• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI TEKNIK MODELING DI PAUD CENDEKIA DESA KETAPANG KECAMATAN GENTUMA KABUPATEN GORONTALO UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI TEKNIK MODELING DI PAUD CENDEKIA DESA KETAPANG KECAMATAN GENTUMA KABUPATEN GORONTALO UTARA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI

TEKNIK MODELING DI PAUD CENDEKIA DESA

KETAPANG KECAMATAN GENTUMA KABUPATEN

GORONTALO UTARA

ABSTRAK

Rina Mahan, Tuti Wantu, M.Pd, Kons, Irpan Kasan, S.Ag, M.Pd1

Masa anak-anak merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan. Pada masa ini anak akan dengan mudah menerima dan mengingat semua perilaku dan pesan-pesan yang disampaikan oleh orang-orang yang dekat dengan anak. Di lingkungan sekolah pendidikan anak usia dini, anak didik dibimbing untuk belajar sambil bermain, dengan cara mandiri ataupun dengan cara berkelompok untuk merangsang sosialisasi anak. Dengan demikian orang tua dan pendidik sangat berperan penting dalam membentuk sikap mandiri anak sehingga anak tidak tergantung pada orang lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang pelaksanaan teknik modeling di PAUD Cendekia Desa Ketapang Kecamatan Gentuma Kabupaten Gorontalo Utara dalam upaya meningkatkan kemandirian anak. Berdasarkan hasil penelitian dari indikator yang diteliti maka diperoleh data bahwa Meningkatkan kemampuan kemandirian pada anak dengan menggunakan teknik modeling, pada masing-masing aspek kemandirian terlihat jelas dari hasil yang diperoleh anak pada pelaksanaan penelitian di mana kemampuan kemandirian anak meningkat menjadi 85.3% pada pelaksanaan siklus II pertemuan kedua. Berdasarkan hasil penelitian, maka dengan menggunakan teknik modeling, diharapkan kemampuan kemandirian pada anak di PAUD Cendekia Desa Ketapang Kecamatan Gentuma Kabupaten Gorontalo Utara dapat dipertahankan dan terlebih dapat ditingkatkan.

Kata Kunci : Kemandirian Anak, Teknik Modeling

Rina Mahan, Dra. Tuti Wantu, M.Pd, Kons, Irpan Kasan, S.Ag, M.Pd Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Gorontalo

(3)

Kemandirian anak tidak muncul begitu saja melainkan dengan latihan dari hal-hal yang mudah secara pelan dan kontinyu. Bagi para orang tua harus dengan kesabaran serta menghindari pemanjaan dan menuruti semua kehendak anak karena hal ini merupakan penghambat kemandirian. Di lingkungan sekolah anak didik belajar mandiri melalui peraturan-peraturan yang ada. Anak tidak menangis jika ditinggal orang tuanya, maupun menyelesaikan tugas serta dapat menyelesaikan permasalahan tergantung pada kemampuan yang dimiliki serta peran orang tua dalam memandirikan anak. Kemandirian menurut Munandar (dalam Isjoni, 2009: 65)

Di Lingkungan sekolah anak harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehidupan di sekolah. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan formal yang pertama yang dilalui anak. Pada masa Anak Usia Dini ini anak mengalami masa peralihan dari kehidupan keluarga ke kehidupan sekolah. Pada masa peralihan ini anak mengalami berbagai hambatan dan kesulitan, dengan demikian guru melakukan bimbingan untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi anak agar anak dapat berkembang secara wajar. Oleh karena itu, sebagai guru berkewajiban untuk membantu membimbing anak untuk lebih mandiri melalui teknik modeling.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka peneliti membuat satu penelitian tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan kemandirian anak melalui teknik modeling di PAUD Cendekia Desa Ketapang Kecamatan Gentuma Kabupaten Gorontalo Utara.

(4)

KAJIAN TEORI

1. Hakikat Kemandirian Anak

Menurut Ali dan Asrori (2004:114), Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal yang diperoleh melalui proses individual. Proses individuasi adalah proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. Dari pandangan di atas kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain, keengganan untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.

Suherman, (2008: 323) konsep kemandirian mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Selanjutnya Wetson dan lindgren (dalam Suherman, 2008: 323) menyatakan bahwa kemandirian (autonomy) ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha dan melakukan sendiri segala sesuatu serta bantuan orang lain.

Munandar (dalam Isjoni, 2009: 65) dalam hubungannya dengan kemandirian anak menyatakan bahwa bimbingan yang senantiasa bernuansa permainan di PAUD dapat membantu anak untuk memiliki dasar-dasar dan mengembangkan kemampuan kreatif, demokratis, kooperatif, percaya diri, memahami orang lain, dan berdisiplin. Karena bimbingan nya berparadigma demokratis, sehingga dapat membuat anak senang dan gembira dalam belajar yang merupakan persyaratan psikologis berkembangnya kemampuan tersebut.

(5)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diambil pengertian bahwa kemandirian adalah kemampuan yang ada pada seseorang untuk memikirkan, merasakan, dan melakukan sesuatu dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bersaing, mengatasi masalah, dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya serta tidak bergantung pada orang lain.

Pembentukan perilaku mandiri bagi anak usia dini, Sanjaya, (2009:24) menjelaskan salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat bimbingan adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru. Selanjutnya dalam hubungannya dengan pengelolaan bimbingan , Alvin C. Eurich (dalam Sanjaya, 2009: 24) menguraikan prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru, sebagai berikut: a) segala sesuatu yang dipelajari oleh siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri; b) setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing. c) Seorang siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement; d) penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti; e) apabila siswa diberi tanggungjawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.

Sementara itu Hasan (2000:55) membagi ciri-ciri kemandirian dalam tiga jenis, yaitu : 1. Percaya diri 2. Mampu bekerja sendiri 3. Menguasai keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan kerjanya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diambil simpulan bahwa karakteristik kemandirian pada setiap anak akan nampak jika anak telah

(6)

menunjukkan perubahan dalam berperilaku. Anak belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya secara mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Menurut Yusuf (2004:51) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kemandirian anak TK antara lain yakni faktor internal dan faktor eksternal.

Santi (2009: 73) menjelaskan pada umumnya orang tua selalu menyalahkan anak-anak apabila tingkah laku mereka tidak seperti yang diinginkan. Hal ini lebih banyak dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman kita terhadap perkembangan jiwa anak, sehingga orang tua sering melakukannya dengan kurang tepat. Selanjutnya diuraikan pula anak-anak selalu memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa dan kemampuan untuk menyerap informasi sangat tinggi.

2. Hakikat Teknik Modeling

Menurut Susanto (2002:213) modeling atau permodelan merupakan suatu cara dalam bimbingan keterampilan dan pengetahuan tentu dengan memperlihatkan atau mempertunjukan model yang ditiru. Model itu berupa mengoperasikan sesuatu cara seperti melempar bola dalam olahraga, karya tulis, cara mengerjakan bahasa Inggris, memperlihatkan perilaku yang terpuji atau perilaku tidak menentang terhadap guru tentang hal-hal yang baik, dan sebagainya. Atau guru memberikan contoh cara mengerjakan sesuatu dengan bahasa yang tepat dengan begitu guru memberi model tentang “bagaimana cara yang baik” seperti permodelan dalam sebuah bimbingan keterampilan pengetahuan tentu ada yang ditiru, model bisa berupa cara mengoperasikan

(7)

sesuatu cara melafalkan, atau mengerjakan sesuatu. Guru bukanlah sesuatu model, tetapi bimbingan bisa menjadi model.

Berbeda dengan pendapat Tohirin (2007:169) yang mendefinisikan modeling sebagai prosedur dimana seorang dapat belajar melalui mengobservasi tingkah laku orang lain. Dalam beberapa hal modeling digunakan sebagai strategi terapi untuk membantu klien memperoleh respon atau menghilangkan rasa takut dan bahkan membentuk perilaku yang lebih baik dari sebelumnya.

Menurut Husain (2003:11) menjelaskan bahwa “Modeling adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati temannya melakukan suatu tingkah laku sesuai yang diharapkan”. Sehingga akhirnya siswa tersebut dapat melakukan kegiatan yang sama sebagaimana yang diamati, contohnya : seorang siswa yang malu mengucapkan salam kepada guru, orang tua, dan teman, maka dengan melihat temannya yang memiliki kebiasaan memberi salam kepada guru, orang tua, dan teman akan tertarik dan mencontoh kebiasaan teman tersebut sebagai model.

Cormier dan cormier mengemukakan bahwa ada enam jenis modeling yaitu :

1) Modeling langsung yaitu prosedur yang digunakan untuk mengerjakan tingkah laku yang dikehendaki atau yang hendaknya dimiliki oleh klien melalui contoh langsung dari guru sendiri. Guru atau teman sebayanya.

2) Modeling simbolis yaitu modelnya disajikan melalui material tertulis, rekaman, audio atau video, film atau slide. Model-model simbolis dapat untuk klien yang merasa sakit.

(8)

3) Modeling diri-sendiri yaitu sebagai prosedur dimana klien melihat dirinya sendiri sebagai model yaitu melakukan tingkah laku yang menjadi tujuan yang diinginkan.

4) Modeling partisipan yaitu terdiri dari demonstrasi model, latihan terpimpin dan pengalaman-pengalaman yang sukses.

5) Modeling tersembunyi adalah suatu prosedur yang dikembangkan oleh Cautela, (1971) dan Cormier dan Cormier (1985) dimana klien membayangkan suatu model melakukan tingkah laku melalui instruksi-intruksi prosedur modeling tersembunyi bahwa unjuk kerja yang sebenarnya atau simbolis oleh suatu model tidak perlu, sebagai gantinya. Klien diarahkan untuk membayangkan seseorang mendemontrasikan tingkah laku yang diinginkan.

6) Modeling kognitif adalah suatu prosedur dimana konselor menunjukkan orang apa yang dikatakan pada diri mereka sebagai melakukan tugas.

3. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoretis di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : “Jika guru melaksanakan bimbingan dengan teknik modeling maka kemandirian anak Di PAUD Cendekia Desa Ketapang Kecamatan Gentuma Kabupaten Gorontalo Utara dapat ditingkatkan”.

4. Indikator kinerja

Indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah apabila jumlah anak yang kemandirian dapat ditingkatkan dari 13 orang atau 65% menjadi 20 orang anak atau 80% dari jumlah keseluruhan 25 orang anak.

(9)

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif atau kerjasama dengan guru kelas yang ada di sekolah yang meliputi: menyusun jadwal pelaksanaan tindakan, menyusun satuan kegiatan bimbingan , membuat lembar observasi, memfasilitasi penunjang kegiatan penelitian. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Cendekia Desa Ketapang Kecamatan Gentuma Kabupaten Gorontalo Utara.

Untuk mengumpulkan data dilakukan melalui kegiatan observasi, dimana teknik ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap upaya meningkatkan kemandirian pada anak. Observasi sebagai alat pengumpulan data dapat dilakukan secara spontan, dapat pula dengan daftar isian yang telah disiapkan. Sebagai teknik awal yang digunakan untuk memperoleh data penelitian.

Disamping itu, digunakan teknik dokumentasi yang dilakukan untuk megumpulkan data dengan melihat dokumen kemampuan anak dalam upaya meningkatkan kemandirian pada anak. Di samping itu pelaksanaan dokumentasi dimaksudkan untuk mencari bukti fisik tentang pelaksanaan tindakan kelas serta bukti-bukti otentik dari wali kelas dan guru dalam upaya meningkatkan kemandirian pada anak. Hasil pemantauan dan evaluasi akan dianalisis secara persentase dan hasilnya untuk merefleksi diri dan seluruh proses kegiatan. Adapun proses pengolahan data yang diperoleh melalui lembar observasi dari kedua pengamat masing-masing.

(10)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dari hasil pelaksanaan observasi awal diperoleh data bahwa pada aspek mampu bekerja sendiri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 52% atau 13 orang anak, kurang mampu diperoleh 24% atau 6 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 24% atau 6 orang anak. Aspek menguasai keahlian dan keterampilan diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 48% atau 12 orang anak, kurang mampu diperoleh 20% atau 5 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 32% atau 8 orang anak. Sedangkan pada aspek percaya diri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 56% atau 14 orang anak, kurang mampu diperoleh 24% atau 6 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 20% atau 5 orang anak. Dari hasil rekapitulasi kemampuan kemandirian anak diperoleh data bahwa 52% anak yang mampu menunjukkan kemandirian.

Pada siklus I pertemuan pertama diperoleh data bahwa pada aspek mampu bekerja sendiri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 60% atau 15 orang anak, kurang mampu diperoleh 20% atau 5 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 20% atau 5 orang anak. Aspek menguasai keahlian dan keterampilan diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 56% atau 14 orang anak, kurang mampu diperoleh 20% atau 5 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 24% atau 6 orang anak. Sedangkan pada aspek percaya diri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 60% atau 15 orang anak, kurang mampu diperoleh 24% atau 6 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat

(11)

16% atau 4 orang anak. Dari hasil rekapitulasi kemampuan kemandirian anak diperoleh data bahwa 58.7% anak yang mampu menunjukkan kemandirian.

Pada siklus I pertemuan kedua diperoleh data bahwa pada aspek mampu bekerja sendiri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 68% atau 17 orang anak, kurang mampu diperoleh 12% atau 3 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 20% atau 5 orang anak. Aspek menguasai keahlian dan keterampilan diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 68% atau 17 orang anak, kurang mampu diperoleh 16% atau 4 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 16% atau 4 orang anak. Sedangkan pada aspek percaya diri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 72% atau 18 orang anak, kurang mampu diperoleh 12% atau 3 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 16% atau 4 orang anak. Dari hasil rekapitulasi kemampuan kemandirian anak diperoleh data bahwa 69.3% anak yang mampu menunjukkan kemandirian.

Sedangkan pada siklus 2 Pertemuan pertamadiperoleh data bahwa pada aspek mampu bekerja sendiri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 76% atau 19 orang anak, kurang mampu diperoleh 12% atau 3 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 12% atau 3 orang anak. Aspek menguasai keahlian dan keterampilan diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 80% atau 20 orang anak, kurang mampu diperoleh 8% atau 2 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 12% atau 8 orang anak. Sedangkan pada aspek percaya diri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 80% atau 20 orang anak, kurang mampu diperoleh 12% atau 3 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat

(12)

8% atau 2 orang anak. Dari hasil rekapitulasi kemampuan kemandirian anak diperoleh data bahwa 78.7% anak yang mampu menunjukkan kemandirian.

Pada siklus 2 Pertemuan kedua diperoleh data pada aspek mampu bekerja sendiri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 84% atau 21 orang anak, kurang mampu diperoleh 8% atau 2 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 8% atau 2 orang anak. Aspek menguasai keahlian dan keterampilan diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 88% atau 22 orang anak, kurang mampu diperoleh 4% atau 1 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 8% atau 2 orang anak. Sedangkan pada aspek percaya diri diperoleh data untuk kriteria mampu diperoleh 84% atau 21 orang anak, kurang mampu diperoleh 4% atau 1 orang anak dan pada kategori tidak mampu terdapat 12% atau 3 orang anak. Dari hasil rekapitulasi kemampuan kemandirian anak diperoleh data bahwa 85.3% anak yang mampu menunjukkan kemandirian.

B. Pembahasan

Kegiatan penelitian tindakan kelas pada bimbingan khususnya, dalam upaya meningkatkan kemampuan kemandirian pada anak dengan menggunakan teknik modeling, memiliki indikator kinerja: “Apabila jumlah anak yang kemandirian dapat ditingkatkan dari 13 orang atau 65% menjadi 20 orang anak atau 80% dari jumlah keseluruhan 25 orang anak”.

Dari hasil pelaksanaan pada kegiatan observasi sampai pada pelaksanaan siklus II pertemuan kedua dilihat bahwa pada observasi awal kemampuan kemandirian pada anak adalah 52%, pada siklus I pertemuan pertama meningkat menjadi 58.7% atau meningkat 6.7% dari hasil observasi awal. Siklus I pertemuan

(13)

kedua mencapai rata-rata 69.3% atau meningkat 17.3% dari observasi awal. Pada siklus II pertemuan pertama mencapai rata-rata 78.7% atau meningkat 26.7% dari observasi awal, sedangkan pada pelaksanaan siklus II pertemuan kedua diperoleh peningkatan sebanyak 85.3% atau meningkat menjadi 33% dari hasil observasi awal. Adanya peningkatan pada setiap siklus disebabkan adanya kerjasama yang baik antara peneliti dan guru mitra dalam mengupayakan peningkatan kemampuan kemandirian pada anak melalui penggunaan teknik modeling.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) Dengan menggunakan teknik modeling, kemampuan kemandirian pada anak di PAUD Cendekia Desa Ketapang Kecamatan Gentuma Kabupaten Gorontalo Utara. 2) Meningkatkan kemampuan kemandirian pada anak dengan menggunakan teknik modeling, pada masing-masing aspek kemandirian terlihat jelas dari hasil yang diperoleh anak pada pelaksanaan penelitian di mana kemampuan kemandirian anak meningkat menjadi 85.3% pada pelaksanaan siklus II pertemuan kedua. 3) Berdasarkan hal-hal di atas, maka hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa: “Jika guru melaksanakan bimbingan dengan teknik modeling maka kemandirian anak Di PAUD Cendekia Desa Ketapang Kecamatan Gentuma Kabupaten Gorontalo Utara dapat ditingkatkan, dapat diterima”.

SARAN

Sesuai dengan kesimpulan di atas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi saran, yaitu: 1) Teknik modeling dapat meningkatkan kemampuan

(14)

kemandirian pada anak. Untuk itu teknik ini dapat digunakan pada proses bimbingan. 2) Diharapkan kepada guru dapat melaksanakan penelitian tindakan kelas, agar dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang ditemui dalam proses bimbingan 3) Kepada semua pihak terkait, sekiranya dapat memberikan dukungan moril dan materil kepada guru-guru untuk dapat melakukan penelitian tindakan kelas di sekolah, untuk peningkatan kualitas bimbingan sesuai standar kompetensi yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Clemes, Harris. 2001. Mengajarkan Disiplin Kepada Anak. Jakarta. Mitra Utama. Isjoni. 2009. Model Bimbingan Usia Dini, Alfabeta: Bandung

Kelly. 2005. Menghentikan Perilaku Buruk Anak. Jakarta : Buana Ilmu Populer. Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di TK. Jakarta : Rineka Cipta.

Purwanto M. Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung : Pt. Remaja Rosda Karya

Rohani Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran, Jakarta : Rineka Cipta. Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Bimbingan . Bandung : Alfabeta. Sanjaya Wina. 2009. Strategi Bimbingan Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Santi Danar. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini Antara Teori dan Praktek,

Bandung : PT. Macaman Jaya Cemerlang.

Tohirin. 2007. Bimbingan & Konseling di Sekolah dan Madrasah berbasis Integral. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dibandingkan dengan nilai AIC pada regresi Poisson (1006,8) dan regresi Binomial Negatif (305,03) maka dapat dikatakan bahwa GWNBR merupakan metode yang

berdasarkan peraturan yang terdapat dalam UU Perlindungan Anak (UUPA), agar lebih hati-hati dalam memutuskan kepada siapa hak asuh anak akan dijatuhkan. Karena hal

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir atau skripsi yang sedang saya lakukan di Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, maka saya melakukan

Pemberian informasi obat secara lisan yang jelas dan mudah dimengerti merupakan salah satu syarat utama keberhasilan pengobatan. Petugas apotek sedapat mungkin menggunakan bahasa

Instrumen penelitian berupa model gigi, alat diagnostik (sonde, kaca mulut, excavator, pinset), dan formulir skoring Oral Hygiene Index Simplified untuk menilai status

Dari seluruh pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pengaruh lingkungan belajar di sekolah terhadap hasil belajar pada mata pelajaran PAI

Dalam setiap Perusahaan, instansi, organisasi atau badan usaha akan memberikan gaji sebagai kompensasi dari kerja seorang karyawan, disamping pemberian gaji pokok

Berdasarkan Tabel 9 dengan adanya data yang tersensor, untuk analisis survival, Cox model lebih baik dari metode regresi tradisional. Hal ini juga bisa dilihat