitian yang sistematis, terorganisir dan dapat berjalan secara efektif, efisien serta tepat sasaran, diperlukan suatu desain penelitian. Di dalam rancangan tersebut dijelaskan mengenai metode penelitian, metode penelitian model dan model analisa yang digunakan. Dan di dalam rancangan penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian, sifat masalah yang dibahas dalam model penyelesaiannya.

3.1. Pengumpulan data

Proses pengumpulan data dalam tugas akhir ini terdiri dari dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survey secara langsung yang dilakukan dalam waktu 3 hari berturut-turut. Sedang untuk data sekunder didapat dari berbagai sumber informasi dan instansi yang terkait dengan judul tugas akhir ini yaitu, DLLAJ Kabupaten Bogor, UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor, Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kabupaten Bogor dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor.

3.1.1.Lokasi Studi Kasus

Dalam penulisan tugas akhir, penulis hanya menitik beratkan pada lokasi studi kasus yaitu ruas jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor. Lokasi ini diambil sebagai daerah pengamatan langsung untuk memperoleh data primer berupa data lalu lintas harian rata-rata (LHR). Pemilihan ruas jalan Pahlawan sebagai lokasi studi kasus dikarenakan jalan tersebut merupakan daerah yang sangat penting untuk kegiatan ekonomi maupun kegiatan lainnya. Jalan ini dilalui oleh beberapa macam kendaraan, baik kendaraan penumpang, kendaraan pribadi, maupun kendaraan angkutan barang industri. secara kasat mata bisa dilihat dampak kerusakan yang terjadi pada konstruksi

(9)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 9 jalan tersebut akibat beban kendaraan

yang melintas dijalan tersebut.

Ruas jalan Pahlawan merupakan daerah kawasan industri, dimana pada daerah tersebut terdapat berbagai macam perusahaan indusri yang menuntut adanya kegiatan lalu lintas kendaraan yang cukup padat setiap harinya. 3.1.2. Data Primer

Gambar 3.1.Lokasi Tinjauan : Jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor.

Gambar 3.2. Lokasi Tinjauan : Jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor

3.1.3. Data Sekunder

Tabel 3.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Ruas Jalan Phlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor.

No. Jenis Kendaraan Volume Kendaraan/har i (tahun 2016) 1. Mobil penumpang 8505 2. Truk ringan 401 3. Truk berat/bus 125 4. Truk tandem 125 5. Tronton 66 6. Truk gandeng 3 7. Semi trailer 29 8. trailer 57

Sumber : Dinas Lalu Lintas Angkutan dan Jalan Kabupaten Bogor

Tabel 3.2. Data Curah Hujan Kab. Bogor No. Tahun Curah hujan

rata-rata/tahun (mm) 1. 2010 3211 2. 2011 2818 3. 2012 2586 4. 2013 3103 5. 2014 2938 6. 2015 2089

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kab. Bogor

Untuk data beban kendaraan dibedakan antara muatan normal dan muatan berlebih

(Overload), adapun data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.3. Berat muatan normal kendaraan No. Jenis kendaraan Berat muatan

normal (kg) 1. Mobil penumpang 2300 2. Truk ringan 7520 3. Truk besar/bus 9980 4. Truk tandem 11000 5. Tronton 15340 6. Truk gandeng 27960 7. Semi trailer 20700 8. trailer 27560

Sumber : UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor

Tabel 3.4. Berat muatan berlebih

(Overload)

No. Jenis kendaraan Berat muatan berlebih (kg) 1. Mobil penumpang 2850 2. Truk ringan 10290 3. Truk besar/bus 13720 4. Truk tandem 16780 5. Tronton 19757 6. Truk gandeng 35760 7. Semi trailer 27560 8. trailer 36200

Sumber : UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor

(10)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 10

3.2. Metode Analisa Data

3.2.1. Muatan SumbuTerberat (MST) Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan perhitungan

Liddle, dengan rumus sebagai berikut :

Angka ekivalen sumbu tunggal E =

Angka ekivalen sumbu ganda E =0,086

3.2.2. Umur Rencana

Dalam menghitung umur rencana perkerasan jalan digunakan dua perbandingan yaitu kendaraan dengan muatan normal dan kendaraan dengan muatan berlebih, dengan rumus sebagai berikut : LETperlu =

Keterangan :

LETperlu = Lintas Ekivalen Tengah

LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LEA = Lintas Ekivalen

Akhir LER ada

LETperlu

Keterangan :

LER ada = Lintas Ekivalen Rencana UR = Umur Rencana 10 = Nilai Konstanta 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Perencanaan dan Analisa 4.1.1. Analisa Pay Load dan Damage

Factor Setiap Jenis Kendaraan

Perhitungan angka ekivalen (E) untuk masing-masing jenis kendaraan dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah sebagai berikut : 1. Mobil Penumpang (T1,1) a. Muatan normal E = = (0,000394) + (0,000394

)

= 0,000789 ~ 0,0008 b. Muatan berlebih E = = 0,000930) + (0,000930 =

0,001860 ~ 0,00180

2. Truk Ringan (T1,2L) a. Muatan normal E = = (0,029577) + (0,066003) = 0,095580 ~ 0,09560 b. Muatan berlebih E =

4 cm Laston lapis Aus AC – WC) 4 cm Laston lapis atas (AC – BC)

7 cm Batu Pecah (Kelas A)

15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3,4 %)

Sumber :Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor

Gambar 3.3. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Lama (Existing)

4

Beban satu sumbu tunggal dalam kg

Beban satu sumbu ganda dalam kg 8160 8160 4 4 LEP + LEA 2 UR

=

10 .... (3.1) ... (3.2)

+

1150 816 0 4 1150 816 0 4 1425 8160 4 1425 8160 4 3384 8160 4 4136 8160 4

+

4914 8160 4 6006 8160 4

+

(11)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 11 = (0,131516) + (0,293480) = 0,424996 ~ 0,425

3.

Truk Berat (T1.2H)

a.

Muatan normal

E =

= (0,091751 + (0,204745) = 0,2965 ~ 0,2965 b. Muatan berlebih E = = (0,32772) + (0,73132) = 1,05904 ~ 1,0590 4. Truk Tandem (T1,22) a. Muatan normal E = = (0,06189) + (0,044737) = 0,106627 ~ 0,1067 b. Muatan berlebih E = 5. Tronton (T1.2H) a. Muatan normal E = = (0,2341) + (1,96745) = 2,201518 ~ 2,2015 b. Muatan berlebih E = = (0,6441) + (5,4136)

=

6,0577 ~ 6,0577 6. Semi Trailer (T1.2-2) a. Muatan normal E = + = (0,04347) + (0,25454) + (3,52124) =

3,819253 ~ 3,81930

b.

Muatan berlebih

E = + = (0,1366) + (0,80000) + (11,0645) = 12,0009 ~ 12,0010 7. Trailer (T1.2-2.2) a. Muatan normal E = + 0,086 4491 8160 4 5489 8160 4

+

6174 8160 4 7546 816

0

4

+

4070 8160 4 6930 8160 4

+

0,086 6208

,6

816 0 4 10571 816 0

4

+

0,086

567

5

,8

8160 4

9

665 8160 4 +

+

7310 8160 4 12447 8160 4 2756 8160 4 7717 8160 4

+

15880 8160 4 4961 8160 4 7717 8160 4

+

14882 8160 4

+

3726 8160 4 5796 8160 4 11178 8160 4

(12)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 12 = (0,1366) + (0,8000) + (0,9515) = 1,8879 ~ 1,888 b. Muatan berlebih E= + 0,086 = (0,40659) + (2,380706) + (2,832351) = 5,619654 ~ 5,619654

4.2. Analisa Tebal LapisPerkerasan Untuk Jenis Kendaraan BermuatanNormal

Tabel 4.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ruas jalan Pahlawan Tahun 2015 Jenis Kendaraan 1 2 3 4 5 6 7 Volume (bh. kend.) 8505 401 125 125 66 29 57 Sumber : Data DLLAJ Maret 2016

4.2.1. Menghitung Lalu Lintas Rencana Rumus :

LEP = ∑ LHR j x C j x E j

1. M. Penumpang (2,3 ton) = 8505x0,5x0,0008

= 3,402

2. Truk ringan (7,52 ton) = 401x0,5x0,955 = 19,148

3. Truk berat (9,98 ton) = 125x0,5x0,296 = 18,525

4. Truk tandem (11 ton) = 125x0,5x0,1067 = 6,669 5. Tronton (15,34 ton) = 66x0,5x2,2016 = 72,653 6. Semi Trailer (20,70 t) = 29x0,5x0,601 = 55,380 7. Trailer (27,56 ton) = 57x0,5x1,888 = 53,805 LEP = 229,581 LEA = 229,581 (1+0,03)5

LEA =

266,148

LET =

LET = 247,148 FP = 5/10 =0,5 LER = 247,148 X 0,5 LER = 123,074

4.2.2. Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)

Dalam menentukan Daya Dukung Tanah Dasar (DDT), Penulis menggunakan grafik korelasi yang bisa dilihat pada gambar 2.2, dari korelasi antara CBR dan DDT maka diperoleh CBR tanah dasar (Sub Grade) = 3,4 % dengan DDT = 4 4.2.3. Menentukan Faktor Regional

untuk kendaraan berat dibawah 30 % yaitu (4,31 ≤ 30), dengan kelandaian 5 % (< 6 %) dan curah hujan rata-rata

sebesar 364,0 mm/tahun (< 900

mm/tahun) yang bisa dilihat pada tabel 2.9. Dengan melihat tabel 2.9 didapat FR 0,5.

4.2.4. Menentukan Indeks Permukaan Dari hasil analisa diatas diperoleh LER (Lintas Ekivalen Rencana) sebesar 123,932, diambil klasifikasi jalan kolektor maka dengan melihat tabel 2.10 didapat IPt = 2 dan juga menggunakan jenis lapis perkerasanLastondengan nilai kekasaran> 1000 mm/km Maka IPo adalah 3,9 – 3,5

4.2.5 Menentukan Indeks Tebal Perkerasan

a. Lintas Ekivalen Rencana (LER) = 123,074

b. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) = 4

c. Faktor Regional = 0,5 d. Indeks Permukaan Akhir Umur

Rencana = 2 651 6 816 0 4 10136 816 0 4

+

19548 8160 4 j=1 n 229,581 + 266,148 2

(13)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 13 e. Indeks Permukaan Awal Umur

Rencana = 3,9 - 3,5

f. Indeks Tebal Perkerasan (ITPNormal) = 6,8

4.3. Menghitung Tebal Lapis Perkerasan (D) dengan Muatan Normal dan Muatan Berlebih 1. LER Muatan Normal = 123,932 2. LER Muatan Berlebih = 393,636 3. ITP Muatan Normal =6,8 4. ITP Muatan Berlebih = 8,2

Perkerasan Jalan Lama (Existing)

a. Laston (MS = 744 kg) a1= 0,40 b. Laston Atas a2 = 0,28 c. Batu Pecah (Kelas A) a3 = 0,14 d. Sirtu (Kelas A) a4 = 0,13

Tebal Perkerasan Jalan Lama

ITP ada= D1.0,40 + D2.0,28 + D3.0,14 + D4.0,13 ITP ada= 4.0,40 + 4.0,28 + 7.0,14 + 15.0,13 ITP ada= 1,6 + 1,12 + 0,98 + 1,95 ITP ada= 5,65

Perkerasan Jalan dengan Muatan Normal

Didapat dari Nomogram 4, ITP Perlu (Normal) = 6,8

Maka untuk tebal perkerasan jalan dengan muatan normal yaitu : Δ ITP = ITP Perlu (Normal) – ITP ada Δ ITP = 6,8 – 5,65 = 1,15

1,15 = 0,4 . D1 D1 =

D1 = 2,875 cm ~ 3 cm untuk Laston (MS. 744)

Perkerasan Jalan dengan Muatan Berlebih

Didapat dari Nomogram 4, ITP Perlu (Berlebih)

= 8,2

Maka untuk tebal perkerasan jalan dengan muatan Berlebih yaitu :

Δ ITP = ITP Perlu (Berlebih) – ITP ada

Δ ITP = 8,2 – 5,65 = 2,55 2,55 = 0,4 . D1

D1 =

D1 = 6,275 cm ~ 6 cm untuk Laston (MS. 744)

4.4. Menghitung Umur Rencana Perkerasan Jalan

 Menentukan Umur Rencana dengan Muatan Normal :

a. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) = 4

b. Faktor Regional (FR) = 0,5

c. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt) = 2

d. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) = 3,9 – 3,5

e. ITP ada = 5,65 f. LET Perlu = 248 g. LER ada = 40

LER ada(Normal) = LET perlu(Normal) x

LER ada (Normal)

4 cm Laston (MS 744)

4 cm Laston Atas (MS 590) 7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3,4 %)

Gambar 4.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Lama

3cm Laston (MS 744)

4 cm Laston (MS 744)

4 cm Laston Atas (MS 590) 7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3,4 %)

Gambar 4.2. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Muatan Normal

10

LET perlu (Normal)

=

UR

10

UR 1,15 0,4 2,55 0,4

(14)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 14

248.. UR = 40 x 10

UR =

UR = 1,61tahun

Maka didapat Umur Rencana jalan dengan Muatan Normal sebesar 1,61 tahun Umur Rencana.

4.5. Menghitung Umur Rencana Perkerasan Jalan

 Menentukan Umur Rencana dengan Muatan Overload :

h. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) = 4

i. Faktor Regional (FR) = 0,5

j. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt) = 2

k. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) = 3,9 – 3,5

l. ITP ada = 5,65 m.LET Perlu = 787 n. LER ada = 40

LER ada = LET perlu x

LER ada

787.. UR = 40 x 10

UR =

UR = 0,51 tahun

Maka didapat Umur Rencana jalan dengan Muatan berlebih sebesar 0,51 tahun Umur Rencana.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Ruas jalan Pahlawan yang seharusnya beban kendaraan = 8 ton, akan tetapi kendaraan yang melintas adalah

kendaraan dengan beban > 8 ton. Sehingga mengakibatkan kerusakan perkerasan terjadi yang disebabkan adanya kendaraan dengan muatan berlebih yang melintasi ruas jalan tersebut.

2. Jenis kendaraan yang mempunyai kecenderungan melebihi ketentuan maksimum sumbu terberat adalah dari kendaraan golongan 2 sampai dengan golongan 7. Dengan kendaraan golongan 2 yaitu Truk Ringan (T1.2L), golongan 3 yaitu Truk Berat (T1.2H), golongan 4 yaitu Truk Tandem (T1.22), golongan 5 yaitu Tronton (T1.2H), golongan 6 yaitu Semi trailer (T1.2 - 2) dan golongan 7 yaitu Trailer (T1.2 – 2.2).

3. Dari hasil analisa didapat Damage Factor seluruh jenis kendaraan adalah sebagai berikut :

Damage Factor Muatan Normal

 Mobil Penumpang & Pribadi (2,3 ton) = 0,0095 %

 Truk Ringan & Bus Kecil (7,52on) = 1,1358 %

 Truk Berat & Bus Besar (9,99 ton) = 3,5251 %

 Truk Tandem (11 ton) =1,2690 %

 Tronton (15,34 ton) = 26,1840 %  Semi trailer (20,70 ton) = 45,4235%  Trailer (27,56 Ton) = 22,4531 %

Damage Factor Muatan Berlebih

 Mobil Penumpang & Pribadi (2,85 ton) = 0,0070 %

 Truk Ringan & Bus Kecil (10,29 ton) = 1,6507 %

 Truk Berat & Bus Besar (13,72 ton) = 4,1144 %

 Truk Tandem (16 ton) = 2,2431 %  Tronton (19,76 ton) = 23,5326 %  Semi trailer (27,56 ton) = 46,6212 %  Trailer (36,20 Ton) = 21,8311 % 7. Jenis kendaraan yang memiliki nilai

Damage Factor paling dominan baik untuk kendaraan bermuatan normal ataupun untuk kendaraan bermuatan berelebih adalah kendaraan jenis Tronton dan Semi Trailer.

248 400

10

LET perlu

=

UR

10

UR 787 400

(15)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 15 8. Pengaruh beban kendaraan berlebih

(Overload) terhadap umur rencana perkerasan sangat signifikan, yaitu sekitar 68,32%.

9. Selain Muatan Sumbu Terberat kendaraan, faktor tidak terawatnya saluran air pun menjadi penyebab terjadinya Damage Factor. Dalam hal ini ditunjukan dengan adanya genangan air pada badan jalan saat hujan turun dan kualitas material perkerasan yang tidak sesuai dengan rencana, sehingga mudah terjadinya kerusakan.

10. Dari hasil analisa perkerasan jalan yang ada saat ini, setelah dilakukan lapis tambahan perkerasan untuk beban normal saja umur rencana hanya mampu bertahan selama 1,61 tahun dan untuk beban berlebih kurang dari 0,51 tahun.

5.2 Saran

1. Perlunya pengawasan ketat terhadap kendaraan yang melintasi ruas jalan Pahlawan, dengan cara memberi rambu (maksimal beban kendaraan) atau mengatur supaya kendaraan yang ingin melintasi jalan tersebut diharuskan melintasi jembatan timbang terdekat terlebih dahulu.

2. Perlu tindakan yang tegas kepada para pengguna jalan yang melanggar dan mengabaikan aturan lalu lintas yang berlaku.

3. Untuk menjaga keawetan lapis perkerasan, hendaknya diperhatikan juga drainase yang ada, agar drainase tersebut bisa berfungsi sebagai mana mestinya dan agar air hujan yang turun tidak menggenangi badan jalan.

4. Melihat umur rencana yang begitu singkat dan agar tidak menjadi pemborosan anggaran, disarankan mengganti perkerasan lentur yang ada dengan perkerasan kaku yang sesuai dengan SNI (yang nantinya analisa perkerasan kaku ini bisa dilanjutkan oleh mahasiswa yang lain untuk menjadi bahan Tugas Akhir berikutnya).

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Standarisasi Nasional, Geometri

Jalan Perkotaan, Badan Penerbit

Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta, 2004.

2. Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum, 1989, Pelaksanaan Lapis

Campuran Beraspal Panas, SNI

03-1737-1989, Badan Penerbit LitbangPU, Jakarta.

3. Departemen Pekerjaan Umum, Manual

Kapasitas Jalan Indonesia, Badan

Penerbit PU, Jakarta, 1997.

4. Departemen Pekerjaan Umum, 1987,

Petunjuk Perencanaan Tebal

Perkerasan Lentur Jalan Raya

Dengan Metode Analisis Komponen

SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02),

Badan Penerbit PU, Jakarta.

5. Dewan Standarisasi Nasional – DSN, 1987, Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya Dengan

Metode Analisa Komponen, Jakarta

6. Departemen Pekerjaan Umum, 1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik

Jalan Antar Kota, Direktorat Jenderal

Bina Marga, Jakarta.

7. Hendarsin, Shirley, L., 2000,

Perencanaan Teknik Jalan Raya,

Politeknik Negeri Bandung.

8. Oglesby, H. Clarkson, Hicks Gary, R., Teknik Jalan Raya Jilid 2 Edisi

Keempat, Erlangga, Jakarta, 1996.

9. Puslitbang Jalan dan Jembatan,

Karakteristik Beban Kendaraan

Operasional, Bandung, 2008.

RIWAYAT PENULIS

1. Zainal, ST (Alumni 2016) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor.

2. Ir. Arif Mudianto, MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. 3. Ir. Andi Rahmah, MT. Staf Dosen

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor.

Gambar

Tabel  2.1.  Klasifikasi  Jalan  :  Fungsi,  Kelas dan Berat
Tabel  2.2.  Jumlah  Lajur  Berdasarkan         Lebar  Perkerasan
Tabel 3.3. Berat muatan normal kendaraan  No.  Jenis kendaraan  Berat muatan
Gambar  3.3.  Susunan  Lapis  Perkerasan  Jalan  Lama (Existing)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki kepulauan terbanyak didunia. Salah satu permasalahan yang menjadi sorotan akan keberadaan negara kepulauan adalah adanya

Dari hasil penelitian diperoleh data tekanan darah pada subjek dengan terapi musik klasik mengalami perubahan yaitu menurun dari hipertensi sedang menjadi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat diskriptif yaitu dengan melakukan perbandingan kondisi perkerasan jalan menggunakan data LHR dalam kurun waktu 5

Geometrik jalan, merupakan karakteristik yang mempengaruhi terhadap kapasitas dan kinerja jalan, berupa : pembebanan lalu lintas, lebar jalur lalu lintas

Berdasarkan jumlah lalu lintas harian rata-rata pada bulan Pebruari 1995, kendaraan yang melewati ruas jalan ini (kendaraan bermotor) mencapai 1120 kendaraan dalam 2 arah berarti

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota Bandung tentang Pedoman Pengelolaan Layanan Aspirasi dan

PJB yang digunakan untuk menyuplai sebagian besar listrik di Jawa dan Bali.PLTU Paiton ini didirikan di tepi pantai Probolinggo yang memiliki sistem sirkulasi pendinginan

Oleh karena itu dalam penelitian ini dipelajari pengaruh perubahan komposisi bahan pembentuk gelas dalam hal ini pengaruh perubahan kadar SiO2 dalam bahan pembentuk gelas