• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali) Abstrak - LARANGAN PERKAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali) Abstrak - LARANGAN PERKAWI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)

Abstrak : Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh karena Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif Hukum Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali). Skripsi. Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah. Instistut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.

Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena adat kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor yang menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung. Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.

Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan wawancara terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku perkawinan yang dilarang antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.

(2)

Pengarang : a. Nama : Leni Tri Wulandari b. E-mail : Leni566934@gmail.com

Pembimbing : a. Nama : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.

Fakultas : Syari’ah

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

(3)

LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH

KARENA KEPERCAYAAN

PADA MASYARAKAT MUSLIM

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa

Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

LENI TRI WULANDARI

NIM: 21110017

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

v

MOTTO

(9)

vi

PERSEMBAHAN

(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan. Salam dan sholawat semoga selalu terlimpah kepada Nabi dan Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Larangan

Perkawinan Antar Dukuh Karena Kepercayaan Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Hukum Islam (Study Kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong kabupaten Boyolali)”. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan program study S1 Hukum Keluarga Islam fakultas syari‟ah Instisut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penulisan skripsi ini disadari oleh penulis masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan ini, antara lain:

1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku dekan fakultas syari‟ah IAIN salatiga. 3. Bapak Dr. Ilyya Muhsin, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan

(11)

viii

4. Seluruh anggota penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi Hukum

Keluarga Islam fakultas Syri‟ah di Instistut Agama Islam Negeri Salatiga.

5. Semua Dosen-Dosen fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

6. Seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan administrasi-sdministrasi selama perkuliahan.

7. Almarhum kedua orang tuaku.

8. Keluargaku tercinta yang selalu menemaniku, menghiburku, membantuku,

memberiku semangat serta do‟a disetiap saat.

9. Seluruh masyarakat Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung terutama tokoh-tokoh Agama serta Adat yang mana telah memberikan kontribusi terhadap informasi yang telah diberikan.

10.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian sekripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas bantuan dan

(12)

ix ABSTRAK

Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh karena Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif Hukum Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali). Skripsi. Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah. Instistut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya Muhsin, M. Si. Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena adat kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor yang menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung. Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.

Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan wawancara terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku perkawinan yang dilarang antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.

(13)

x DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR BERLOGO ... i

NOTA PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus penelitian ... ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

(14)

xi

E. Penegasan Istilah ... 6

F. Telaah Pustaka ... 7

G. Metodoligi Penelitian... ... 9

H. Sistematika Penulisan... ... 15

BAB II. PERKAWINAN A. Konsep Perkawinan ... 16

B. Dasar Hukum Perkawinan ... 17

C. Rukun dan Syarat Perkawinan ... 22

D. Konsep kepercayaan... ... 28

E. Larangan Perkawinan... ... 29

1. Larangan Muabbad... ... 29

2. Larangan Muaqqot... ... 34

3. Hikmah Perkawinan... ... 38

(15)

xii

1. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo ... 42

a. Luas dan Letak Geografis……… ... 42

b. Jumlah Penduduk……… 42

c. Keadaan Pendidikan……… 43

d. Keagamaan………. 43

e. Keadaan Ekonomi……… 44

2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji……….. 45

a. Luas dan Letak Geografis……….. 45

b. Jumlah Penduduk……… 45

c. Keadaan Pendidikan……… 45

d. Keagamaan………. 46

e. Keadaan Ekonomi……….. 46

B. Ritual Larangan Perkawinan Antar Dukuh Jaten Desa Mojo Dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 47

C. Faktor-faktor yang Mendorong Larangan Perkawinan anatra Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 53

(16)

xiii

BAB V PENUTUP ... 63

A. Kesimpulan ... 63 B. Saran 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(17)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 tokoh masyarakat yang diwawancarai ... 11

Table 1.2 nama pelaku perkawinan ... 11

Table 3.1 Jumlah penduduk Dukuh Jaten berdasarkan jenis kelamin ... 42

Tabel 3.2 persentase jenis pekerjaan Dukuh Jaten ... 44

Table 3.3 Jumlah penduduk Dukuh Bandung berdasarkan jenis kelamin ... 45

Table 3.4 persentase jenis pekerjaan Dukuh Bandung ... 46

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan sumber utama dan pertama

dalam hukum Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan secara terperinci di dalamnya. Akan tetapi masih diperlukan adanya penjelasan-penjelasan dari sunnah Rosul. Meskipun

Al-Qur‟an dan Sunnah Rosul telah memberikan

ketentuan-ketentuan hukum perkawinan secara terperinci, tetapi dalam beberapa masalah pemahaman tentang masalah-masalah itu

seringkali memerlukan adanya pemikiran para fuqoha‟.

(19)

2

merupakan peristiwa penting bagi kehidupan manusia. Dengan jalan ini, hubungan yang semula haram menjadi halal. Pernikahan mempunyai peran penting dalam membangun dan mewujudkan sebuah tatanan masyarakat. Perkawinan merupakan salah satu cara untuk menciptakan kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Kesejahteraan perorangan sangat tergantung pada keluarganya, sehingga kesejahteraan masyarakat tergantung pada kesejahteraan keluarganya (Ghozali, 2003:13).

Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu perkawian dianjurkan oleh islam dan termasuk salah satu bentuk ibadah. Tujuan perkawinan tidak hanya untuk menyalurkan kebutuhan biologis, akan tetapi untuk melanjutkan keturunan dan berumah tangga yang penuh kedamaian dan kasih sayang. Berkeluarga baik menurut Islam sangat menunjang utuk menuju kepada kesejahteraan termasuk dalam mencari rizki Tuhan (Ghozali, 2010:14).

Firman Allah dalam Surat An Nur Ayat 32

ًَهبٌََ ْلْااْىُحِنًَْاَو

(20)

3

yang layak(menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya, Allah Maha mengetahui.

Dalam budaya jawa ajaran Hindu Budha masih melekat, sebagian masyarakat masih berkeyakinan terhadap tradisi atau sistem-sistem budaya yang terdahulu yaitu masyarakat tradisional. Masyarakat yang melanggar tradisi berarti telah keluar dari sistem-sistem yang ada. Setelah agama Islam masuk, maka yang menjadi asas hukum berganti dengan aturan-aturan yang berdasarkan Hukum Islam.

(21)

4

Masyarakat hanya sekedar percaya apabila melanggar aka nada mala petaka, tanpa melihat lebih dalam sebab akibatnya. Ia hanyalah ikut-ikutan dan sekedar mengikuti faham belaka. Apabila orang beranggapan bahwa nasib sial itu disebabkan oleh beberapa hal atau sebab-sebab tertentu, maka tidak seharusnya dia menyerah pada nasib dan keadaan, khususnya lagi pada tataran aktifitas konkrit. Firman Allah surat Yasin-19

َىْىُفِسْسُّه مْىَق ْنُزًَْا ْلَث ْنُرْسِمُذ ْىِاَا,ْنُنَعَّه ْنُمُسِئبَغاْىُلبَق

Mereka (utusan-utusan) itu berkata,”Kemalangan itu adalah karena kamu sendiri, apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.

firman Allah Qs.Al-A‟rof ayat 131

َىْىُوَلْعٌَ َلْ ْنُهَسَثْمَا َّيِنَلَو ِ ّاللَدٌِْع ْنُهُسْئَغ بَوًَِّا َلَْا,

(22)

5

ُنِسُف ْىَا ًِْف َلَْو ِضْزَ ْلْا ًِف ٍخَجٍِْصُّه ْيِه َةبَصَا بَه

ْىَا ِلْجَق ْيِّه ٍتَزِم ًِْف َّلِْا ْن

سٍِْسٌَ ِ ّالل ًَلَع َلِلَذ َّىِا,بَهَاَسْجًَ

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfud) sebelum kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.

Dari berbagi fenomena di atas, maka disimpulkan bahwa percaya kepada musibah yang datang dari roh penunggu dukuh itu dilarang agama islam. Akan tetapi berbeda dengan masyarakat di Kecamatan Andong Boyolali tetap saja mempercayai hal tersebut. dari berbagai fenomena yang terjadi di Dukuh-dukuh tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai mitos pernikahan terlarang karena adat kepercayaan tersebut penulis akan meneliti hal

tersebut dengan judul” LARANGAN PERKAWINAN

ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM” (Studi Kasus antara Dukuh Bandung

Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong kabupaten Boyolali)

(23)

6

Penelitian ini terfokus pada masyarakat yang menjalankan tradisi larangan perkawinan antar dukuh karena adat kepercayaan. Adapun fokus penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali?

2. Apa saja yang menjadi faktor pendorong larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali?

3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang larangan perkawinan antar dukuh karena adat kepercayaan?

C. Tujuan Penelitian.

1. Mengetahui tentang larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

2. Mengetahui faktor pendorong larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

(24)

7 D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meberikan pemahaman dan manfaat, adapun manfaatnya;

a. Secara teoritis, sebagai upaya mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang kekeluargaan islam yang berkaitan dengan masalah larangan perkawinan, serta dapat dijadikan hipotesis bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah perkawinan. b. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bagi masyarakat Dukuh Jaten Desa Mojo dan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dalam menyikapi tradisi tersebut.

E. Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan kejelasan judul diatas, penulis perlu memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada. Istilah-istilah tersebut adalah:

1. Perkawinanan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa membentuk keluarga dengan lawan jenis. Perkawinan menurut syara’yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk memperbolehkan

bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki (Ghozali, 2003:7).

(25)

8

menyatukan dan menggalang persatuan antara masyarakat (Indiyawati: 2007:73). Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadah atau dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama.

3. Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan al-Qur‟an, hadist dan juga para fuqoha (Sudarsono, 1992:169).

F. Telaah Pustaka

Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian ini adalah

penelitian yang ditulis oleh Muhammad Isro‟i skripsi STAIN Salatiga angkatan 2009 dengan judul “Larangan Menikah Pada Bulan Muharram Dalam Adat Jawa

Perspektif Hukum Islam (StudiKasus di Desa Bangkok,

Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali”). Adapun

(26)

9

diwariskan nenek moyang masih tetap dipertahankan. Masyarakat Desa Bangkok masih mempercayai bahwa pernikahan yang dilakukan pada bulan muharram akan mendapat banyak halangan, selain itu jika perkawinan tetap dilakukan hubungan antara suami istri akan sering terjadi percecokan. Dalam hukum islam tidak ada larangan menikah pada waktu-waktu tertentu, sehingga perkawinan itu bisa dilakukan kapan saja asalkan bertujuan baik. Apabila perkawinan itu tetap dilakukan pada bulan muharram itu sangatlah baik karena bulan tersebut merupakan salah satu dari empat bulan haram yang sangat dimuliakan oleh Allah.

Adapun penelitian yang lain ialah “Perkawinan

Adat Jawa Dalam pemikiran Hukum Islam”(study kasus

di Desa Ngrombo Kecamatan Plupuh Kabupaten

(27)

10

kabupaten Sragen serta bagaimana perkawinan adat jawa yang dilakukan oleh masyarakat desa ngrombo, kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen dilihat dari pemikiran hokum islam. Hasilnya Perkawinan adat merupakan bentuk penghormatan kepada roh nenek moyang, menjaga budaya, meminta keselamatan kepada setan penunggu desa dan roh nenek moyang mendatangkan ketentraman bagi kedua pengantin, keluarga dan masyarakat. Apabila tidak melakukan perkawinan secara adat jawa maka kedua pengantin akan jatuh sakit dan tidak mempunyai keturunan. Padahal anggapan seperti itu adalah sebuah mitos. Pandangan hukum islam mengenai itu merupakan dilarang dalam agama.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian pertama membahas mengenai larangan perkawinan pada bulan muharram, penelitian yang kedua mengenai pernikahan adat jawa sedangkan penelitian skripsi ini adalah larangan perkawinan antar dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

G. Metode Penelitian

(28)

11

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam suatu dukumen atau bendanya (arikunto, 2010:22). Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis adalah

suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari

hidup bersama dalam masyarakat. 2. Kehadiran peneliti

Dalam penelitian ini, penulis bertindak menjadi pengumpul data sekaligus juga bertindak sebagai instrumen. Instrumen lain yang digunakan penulis adalah alat tulis, alat perekam, serta alat dokumentasi. Tetapi instrumen tersebut hanya sebagai pendukung tugas penulis sebagai instrumen. Oleh karena itu kehadiran penulis dilapangan sangatlah mutlak diperlukan. Penulis juga berperan sebagai partisipan penuh, yang mana penulis ikut serta membaur dengan objek yang akan diteliti. Akan tetapi kehadiran penulis sebagai peneliti telah diketahui statusnya.

3. Lokasi Penelitian

(29)

12

harus melakukan ritual adat tertentu. Sampai saat ini masyarakat daerah tersebut masih melaksanakan kebiasaan yang mereka percayai itu.

4. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara/Interview

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moelong, 2009:186). Adapun yang telah diwawancarai ialah sebagai berikut:

Tabel 1.1 nama tokoh masyarakat yang telah diwawancarai

No Dukuh Jaten No Dukuh Bandung

(30)

13 b. Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang akan diteliti. Sedangkan teknik observasi yang digunakan peneliti adalah terjun langsung ke lapangan yang hendak diteliti. Peneliti ikut serta dalam mengamati ritual perkawinan yang sudah dilakukan oleh Yuni dengan Mulyanto, perkawinan dilakukan dengan ritual selamatan kemudian pengankatan anak oleh pihak bandung dan melangsungkan perkawinan di KUA. Peneliti juga pelaku dalam perkawinan antar dukuh yang dilarang (peneliti partisipatory). c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada yang berkaitan. Dalam pelaksanaan metode ini, peneliti meneliti benda-benda tertulis seperti buku dll(Arikunto, 1989:131). Adapun dokumen yang digunakan adalah KTP, KK dan foto-foto. 5. Tehnik Analisis Data

(31)

14

bentuk pengolahan terhadap data-data tersebut antara lain :

a. Reduksi Data

Reduksi merupakan pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertilis di lapangan. Dalam penelitian ini reduksi data dapat dilakukan dengan cara menysun ringkasan, mengelompokkan, membuang yang tidak perlu diberi kode bagian yang penting dan sebagainya hingga laporan itu selesai (sugiyono, 2011:244). b. Display Data

Yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan

(32)

15

angan-angan atau keinginan penelitian. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan adalah merupakan jawaban yang dicari, walaupun tidak selalu menyenangkan. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan data rekaman wawancara observasi dan dokumen-dokumen. 6. Pengecekan Keabsahan Data

(33)

16

seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan dan, 5. Membandingkan hasil wawncara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moelong, 2009:331).

7. Tahap-tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan izin dan mencari data ke kelurahan yang bersangkutan, kemudian penulis mencari data ke Dukuh-dukuh yang bersangkutan, kemudian peneliti melakukan analisis setelah itu penulis melakukan penulisan hasil laporan.

H. Sistematika Penulisan

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaahpustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi landasan teori perkawinan dalam islam. Bab ini memuat pembahasan tentang perkawinan dalam islam meliputi pengertian, dasar hokum, syarat dan rukun, tujuan dan hikmah perkawinan.

(34)

17

Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Subbab ini membahas keadaan geografis, pendidikan, keagamaan, ekonomi dan deskripsi tentang larangan perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali serta faktor-faktor penyebab terjadinya larangan perkawinan antar dukuh.

Bab keempat berisi tentang analisis tinjauan hukum islam mengenai larangan perkawinan antara Dukuh Bandung, Desa Beji dan Dukuh Jaten, Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

(35)

18 BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Perkawinan 1. Pengertian

Perkawinan merupakan nilai keagamaan sebagai ibadah kepada Allah dan merupakan sunah Nabi. Pernikahan Merupakan sunnatuallah yang umum dan berlaku pada semua mahluk-Nya, baik pada Manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. (Tihani, 2010:6). Perkawinan menurut islam ialah suatu akad atau ikatan untuk menghalalkanhubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujutkan kebahagiaan keluarga dengan cara yang diridhoi Allah (Basyir, 1996:11). Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata kawin yang berarti membentuk keluarga dari lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan

(36)

19

Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk memperbanyak keturunan. Perkawinan juga mempunyai tujuan seperti dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pada pasal 1 yang

disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Esa”. Perkawinan dikatakan sah apabila memenuhi syarat. Syarat

tersebut meliputi syarat bagi kedua mempelai, wali, dan saksi. Demikian pula dalam intruksi presiden Republik Indonesia NO.1 tahun 1991 tentang

kompilasi hokum islam (KHI) BAB 1 disebutkan bahwa “ Perkawinan

menuruthukum islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah. Sepeti firman Allah yang artinya “Dan segala sesuatu

kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran

Allah”.

B. Dasar Hukum

(37)

20

Hukum Islam. Hukum Nikah (perkawianan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antarjenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut. (Tihani, 2010:8).

Perkawinan merupakan sunatullah hukum alam di dunia. Perkawinan dilakukan oleh semua mahluk ciptaan Allah. Hukum perkawinan ialah hukum yang mengatur tentang perkawinan yang berdasarkan Al-Qur‟an dan sunnah agar suatu perkawinan diridhoi oleh Allah. Sebagai firman Allah pada surat Al-Dzariat ayat 49

َىوُسَّمَرَر ْنُنَّلَعَل ِيٍَْجْوَش بٌَْقَلَخ ٍءًَْش ِّلُم يِهَو

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.

Firman-Nya pula pada surat Yasin ayat 36

ُر بَّوِه بَهَّلُم َجاَوْشَ ْلْا َقَلَخ يِرَّلا َىبَحْجُس

ْنِهِسُفًَأ ْيِهَو ُضْزَ ْلْا ُذِجٌ

َىىُوَلْعٌَ َلْ بَّوِهَو

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

Qs.An-nisa ayat 1

بَهَجْوَش بَهٌِْه َقَلَخَو ٍحَدِحاَو ٍسْفًَّ يِّه نُنَقَلَخ يِرَّلا ُنُنَّثَز ْاىُقَّرا ُسبٌَّلا بَهٌَُّأ بٌَ

َمبَحْزَلْاَو ِهِث َىىُلءبَسَر يِرَّلا َ ّالل ْاىُقَّراَو ءبَسًَِو اًسٍِثَم ًلْبَجِز بَوُهٌِْه َّثَثَو

بًجٍِقَز ْنُنٍَْلَع َىبَم َ ّالل َّىِإ

(38)

21

menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Perkawinan merupakansuatu cara Allah sebagai jalan bagi manusia untuk berkembang biak dan menjaga kelestarian hidupnya. Kemudian memulai menjalankan perannya masing-masing untuk mencapaikeluarga yang bahagia dan sejahtera.

Firman Allah Al-Hujurat Ayat 13

ْنُمبٌَْلَعَجَو ىَثًُأَو ٍسَمَذ يِّه نُمبٌَْقَلَخ بًَِّإ ُسبٌَّلا بَهٌَُّأ بٌَ

اىُفَزبَعَزِل َلِئبَجَقَو بًثىُعُش

سٍِجَخ نٍِلَع َّالل َّىِإ ْنُمبَقْرَأ ِ َّالل َدٌِع ْنُنَهَسْمَأ َّىِإ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

(39)

22

Bagi fuqoha yang berpendapat nikah itu wajib bagi sebagian orang, sunnat untuk sebagian yang lain, dan mubah untuk sebagian yang lain, maka pendapat ini didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan. Qiyas seperti ini yang disebut qiyas mursal, yakni suatu qiyas yang tidak mempunyai dasar penyadaran. Kebanyakan ulama mengingkari qiyas tersebut, tetapi dalam mazhab maliki tampak jelas dipegangi (ghozali, 2003:12).

Al-jaziri mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara”yang lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnat(mandud) dan adakalanya mubah.

Ualama syafi‟iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah,

disamping ada yang sunnat, wajib, haram dan yang makruh. Di Indonesia, umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan

ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat ulama Syafi‟iyah.

Terlepas dari berbagai pendapat imam-imam mazhab, berdasarkan nash-nash, baik Al-Qur‟an maupun as-sunnah, islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun dilihat dari kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenalkan hukum sebagai berikut ;

(40)

23

sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya,maka sesuatu itu hukumnya wajib juga”

Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hokum sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.

2. Nikah haram, Nikah diharamkan bagi yang belum mampu berjima’ dan membahayakan kondisi pasangannya jika menikah. Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila sesorang kawin dengan maksud untuk menerlantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain.

3. Nikah Makruh, Nikah Makruh bagi yang membutuhkannya dan khawatir jika menikah justru membuat kewajibannya terbengkalai. Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.

4. Nikah Sunnah, Nikah disunnahkan bagi orang yang mampu dan memenuhi syarat syah nikah akantetapi masih sanggup mengendalikan diri. Dalam hal ini menikah lebih baik daripada membujang.

(41)

24

dan membina rumah tangga keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan perkawinan, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.

Berdasarkan uraian di atas, Allah tidak menjadikan manusia seperti mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya. Allah menjaga manusia denganpenuh martabat dan kehormatan. Maka daripada itu Allah membuat aturan terperinci atau hkum mengenai tata cara hidup khususnya dalam hal perkawinan.

C. Rukun dan Syarat Perkawinan.

1. Rukun yaitu sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan ( ibadah) (Ghozali, 2003:46).Adapun rukun perkawinan sebagai berikut;

a. Adanya calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. 1). Calon mempelai laki-laki ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. sebelum pernikahan dilaksanakan. Syari‟at islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulam, yaitu

(a). calon suami beragama islam.

(42)

25

(d). Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri. (e). Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu

betul calon istrinya halal baginya.

(f). calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu. (g). Tidak sedang melakukan ihrom.

(h). Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri. (i). Tidak sedang mempunyai istri empat.

2). Calon mempelai perempuan.

(a). Beragama Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah Q.S Al-Baqoroh 2:221

خَهَلَْو َّيِهْؤٌُ ىَّزَح ِدبَمِسْشُوْلا ْاىُحِنٌَر َلَْو

َلَْو ْنُنْزَجَجْعَأ ْىَلَو ٍخَمِسْشُّه يِّه سٍَْخ خٌَِهْؤُّه

َلَو ْاىٌُِهْؤٌُ ىَّزَح َيٍِمِسِشُوْلا ْاىُحِنٌُر

دْجَع

ْنُنَجَجْعَأ ْىَلَو ٍكِسْشُّه يِّه سٍَْخ يِهْؤُّه

ىَلِإ َىُعْدٌَ ُ ّاللَو ِزبٌَّلا ىَلِإ َىىُعْدٌَ َلِئـَلْوُأ

ِسبٌَّلِل ِهِربٌَآ ُيٍَِّجٌَُو ِهًِْذِئِث ِحَسِفْغَوْلاَو ِخٌََّجْلا

َىوُسَّمَرَزٌَ ْنُهَّلَعَل

(43)

26

mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya

mereka mengambil pelajaran.”

(b). Tidak ada halangan Shara yaitu tidak bersuami atau dalam pinangan orang lain yang ingin menjadikan isteri,bukan mahram,

tidak dalam masa „iddah.

(c). Berdasarkan kemauan sendiri. Tidak dibenarkan memaksa seorang perempuan untuk menikah dengan seorang laki-laki yang bukan pilihan dan disukainya. Hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah, wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

b. Adanya wali dari calon pengantin perempuan.

(44)

27

wakilnya. (Ghozali, 2003:59). Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil. Perkawinan tanpa wali tidak sah, berdasarkan sabda Nabi SAW:

Tidak sah perkawinan tanpa wali”

Hanafi tidak mensyaratkan wali dalam perkawinan. Perempuan yang telah baligh dan berakal menurutnya boleh mengawinkan dirinya sendiri, tanpa wajib dihadiri oleh dua orang saksi. Sedangkan Maliki berpendapat, wali adalah syarat untuk mengawinkan perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan wanita awam. Anak kecil, budak dan orang gila tidak mendapatkan wali.

Wali yang utama adalah ayah, kemudian kakek (ayah dari ayah), kemudian saudara laki-laki seayah seibu, kemudian saudara laki-laki seayah, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, kemudian paman (saudara laki-laki ayah), kemudian anak laki-laki dari paman tersebut. Tertib ini wajib dijaga dengan baik.

Wali mujbir adalah seorang wali yang berhak mengawinkan tanpa menunggu kerelaan yang

dikawinkan itu. Menurut syafi‟i, wali mujbir adalah ayah

(45)

28

berpendapat, wali mujbir adalah berlaku bagi „ashabah seketurunan terhadap anak yang masih kecil, orang gila dan orang yang kurang akalnya.

c. Adanya dua orang saksi.

Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksut akad nikah. (Ghozali, 2003:64). Di tengah-tengah masyarakat biasanya ada Naib, yaitu: Orang yang bertugas atau dapat mewakili kedua calon pengantin laki-laki dan perempuan atau mewakili seorang dalam akad pernikahan. (Sudarsono, 1994:52).

Tetapi menurut golongan Hanafi dan Hambali, boleh juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan. Dan menurut Hanafi, boleh dua orang fasik (tidak adil). Orang tuli, orang tidur dan mabuk tidak boleh menjadi saksi. Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu adalah sebagai berikut:

1. Berakal, bukan orang gila. 2. Baligh, bukan anak-anak. 3. Merdeka, bukan budak. 4. Islam.

(46)

29 d. Sighat akad Nikah (ijab dan qobul).

Yaitu ijab qobul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki. Perkawinan wajib dilakukan ijab dan qobul dengan lisan. Bagi orang bisu sah perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan walinya, sedangkan Kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.

Ijab dan Kabul dilakukan di majelis, dan tidak boleh ada jarak yang lama antara ijab dan Kabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan masing-masing ijab dan Kabul dapat didengar dengan baik oleh kedua belah piahk dan dua orang saksi. Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas:

a. Adanya calon suami dari istri yang akan melakukan pernikahan. b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

c. Adanya dua orang saksi. d. Sighot akad nikah.

(47)

30

laki-laki). Sedangkan menurut imam syafi‟I berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam yaitu:

1. Calon pengantin laki-laki. 2. Calon pengantin perempuan. 3. Wali.

4. Dua orang saksi. 5. Sighot akad nikah.

Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:

1. Sighot (ijab dan qobul). 2. Calon pengantinperempuan. 3. Calon pengantin laki-laki.

4. Wali dari pihak calon pengantin perempuan.

Rukun perkawinan menurut KHI dinyatakan dalam Pasal 14 yaitu: 1. Calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. 2. Wali dari mempelai perempuan.

3. Dua orang saksi 4. Ijab dan Qobul.

2. Syarat Sah Perkawinan

(48)

31

1. Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin menjadikan istri. Jadi, perempeuannya itu bukan merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk selama-lamanya.

2. Akad nikahnya dihadiri para saksi.

Syarat sahnya perkawinan menurut KHI dalam Pasal 4 adalah dinyatakan:

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1)

Undang-undang No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan”.

Rukun perkawinan menurut UU No.1/1974 tidak diatur secara tegas. Akan tetapi Undang-Undang tersebut menyerahkan persyaratan sahnya suatu perkawinan sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur oleh agama orang yang akan melangsungkan perkawinan tersebut. Syarat sahnya perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974 diatur dalam pasal 2 yaitu:

(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(49)

32

Rukun perkawinannya adalah Pertama, adanya calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan, kedua adanya wali dari pihak perempuan, ketiga adanya saksi pernikahan, dan keempat adanya ijab qobul.

D. Konsep Kepercayaan.

Kepercayaan berasal dari kata percaya atau iman, yang berarti meyakini dalam hati. Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara masyarakat (Indiyawati: 2007:73). Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadah atau dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama. Kepercayaan masyarakat terhadap sesuatu merupakan suatu hasil dari tradisi, demi kepentingan bersama masyarakat harus meyakini sesuatu hal tersebut. Islam sendiri mengajarkan banyak hal mengenai kepercayaan demi kemaslahatan. Akan tetapi dengan adanya berbagai peristiwa yang tertanam sebelum masuknya islam banyak kepercayaan yang menyimpang dari agama islam.

E. Larangan Perkawinan

(50)

33

tergantung lagi pada satu hal, yaitu perkawinan itu telah lepas dari segala hal yang menghalang. Halangan perkawinan itu disebut juga larangan perkawinan.

Larangan perkawinan dalam bahasa ini adalah orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan. Secara garis besar, larangan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita menurut syara’ dibagi menjadi dua yaitu:

1. Larangan Muabbad

Larangan muabbad adalah halangan perkawinan yang bersifat abadi.

Larangan perkawinan tersebut didasarkan dalam firman Allah dalam surat An-nisa ayat 23;

(51)

34 a. Nasab (keturunan)

Berdasarkan ayat di atas, wanita-wanita yang haram dinikahi untuk selamanya karena pertalian nasab adalah:

1. Ibu: Yang dimaksud ialah perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek (dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas.

2. Anak perempuan: yaitu wanita yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke bawah, yakni anak perempuan, cucu perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan seterusnya kebawah.

3. Saudara perempuan , baik seayah seibu, seayah saja maupun seibu saja.

4. Bibi: yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

5. Kemenakan (keponakan) perempuan: yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke atas.

(52)

35

dijelaskan mengenai keharaman menikahi ibu, dikatakan pula dalam ketetapan keharaman menikahi perempuan-perempuan berdasarkan keturunan yang lainnya. Antara seorang laki-laki dengan kerabat dekatnya mempunyai perasaan yang kuat mencerminkan suatu penghomatan. Maka akan lebih utama kalau dia mencurahkan perasaan cintanya itu untuk perempuan lain melalui perkawinan sehingga terjadi hubungan yang baru dan rasa cinta kasih saying yang terjadi antara kedua manusia itu menjadi sanagt luas. b. Pembesanan (Pertalian kerabat semenda)

1. Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan seterusnya ke atas, baik seterusnya ke atas , baik garis ibu atau ayah.

2. Anak Tiri dengan syarat kalau terjadi hubungan kelamin antara suami dengan ibu anak tersebut. 3. Menantu yakni istri anak, istri cucu, dan seterusnya kebawah.

(53)

36

musyaharah hanya disebabkan karena semata-mata akad saja, tidak bisa karena perzinaan, dengan alasan tidak layak perzinaan yang dicela itu disamakan dengan hubungan musyaharah. Sebaliknya imam abu hanifah berpendapat bahwa larangan perkawinan karena mushaharah, disamping disebabkan akad yang sah, bisa juga disebabkan karena perzinaan.

Larangan ini bertujuan untuk menjaga keberadaan keluarga dari pertentangan, untuk hal-hal yang penting. Semisal putusnya kekerabatan, buruknya pengertian, tersebarnya kecemburuan antara ibu dengan anak perempuannya atau ayah dengan anak laki-lakinya, dan sebagainya yang terkadang mengakibatkan pertentangan antara anggota satu keluarga. Hikmah yang alain adalah menyebabkan kelemahan fisik anak-anaknya. c. Sesusuan

(54)

37

1. Ibu susuan yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang wanita yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu, sehingga haram melakukan perkawian

2. Nenek susuan yaitu ibu dari yang pernah menyusui atas ibu dari suami yang menyusui itu, suami dari ibu yang menyusui itu dipandang seperti ayah bagi anak susuan, sehingga haram melakukan perkawinan.

3. Bibi susuan yakni saudara perempuan suami ibu susuan atau saudara perempuan suami ibu susuan dan seterusnya ke atas.

4. Kemenakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari saudara ibu susuan.

5. Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah kandung maupun seibu saja.

(55)

38

makanan. Karena itu terlihat ada keserupaan dalam karakter akhlak mereka.

Diantara larangan perkawinan abadi ada yang diperselisihkan,yaitu zina dan sumpah li’an. Wanita yang haram dinikahi karena sumpah li’an. Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa mendatangkan empat orang saksi. Maka suami diharuskan bersumpah empat kali dan yang kelima kali dilanjutkan dengan menyatakan bersedia menerima laknat Allah apabila tindakannya itu dusta. Istri yang mendapat tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau mau bersumpah seperti sumpah suami di atas empat kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia mendapat laknat Allah bila tuduhan suami itu benar. Sumpah yang demikian adalah sumpah li’an. Apabila terjadi sumpah li’an antara suami dan istri maka putuslah hubungan perkawinan antara keduanya untuk selama-lamanya.

2. Larangan Muaqqot

Larangan muaqqot adalah larangan perkawinan untuk sementara.

(56)

39

Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang memiliki empat orang istri. b. Halangan Mengumpulkan

Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu bersamaan. Apabila mengawini mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal atau dicerai, maka laki-laki itu tidak haram menikahi adik atau kakak perempuan dari wanita yang meninggal dunia atau dicerai tersebut. Keharaman mengumpulkan, ini juga diberlakukan terhadap dua orang yang mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan.

Ualama fikih menyatakan bahwa mengawini dua orang wanita yang berhubungan kekerabatan bisa membuat pecahnya hubungan kekerabatan sehingga menimbulkan permusuhan yang terus menerus antara kerabat itu.

c. Halangan Kehambaan

(57)

40

Seorang wanita islam dilarang menikah dengan seorang pria yang tidak beragama islam.

e. Halangan Ihram

Wanita yang sedang ihram, baik ihram haji maupun ihram umroh, tidak boleh dikawini.

f. Halangan Sakit

Wanita yang sakit yang tidak bisa sembuh dan lumpuh serta tidak bisa melayani dan mengabdi pada suami haram untuk dinikahi.

g. Halangan „iddah

Wanita yang sedang dalam „iddah, baik „iddah cerai

maupun „iddah ditinggal mati tidak boleh dikawini.

h. Halangan perceraian tiga kali

Wanita yang ditalak tiga, haram dikawini lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa „iddahnya. i. Halangan Peristrian.

Seorang pria haram menikahi wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain.

(58)

41

Seorang perempuan melakukan perzinaan dengan seorang laki-laki atas dasar suka sama suka dilarang menikah dengan seorang laki-laki yang baik. Begitu pula sebaliknya. Seorang wanita pezina harus menikah dengan laki-laki pezina pula begitu juga sebaliknya.

Islam sendiri menyebutkan bahwa perkawinan yang dilarang dalam islam selain yang sudah diatur secara Qo’i ketidakbolehannya antara lain adalah;

a. Nikah mut’ah

Nikah mut’ah hukumnya haram. Nikah

ini disebut juga “ziwaj muaqqod” dan “ziwaj munqathi” artinya nikah yang ditentukan untuk

sesuatu waktu tertentu, atau perkawinan yang diputuskan. Adapun dinamakan mut’ah ialah nikah dengan maksud dalam waktu yang tertentu itu seseorang dapat bersenang-senang melepaskan keperluan syahwatnya.

(59)

42

perbuatan terlarang maka diizinkan oleh nabi melakukan nikah mut’ah. Kemudian nabi melarang untuk selama-lamanya.

b. Nikah muhalil

Nikah muhalil ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang terhadap wanita yang telah ditalak tiga kali oleh suaminya yang pertama, setelah selesai iddahnya. Oleh suami kedua wanita itu dikumpuli dan diceraikan agar dapat dikawin lagi dengan suami pertama. Jadi dalam nikah muhalil itu ada unsur perencanaan dan niat bukan untuk selamanya, tetapi dengan maksud agar setelah diceraikan oleh orang yang mengawini kedua itu dapat dikawini kembali oleh bekas suami yang yang pernah menceraikannya sampai tiga kali.

Hukum perkawinan itu haram dan akibatnya tidak sah, tidaklah batal wanita yang telah dicerai oleh muhallil (orang yang melangsungkan perkawinan kedua tersebut) untuk kawin dengan suami pertamanya.

c. Nikah syigar

(60)

43

laki-laki mengawinkan putrinya dengan si wali tadi tanpa bayar mahar.

Jumhur ulama berpendapat bahwa kawin sighar itu pada pokoknya tidak diakui, karena itu hukumnya batal (tidak sah). Tetapi Abu hanifah berpendapat, kawin syighar itu sah, hanya bagi tiap-tiap anak perempuan yang melakukan perkawinan wajib mendapatkan mahar yang sepadan dari masing-masing suaminya, karena laki-laki yang menjadikan pertukaran anak perempuannya sebagai mahar sangatlah tidak tepat, sebab wanita itu bukan sebagai barang yang dapat dipertukarkan sesama mereka.

Dalam perkawinan ini yang batal adalah segi maharnya, bukan pada akad nikahnya, sebagaiman kalau suatu perkawinan dengan persyaratan memberikan minuman khamar atau babi, maka akad nikahnya di sini tidak batal dan bagi perempuannya berhak atas mahar mitsil(maskawin yang sepadan).

d. Nikah tahwid

Nikah tahwid yaitu nikah yang kurang salah satu rukunnya.

3. Hikmah Perkawinan.

(61)

44

a. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah, karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan sulit dikerjakan secara individual. Dengan demikian keberlangsungan keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan sampai benar-benar makmur.

b. Keadaan hidup manusia tidak akan tentram kecuali jika keadaan rumah tangganya teratur. Kehidupannya tidak akan tenang kecuali dengan adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak mungkin terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur rumah tangga itu. Dengan alasan itulah maka nikah disyariatkan, sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tentram dan dunia semak in makmur.

c. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan. Dalam kaitan ini Rosulallah SAW bersabda;

“hendaklah kamu sekalian menjadikan hati yang

bersyukur, lidah yang selalu mengingat Allah, dan

istri mukminah shalihah yang akan menyelamatkan

(62)

45

Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang dikasihi. Sebagai firman Allah al-„arof: 189 :

بَهٍَْلِإ َيُنْسٍَِل بَهَجْوَش بَهٌِْه َلَعَجَو

..

……

Artinya; Dia (Allah) yang menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.

d. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghiroh (kecemburuan) untuk menjaga kehormatan dan kemulyaannya.

e. Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya.

f. Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik sedikit. g. Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatannya

yang mendatangkan rahmat dan pahala padanya. Selain hikah-hikmah di atas, syayyid sabiq menyebutkan pula hikmah-hikmah yang lain, sebagai berikut:

(63)

46

2. Perkawinan merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh islam sangat diperhatikan. Dan dalam penjelasan yang lalu telah dikemukakan sabda Nabi Muhammad SAW tentang hal ini yang artinya sebagai berikut :

kawinlah dengan perempuan yang penuh kasih saying (pencinta) lagi bisa banyak anak, agar aku nanti dapat

membanggakan jumlahmu yang banyak di hadapan para

Nabi pada hari kiamat nanti”

3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan saying yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak produksi.

(64)

47

Jadi secara secara singkat dapat disebutkan bahwa hikmah perkawinan itu antara lain:

1. Menyalurkan naluri seks.

2. Jalan mendapatkan keturunan yang sah. 3. Penyaluran naluri kebapakan dan keibuan. 4. Dorongan untuk bekerja keras.

5. Pengaturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga .

(65)

48 BAB III

LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH JATEN

DESA MOJO DENGAN DUKUH BANDUNG DESA BEJI KECAMATAN ANDONG

KABUPATEN BOYOLALI

A. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo Dan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali

1. Gambaran Umun Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

a. Luas dan Letak Geografis

Luas wilayah Dukuh Jaten kurang lebih 260 km2 yang terbagi menjadi perkebunan, persawahan serta pemukiman. Adapun batas wilayahnya sebagai berikut:

1). Sebelah Timur adalah Dukuh Pule, Desa Mojo. 2). Sebelah Selatan adalah Dukuh Tumpang, Desa Mojo.

(66)

49

4). Sebelah Utara adalah Dukuh Mojo dan Dukuh Ngelo, Desa Mojo.

b. Jumlah Penduduk

Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali mempunyai 5 RT dengan penduduk yang berjumlah 2.390 dengan jumlah kepala keluarga (KK) adalah 761.

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dukuh jaten berdasarkan Jenis kelamin

Sumber: data kependudukan kelurahan desa Mojo c. Keadaan Pendidikan

Masyarakat Dusun Jaten mayoritas masyarakatnya tidak buta huruf, rata-rata mereka sudah pernah bersekolah. Banyak Mayoritas penduduk setempat mengirim anak-anak mereka untuk belajar di lembaga pendidikan yang bersifat umum, baik negeri maupun swasta. Karena sekolah

NO Keterangan Jumlah

1 Laki-laki 1210

2 Perempuan 1180

(67)

50

umum menjadi mayoritas, dan lembaga pendidikan Islam menjadi minoritas, maka tidak jarang di antara mereka kurang memperhatikan pentingnya pendidikan agama Islam. Namun untuk mengimbangi hal tersebut, maka pemerintah desa membuat lembaga pendidikan berbasis Agama yang bersifat non formal seperti TPQ, TPA. Setiap dusun, masing-masing terdapat lembaga pendidikan Islam non formal tersebut. Selain itu, ada beberapa anak yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, baik berbasis Islam maupun umum, baik swasta maupun negeri.

d. Keagamaan

Masyarakat Dukuh Jaten mayoritas penduduknya beragama islam. Mengingat mayoritas masyarakat setempat merupakan anggota dari organisasi sosial-keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Nahdatul

Ulama‟, yang secara historis dibentuk dan didirikan

untuk mempertahankan tradisi. Maka kegiatan kegamaan masyarakat Desa Jaten erat dengan nuansa Nahdatul Ulama seperti yasinan, Nariyahan, diba’an, dan lain-lain. Kegiatan yasinan di Dukuh

(68)

51

laki-laki, Nariyahan adalah pembacaan sholawat nariyah, surat yasin,tahlil serta sholat-sholat sunnah

dan tausiah. Kegiatan ini dilakukan oleh kaum

ibu-ibu setiap seminggu sekali pada hari jum‟at. Adapun

pembacaan diba’an (sholawat Nabi) dilakukan pada

hari kamis malam jum‟at di Masjid.

e. Keadaan Ekonomi

Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, para penduduk Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolai, mayoritas berwirausaha, bercocok tanam, bekerja di pemerintahan, serta buruh. Adapun wirausaha yang semakin maju dalam pembuatan pakaian dalam wanita dan membuat barang dari bahan besi (pande besi). Hampir setiap rumah ada yang menjahit

pakaian dan rumah Pande, kemudian ada pengepul yang siap menampung. Demikian dengan SDM masyarakat yang semakin hari semakin baik.

(69)

52

Sumber: data statistic desa Mojo

2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

a. Luas dan Letak Geografis

Luas wilayah Dukuh Bandung kurang lebih 200km2 , yang terdiri dari persawahan, perkebunan serta pemukiman warga. Adapun batas wilayah Dukuh Bandung sebagai berikut:

1. Sebelah Timur adalah Dukuh Kliwonan, Desa Mojo. 2. Sebelah Selatan adalah Dukuh Bandung Kidul, Desa Beji. 3. Sebelah Barat adalah Dukuh Beji, Desa Mojo.

4. Sebelah Utara adalah Dukuh Duwet, Desa Andong. b. Jumlah Penduduk

Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali mempunyai 6 RT dengan penduduk yang berjumlah 782 dengan jumlah kepala keluarga (KK) adalah 325.

(70)

53

Sumber: data kependudukan kelurahan Desa Beji

c. Keadaan Pendidikan

Mayoritas masyarakat Dukuh Bandung tidak buta huruf, banyak masyarakat mengerti tentang baca tulis. Rata-rata anak-anak mereka bersekolah minimal sampai SMP dan Mondok. Banyak anak mereka mondok, ini dikarenakan di dalam dukuh telah berdiri sebuah pondok pesantren beserta sekolah formal dan non-formal (TPQ). Bahkan diantara mereka juga bersekolah di perguruan-perguruan tinggi Negeri maupun swasta di berbagai wilayah.

d. Keagamaan.

Masyarakat Dukuh Bandung semua beragama islam. Bahkan di dalam dusun berdiri sebuah pondok pesantren plus. Banyak anak-anak mereka belajar keagamaan di Pondok tersebut. Di masyarakt juga ada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yasiana, nariyahan, diba’an, pengajian rutinan setiap sebulan

sekali dan setahun sekali. Yasinan dilakukan oleh bapak-bapak pada hari kamis malam jum‟at secara bergilir disetiap rumah. Akan tetapi tiap sebulan

(71)

54

melakukan yasinan di Bangsal Makam. Nariyahan dilakukan oleh para ibu-ibu pada hari jum‟at satu minggu sekali. Setiap sebulan sekali para ibu-ibu melakukan pengajian di masjid serta membaca diba’an tiap sebulan sekali di mushola terdekat.

Adapun pembacaan diba’an di masjid dilakukan

setiap hari kamis malam jum‟at. Pengajian dilakukan

setiap setahun sekali di Masjid dan di Makam, apabila dimakam di sebut sadranan.

e. Keadaan ekonomi

Dalam kehidupan sehari-hari penduduk dukuh Bandung mayoritas masyarat bekerja sebagai pedagang, petani, wiraswasta, bekerja di pemerintahan dan juga buruh. Masih banyak masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Akan tetapi masyarakat masih mampu dalam memenuhi sandang dan pangan.

(72)

55

Sumber: data statistic desa beji

B. Ritual Larangan Perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

Perkawinan merupakan suatu ritual yang terpenting dalam hubungan seorang manusia dengan lawan jenis. Dengan perkawinan diharapkan dapat membina rumah tangga yang langgeng, bahagia, sejahtera dan mempunyai keturunan yang sholeh serta sholehah. Ini jelas berbeda dengan perkawinan yang dilakukan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung. Dalam kepercayaan masyarakat setempat, masyarakat Dukuh Jaten dilarang menikah dengan masyarakat Dukuh Bandung. Ini dikarenakan kepercayaan mereka terhadap Roh penunggu Dukuh akan marah apabila melakukan pernikahan. Salah satunya akan terjadi malapetaka bahkan kematian disalah satu pengantin apabila tetap melanggar. Sebagaimana penjelasan kasirin, tokoh masyarakat

dukuh Bandung pada tanggal 7 mei 2017 “wong bandung intok wong jaten ki

ora oleh, amargo dayange biso nesu. Yen nganti nglanggar biso mati”(orang

bandung dapat orang jaten itu tidak boleh, karena penunggu dukuh bisa marah. Jika ada yang melanggar aka nada kematian).

(73)

56

nalika jaman semono danyang jaten karo danyang bandung pado serek, ora akur. Nganti poro danyang nguni janji ojo ngasi anak keturunan jaten nikah karo anak keturunan soko bandung, lajeng sakkualiane. Yen enek wong nglanggar biso ciliko nganti salah siji pengantin mati, iku uwes kejadian naliko semono wong jaten besanan karo bandung, salah siji pengantin mati”

(pada zaman dahulu roh penunggu dukuh jaten dan roh penunggu dukuh bandung podo sebel, tidak akur. Sampai para roh penunggu mengucap janji jangan sampai anak keturunan dukuh jaten dapat anak keturunan dukuh bandung begitu pula sebaliknya. Jika ada yang melanggar maka aka ada petaka bahkan kematian. Ini sudah terjadi pada zaman dahulu terjadi pernikahan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung, kemudian salah satu pengantin mati.) (wawancara dengan Sardi 4 April 2016).

Kemudian ada pendapat berbeda mengenai cerita larangan tersebut, perkawinan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung itu dilarang karena antara dukuh ada hubungan saudara antar danyang / roh penunggu dukuh.

danyange jaten lan danyang bandung iku sedulur, dadine wong jaten ora

oleh nikah karo wong bandung.”(roh penunggu dukuh jaten dan roh penunggu

dukuh bandung itu satu keluarga, jadi orang jaten tidak boleh menikah dengan orang bandung). (wawncara dengan Bejo 1 mei 2017).

Sejatine wong jaten oleh wong bandung iku oleh asal nganggo selametan utowo diguyup salah sijining dukuh. (sebenarnya orang jaten dapat orang

(74)

57

do‟a yang dipimpin oleh modin/tokoh agama dengan do‟a meminta

keselamatan kepada Allah agar calon pengantin, keluarga serta masyarakat diberi keselamatan. Ritual dilakukan dengan mempersembahkan makanan berupa:

1. Sego Gedhe

Sego gedhe atau nasi besar ialah nasi yang dibentuk seperti kerucut dengan ukuran lebih besar. Makna dari sego gedhe adalah meminta perlindungan serta syukur kepada yang di atas atau Allah swt.

2. Sego Ambeng

Sego ambeng atau nasi yang disajikan di samping

sego gedhe dengan ukuran lebih kecil bermakna

memberi salam sholawat kepada gusti kanjeng Nabi Muhammad saw.

3. Sego Golong demping

Sego golong demping adalah nasi dengan ukuran agak kecil daripada sego ambeng yang jumlahnya lebih dari satu serta di letakkan disebelah sego gedhe yang

artinya persembahan do‟a untuk para dayang dukuh,

(75)

58 4. sego bucu

adalah nasi yang berbentuk bulat-bulat kecil yang di letakkan di antara nasi yang lain. Maksut dari sego bucu ialah persembahan do‟a untuk keluarga agar di beri keselamatan.

5. Sekar konyoh

Sekar konyoh atau bunga setaman yang di masukkan kedalam gelas yang berisi air bertujuan

memberi wewangian untuk persembahan do‟a yang

ditujukan kepada Siti Fatimah Ali. 6. Ingkung

Ingkung atau ayam jago utuh dimasak sebagai pelengkap nasi pertanda pengorbanan keluarga dalam memjamu para tamu.

7. Gudang

Adalah aneka sayuran yang direbus kemudian dicampur dengan sambal kelapa yang mana bertujuan sebagai rasa syukur kepada sang pencipta.

(76)

59

sakinnah, mawaddah warrohmah, serta mempunyai keturunan yang sholeh dan

sholehah. Semua orang mendambakan perkawinan yang seperti itu, bukan perkawinan yang bisa membuat pecah belah serta malapetaka. Perkawinan antara warga Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung merupakan perkawinan terlarang menurut adat kepercayaan setempat. Akan tetapi sejak tahun 1996 hingga tahun 2014 telah terjadi empat kali perkawinan. Adapun perkawinan tersebut dilakukan oleh :

Table 3.5 pelaku perkawinan yang dilakukan oleh antar dukuh. No Dukuh Bandung DukuhJaten

1. diangkat anak dukuh Jaten kemudian di Jaten melakukan ritual selamatan. Adapun perkawinan dilakukan di KUA yang mana tempat KUA tersebut alamatnya tidak di Dukuh Jaten maupun Dukuh Bandung. Ini dilakukan untuk tetap menghormati roh penunggu dukuh setempat.

Perkawinan yang dilakukan oleh Rarik dari pihak dukuh Bandung

dengan Bahrudin dari pihak dukuh Jaten. “kadung tresno tur yen wes jodone

tetep tak jalani mbk, sing penting sah lan dongane leh apek wae”(terlanjur

(77)

60

satu warga dukuh jaten dengan akad di KUA yang letaknya sudah berbeda wilayah, akan tetapi perkawinan mereka secara besar-besaran melakukan perkawinam secara adat jawa (ada ritual panggih dan besanan). Dalam ritual ini panggih atau kumpul temanten dengan tidak menyebut daerah asal salah satu dukuh. Dalam acara panggih pembawa acara hanya menyebut Rarik dari dukuh Jaten dengan Bahrudin dari Dukuh Jaten pula. Acara besan juga ditiadakan, besan seharusnya datang dari Dukuh Bandung, akan tetapi keluarga dari Dukuh Bandung hanya ikut kumpul dan berangkat dari orang tua angkat di Dukuh Jaten. Ini sebagai simbol penghormatan kepada danyang. Masyarakat masih mempercayai akan adanya petaka apabila

melanggar akan tetapi masyarakat mensiasati itu dengan berbagai ritual. Termasuk melakukan ritual selamatan yang bertujuan agar diberi keselamatan bagi kedua pengantin, keluarga dan warga setempat.

Perkawinan yang dilakukan oleh Wahyuni dukuh Bandung dengan Mulyadi dukuh jaten juga sama menggunakan ritual selamatan. Mulyadi diadopsi warga dukuh Bandung, kemudian melakukan ritual selamatan kemudian melangsungkan perkawinan di KUA. Perkawinan yang dilakukan

oleh wahyuni dan Mulyadi masih dengan ritual selamatan,ini karena “kasep enek ngendikane wong tuo mbk, mengkeh nag marai malati.”(terlanjur ada

omongan dari orang tua mbk, nanti kalau mencelakai) (wawancara dengan Yuni 21 Juli 2017).

Gambar

Tabel 1.1 nama tokoh masyarakat  yang telah diwawancarai
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dukuh jaten berdasarkan Jenis kelamin
Table 3.2 persentase jenis pekerjaan dukuh jaten
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk dukuh bandung berdasarkan Jenis kelamin
+3

Referensi

Dokumen terkait