• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PACARAN MAHASISWA IAIN SALATIGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA PACARAN MAHASISWA IAIN SALATIGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

POLA PACARAN MAHASISWA IAIN SALATIGA

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Machmut Fitriardi

NIM: 211-13-026

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO DAN PERSENBAHAN

MOTTO

...





























Artinya : Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

PERSEMBAHAN

Teruntuk Bapak dan Ibu tercinta, Bapak masirun dan Ibu Rukayah

Serta adikku Anis Febriani

Yang selalu memberikan nasehat dan motivasi untukku

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT, rajanya segala

raja yang senantiasa melimpahkan karunia tanpa pernah terhitung jumlajnya. Atas

tuntutan dan karuniaNya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda nabi

Muhamad SAW. Sang sauritauladan yang paling sempurna sepanjang zaman.

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya penulis bukanlah makhluk yang tiada

kekurangan yang semangatnya selalu membara. Penulis tetaplah manusia biasa

yang semangatnya hidup dan padam , sehingga merupakan anugerah yang luar

biasa dengan bekal niat dan dukungan dari banyak pihak yang pada akhirnya

penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: “Pola Pacaran

Mahasiswa IAIN Salatiga dalam Perspektif Hukum Islam”

Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terimakaasih

kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmad Hariyadi,M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun M.Ag, Selaku Dekan Fakults Syariah IAIN Salatiga.

3. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I.,M.Si, selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga

Islam.

4. Bapak M.Yusuf Khummaini, S.H.I.,M.H, selaku Pembimbing Skripsi

5. Ibu Luthfiana Zahriani, M.H, selaku dosen Pembimbing Akademik.

6. Segenap Bapak Ibu petugas Perspustakaan IAIN Salatiga yang selalu setulus

(8)
(9)

ix ABSTRAK

Fitriardi, Machmut. “Ta‟aruf Mahasiswa IAIN Salatiga Dalam Perspektif Hukum Islam”. Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing M. Yusuf Khummaini S.HI.,M.H.

Kata Kunci: Ta‟aruf. Ta‟aruf Mahasiswa IAIN Salatiga

Sebagian besar Mahasiswa-mahasiswi di IAIN Salatiga adalah remaja, maka mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga juga tidak luput dari pergaulan remaja salah satunya hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang pada dasarnya ini merupakan fase remaja yang harus dilewati setiap remaja dan seharusnya perilaku mereka pun harus sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Untuk mengetahui sudah sesuaikah pergaulan dan hubungan mahasiswa mahasiswi IAIN Salatiga dengan ajaran Islam, jadi dalam hal ini peneliti akan membahas mengenai ta‟aruf mahasiswa IAIN Salatiga, ta‟aruf yang akan peneliti teliti adalah ta‟aruf laki-laki dan perempuan yang tujuannya adalah sebuah pernikahan.

Dalam melakukan penlitian ini, yang pertama penulis menggunakan pendekatan sosiologis, yaitu dengan menggambarkan keadaan di IAIN Salatiga juga tentang pergaulan mahasiswa di lingkungan kampus, apakah sudah sesuai atau mungkin ada yang berbeda. Yang kedua menggunakan pendekatan yuridis normatif, penulis menelaah teori-teori mengenai ta‟aruf dalam ayat-ayat Al-Qur‟an juga hadits-hadits. Selain itu penulis juga mempelajari buku-buku kaidah fiqh dan buku-buku tentang ta‟aruf dan buku tentang remaja. Yang ketiga adalah yuridis empiris yaitu dengan melihat kenyataan prektek di lapangan, dalam hal ini peneliti meneliti pasangan mahasiwa-mahasiswi IAIN Salatiga yang menjalani ta‟aruf.

(10)

x

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

ABSTRAK ...viii

DAFTAR ISI ...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Kegunaan Penalitian ...7

E. Penegasn Istilah ...8

F. Matode Penelitian ...9

G. Telaah Pustaka ...13

H. Sistematika Penulisan ...15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PACARAN DAN TA’ARUF A. Pengertian Remaja...16

B. Agama dan Remaja...17

C. Memilih Jodoh yang Ideal...19

D. Konsep Ta‟aruf dalam Islam...22

E. Pacaran dalam Pandangan Islam ...24

F. Perbedaan Ta‟aruf dengan Pacaran...26

G. Tujuan Ta‟aruf......28

H. Pola Pacaran...28

I. Adab Melakukan Ta‟aruf ...29

J. Tahapan dalam Ta‟aruf ...31

K. Tahapan setelah Ta‟aruf (khitbah)...35

(11)

xi

BAB III PACARAN ATAU TA’ARUF MAHASISWA IAIN SALATIGA

A. Sejarah Berdirinya IAIN Salatiga ...39

1. Tinjauan Secara Umum IAIN Salatiga ...39

2. Bergabung dengan IAIN Walisongo ...40

3. Peralihan Menjadi STAIN Salatiga ...43

4. Peralihan STAIN Menjadi IAIN Salatiga ...45

5. Visi, Misi dan Tujuan IAIN Salatiga ...45

6. Fakultas dan Jurusan di IAIN Salatiga...47

7. Organisasi Kemahasiswaan IAIN Salatiga 2017 ...48

B. Profil Pasangan dan Hasil Wawancara Mahasiswa-Mahasiwi IAIN Salatiga yang Melakukan Ta‟aruf ...49

1. Pasangan Derrian Kurnia dan Fatikhatus saadah ...49

2. Pasangan Zainal Muvid dan Sayekti Kunti Pratiwi ...50

3. Pasangan MS dan TZ ...52

4. Pasangan Anggun Bayu dan Lana Falahasna Aslamy..53

5. Pasangan BM dan HF ...55

6. Pasangan Khoirul Amri dan Putri Isnaini...56

7. Pasangan MM dan NZ ...57

8. Pasangan MK dan BP ...59

9. Pasangan ZH dan SN ...61

10.Pasangan AW dan AM... 62

C. Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Mahasiswa-Mahasiswi IAIN Saatiga dalam Ta‟aruf Untuk Mencapai Pernikahan.63 1. Faktor Pendidikan Agama ...64

2. Faktor Orangtua ...64

3. Faktor Pergaulan Remaja ...64

BAB IV ANALISIS PACARAN ATAU TA’ARUF YANG DILAKUKAN MAHASISWA-MAHASISWI IAIN SALATIGA A. Analisis Tentang Bagaimana Ta‟aruf yang Dilakukan Mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga... 67

B. Analisis Tentang Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Mahasiswa-mahasiswi IAIN salatiga dalam Ta‟aruf Untuk Mencapai Pernikahan ...69

1. Faktor Pendidika Agama ...69

2. Faktor Pengaruh Orangtua ...71

3. Faktor Pergaulan Remaja ...72

C. Analisis Tentang Ta‟aruf Mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga dalam Perspektif Hukum Islam ...73

D. Kaidah-kaidah Fikih yang Dapat Diterapkan dalam Pacaran 78 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...80

B. Saran ...82

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa

dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk

memasuki masa dewasa”(Rumini.2004:53-54). Pada masa ini manusia

melewati proses pendewasaan, remaja mengalami banyak sekali perubahan

dalam dirinya, mulai dari cara berfikir maupun secara fisik. Remaja akan

menemukan identitas dirinya salah satunya dengan bergaul dengan sesama

remaja, namun tidak semua pergaulan akan memiliki efek yang positif

terhadap pembentukan identitas diri, tetapi juga terdapat pergaulan yang

berpengaruh negatif terhadap remaja yang sedang mencari jati diri.

“Kurun waktu masa remaja awal yaitu 12-16 tahun dan remaja akhir

17-22 tahun. Remaja akhir sudah terlepas dari sebutan teenager, mereka

mencapai usia 17 tahun disebut sweet seventeen. bahkan disebut young

women dan young man/ pemuda-pemudi atau kawula muda“

(Rumini.2004:71). Karena hidup manusia itu dalam proses, maka masa ini

mengalami penyempurnaan kematangan, secara fisik memang sudah

mencapai perkembangan yang penuh, namun perkembangan psikis dan sosial

terus terjadi hingga dewasa awal. Bila dibandingkan dengan perkembangan

pada masa awal nampak ciri-ciri khas dalam masa remaja akhir.

Pada masa ini remaja bukan hanya mengenal atau bergaul dengan

(13)

2

perempuan. Maka dari itu pada masa ini muncul naluri seorang laki-laki dan

perempuan salah satunya adalah suka atau tertarik dengan lawan jenisnya.

Diawali dengan adanya ketertarikan dengan lawan jenisnya dan akan mulai

terjalin sebuah hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan. Hal ini

merupakan kodrat seorang manusia yaitu memiliki ketertarikan dengan lawan

jenis begitu juga dengan nafsu, salah satunya memiliki ketertarikan terhadap

lawan jenis yang pada akhirnya disebut jatuh cinta.

“Dari semua miskonsepsi tentang cinta, yang paling umum adalah

kepercayaan bahwa “jatuh cinta” merupakan cinta itu sendiri atau setidaknya

salah satu manifestasi dari cinta”(Peck.2004:20). Jadi ini adalah miskonsepsi

karena jatuh cinta secara subyektif dialami melalui sebuah cara yang sangat

mendalam sebagaimana halnya pengalaman. Dalam ajaran Islam menjalin

suatu hubungan dengan pacaran itu sama sekali tidak diajarkan, dalam ajaran

Islam mengenal lawan jenis dikarenakan perasaan suka dan memiliki niat

untuk saling memiliki hanya diperbolehkan dengan melalui proses ta‟aruf dilanjutkan dengan khitbah (janji nikah) yang kemudian dilanjutkan dengan

proses perkawinan atau menikah. Bagi remaja atau orang yang ingin

melakukan pernikahan pastinya perlu waktu untuk mengetahui dan

memahami karakter, sifat dari laki-laki atau perempuan yang akan menjadi

pasangan hidupnya. sebelum melakukan pernikahan ingin mengenal atau

melihat pasangan yang akan dinikahi yaitu dengan melalui ta‟aruf dan bukan dengan melakukan pacaran yang negatif. Namun terkadang terdapat remaja

(14)

3

secara sehat, jadi apakah pacaran sehat termasuk kedalam pacaran atau ta‟aruf yang diperbolehkan dalam Islam.

“Para penganjur pacaran sehat melihat bahwa pacaran dalam

kehidupan remaja memiliki dampak positif, yaitu adanya proses penyesuaian

dengan pasangannya, belajar berkonflik, belajar mengambil keputusan, saling

terbuka, saling menghargai satu sama lain dalam posisi yang setara dan

sebagainya” (Sunarto.2012:10). Jadi menurut para penganjur pacaran, pacaran

sehat itu diperbolehkan dalam usaha mencari pasangan yang sesuai dengan

kriteria yang diinginkan.

IAIN Salatiga merupakan lembaga pendidikan yang berangkat dari

agama Islam. Seluruh mahasiswa IAIN Salatiga adalah Muslim dan sebagian

besar atau mayoritas mahasiswa dan mahasiswi di IAIN Salatiga adalah

remaja, maka mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga juga tidak luput dari

pergaulan remaja salah satunya hubungan antara laki-laki dan perempuan,

yang pada dasarnya ini merupakan fase remaja yang harus dilewati setiap

remaja dan seharusnya perilaku mereka pun harus sesuai dengan apa yang

diajarkan dalam Islam. Untuk mengetahui sudah sesuaikah pergaulan dan

hubungan mahasiswa mahasiswi IAIN Salatiga dengan ajaran Islam, maka

harus dilakukan dengan sebuah penelitian. Sudah sesuaikan antara teori dan

praktek ta‟aruf di IAIN Salatiga yaitu disebut dengan da sein dan das sollen, jadi dalam hal ini peneliti akan membahas mengenai ta‟aruf mahasiswa IAIN Salatiga maka dari itu peneliti ingin meneliti perilaku hubungan atara

(15)

4

perempuan dan yang telah merencanakan ke hubungan yang lebih serius

(ta‟aruf) yang nantinya akan menikah ataupun yang sudah menikah.

Dengan meneliti perilaku mahasiswa mahasiswi IAIN Salatiga dalam

menjalin hubungan antara lawan jenis dalam mencapai sebuah pernikahan,

penulis berharap dapat mengetahui bagaimana cara mahasiswa mahasiswi

menjalin hubungan atau perilaku lawan jenis mahasiswa mahasiswi di IAIN

Salatiga. Bagaimana cara mahasiswa mahasiswi ini menyalurkan perasaan

suka antara laki-laki dan perempuan yang memiliki perasaan ingin memiliki.

Dalam penelitian ini, peneliti akan memilih beberapa mahasiswa

mahasiswi untuk diwawancarai mengenai pola pacaran atau ta‟aruf yang dilakukan mahasiswa atau mahasiswi IAIN Salatiga, mengenai bagaimana

perspektif mereka mengenai pacaran, ta‟aruf dan bagaimana hubungan yang

mereka lakukan khususnya dalam hal menjalin suatu hubungan dengan lawan

jenis yang nantinya akan akan menikah dan membangun sebuah rumah

tangga. Akan tetapi ada pula pasangan yang tidak semuanya (pasangan) dari

mahasiswa atau mahasiswi IAIN Salatiga saja, tetapi terdapat salah satu

laki-laki atau perempuan yang berasal dari luar kampus lain dari IAIN Salatiga.

Jadi peneliti akan membandingkan masing-masing pola pacaran yang mereka

jalani juga akan dibandingkan dengan konsep ta‟aruf yang sebenarya dalam

Islam.

“Bentuk usaha dalam ta‟aruf antara lain adalah dengan memilih calon

pasangan yang kemudian dilanjutkan dengan nadzru (melihat calon). Ini tidak

(16)

5

melihat laki-laki yang hendak meminangnya” (Chludhori.2012:48). Demikian

yang diajarkan dalam Islam. Namun bagaimanakah pemahaman dan

bagaimana kenyataan yang saat ini terjadi dikalangan mahasiswa IAIN

Salatiga. Apakah sudah sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam, inilah

yang akan menjadi perihal yang akan diteliti oleh peneliti.

Setelah memilih calon yang sesuai dengan yang didasarkan pada

kriteria yang diinginkan sebelum menikah melalui tahapan yaitu meminang

atau khitbah. “Maksud meminang (khitbah) adalah seorang laki-laki meminta

kepada seorang wanita untuk menjadi isterinya, dengan cara-cara yang sudah

umum berlaku di masyarakat. Meminang termasuk usaha pendahuluan dalam

rangka menuju perkawinan” (Asrori.2009:109)

“Nikah adalah akad yang memberikan faedah (mengakibatkan)

kepemilikan untuk bersenang-senang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria

dengan seorang wanita” (Summa.2004:45). Seperti telah diterangkan dalam

ayat Al-Qur‟an yaitu surat Fatir ayat 11:

mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah

(17)

6

Berdasarkan problematika di atas penulis merasa tertarik untuk

mengkaji lebih lanjut mengenai ta‟aruf, yang akan penulis sampaikan dalam

penelitian dengan judul “POLA PACARAN MAHASISWA IAIN

SALATIGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola pacaran yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswi IAIN

Salatiga ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi dilakukanny hubungan pacaran ?

3. Bagaimana pola pacaran mahasiswa IAIN Salatiga dalam perspektif

hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah penelitian, maka tujuan penelitian yang akan

dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pola pacaran yang dilakukan mahasiswa

mahasiswi IAIN Salatiga, apakah termasuk dalam ta‟aruf dan sesuai atau tidak dengan ta‟aruf yang dianjurkan dalam Islam.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pola pacaran yang

dilakukan mahasiswa IAIN Salatiga.

3. Untuk mengetahui pemahaman atau perspektif mahasiswa IAIN Salatiga

(18)

7 D. Kegunaan Penelitian

Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna serta diharapkan

mampu menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi

pelaksanaan secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya

dapat bermanfaat, diantaranya:

1. Secara teoritis

Adapun manfaat akademis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

a. Menambah referensi atau pengetahuan tentang pola pacaran Ta‟aruf. b. Memperoleh penjelasan tentang pola pacaran dan ta‟aruf mahasiswa

mahasiswi IAIN Salatiga.

c. Penulisan ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan

referensi dalam ilmu hukum Islam, khususnya mengenai pacaran dan

ta‟aruf.

d. Guna pemenuhan prasyarat dalam menyelesaikan studi hukum di

fakultas syari‟ah IAIN Salatiga.

e. Menjadi pedoman mahasiswa dalam melakukan hubungan yang sehat.

2. Secara praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan diantaranya:

a. Peneliti dapat memberikan pengetahuan mengenai pacaran dan ta‟aruf

kepada pembaca.

b. Mengetahui perspektif atau pemahaman mahasiswa IAIN Salatiga

(19)

8

c. Untuk menambah koleksi kumpulan penelitian ilmiah yang ada di

perpustakaan, khususnya yang berkaitan dengan pacaran dan ta‟aruf

dan pernikahan.

d. Dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman untuk menganalisis

kasus-kasus bagi para pihak-pihak yang melakukan pacaran atau

ta‟aruf sebelum melakukan pernikahan.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda

dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada udul, maka perlu

penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian, antar lain

sebagai berikut:

1. Ta‟aruf

“Ta‟aruf berasal dari ta‟arrofa yang artinya menjadi tahu, yang asal

akarnya „arofa yang berarti mengenal-memperkenalkan” (Eliyyil.2015:56). Dalam konsep ta‟aruf kedua calon mempelai dipertemukan untuk saling melihat dan memahami satu sama lain.

Tentunya terdapat batasan-batasan dalam melihat pasangan.

2. Hukum Islam

“Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian

dari agama Islam”(Daud.1996:38). Jadi hukum Islam adalah suatu aturan

dari Allah subhanahuwata‟alla sebagai tuntunan hidup umat Islam di

(20)

9

kehidupan umat Islam. Selain berisi hukum, aturan dan penduan

kehidupan, syariat Islam juga berisi kunci penyelesaian seluruh masalah

kehidupan manusia di dunia maupun di akhirat.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan

menggunakan pendekatan metode kualitatif, untuk menggali informasi

secara lebih luas dan detail dalam penjelasan dari mahasiwa-mahasiswi

IAIN Salatiga. Di samping itu agar nantinya dapat menciptakan

keefektifan penyampaian informasi dari penulis kepada pembaca.

Dari pendekatan metode Kualitatif tersebut, dapat diartikan bahwa

segala informasi yang didapat merupakan bentuk pendapat yang diperoleh

dari hasil penelitian yang dilakukan di lokasi penelitian yang telah

ditentukan sebelumnya. Jadi pada penelitian ini tidak ada pengisolasian

atau pembatasan informasi yang diberikan dari individu terkait yang

mempunyai hak untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada

peneliti.

Pada penelitian ini bersifat deskriptif, jadi setiap informasi yang

disajikan pada penelitian ini adalah berupa analisis berbentuk deskriptif

yang di dalamnya terdapat informasi yang didapat peneliti dari

dilakukannya penelitian berupa penjelasan darn informasi dari

(21)

10 2. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, yang pertama penulis menggunakan

pendekatan sosiologis, yaitu dengan menggambarkan keadaan di IAIN

Salatiga juga tentang bagaimana mahasiswa-mahasiswi bergaul di

lingkungan kampus dan membandingkannya dengan ajaran Islam.

Apakah sudah sesuai atau mungkin ada yang berbeda.

Yang kedua menggunakan pendekatan yuridis normatif, dimana

penulis menelaah teori-teori mengenai ta‟aruf dalam ayat-ayat Al-Qur‟an juga hadits-hadits. Selain itu penulis juga mempelajari buku-buku kaidah

fiqh dan buku-buku tentang pacaran dan ta‟aruf dan buku tentang remaja. Yang ketiga adalah yuridis empiris yaitu dengan melihat kenyataan

prektek di lapangan, dalam hal ini peneliti meneliti pasangan

mahasiwa-mahasiswi IAIN Salatiga yang menjalani atau melakukan praktek pacaran

atau ta‟aruf yang dilakukan di IAIN Salatiga

3. Lokasi dan Subyek Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian tentu mutlak bila dibutuhkan

adanya lokasi penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada

nantinya tempat untuk menggali semua informasi dan mendapatkan

data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian. Apabila sampai tidak ada

lokasi penelitian maka dapat dipastikan pula bahwa penelitian yang

dilakukan tidak dapat dibuktikan validitas atau keabsahan data yang

(22)

11

Lokasi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana

penelitian itu dilakukan, yang di dalamnya terdapat data-data yang

diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut. Lokasi

penelitian yang dipilih peneliti adalah di kampus IAIN Salatiga. Peneliti

tertarik memilih lokasi ini karena di samping peneliti sudah mengetahui

betul lingkungannya dan juga akan lebih memudahkan peneliti dalam

melakukan penelitian ini.

4. Sumber Data

a. Sumber data primer

Yaitu data yang peneliti dapat adalah data yang diperoleh dari

keterangan atau fakta daripada subyek penelitian, dalam hal ini adalah

mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga yang telah peneliti wawancara.

1) Data observasi

“Hasil observasi adalah hasil yang menjelaskan suatu

informasi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang akan

diobservasi berdasarkan dengan fakta yang ada secara sistematik

dan objektif” (Moeloeng.2002:172).

2) Data informan

(23)

12 b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang

bukan asli yang memuat informasi atau data tersebut. Dalam

penelitian ini dapat berupa keterangan dari berbagai sumber,

seperti buku, artikel, keterangan dari informan lain dan lain

sebagainya.

5. Prosedur Pengumpulan Data

a. Observasi

“Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan

pengamatan secara langsung mengenai objek penelitian, metode ini

peneliti gunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi

objektif mengenai objek penelitian”(Arikunto.1998:234).

“Observasi digunakan untuk menemukan “tabel hidup”

(budaya kerja) yang terpola sebagai pattern of life di kalangan

masyarakat”(Bungin.2011:56). Teknik observasi ini dilakukan guna

memahami secara langsung dengan mengamati objek yang diteliti.

Maka peneliti akan lebih memahami objek yang sedang diteliti, dalam

hal ini melihat perilaku dan hubungan seseorang yang telah

merencanakan sebuah pernikahan.

b. Wawancara

“Metode wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk pemperoleh informasi dari terwawancara”

(24)

13

ini dilakukan dengan cara tanya jawab secara lisan dengan informan,

dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan informan, yaitu

pasangan mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga yang melakukan

pacaran atau ta‟aruf.

c. Dokumentasi

“Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan

sebagainya”(Arikunto.1998:236). Dalam penelitian ini peneliti

mengumpulkan data berupa foto dari pelaku ta‟aruf melalui media sosial dan dengan mengambil atau meminta foto secara langsung saat

penelitian (foto saat menikah dll).

d. Analisis Data

Setelah data hasil terkumpul kemudian data tersebut dianalisis

seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. “Dalam

penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif

yaitu: analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian

disajikan dalam bentuk uraian”(Moeloeng.11:288). Dalam penelitian

ini adalah data hasil dari wawancara terhadap subyek penelitian.

G. Telaah Pustaka

Sepanjang penulis ketahui dalam penelitian ta‟aruf atau pacaran

(25)

14

khusus tentang perspektif pola pacaran atau ta‟aruf mahasiswa IAIN Salatiga. Hal ini mendorong peneliti untuk meneliti tentang perspektif pacaran dan

ta‟aruf mahasiswa IAIN Salatiga. Namun penelitian yang berhubungan

tentang pacaran dan ta‟aruf bukanlah penelitian yang pertama, sejauh

penelusuran penulis beberapa penelitian dengan tema yang menyerupai

dengan penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti lain. Pertama, penelitian

yang dilakukan oleh M.Saifullah dari STAIN Pekalongan pada tahun 2011,

dengan penelitian yang berjudul “Fenomena Model Pacaran Mahasiswa

STAIN Pekalongan Dalam Perspektif Hukum Islam”. Dalam penelitian ini

peneliti menliti mengenai bagaimana konsep pacaran mahsiswa STAIN

Pekalongan. Dalam penelitian di atas diterangkan mengenai model mahasiswa

mahasiswi STAIN Pekalongan dalam menjalin hubungan lawan jenis yang

biasa disebut dengan pacaran. Jadi penulis akan menerapkan penelitian yang

hampir sama, namun penulis akan lebih menekankan pada proses yang

dinamakan ta‟aruf dan dilakukan pada tempat yang berbeda yaitu di IAIN Salatiga.

Dalam skripsi yang ditulis oleh Debby Faura Donna (2015) dari

Universitas Gunadarma dengan judul “Penyesuaian Perkawinan Pada

Pasangan yang Menikah Tanpa Proses Pacaran (Ta‟aruf)”. Dalam skripsi ini

membahas mengenai pasangan-pasangan yang telah menikah namun tanpa

diawali dengan proses pacaran (ta‟aruf). Jadi dalam skripsi ini membahas bagaimana hubungan timbal balik antara seorang laki-laki dan perempuan

(26)

15

dengan tanpa melakukan sebuah proses pengenalan yaitu pacaran atau ta‟aruf, bisa saja dijodohkan oleh orangtua.

H. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulisan penelitian ini akan disusun sebagai berikut

BAB pertama berisi pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah

pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB kedua berisi teori mengenai remaja, pacaran dan ta‟aruf meliputi

pemaparan secara umum tentang remaja, pacaran dan ta‟aruf, karena ini merupakan acuan dasar untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar tentang

ta‟aruf. Kemudian akan dipaparkan tahapan setelah ta‟aruf sampai dengan

tahap pernikahan.

BAB ketiga, pada bab ini penyusun akan memaparkan tentang profil

IAIN Salatiga, subyek yang diteliti, meliputi indentitas subyek yang diteliti

beserta perspektif mereka mengenai pacaran dan ta‟aruf dan alasan mereka melakukan hubungan pacaran, atau ta‟aruf.

BAB keempat, dalam bab ini penyusun akan memaparkan pacaran

dalam konsep Islam dan membandingkan dengan konsep ta‟aruf yang saat ini

dilakukan oleh mahasiswa syari‟ah IAIN Salatiga.

BAB kelima, merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan serta

beberapa analisis dari penyusun dan saran-saran penulis terhadap penelitian

(27)

16 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PACARAN DAN TA’ARUF

A. Pengertian Remaja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Remaja berarti usia mulai

dewasa, sudah sampai umur kawin, muda, pemuda. Remaja berasal dari kata

adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

adolensence juga berarti mental, emosional sosial dan fisik”. Masa remaja

merupakan masa dimana terjadi peralihan antara dua masa, yaitu masa anak

dengan masa dewasa. Masa ini menjadi masa dimana seseorang akan

berkembang dengan cepat dengan berbagai hal-hal yang dapat mempengaruhi

perkembangan tersebut dan nantinya pada saatnya akan menemukan jati diri,

masa dimana banyak sekali hal-hal baru yang dilalui seseorang pada masa

manusia itu dalam proses, maka masa ini mengalami penyempurnaan kematangan, secara fisik memang sudah mencapai perkembangan yang penuh, namun perkembangan psikis dan sosial terus terjadi hingga dewasa awal. Bila dibandingkan dengan perkembangan pada masa awal nampak ciri-ciri khas dalam masa remaja akhir”(Rumini.2004:71).

Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orangtua, karena

sudah tidak termasuk sebagai anak-anak tetapi belum juga berada dalam

golongan dewasa atau tua. masa remaja menunjukkan dengan jelas peralihan

(28)

17

dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Maka dari itu remaja mudah

sekali terpengaruh dengan hal-hal yang berpengaruh pada perkembangan

dirinya.

B. Agama dan Remaja

Agama merupakan suatu hal yang berisi ajaran-ajaran mengenai

kebenaran dan sangat penting dalam kehidupan manusia, agama berfungsi

sebagai tuntunan manusia untuk hidup di dunia sampai dengan hidup di

akhirat kelak. Agama sebagai tata aturan yang mengatur hubungan manusia

dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya juga manusia dengan alam.

maka dari itu agama berperan penting dalam kehidupan manusia tidak

terkecuali dalam masa remaja.

Suatu keadaan yang dapat kita pastikan tentang remaja adalah penuh

goncangan. “Keadaan seperti itu sangat memerlukan agama dan

membutuhkan suatu pegangan atau kekuatan luar yang dapat membantu

mereka dalam mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan baru

yang belum pernah mereka kenal sebelum itu”(Zakiah.1976:11). Maka dari

itu agama sangatlah penting bagi remaja sebagai tuntunan atau bekal dalam

menjalani kehidupan dan sebagai petunjuk arah supaya remaja tidak

terjerumus kedalam hal-hal yang tidak baik.

Dalam masa ini remaja akan senang mencoba hal-hal baru, hal-hal

yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. salah satunya adalah

(29)

18

dalam kacamata umum hubungan pacaran sudah menjadi hal yang biasa

dilakukan oleh pasangan-pasangan yang memiliki perasaan saling suka,

apalagi pada masa remaja yang penuh dengan goncangan akan hal-hal baru,

oleh karena itu ditakutkan adanya kemungkinan akan terjadinya

penyimpangan-penyimpangan syariat agama, misalnya adalah zina. Seperti

halnya dijelaskan dalam QS. Al-Isra‟ ayat 32:

Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.

Sebagaimana dalam ayat di atas yaitu mendekati zina dilarang apalagi

melakukan perbuatan zina, yang mana pacaran diartikan sebagai salah satu

jalan menuju zina yang menimbulkan dampak-dampak negatif. Jadi pacaran

yang negatif dalam Islam itu tidak dianjurkan, dikarenakan dalam

berlangsungnya hubungan pacaran kemungkinan besar terdapat

kemandharatan atau keburukan yang melanggar syariat Islam, salah satunya

yaitu zina. Walaupun hanya menatap mata, berpegangan tangan namun itu

sudah termasuk melanggar syariat Islam dan dilarang.

Agama sangatlah berpengaruh terhadap diri seseorang, seseorang

semakin tinggi ilmu agamanya dan semakin tebal tingkat keimanan seseorang

terhadap Allah maka akan baik pula perilaku manusia tersebut dan sebaliknya

apabila perilaku seseorang yang kurang baik maka kemungkinan besar buruk

pula keimanan dan ilmu agama yang ia miliki. Jadi agama sangat berpengaruh

(30)

19

“Semakin cepat agama itu masuk dalam kepribadian, semakin wajar

dan cocok cara pendidikan agama yang diterima sejak kecil, maka akan

semakin mantap dan kuatlah agama itu dalam diri seseorang dan semakin lega

serta bahagialah hidupnya”(Dardrajat.1976:11). jadi apabila seorang anak

telah diajarkan sejak kecil mengenai agama dan aturan-aturan dalam agama

maka anak tersebut akan tumbuh menjadi seorang yang tahu batasan-batasan

dalam hidup, misalnya dalam mengenal lawan jenis.

C. Memilih Jodoh Yang Ideal

Terikatnya jalinan cinta antara dua orang dalam sebuah ikatan

pernikahan adalah suatu perkara yang sangat diperhatikan dalam syariat

Islam. Dalam memilih calon suami maupun isteri, seseorang pasti memiliki

kriteria masing-masing yang dimiliki, tidak sembarang orang akan dipilih

sebagai calon suami atau isteri. Jadi dalam memilih suami atau isteri harus

sesuai dan cocok dengan apa yang diinginkan.

Memilih isteri secara sepintas kelihatannya pekerjaan yang mudah,

apabila dalam pencarian hanya dengan pertimbangan untuk menyalurkan

nafsu semata. Tetapi bila dipikirkan secara mendalam dengan mengikutkan

berbagai pertimbangan, maka akan kelihatan bahwa mencari suami atau isteri

bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan.

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bazzar dan Ibnu Hibban

(31)

20

)نابح نباورازبلا هاور(. َكُنيَِيَ ختَبِرَت ِقُلُخلْاَو ِنيِّدلا ِتاَذِب َكيَلَعَ ف

Artinya: Maka hendaklah kamu memilih isteri yang beragama (Islam) dan berbudi pekerti (yang baik), agar kedua tanganmu (dirimu) selamat (HR. Al-Bazzar dan Ibnu Hibban).

“Peringatan Rasulullah SAW di atas dimaksudkan agar dalam perkawinan tidak hanya mencari kepentingan-kepentingan yang bersifat fisik semata, tetapi terlebih dahulu memperhatikan persyaratan “keagamaannya”, lantaran dengan agamanya ia dapat membimbing akal dan jiwanya, berlaku sabar, menyadari tugas dan kewajiban suami-isteri. Kesadaran ini akan menumbuhkan tanggungjawab untuk menjaga dirinya dari rayuan dan gangguan orang lain. Setelah itu baru memperhatikan hal-hal yang bersifat fisik dan dunia”(Chafidh.2009: 92).

Menikah berarti menjalin hubungan sebagai sebuah keluarga tidak

hanya berlangsung dalam jangka waktu yang sebentar saja, bahkan menjalin

hubungan selama seumur hidup, menjaga hati dari godaan-godaan yang ada.

Dengan demikian hendaklah berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan

dalam memilih calon suami atau isteri yang akan mendampingi dalam

menjalani kehidupan. Ketika seseorang akan membangun sebuah rumah

tangga pasti akan mempersiapkannya dengan sebaik mungkin, salah satunya

dalam memilih calon isteri atau suami yang nantinya akan menjadi ibu rumah

tangga atau laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Memilih isteri atau suami

yang baik yang mampu menjaga keluarga sehingga tercipta keluarga yang

bahagia haruslah memenuhi kriteria-kriteria yang ada.

Dalam memilih isteri yang saleh adalah dengan kriteria sebagai berikut:

1. Dapat membantu membina sebuah generasi, tenang mampu menyimpan dengan baik harta suaminya dan baik agamanya.

2. Asal-usul dan kemuliaan. Artinya, isteri berasal dari keluarga terhormat yang dikenal baik, berakhlak mulia dan berbudi luhur.

(32)

21

4. Mengutamakan wanita yang masih perawan. Sebaiknya mengutamakan wanita yang belum pernah menikah (perawan).

5. Mengutamakan menikah dengan wanita yang subur. Tujuan utama sebuah perkawinan adalah mempunyai keturunan, maka sudah selayaknya mimilih isteri yang dapat melahirkan (Kisyik.2005: 21-27).

Selanjutnya adalah memilih suami yang baik sebagai kepala rumah

tangga yang nantinya akan bertanggungjawab penuh terhadap sebuah rumah

tangga, yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga

menjadikan terciptanya tingkat sosial yang baik, ekonomi yang mapan dan

kunci langgengnya sebuah rumah tangga.

“Dalam memilih calon suami harus laki-laki yang mampu

mengamalkan agamanya dengan baik, berakhlak mulia, memahami Islam

dengan pemahaman sempurna dan mengamalkannya secara baik dalam

kehidupan sehari-hari dengan segala keutamaan ajaran Islam yang tinggi dan

ajaran akhlaknya yang mulia”(Kisyik.2005:28).

Dalam memilih calon suami juga dijelaskan dalam QS An-Nisa‟ ayat 34:

Artinya : kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Penjelasan ayat di atas adalah apabila seorang wanita akan memilih

calon suami, hendaklah seorang laki-laki yang mampu memimpin dalam

rumah tangga dan yang mampu menghidupi serta mencukupi kebutuhan dari

rumah tangga tersebut, maka nantinya akan tercipta keluarga yang harmonis.

(33)

22

Ta‟aruf berasal dari kata ta‟arofa yang berarti mengenalkan, dalam ta‟aruf diperkuat dengan ayat dalam Al-Qur‟an yaitu surah Al-Hujarat ayat 13

yang berbunyi: seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ta‟aruf artinya mengenal yakni silaturahim yang terjalin antara dua

orang atau lebih untuk tujuan tertentu. Bisa berupa persahabatan,

persaudaraan, pernikahan dan lain sebagainya (Pusparini 2012: 14). Menjalin

hubungan dengan seseorang dan dengan tujuan untuk menikahinya itu tidak

boleh barmain-main tanpa tujuan yang pasti, tujuan yang dimaksud adalah

pernikahan dan apabila menjalin hubungan hanya untuk bersenang-senang

semata itu sudah menyalahi konsep ta‟aruf yang dimaksud dalam syariat Islam, yang hanya akan menjadikan sebuah hubungan yang lebih mengacu

pada perbuatan dosa

Dalam Islam ta‟aruf berarti suatu tindakan pengenalan dan pendekatan terhadap calon pasangan yang dilakukan sebelum melangsungkan

pernikahan (Thobroni, 2010: 75). Jadi tujuan ta‟aruf adalah mengetahui kriteria calon pasangan, Ta‟aruf tidak bisa disamakan dengan pacaran yang

(34)

23

pacaran yang Islami itu tidak ada. Maka dapat diartikan bahwa sebenarnya

ta‟aruf merupakan salah satu cara memahami atau mengetahui calon suami

atau isteri yang nantinya akan menjadi sebuah keluarga. Berta‟aruf dilakukan selain sebagai sarana mencari jodoh juga sebagai sarana mengurangi

kemungkinan adanya cara-cara lain selain ta‟aruf yang justru menyalahi syariat Islam misalnya seperti pacaran yang berorientasi pada hal-hal yang

negatif saja.

Hal ini eperti telah dipesankan Rasulullah Saw kepada Mughirah

ketika ia akan meminang salah seorang wanita, beliau bersabda:

خنَأ ىَرخحَا ُوَّنِاَفاَهخ يَلِاخرُظخنُا

اَمُكَنخ يَ ب َمِدخءوُي

Artinya: “Lihatlah dia karena hal itu lebih pantas bagi kelanggengan

hubungan kamu berdua.” (Hr An-Nasa‟i, Ibnu Majah dan At

-Tirmidzi).

“Ta‟aruf menjadi mulia karena niat yang suci. segala sesuatu yang

tergantung pada niat. Seseorang akan memperoleh seperti yang diniatkannya.

Mengenai ini Imam Ahmad dan Imam Hanafi sepakat bahwa niat mencakup

sepertiga ilmu mengingat perbuatan manusia terdiri dari niat di dalam

hati”(Pusparini.2012:19). Dari penjelasan diatas maka dapat diartikan Ta‟aruf

adalah proses perkenalan yang bertujuan untuk mewujudkan pernikahan.

Tidak cukup hanya ingin kenal, bukan pula mencoba-coba.

Ta‟aruf berarti menjaga kesucian hubungan dalam nilai-nilai Islam.

Menjaga kehormatan diri dan juga calon pasangan, Tidak pula dilakukan di

(35)

orang-24

orang terpercaya yang akan memberikan arahan dan kenyamanan. Dengan

tujuan dan cara seperti ini, patutkah ta‟aruf disamakan dengan pacaran ?

Adapun ta‟aruf yang dianjurkan dalam Islam adalah seperti apa yang telah diterangkan diatas. Namun bagaimana dengan realita yang terjadi pada remaja

saat ini, kebanyakan remaja pada zaman sekarang ini lebih cenderung senang

melakukan pacaran, dalam berpacaran pun perspektif atau pemikiran mereka

berbeda-beda, jadi definisi pacaran hanyalah sebuah pengertian yang abstrak

dan tidak ada definisi yang baku. Mungkin karena ini remaja memiliki

pendapat yang berbeda-beda mengenai pacaran.

Pada umumnya pacaran selain memiliki efek yang positif, namun juga

terdapat efek negatif yang lebih besar terhadap perkembangan remaja. akan

tetapi saat ini masih banyak remaja yang melakukan pacaran, bahkan dengan

alasan pacaran yang sehat. Lalu apakah yang mereka anggap pacaran yang

sehat termasuk kedalam ta‟aruf atau ke dalam pacaran yang jelas-jelas

terdapat efek negatif dan tidak diajarkan syariat Islam.

E. Pacaran Dalam Pandangan Islam

Sebuah hubungan yang sering disebut pacaran diawali dengan adanya

ketertarikan atau perasaan saling suka dan jatuh cinta, Pacaran adalah bahasa

yang sekarang ini digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan antara

(36)

25

saling cinta menjadi sebuah hubungan, yang pada saat ini biasa disebut

dengan pacaran.

Pada saat ini banyak atau bahkan sebagian besar orang apabila

sebelum melangsungkan pernikahan pada umumnya melakukan pacaran

terlebih dahulu. istilah pacaran tidak bisa lepas dari remaja, karena salah satu

ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai rasa

ingin memiliki. Sebagian kalangan remaja sekarang pacaran menjadi identitas

yang sangat dibanggakan. Seorang remaja akan bahagia dan percaya diri jika

sudah memiliki pacar, Karena itu mencari pacar di kalangan remaja sudah

menjadi kebiasaan remaja dan dianggap sebagai suatu hal yang wajar.

Pacaran sendiri dapat diartikan sebagai ajang saling mengenal agar

mengetahui karakter masing-masing, memang dilihat dari segi positif

memang demikian. Jadi pacaran merupakan sebuah usaha manusia untuk

mencari pasangan yang berdasarkan cinta kasih dan untuk saling mengenal

yang bertujuan untuk mendapatkan pasangan tanpa adanya ikatan baik secara

formal atau secara agama.

“ Sering kita temui di dalam pacaran adanya kedekatan yang dianggap

sah. Kemesraan yang dipandang halal dan kepedulian yang dirasakan tepat.

Kecintaan yang lebih pada seseorang yang tidak dilakukan pada orang

lain”(Pusparini.2012:21). Sekarang ini banyak remaja memilih untuk melakukan pacaran dangan dalih melakukan pacaran secara sehat, apabila

(37)

26

untuk memperkecil angka resiko berpacaran secara negatif. Setidaknya

pacaran sehat akan dapat mengurangi resiko akan adanya seks bebas. Namun

bagaimana bila dilihat dari kacamata Islam.

Dengan demikian pernikahan adalah jalan keluar yang terbaik bagi

manusia yang berlainan jenis ketika saling mencintai, agar terhindar dari

perbuatan maksiat yang timbul karena adanya saling ketertarikan antara

keduanya. Dari pernikahan kedua insan yang berlainan jenis ini diharapkan

nanti keduanya bisa saling melengkapi dan menutupi kekurangan

pasangannya, saling berbagi rasa dan saling berkasih sayang serta

menghasilkan generasi baru. Adapun cara untuk mengenal pasangan sebelum

menikah harus dengan cara ta‟aruf sebagaimana diatur dalam syariat Islam.

F. Perbedaan Ta’aruf dengan Pacaran

“Antara ta‟aruf dan pacaran keduanya mempunyai perbedaan yang

signifikan, yakni pada tujuan, cara dan manfaatnya”(Pusparini.2012:19).

Namun sebagian orang beranggapan ta‟aruf dan pacaran adalah sesuatu yang sama sehingga muncul legitimasi bahwa pacaran itu sah-sah saja. Ada pula

yang beranggapan ta‟aruf tidak ada bedanya dengan pacaran, hanya bungkusnya saja yang berbeda, tentu saja anggapan ini tidak benar.

Dilihat dari aktivitasnya, ta‟aruf lebih bersifat perkenalan, pemahaman dan tidak ada aktivitas zina yang bersifat melanggar syariat Islam. Untuk

(38)

27

intim. Kita bisa mencari informasi melalui teman dekatnya,

saudara-saudaranya atau menanyakan secara langsung kepada yang bersangkutan.

Resiko berta‟aruf akan membawa dampak kebaikan kedua belah pihak. Seandainya berlanjut sampai ke jenjang pernikahan maka kedua belah pihak

tidak akan merasa tertipu.

“Antara ta‟aruf dengan pacaran sifatnya hampir sama yaitu

perkenalan, ada juga yang mengatakan pacaran sebagai proses penjajakan

sebelum menikah. Yang berbeda adalah aktivitas dan

tujuannya”(Thobroni.2010:77). Jadi pacaran lebih condong ke praktik zina,

pegeng-pegangan, pelukan, ciuman, kencan, bahkan sampai mengarah ke

hubungan seks. Biasanya orang yang pacaran selalu ingin kelihatan sempurna

di mata pasangannya. Akan tetapi ta‟aruf kedua pihak dalam hal ini laki-laki

dan permpuan tersebut haruslah jujur mengenai semua yang ada pada dirinya

masing-masing, sehingga apabila nanti telah menikah dapat tercipta keluarga

yang harmonis.

Jadi secara signifikan antara ta‟aruf dan pacaran sangat berbeda, namun sekarang ini yang salah adalah anggapan bahwa pacaran itu adalah

suatu hal yang wajar dan umum dilakukan anak-anak muda. Bahkan yang

salah lagi adalah persepsi bahwa antara ta‟aruf dan pacaran itu adalah sama,

yaitu yang pada dasarnya bertujuan untuk mencari jodoh, memahami sifat dan

karakter calon suami atau isteri yang nantinya akan dinikahinya.

(39)

28

Tujuan ta‟aruf adalah untuk mengenal calon pasangan sebelum menikah dengan cara yang halal, maka terdapat aturan atau adab dalam ber

ta‟aruf. Media ta‟aruf menurut Islam dianjurkan untuk saling mengenal lebih

jauh karakter masing-masing (Thobroni, 2010: 83). Dengan cara menanyakan

secara detail apa-apa yang dianggap penting bagi keduanya. Inti dari ta‟aruf adalah pendekatan terhadap calon suami atau isteri tanpa ternodai unsur

maksiat didalamnya.

Jadi ta‟aruf bertujuan untuk mengenal dan memahami seseorang yang nantinya apabila terdapat kecocokan, akan menjadi calon suami atau isteri.

Namun dalam proses ini tidak terdapat kegiatan-kegiatan yang melanggar

syariat Islam. Dengan ta‟aruf bisa mengenal calon dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya , hal ini bisa terjadi karena kedua belah pihak

telah siap menikah dan siap membuka diri, baik kelebihan maupun

kekurangan.

Tujuan daripada pacaran adalh dapat berupa untuk mendapatkan calon

pasangn pendamping hidup untuk menjadi seorang suami atau isteri, namun

ada pula yang memiliki tujuan yang negatif-negatif saja yang dapat diartikan

sebagai sebuah jalan menuju sebuah perzinaan.

H. Pola Pacaran

Mengenai pacaran menurut peneliti terdapat dua pola pacaran, yaitu pacaran

yang sehat atau (positif) dan pola pacaran yang tidak sehat (negatif).

(40)

29

Pola pacaran yang positif biasanya dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan seorang yang dicintai dengan sesuai kriteria untuk dijadikan

seorang suami atau isteri. Dalam menjalin hubungan pacaran sehat kedua

pasangan dapat saling berinteraksi dengan tujuan untuk saling memahami

sifat dan karakter masing-masing tanpa melakukan kegiatan atau perilaku

yang negatif yang mengacu pada perzinaan. Jadi pacaran sehat dilakukan

dengan mengetahui norma-norma atau batasan-batasan dalam aturan

beragama.

2. Pola Pacaran Tidak Sehat (negatif)

Pacaran yang negatif biasanya dilakukan anak-anak muda yang

hanya bersenang-senang semata dengan hubungan mereka. Dalam

menjalin hubungan tentunya belum memiliki tujuan yang jelas, untuk apa

mereka menjalin hubungan pacaran. Yang akan terjadi adalah hal-hal

yang negatif seperti berdua-duaan, melakukan kemesraan-kemesraan yang

tidak seharusnya mereka lakukan yang pada akhirnya terjerumus dalam

perzinaan yang tentunya dilarang dalam Islam.

I. Adab Melakukan Ta’aruf

Pada umumnya ta‟aruf dilakukan dengan mediator orangtua atau saudara. Perempuan sifatnya menjadi objek dari aktifitas ta‟aruf. Ta‟aruf

(41)

30

Kelemahan ta‟aruf seperti ini, menjadikan perempuan atau laki-laki yang akan melakukan perkenalan tidak mempunyai kesempatan yang lebih luas

untuk menanyakan hal-hal detail yang berkaitan karakter calon suami.

Ta‟aruf dalam arti luas adalah pendekatan, perkenalan dengan calon

suami atau isteri dengan cara yang luwes, bisa menyesuaikan dengan kondisi

apapun dan tidak mengharuskan calon suami bertemu dirumah calon isteri.

Pertemuan bisa dilakukan dimana saja dan dalam kesempatan apa saja,

dengan syarat tidak ada unsur maksiat dalam pertemuan itu. Dengan cara

yang luwes seperti ini, kemungkinan antara pihak laki-laki dan perempuan

sama-sama bisa mendapatkan informasi di antara keduanya tanpa ada rasa

canggung.

Biasanya, ta‟aruf dilakukan dalam waktu relatif singkat, waktu yang

relatif singkat ini menghawatirkan masih adanya informasi yang belum

terkorek dari kedua belah pihak. Dari kedua belah pihak bebas mengajukan

kriteria calon pasangannya, jika terjadi kecocokan maka hubungan bisa

diteruskan. Sebaliknya jika merasa tidak cocok maka bisa disudahi. Ini untuk

menghindari persoalan yang ditimbulkan pasca menikah karena adanya

ketidak cocokan.

Tidak ada kata putus dalam ta‟aruf karena tidak ada tali yang perlu

diputuskan. Bahkan dari ketidak cocokan tersebut bisa diteruskan hubungan

persaudaraan atau persahabatan. Proses ta‟aruf dilakukan secara sadar untuk penjajakan awal sebelum menikah. Sehingga tidak akan ada rasa kecewa yang

(42)

31

dengan ta‟aruf memiliki perbedaan yang jauh. Islam menganjurkan ta‟auf bukan pacaran, dengan mempertimbangkan maslahat dan mudharatnya.

Ta‟aruf lebih aman dibandingkan dengan pacaran. Jika disepakati dalam

jangka waktu yang singkat hubungan bisa berlanjut ke khitbah (lamaran) dan

akad nikah. Proses sebelum khitbah, biasanya kedua belah pihak melewati

proses tafahum dan ta‟awun.

“Tafahum adalah tahap untuk saling memahami di antara keduanya.

Sedangkan ta‟awun adalah saling menolong. Tafahum dan ta‟awun merupakan rangkaian ta‟aruf yang bisa diartikan juga sebagai jalan sebelum menikah. Di sini akan diuji tingkat pemahaman, pengertian rela berkorban keikhlasan selama terjadi kesepakatan untuk meneruskan hubungan. Pada dasarnya, menikah merupakan menggabungkan dua keluarga yang berbeda menjadi satu. Sehingga tingkat kesakralannya perlu dijaga dengan melibatkan keluarga dari kedua belah pihak”(Thobroni.2010:83-85).

Setelah dicapai kesepakatan untuk meneruskan hubungan sampai

jenjang pernikahan, lebih baik hubungan tersebut segera dikomunikasikan

dengan orangtua masing-masing. Mengingat proses pernikahan tidak bisa

dilakukan tanpa adanya orangtua atau wali. Apalagi posisi perempuan yang

membutuhkan wali untuk menikahkan dalam akad nikah.

J. Tahapan Dalam Ta’aruf

Ketika orang akan menjalin sebuah hubungan serius dengan seseorang maka perlu melakukan hal-hal berikut:

1. Orang harus mempersiapkan diri, baik mentalnya, fisiknya, maupun ekonominya juga harus siap.

(43)

32

3. Ketika ia bertemu dengan calon pasangan, ia hanya diperbolehkan melihat secukupnya untuk sekedar mengenal karakter masing-masing, dengan catatan tidak boleh khalwat (berduaan). Artinya harus ada orang lain yang menemani, misalnya orangtua atau saudara. Hal ini semua memang dilakukan serius dalam rangka menuju pernikahan bukan untuk bermain-main. Jika seperti ini prosesnya maka syariat membolehkan. Namun jika untuk bermain-main, syariat melarangnya (Mustamar.2014:120).

“Tujuan melihat dan memeriksa perempuan yang akan dijadikan isteri

adalah untuk lebih memahami kepribadiannya dan dapat memperoleh jalan

menyatu padukan langkah dalam membina rumah tangga”(Majah.1993:17).

Namun demikian tidak berarti membolehkan seorang melakukan pacaran

seperti yang ditempuh oleh orang-orang yang tidak beragama Islam atau oleh

orang-orang yang mengaku beragama Islam tetapi buta terhadap ketentuan

Islam atau bahkan mengenyampingkan ketentuan-ketentuan Islam.

Ketika seseorang hendak memulai ta‟auf, pertama kali yang harus ditanya adalah dirinya sendiri. Siapkah aku untuk menikah? Bila ternyata

masih ragu-ragu, meka lebih baik menunda proses ini. namun jika sudah ada

kecenderungan dan niat untuk menikah, maka segera laksanakan proses

selanjutnya. Mengapa demikian? Karena “ta‟aruf bukan ajang coba-coba,

bukan pula sekadar mencari pengalaman. Ta‟aruf adalah proses awal yang

ditempuh untuk mencapai tujuan besar dalam

pernikahan”(Pusparini.2012:53).

Jadi saat kita akan melakukan sebuah ta‟aruf, harus diawali dengan adanya niat untuk menikah. Saat sudah mulai mengenal seseorang yang akan

diajak berta‟aruf atau saling memahami satu sama lain untuk meyakinkan hatinya, bahwa seseorang yang kita ajak berta‟aruf dan yang nantinya akan

(44)

33

Dalam memahami sifat, karakter ataupun watak seseorang itu tidak cukup

waktu yang hanya sebentar, tetapi perlu waktu yang cukup lama. Dengan

adanya komunikasi yang terjalin, dengan seiring berjalannya waktu, maka

sedikit demi sedikit akan memahami pasangannya. Tetapi tidak menutup

kemungkinan dalam memahami pasangan hanya membutuhkan waktu yang

sebentar, lalu menginjak pada hubungan yang lebih serius lagi, Kunci dari

sebuah hubungan adalah yakin dan saling percaya terhadap pasangan. Berikut

adalah tahapan dalam melakukan ta‟aruf yang dianjurkan: 1. Mengatur waktu pertemuan

Dalam ta‟aruf merenanakan waktu pertemuan adalah langkah awal dilakukannya ta‟aruf, waktu pertemuan haruslah direncanakan dengan matang agar nantinya acara pengenalan ta‟aruf dapat berlangsung dengan

lancar. Oleh karena itu pertemuan ta‟aruf harus direncanakan mengingat ada pihal-pihak yang dilibakan.

Waktu pertemuan haruslah disepakati kedua belah pihak dari

keluarga masing-masing. Memilih waktu yang benar-benar diluangkan.

Pertemuan dilakukan dengan tidak tergesa-gesa, jika ada hal yang perlu

dibicarakan lebih lanjut, maka bisa diagendakan di waktu yang lain atau

pertemuan selanjutnya.

2. Representatif dan memadai

Tempat dimana dilangsungkannya pertemuan antara kedua belah

(45)

34

disepakati. Hal ini juga sangat penting direncanakan, apabila jarak rumah

yang terlalu jauh juga diperlukan akomodasi yang memadai.

3. Ketika tatap muka

Forum ta‟aruf bukan sekedar forum biasa, melainkan forum yang

diadakan dengan tujuan, yaitu mengupayakan pertemuan dua insan

menuju pernikahan. Forum dibuka dan diawali dengan menyebut nama

Allah dan diharapkan acara ini dapat berlangsung dengan khidmat dan

berjalan seperti apa yang diharapkan.

Dalam acara ini pada saat tatap muka dari masing-masing pihak

dapat menanyakan perihal yang mengarah pada laki-laki dan wanita yang

berta‟aruf atau terhadap keluarga yang bersangkutan, mungkin mengenai hal-hal yang ada pada masing-masing calon, supaya keduanya dapat

mengetahui pasangan yang nantinya akan menjadi teman hidupnya.

4. Keluarga dan kerabat

Dalam menggali informasi juga dapat ditanyakan kepada keluarga

dan kerabat yang hadir dalam forum tersebut. Hal ini dilakukan untuk

lebih mengetahui bagaimana pendapat keluarga atau kerabat tentang

pasangan yang akan dinikahinya nanti. Dalam hal ini keluarga dan kerabat

diharapkan dapat memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya dan

sejujur-jujurnya, supaya pada saat kedua calon sudah menikah nanti tidak

ada pihak yang merasa dibohongi atau dirugikan.

(46)

35

Masa menunggu dianggap sebagai masa yang sulit. Pada masa ini

menunggu diputuskannya ta‟aruf yang dilakukan akan berlanjut ke

jenjang pernikahan atau tidak, pada masa ini bisa melakukan shalat

istikharah supaya membantu untuk menentukan keputusan. Maka dapat

dikerjakan agar mendapat petunjuk dari Allah supaya diberikan pilihan

yang baik. Namun apabila telah diputuskan untuk benar-benar menikah,

ta‟aruf belum berhenti sebelum benar-benar ada ijab qabul.

K. Tahapan Setelah Ta’aruf (Khitbah)

Adapun tahapan setelah ta‟aruf adalah khitbah. Dalam kamus bahasa

Arab Al-Munjidul wasith ( ُطخيِشَوخلا ُدِجخنُلما ) khitbah berasal dari kata ( اَهَ بَلَط ُبُت َيَ َبَطَخ

ِجاَوَّزلِل ) khotoba-yakhtubu yang menurut bahasa artinya: meminta kepada

seorang wanita untuk dijadikan isteri. Kata khitbah disebut juga dengan

“pinangan” Yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya permintaan

hendak beristeri (lamaran) (Tim PrimaPena, Tanpa Tahun: 613). “Adapun

dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 (a) yang dimaksud dengan

peminangan ialah kegiatan-kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan

perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”(Kompilasi Hukum

Islam.2012:323).

Setelah mengenal dan memahami pasangan, apabila akan melanjutkan

kedalam hubungan yang lebih serius, maka dilakukan peminangan yang

dalam Islam disebut dengan khitbah. Khitbah yang mempunyai arti

(47)

36

permintaan untuk perjodohan dari seorang laki-laki pada seorang perempuan

baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu dengan perantara

seseorang yang dapat dipercaya”(Mardani.2011:9).

“Orang yang belum menikah dapat dipastikan bahwa dirinya tak akan

pernah bisa merasakan suatu kenikmatan yang hakiki terhadap lawan jenisnya

di dunia ini”(Abdullah.2008:14). Jadi adapun hikmah di balik anjuran

Rasulullah SAW (menikah) tersebut adalah untuk menghindarkan diri dari

perbuatan maksiat serta agar keduanya segera dapat menikmati keindahan dan

kebaikan dari menikah yang sangat banyak.

“Di antara hal yang disepakati mayoritas ulama fiqh, syariat dan

perundang-undangan bahwa tujuan pokok khitbah adalah berjanji akan

menikah, belum ada akad nikah. Khitbah tidak mempunyai hak dan pengaruh

seperti akad nikah. Dalam akad nikah, memiliki ungkapan khusus (ijab qobul)

dan seperangkat persyaratan tertentu. Dengan demikian, segala sesuatu yang

tidak demikian bukan akad secara syara‟ “(Azzam.2009:8).

Dasar hukum dalam peminangan adalah Al-Quran surah Al-Baqarah

(48)

37

Artinya: “dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

Menurut Mardani dalam bukunya yang berjudul HUKUM

PERKAWINAN ISLAM di Dunia Islam Modern (2011:9), Dalam Hukum

Islam terdapat aturan tentang siapa saja yang boleh dipinang dan siapa yang

tidak boleh dipinang. Seseorang boleh dipinang apabila memenuhi dua syarat:

1. Pada waktu dipinang tidak ada halangan yang melarang dilangsungkannya

perkawinan. Yang dimaksud tidak ada larangan hukum yang melarang

dilangsungkannya perkawinan, adalah bahwa:

a. Wanita tidak terikat perkawinan yang sah.

b. Wanita bukan mahram yang haram dinikahi untuk sementara atau

untuk selamanya.

c. Wanita tidak dalam masa iddah.

2. Belum dipinang laki-laki lain secara sah. Seseorang yang berada dalam

pinangan orang lain tidak boleh dipinang.

Setelah dilakukannya peminangan, maka tahapan yang selanjutnya

adalah melakukan pernikahan. Yaitu dilakukan secara agama atau secara

(49)

38

nikah yang dilakukan dua orang, yaitu laki-laki dan perempuan yang

bertujuan untuk meresmikan ikatan secara norma agama, norma hukum dan

norma sosial.

L. Ta’aruf atau Pacaran Sehat dalam Kaidah Ushul Fikih

Dalam skripsi ini penulis menggunakan kaidah ushul fiqh untuk

menganalisis ta‟aruf atau pacaran sehat sudah memenuhi aturan-aturan yang

ada dalam agama Islam dan tentunya dapat diterapkan dalam masyarakat

muslim.

Pentingnya peranan qawaid fiqhiyah dalam kajian ilmu syariah dari dahulu sampai sekarang menjadikan motivasi generasi muslim untuk tetap mempelajarinya secara mendalam. Para ulama menghimpun sejumlah persoalan fiqh yang ditempatkan pada suatu qawaid fiqhiyah. Apabila ada masalah fiqh yang dapat dijangkau oleh suatu kaidah fiqh, masalah fiqh itu ditempatkan di bawah kaidah fiqh tersebut. Melalui kaidah fiqh yang bersifat umum memberikan peluang bagi orang yang melakukan studi terhadap fiqh untuk dapat menguasai fiqh dengan lebih mudah dan tidak memakan waktu relatif lama. Sebagaimana telah diketahui bahwa kewajiban generasi islam dalam zaman pembangunan masyarakat ini adalah berusaha untuk menegakkan masyarakat yang diridhai Allah dengan cara menyebarkan fiqh Islam keseluruh bagian tanah air Indonesia. Karena tidak dapat di pungkiri bahwa kemunduran fiqh islam dapat berdampak pada kerusakan bagi masyarakat Islam (http://shohifu.blogspot.co.id/2013/05/kaidah-kaidah-fiqih.html, 30 april 2018 pukul 21:25).

Jadi dengan kaidah-kaidah fiqh akan mengetahui benang merah yang

kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di

dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus,

adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di

(50)

39

mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan

berkembang dalam masyarakat.

BAB III

TA’ARUF MAHASISWA IAIN SALATIGA

A. Sejarah Berdirinya IAIN Salatiga

(51)

40

Institut Agama Islam Negeri Salatiga atau IAIN Salatiga adalah

Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri di Salatiga, Provinsi Jawa

Tengah, Indonesia. berdasar Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 143 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Perubahan

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Menjadi Institut Agama

Islam Negeri Salatiga.

Pendirian IAIN Sejak berdirinya sampai saat ini, IAIN Salatiga

telah melewati sejarah yang cukup panjang, dan mengalami beberapa kali

perubahan kelembagaan. Pendirian lembaga ini, bermula dari cita-cita

masyarakat Islam Salatiga untuk memiliki Perguruan Tinggi Islam. Oleh

karena itu didirikanlah Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Institut Keguruan

dan Ilmu Pendidikan (IKIP) "Nahdlatul Ulama" di Salatiga. Lembaga ini

menempati gedung milik Yayasan "Pesantren Luhur" yang berlokasi di

Jalan Diponegoro Nomor 64 Salatiga. Lembaga ini berdiri berkat

dukungan dari berbagai pihak, khususnya para ulama dan pengurus

Nahdlatul Ulama Jawa Tengah. Dalam rentang waktu kurang setahun,

lembaga ini diubah dari FIP IKIP menjadi Fakultas Tarbiyah. Maksud

perubahan tersebut adalah agar lembaga ini dapat dinegerikan bersamaan

dengan persiapan berdirinya IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang.

Guna memenuhi persyaratan formal, maka dibentuklah panitia pendiri

yang diketuai oleh K.H. Zubair dan sekaligus diangkat sebagai Dekannya.

Dalam waktu yang bersamaan dengan proses pendirian IAIN

Referensi

Dokumen terkait

Suatu simbol yang digunakan dalam terminasi yang mewakili simbol-simbol tertentu untuk digunakan pada aliran lain pada halaman yang lain.. Sumber: Perancangan

dengan apa yang sebenarnya disampaikan oleh pihak lain.. 3) Masing-masing pihak harus fokus pada permasalahan. 4) Setiap pasangan harus merangkum apa yang disampaikan oleh

Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan jika, dan hanya jika, terdapat hak yang berkekuatan

Skripsi, Jakarta: Program Studi Pendidikan Ekonomi, Konsentrasi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Jurusan Ekonomi dan Administrasi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Untuk bidang Matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

1) Asas “equality” yaitu bahwa pembagian tekanan pajak diantara masing- masing subyek pajak hendaknya dilakukan secara seimbang dengan kemampuannya. Kemampuan wajib

perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan bahwa mempunyai. reaksi pasar