• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 15012300573 BAB III RTRW Sebagai Arahan Spasial Bidang Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 15012300573 BAB III RTRW Sebagai Arahan Spasial Bidang Cipta Karya"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

FINAL REPORT III-1

BAB III

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

SEBAGAI ARAHAN SPASIAL RPI2-JM

BIDANG CIPTA KARYA

Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan

pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai

pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis

memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi

peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang

untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan

struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk

mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga

dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu

keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan,

keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya

buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta

pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah untuk:

A. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang Nasional.

B. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah Nasional,

C. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di

(2)

FINAL REPORT III-2 D. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan

perkembangan antarwilayah Provinsi, serta keserasian antarsektor,

E. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,

F. Penataan ruang kawasan strategis Nasional, dan

G. Penataan ruang wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk

ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah sebagai

berikut:

3.1.1 Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN,

Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) terdapat di

Kawasan Perkotaan Makassar, Sungguminasa, Takalar, Maros

(Maminasata). Oleh karena itu diantara wilayah ini Kabupaten Barru

tidak termasuk dalam kawasan ini.

3.1.2 Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kriteria:

a. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai

simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai

pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi

atau beberapa kabupaten, dan/atau

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai

simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa

kabupaten.

Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN,

menetapkan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) berada di Pangkajene,

(3)

FINAL REPORT III-3 3.1.3 Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN,

penetapan pusat kegiatan strategis nasional (PKSN) tidak termasuk

didalamnya wilayah Sulawesi selatan.

3.1.4 Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN,

Kabupaten Barru terdapat di dalam Kawasan Strategis Nasional yakni

dalam sudut kepentingan ekonomi tehadap kawasan pertumbuhan

ekonomi terpadu.

a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan

pertumbuhan ekonomi nasional,

c. memiliki potensi ekspor,

d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang

kegiatan ekonomi,

e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi

pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan

pangan nasional,

g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber

energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional,

atau

h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan

tertinggal

3.2 RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Di dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 26

tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi menetapkan

(4)

FINAL REPORT III-4 merupakan Kawasan Strategis Nasional dengan sudut kepentingan

ekonomi.

3.3 Arahan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau

Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi merupakan perwujudan

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional di Pulau Sulawesi. Penetapan

RTR Pulau Sulawesi bertujuan untuk:

1. Mencapai keseimbangan pemanfaatan ruang makro antara

kawasan berfungsi lindung dan budidaya, antara kawasan

perkotaan dan perdesaan, antar wilayah dan antar sektor, dalam

satu ekosistem pulau dan perairannya;

2. Meningkatkan kesatuan pengembangan kegiatan ekonomi, sosial

dan pengembangan prasarana wilayah pada kawasan perkotaan

dan perdesaan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung

lingkungan;

3. Menjamin efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan

lintas provinsi;

4. Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya

bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan

pembangunan.

Fungsi RTR Pulau Sulawesi adalah memberikan dasar pencapaian

keterpaduan, keserasian dan keterkaitan spasial antar wilayah dan antar

sektor di dalam suatu kesatuan pulau dalam rangka optimasi

pemanfaatan ruang.

A. Pola Ruang Wilayah Pulau Sulawesi

Arahan pola pengelolaan kawasan lindung sebagaimana

mencakup :

1. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan

perlindungan pada kawasan bawahannya yang terdiri dari

kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan

(5)

FINAL REPORT III-5 2. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan

perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai,

sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk serta

kawasan sekitar mata air;

3. Arahan pola pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian

alam dan cagar budaya;

4. Arahan pola pengelolaan kawasan rawan bencana

lingkungan.

Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan

perlindungan pada kawasan bawahannya yang diprioritaskan

penanganannya mencakup :

1. Pencegahan terjadinya erosi dan atau sedimentasi pada

kota-kota atau kawasan-kawasan produksi khususnya yang berada

pada kelerengan terjal;

2. Pengendalian luasan hutan lindung seluas 579.300 ha di

Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih

rinci dalam rangka penetapan kawasan bergambut;

4. Mempertahankan keberadaan zona-zona resapan air di

Sulawesi Selatan yang mencakup puncak G. Lompobattang,

Peg. Quarles dengan puncak-puncak G. Rantemario, G.

Sinjai, G. Paroreang, G. Gandadiwata, G. Kolonodale, G.

Kambuno, G. Kabinturu, dan G. Baleasa

Pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan

pada kawasan setempat yang diprioritaskan penanganannya

mencakup :

1. Penetapan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan

berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota;

2. Penetapan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan

(6)

FINAL REPORT III-6 3. Penetapan kawasan sekitar danau/waduk sebagai kawasan

berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota;

4. Penetapan kawasan sekitar danau/waduk secara bijaksana

agar proses pendangkalan danau-danau besar dapat dicegah,

yang mencakup Danau Limboto, Danau Towuti, Danau

Matano, dan Danau Tempe;

5. Penetapan kawasan sempadan pantai, sempadan sungai,

sekitar danau/waduk melalui RTRW Provinsi, RTRW

Kabupaten, dan RTRW Kota.

B. Struktur Ruang Wilayah Pulau Sulawesi

Struktur ruang wilayah Pulau Sulawesi disusun berdasarkan

arahan pola pengelolaan sistem pusat permukiman dan arahan

pola pengelolaan sistem jaringan prasarana wilayah yang meliputi

arahan pola pengelolaan sistem jaringan prasarana transportasi,

sistem jaringan prasarana energi, sistem jaringan prasarana

sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana perkotaan.

Pola pengelolaan sistem pusat permukiman di Pulau Sulawesi

diarahkan pada terbentuknya fungsi dan hirarki perkotaan sesuai

dengan RTRWN. Hirarki perkotaan meliputi Kota PKN, PKW, dan

PKL sebagai satu kesatuan sistem.

3.4 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi

3.4.1 Arahan Pengembanagan Pola Ruang dan Struktur Ruang A. Pola Ruang RTRW Provinsi

1. Rencana Kawasan Pertambangan

Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 54 huruf c merupakan kawasan yang potensil

dimanfaatkan untuk budidaya pertambangan meliputi:

a. Kawasan potensil tambang logam meliputi: tambang emas di

(7)

FINAL REPORT III-7 Luwu Timur, serta tambang emas plaser di Kabupaten Luwu

Utara; tambang besi di Kabupaten Luwu Timur dan tambang

pasir besi di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto;

tambang Kromit di Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten

Barru; tambang nikkel di Kabupaten Luwu Timur; tambang

tembaga di Kabupaten Toraja dan Kabupaten Toraja Utara,

serta tambang timbal di Kabupaten Tana Toraja.

b. Kawasan potensil tambang non logam (bebatuan) meliputi:

tambang andesit di Kabupaten Pangkep dan Kabupaten

Bone; tambang basal di Kabupaten Pangkep, Kabupaten

Bone dan Kabupaten Sinjai; tambang batubara di Kabupaten

Toraja Utara; tambang jasper di Kabupaten Bone; tambang

marmer dan kapur bahan semen di Kabupaten Pangkep,

Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone; tambang batu dan

pasir di Kabupaten Pangkep, Kabupaten Gowa, Kabupaten

Sinjai dan Kabupaten Kepulauan Selayar.

c. Kawasan potensil tambang minyak dan gas bumi (Migas)

meliputi: Blok Bone Utara di Kabupaten Luwu dan Kota

Palopo, Blok Enrekang di Kabupaten Tana Toraja, Enrekang

dan Pinrang, Blok Sengkang di Kabupaten Wajo, Sidrap,

Soppeng dan Bone, Blok Bone di Teluk Bone, dan Blok

Sigeri di Selat Makassar, Blok Kambuno di laut Kabupaten

Bone, Sinjai dan Bulukumba, Blok Selayar di laut Kabupaten

Bulukumba dan Kabupaten Kepulauan Selayar, Blok

Karaengta di laut Kabupaten Bulukumba, Kabupaten

Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar dan

Kabupaten Kepulauan Selayar.

2. Rencana Kawasan Industri

Kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54

huruf d merupakan kawasan yang potensil dimanfaatkan untuk

(8)

FINAL REPORT III-8 a. Kawasan industri skala besar meliputi: kawasan potensil

usaha industri di Kota Makassar, Kota Parepare, Kabupaten

Luwu Timur, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Maros, dan

Kabupaten Gowa;

b. Kawasan aglomerasi industri skala kecil dan menengah

meliputi: Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten

Luwu, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap, Kabupaten

Pinrang, Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten

Bulukumba, Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten

Jeneponto.

3. Rencana Kawasan Pariwisata

Rencana pengembangan kawasan pariwisata sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 54 huruf f merupakan kawasan yang

potensil dikembangkan sebagai tujuan maupun obyek wisata

meliputi rencana-rencana pengembangan:

a. Taman Wisata Alam (TWA) berskala nasional meliputi TWA

Danau Matano – Mahalona dan TWA Danau Towuti

(Kabupaten Luwu Timur), TWA Malino (Kabupaten Gowa),

TWA Cani Sirenreng (Kabupaten Bone), TWA Lejja

(Kabupaten Soppeng), TWA Laut Kepulauan Kapoposang

(Kabupaten Pangkep), Taman Nasional Laut Takabonerate

(Kabupaten Kepulauan Selayar), TMN Bantimurung –

Bulusarang (Kabupaten Maros dan Pangkep), Taman Buru

Ko’mara (Kabupaten Takalar) dan Taman Buru Bangkala

(Kabupaten Jeneponto);

b. Taman Wisata Alam (TWA) berskala Provinsi meliputi TWA

Danau Tempe - Sidenreng (Kabupaten Wajo dan Sidrap),

TWA Laut Kepulauan Spermode yang terletak di wilayah

Mamminasata, TWA Kebun Raya Enrekang; TWA Kebun

(9)

FINAL REPORT III-9 (Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang), Tahura Abdul Latief

(Kabupaten Sinjai), Tahura Nanggala (Kota Palopo);

c. Taman Wisata Budaya (TWB) skala nasional meliputi TWB

perdesaan tradisional di Kabupaten-kabupaten Toraja Utara

dan Tana Toraja;

d. Taman Wisata Budaya (TWB) skala Provinsi meliputi TWB

Permukiman Adat Ammatoa Kajang (Kabupaten

Bulukumba), Taman Miniatur Sulawei Selatan di Situs Pusat

Kerajaan Gowa Benteng Sombaopu (Kota Makassar dan

Kabupaten Gowa); Wisata pelabuhan perahu tradisional

Paotere (Kota Makassar), Pusat industri perahu tradisional

Pinisi (Kabupaten Bulukumba);

Taman Wisata Sejarah meliputi Fort Rotterdam, Situs

Benteng Tallo, Makam Raja-raja Gowa, Makam Raja-raja Tallo,

Makam Syech Yusuf (Kota Makassar), Masjid Tua Katangka

(Kabupaten Gowa), Museum Saoraja Lapawawoi Karaeng

Sigeri (Kabupaten Bone), Masjid Jami Tua Palopo (Kota

Palopo), Taman prasejarah Batu Pakek Gong (Kabupaten

Sinjai);

4. Rencana Kawasan Permukiman

Rencana permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal

54 huruf h merupakan kawasan yang potensil dikembangkan

sebagai kawasan permukiman yang meliputi: Kawasan

permukiman perkotaan meliputi:

a. kawasan permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan

non agraris dengan tatanan kawasan permukiman yang

terdiri dari sumberdaya buatan seperti perumahan, fasilitas

sosial, fasilitas umum, prasarana dan sarana perkotaan.

b. bangunan permukiman di tengah kota terutama di PKN dan

PKW yang padat penduduknya diarahkan pembangunan

(10)

FINAL REPORT III-10 c. pola permukiman perkotaan yang paling rawan terhadap

tsunami harus menyediakan tempat evakuasi pengungsi

bencana alam baik berupa lapangan terbuka di tempat

ktinggian ≥30 m di atas permukaan laut atau berupa bukit

penyelamatan.

d. pada PKN Metropolitan Mamminasata direncanakan

pengembangan Kota Baru Mamminasata.

Didalam Perda Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Provinsi , Kawasan Strategis Propinsi

(KSP) Kabupaten Barru terdapat pada sudut pertumbuhan

ekonomi yakni :

a. Kawasan pengembangan budidaya alternatif komoditi

perkebunan unggulan kakao, kelapa sawit, kopi robusta,

jambu mete, dan jarak di masing-masing kabupaten : Bone,

Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu, Luwu Utara, Luwu

Timur, Barru, Pangkep Maros, Gowa, Takalar, Jeneponto,

bulukumba, enrekang, Tana Toraja, Toraja Utardan

Kepulauan Selayar.

b. Kawasan Pengembangan Budidaya Udang meliputi tambak

di masing-masing Kabupaten; Pinrang, Barru, Pangkep,

Bone, dan Wajo.

B. Struktur Ruang RTRW Provinsi

1. Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Rencana sistem jaringan sumber daya air wilayah Provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf e

meliputi:

a. sistem jaringan sumberdaya air nasional meliputi WS, DAS,

bendungan, DI dan DR;

b. sistem jaringan sumberdaya air lintas Provinsi meliputi WS,

(11)

FINAL REPORT III-11 c. sistem jaringan sumberdaya air Provinsi terdiri atas

bendung, bendungan, DI dan Instalasi Pengolahan Air (IPA);

d. sistem pengelolaan sumberdaya air.

(1) Rencana sistem jaringan sumberdaya air nasional yang

terkait dengan wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 38 huruf a, merupakan jaringan prasarana

sumberdaya air strategis nasional yang meliputi: Wilayah

Sungai (WS) Walanae – Cenranae, dan WS Jeneberang;

a) WS Walanae - Cenranae meliputi DAS Walanae, DAS

Cenranae, DAS Paremang, DAS Bajo, DAS Awo, DAS

Peneki, DAS Keera, DAS Ranang, DAS Larompong,

DAS Gilireng, DAS Noling, DAS Suli dan DAS Suto;

b) WS Jeneberang meliputi DAS Jeberang, DAS

Jeneponto, DAS Maros, DAS Matulu, DAS Salangketo,

DAS Tangka, DAS Aparang, DAS Pamukulu dan DAS

Selayar.

(2) Rencana sistem jaringan sumberdaya air lintas Provinsi

yang terkait dengan wilayah Provinsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 huruf b meliputi : WS Palu –

Lariang, WS Kaluku – Karama, WS Saddang, WS

Pompengan – Larona, WS Lasolo – Sampara dengan

rincian sebagai berikut;

a) WS Palu – Lariang, meliputi Daerah Aliran Sungai

(DAS.) Palu, DAS. Lariang, DAS. Watutela, DAS.

Pasangkayu, DAS. Mesangka, DAS. Surumba, DAS.

Sibayu, dan DAS. Tambu;

b) WS Kaluku – Karama, meliputi Daerah Aliran Sungai

(DAS.) Kaluku, DAS. Karama, DAS. Babbalalang, DAS.

(12)

FINAL REPORT III-12 c) WS Saddang meliputi DAS Saddang, DAS Mamasa,

DAS Rapang, DAS Libukasi, DAS Galang-galang, DAS

Lisu, DAS Barru, DAS Lakepo, DAS Lampoko, DAS

Kariango, DAS Pangkajene, PAS Bone-Bone, DAS

Sigeri, DAS Karajae, dan DAS Malipi;

d) WS Pompengan – Larona meliputi DAS Pompengan,

DAS Larona, DAS Kalaena, DAS Latupa, DAS Bua,

DAS Lamasi, DAS Makawa, DAS Bungadidi, DAS

Kebo, DAS Rongkong dan DAS Balease;

e) WS Lasolo – Sampara, meliputi Daerah Aliran Sungai

(DAS.) Lasolo, DAS. Sampara, DAS. Lalindu, DAS.

Aopa, DAS. Tinombo, DAS. Luhumbuti, DAS. Landawe,

DAS. Amesiu.

(3) Rencana Bendungan nasional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 38 huruf a meliputi: Bendungan Batubassi,

Bendungan Balambano dan Bendungan Karebbe

(Kabupaten Luwu Timur); Bendungan Bilibili (Kabupaten

Gowa), Bendungan Kalola (Kabupaten Wajo), dan

Bendungan Sanrego (Kabupaten Bone);

(4) Rencana DI kewenangan pusat lintas kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a meliputi:

DI Kampili/Bisua (Kabupaten Gowa dan Takalar), DI Bila

Kalola (Kabupaten Sidrap), DI Kalola Kalosi (Kabupaten

Wajo dan Sidrap), DI Awo (Kabupaten Wajo dan Sidrap),

DI Saddang Sidrap (Kabupaten Sidrap dan Pinrang), DI

Saddang Pinrang (Kabupaten Sidrap dan Pinrang), DI

Lekopaccing (Kabupaten Maros dan Kota Makassar), DI

Lamasi Kanan/Kiri (Kabupaten Luwu dan Luwu Utara), DI

Jeneberang/Kampili (Kabupaten Gowa);

(5) Rencana DI kewenangan pusat utuh kabupaten

(13)

FINAL REPORT III-13 DI Bontomanai (Kabupaten Bulukumba), DI

Bayang-bayang (Kabupaten Bulukumba), DI Kelara (Kabupaten

Jeneponto), DI Pammukulu (Kabupaten Takalar), DI

Bantimurung (Kabupaten Maros), DI Tabo-tabo

(Kabupaten Pangkep), DI Sanrego, DI Pattiro, DI Palakka

dan DI Ponreponre (Kabupaten Bone), DI Langkemme, DI

Tinco Kiri/Kanan, DI Paddange, DI Lawo, dan DI Walanae

(Kabupaten Soppeng), DI Wajo (Kabupaten Wajo), DI

Bulucenrana, DI Bulutimorang, DI Gelirang, DI S. Baranti

dan DI S. Sidenreng (Kabupaten Sidrap), DI Padang

Sappa I, DI Padang Sappa II, DI Bajo, DI Kalaera Kiri dan

DI Kalaera Kanan I (Kabupaten Luwu) , DI Kalaera II

(Kabupaten Toraja), DI Rongkong/Malangke, DI Baliase

dan DI Bungadidi (Kabupaten Luwu Utara), DI Kalaena dan

DI Kalaena Kiri/Kanan (Kabupaten Luwu Timur);

(6) Rencana jaringan DR sebagaimana dimaksud dalam Pasal

38 huruf a meliputi: DR Barebbo (Kabupaten Bone), DR

Sajoanging (Kabupaten Wajo), dan DR Maros Utara

(Kabupaten Maros).

2. Rencana sistem jaringan sumberdaya air Provinsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 huruf c meliputi:

a. Bendung meliputi Bendung Taccipi di Kabupaten Pinrang dan

Bendungan Sungai Batu Pute di Kabupaten Barru;

b. DI kewenangan Provinsi lintas kabupaten meliputi: DI Bilibili

(Kabupaten Gowa), DI Cilallang (Kabupaten Wajo), DI Tubu

Ampak (Kabupaten Luwu Utara);

c. DI kewenangan Provinsi utuh meliputi: DI Bettu dan DI

Bontonyeleng (Kabupaten Bulukumba), DI Jenemarung

(Kabupaten Takalar), DI Aparang I, DI Kalamisu dan DI

Aparang Hulu (Kabupaten Sinjai), DI Padaelo dan DI Leang

(14)

FINAL REPORT III-14 Barru), DI Jaling, DI Salomeko, DI Unyi dan DI Selliccopobulu

(Kabupaten Bone), DI Leworeng, DI Latenreng, DI Salo

Bunne (Kabupaten Soppeng), DI Cenrana, DI Belawa, dan DI

Cilellang (Kabupaten Wajo), DI Alekarajae, DI Torere dan DI

Baranti (Kabupaten Sidrap), DI Padang Alipang, DI Kalaena,

DI Lengkong Pini dan DI Makawa (Kabupaten Luwu), DI

Bone-bone dan DI Kanjiro (Kabupaten Luwu Utara), DI

Sunggeni dan DI Tomini (Kabupaten Luwu Timur);

d. IPA Provinsi meliputi seluruh kabupaten dan kota di wilayah

Provinsi.

(1) Sistem pengelolaan sumberdaya air sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 huruf d meliputi:

a) Proses penyusunan dan penetapan kebijakan, pola,

dan rencana pengelolaan sumberdaya air;

b) Pelaksanaan konstruksi prasarana sumberdaya air,

operasi dan pemeliharaan sumberdaya air; dan

c) Konservasi sumberdaya air dan pendayagunaan

sumberdaya air serta pengendalian daya rusak air.

(2) Sistem pengelolaan sumberdaya air sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) direncanakan secara khusus

dalam sektor sumberdaya air meliputi: WS Walanae –

Cenranae, WS Jeneberang, WS Saddang, dan WS

Pompengan – Larona.

Kriteria sistem jaringan sumberdaya air di Wilayah Provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dicantumkan dalam

Lampiran II.5 Kriteria Sistem Jaringan Sumberdaya Air, yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah

(15)

FINAL REPORT III-15 3. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Persampahan

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Persampahan Wilayah

Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf f

meliputi:

a. lokasi TPA regional diarahkan untuk melayani lebih dari satu

kawasan perkotaan kabupaten/kota, yang dalam hal ini di

Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa yang melayani

kawasan Metropolitan Mamminasata.

b. fungsi TPA regional sebagai tempat pengolahan sampah dan

industri daur ulang.

Kriteria sistem jaringan prasarana persampahan di Wilayah

Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dicantumkan

dalam Lampiran II.6 Kriteria Sistem Jaringan Prasarana

Persampahan, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari Peraturan Daerah ini.

4. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi Wilayah

Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf f

meliputi:

a. Rencana Sistem Perpipaan Air Limbah Provinsi diarahkan ke

sistem kluster yang berada di kawasan Metropolitan

Mamminasata.

b. Rencana Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) Provinsi

diarahkan ke sistem kluster yang berada di kawasan

Metropolitan Mamminasata.

c. Rencana Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Provinsi

diarahkan ke sistem kluster yang berada di perkotaan

(16)

FINAL REPORT III-16 3.5 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota

3.5.1 Penetapan Strategis Kabupaten Barru

A. Kawasan Strategis Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan kriteria kawasan strategis dan potensi wilayah, maka

rencana kawasan strategis pertumbuhan ekonomi terbagi atas :

1. Kawasan Strategis Kabupaten Hutan Produksi.

2. Kawasan Strategis Kabupaten Pelabuhan Terpadu Barru.

3. Kawasan Strategis Kabupaten Perikanan.

4. Kawasan Strategis Pertanian Dan Perkebunan .

5. Kawasan Strategis Kabupaten Peternakan Sapi.

Berdasarkan sistem pusat kegiatan yang ada di Kabupaten

Barru maka sistem pusat kegiatan terbagi atas pusat kegiatan

wilayah (PKW), pusat kegiatan lokal (PKL), pusat kegiatan lokal

promosi (PKLp), pusat pengembangan kawasan (PPK), pusat

pelayanan lingkungan (PPL), diantaranya :

1. Pusat kegiatan Wilayah (PKW) Garongkong yaitu kawasan

industri dan perdagangan, pelabuhan dan pergudangan.

2. Pusat kegiatan lokal (PKL) Barru yaitu kawasan pemerintahan,

pendidikan, dan kesehatan.

3. Pusat kegiatan Lokal Promosi (PKLp) Mallusetasi yaitu kawasan

agropolitan pertanian, perikanan, dan peternakan sapi.

4. Pusat kegiatan lokal promosi (PKLp) Balusu yaitu kawsan

agropolitan pertanian, perkebunan, hasil hutan, dan peternakan

sapi.

5. Pusat kegiatan lokal promosi (PKLp) Tanete Riaja yaitu

kawasan agropolitan pertanian perkebunan, hasil hutan, dan

peternakan sapi.

6. Pusat kegiatan lokal promosi (PKLp) Tanete Rilau yaitu

kawasan minapolitan dan pendidikan.

7. Pusat pengembangan kawasan (PPK) di ibu kota Kecamatan

(17)

FINAL REPORT III-17 8. Pusat pelayanan lingkungan (PPL) di setiap pusat-pusat

permukiman.

Maka, berdasarkan pengembangannya maka kawasan strategis

kabupaten terdiri atas:

1. Kawasan agropolitan Barru

2. Kawasan agropolitan perikanan dan hasil peternakan

Mallusetasi.

3. Kawasan minapolitan perikanan dan pendidikan Tanete Rilau

4. Kawasan agropolitan pertanian, perkebunan dan hasil ternak

Balusu.

5. Kawasan Agropolitan pertanian, perkebunan hasil ternak dan

hasil hutan Tanete Riaja.

6. Kawasan terpadu pelabuhan, industri, perdagangan,

pergudangan, dan peti kemas Garongkong dan simpul

transportasi darat, laut dan kereta api berupa KSP Garongkong.

B. Penentuan Kawasan Strategis Kepentingan Fungsi Dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan di

Kabupaten B.arru, akan diarahkan pada kawasan lindung, seperti

kawasan hutan lindung yang cukup luas tersebar di dataran tinggi

yaitu berada di Kecamatan-Kecamatan Pujananting, Barru,

Malusettasi.

C. Penentuan Kawasan Strategis Kepentingan Pemanfaatan Sumberdaya Alam Dan Penggunaan Teknologi Tinggi.

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pemanfaatan

sumberdaya alam dan penggunaan teknologi tinggi berupa:

1. Blok tambang Cromit Barru.

2. Blok tambang Cromit Pujananting.

3. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Bawasaloe, Kecamatan

(18)

FINAL REPORT III-18 3.5.2 Arahan Pengembangan Pola Ruang dan Struktur Ruang

A. Pola Ruang

1. Rencana Kawasan Peruntukan Pertambangan

Sektor pertambangan yang memiliki potensi dikembangkan di

Kabupaten Barru pada umumnya merupakan tambang batuan

(sirtu, pasir kuarsa, basal, batugamping dolomit, batu pasir, pasir

sungai, dan tras) dan bahan galian A dan B (pasir besi, batubara,

kromit, dan mangan. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat

lokal, maka diarahkan ekplorasi tambang ini akan mampu

menyebabkan bertambahnya daya ungkit perekonomian wilayah

Kabupaten Barru dan sekaligus meningkatkan ekonomi rakyat.

Selain itu harus pula dipikirkan pembangunan sumber

pendapatan baru dari hasil keuntungan penambangan ini, serta

revitalisasi fungsi lingkungan pasca tambang. Di Kecamatan

Balusu terdapat jenis tambang Kromit, Kecamatan Barru terdapat

jenis tambang Batubara, Dolomit, Kromit dan Pasir Besi,

Kecamatan Tanete Riaja Batubara dan Mangan, Kecamatan

Pujananting terdapat jenis tambang Kromit, Pasir dan Sirtu, da

Kecamatan Mallusetrasi yakni jenis tambang Tras.

2. Rencana Kawasan Peruntukan Industri

Berdasarkan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh

Kabupaten Barru, pengembangan industri di Kabupaten Barru

dapat dilihat dengan adanya perusahaan industri besar yang

mengolah hasil perikanan dan juga peternakan. Selain itu

berkembang pula industri menengah yang terdapat di Kecamatan

Barru, Pujananting, Tanete Rilau, serta Balusu berupa

pengolahan ikan, sentar gula merah, barang dan industri

pembuatan kapal nelayan.

Dalam pengembangan industri tersebut, terdapat beberapa

(19)

FINAL REPORT III-19

 Menciptakan keterpaduan dalam pengembangan wilayah perkotaan,

 Penetapan program-program terpadu antar sektor dan antar daerah,

 Penetapan pedoman investasi dan

 Penyusunan mekanisme implementasi oleh pihak pemerintah dan swasta.

3. Rencana Kawasan Peruntukan Pariwisata

Kabupaten Barru merupakan wilayah yang dilalui jalur

wisatawan nasional menuju ke Kabupaten Barru yang merupakan

salah satu DTW di Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga memiliki

keunggulan tersendiri karena dapat menjadi tempat persinggahan

wisatawan mancanegara sebelum dan sesudah ke Kabupaten

Barru. Beragam tujuan maupun obyek wisata dalam berbagai

aspek seperti daya tarik keindahan alam , budaya, dan sejarah

tersebar di wilayah Kabupaten Barru. Berikut rincian obyek dan

daya tarik wisata di Kabupaten Barru.

Tabel 3.1 Obyek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Barru

No Nama Obyek

Tenri Leleang Tanete Rilau Lalabata

Obyek Wisata

Sejarah

2 Makam Petta

Pallase-LaseE Tanete Rilau Lalabata

Obyek Wisata

Sejarah

3 Masjid Tua

Lalabata Tanete Rilau Lalabata

Obyek Wisata

Sejarah

4 Makam We Pancai

Tana Tanete Rilau Pancana

Obyek Wisata

Sejarah

5 Makam We Tenri

Olle Tanete Rilau Pancana

Obyek Wisata

(20)

FINAL REPORT III-20

Maddusila Tanete Rilau Pancana

Obyek Wisata

Sejarah

7 Makam Karaeng

Lipukasi Tanete Rilau Lipukasi

Obyek Wisata

Sejarah

8 Pulau Putiangin Tanete Rilau Lasitae Obyek Wisata Tirta

9 Tanjung Butung Tanete Rilau Lasitae Obyek Wisata Tirta

10 Sungai Bottoe Tanete Rilau Tanete Obyek Wisata

11 Mesjid Tua Barru Barru Sumpang

15 Air Panas KalompiE Barru Tompo Obyek Wisata Alam

Garongkong Barru Mangempang

Obyek Wisata

Sejarah

19 Makam Arung Nepo Mallusetasi Manuba Obyek Wisata Sejarah

(21)

FINAL REPORT III-21

21 Pulau Datungan Mallusetasi Cilellang Obyek Wisata Tirta

22 Pulau Bakki Mallusetasi Mallawa Obyek Wisata Tirta

23 Pantai Kupa Mallusetasi Kupa Obyek Wisata Tirta

24 Taman Laut

Mallusetasi Mallusetasi Kupa

Obyek Wisata

Tirta

25 Pantai Lapakka Mallusetasi Bojo Baru Obyek Wisata Tirta

26 Permadian Bujung

MatimboE Mallusetasi Nepo

Obyek Wisata

Alam

27 Bendungan LonraE Mallusetasi Nepo Obyek Wisata Alam

28 Kawasan Wisata

Mareppang Mallusetasi Nepo

Obyek Wisata

Alam

29 Monumen Pacekke Soppeng Riaja Pacekke Obyek Wisata Sejarah

30 Pulau Pasir Putih Soppeng Riaja Mangkoso

31 Pantai Awarange Soppeng Riaja Batu Pute Obyek Wisata Tirta

32 Permandian Alam

Batu SitongkoE Soppeng Riaja Pacekke

Obyek Wisata

Alam

33 To Balo Pujananting Bulo-Bulo Obyek Wisata Sejarah

34 Permandian Alam

Datae Salu Puru Pujananting Patappa

Obyek Wisata

Alam

(22)

FINAL REPORT III-22

Pubbu Balusu Binuang

Obyek Wisata

Alam

37 Air Terjun Sarang

Burung Balusu Binuang

Obyek Wisata

Alam

38 Gua Togenra Balusu Madello Obyek Wisata Alam

39 Wae Nunge Tanete Riaja Kading Obyek Wisata Alam

40 Batu Mallopie Tanete Riaja Kading Obyek Wisata Alam

41 Air Terjun Wae SaE Tanete Riaja Ralla Obyek Wisata Alam

42 Lembah Harapan Tanete Riaja Harapan Obyek Wisata Alam

Sumber : RIPP Kabupaten Barru Tahun 2006

4. Kawasan Permukiman Perkotaan dan Pedesaan

Luas lahan permukiman di Kabupaten Barru berdasarkan

hasil analisis seluas 3.771,64 Ha. Adapun arahan lahan

permukiman menurut masing-masing kecamatan di Kabupaten

Barru dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Arahan Kawasan Permukiman Menurut Kecamatan Di Kabupaten Barru

No Kecamatan Luas (ha) Persentase (%)

1 Balusu 334,03 8,86

2 Barru 1.225,75 32,50

3 Mallusetasi 397,34 10,53

(23)

FINAL REPORT III-23 5 Soppeng Riaja 382,05 10,13

6 Tanete Riaja 440,24 11,67

7 Tanete Rilau 790,91 20,97

Jumlah 3.771,64 100.00

Sumber: Hasil Analisis

B. Struktur Ruang

1. Rencana Sistem Sumber Air Dan Jaringan Air Bersih

Potensi air baku yang ada berupa air sumur, sungai, dan

air pegunungan yang merupakan air bersih utama bagi

masyarakat perdesaan, sedangkan pada kawasan perkotaan

sebagian besar memanfaatkan air yang bersumber dari PDAM.

Dalam upaya peningkatan pelayanan akan air bersih maka

direncanakan:

 Perlunya identifikasi potensi air baku dan peningkatan proses menjadi air bersih yang memiliki sanitasi tinggi yang

sesuai dengan standar kesehatan.

 Kebutuhan air bersih di Kabupaten Barru dapat dikategorikan dalam 2 (dua) jenis pemakaian yaitu domestik

(rumah tangga) dan non-domestik seperti industri,

perkantoran pengolahan pemerintahan, hotel dan restoran,

perdagangan, dan lain-lain, pada setiap kecamatan adalah

sebagai berikut:

 Sistem pelayanan air bersih perkotaan dengan penduduk minimal 10.000 jiwa, dilayani melalui sistem penyediaan air

bersih perpipaan dengan Instalasi Pengolahan Air Lengkap

oleh PDAM.

Sistem pelayanan air bersih pedesaan dilayani melalui

Sistem Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS). Sambungan

langsung dari PDAM di pedesaan, dengan sumber air baku dari

(24)

FINAL REPORT III-24 dapat memenuhi sendiri kebutuhannya melalui sumber air

lainnya atau membuat sistem penampungan air hujan (PAH)

yang memadai untuk setiap rumah tangga

2. Rencana Sistem Persampahan dan Sanitasi

Volume sampah yang dihasilkan di Kabupaten Barru berasal

dari kegiatan rumah tangga (domestik) dan berasal dari

kegiatan fasilitas sosial, perkantoran, pasar, pertokoan dan

kegiatan lainnya (non domestik). Tujuan sistem pengelolaan

sampah di Kabupaten Barru adalah untuk meningkatkan

pengolahan dan penanganan sampah yang ramah lingkungan.

Memperkecil dampak yang ditimbulkan dari cara pengelolaan

sampah yang tidak ramah lingkungan serta meningkatkan daur

ulang dan pengomposan.

Rencana-rencana penanganan dan pengembangan

persampahan di Kabupaten Barru adalah sebagai berikut:

 Memanfaatkan teknik-teknik yang lebih berwawasan

lingkungan berdasarkan konsep daur ulang-pemanfaatan

kembali-pengurangan dalam pengolahan sampah di TPA

yang ada maupun yang akan dikembangkan.

 Rencana pengolahan sampah organis menjadi kompos skala

kecil yang tersebar di lingkungan permukiman khususnya

kawasan perkotaan di Kabupaten Barru.

 Sistem pengelolaan sampah yang baik adalah system

sanitary landfill (lahan urug sanitasi). Sistem ini dapat

menjamin kondisi sanitasi lingkungan di sekitarnya. Semua

potensi pencemaran dapat dicegah dengan berbagai teknik

rekayasa. Lapisan kedap air untuk mencegah rembesan lindi

(leachate), tanah penutup untuk mencegah bau dan

serpihan sampah ke lingkungan sekitar, serta sistem

ventilasi gas metana untuk mencegahnya terakumulasi

(25)

FINAL REPORT III-25  Rencana pengembangan tempat pengolahan sampah akhir

(TPA) berlokasi di kelurahan Compo Kecamatan Barru Luas

lahan 4,00 Ha.

 Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana

persampahan, bergerak dan tidak bergerak, khususnya TPS,

kontainer dan truk.

 Mengembangkan kemitraan dengan swasta berkaitan untuk

pengelolaan sampah dan penyediaan TPA.

Rencana pengembangan dan pengelolaan air limbah di

Kabupaten Barru adalah sebagai berikut:

 Mengembangkan sistem setempat yang diarahkan pada

sistem publik sebagai konsep utama pengembangan saat ini

sebelum tersedianya sarana IPAL terpadu di Kabupaten

Barru. Hal ini ditujukan agar masyarakat dapat berperan

serta aktif untuk mengendalikan buangan air limbah rumah

tangganya sebagai hasil dari aktivitas masyarakat

sehari-hari, seperti pembuatan septik tank.

 Rencana Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang

melayani skala kota.

 Adanya pengawasan terhadap pengelolaan penanganan

limbah cair dari kegiatan-kegiatan masyarakat yang lain

seperti industri, rumah makan/ restoran, hotel dan rumah

sakit.

3. Rencana Sistem Drainase

Sistem jaringan drainase direncanakan menggunakan sistem

saluran terbuka yang belum memisahkan antara limpasan air

hujan dan limbah rumah tangga. Rencana pengembangan ini

ditujukan guna menghindari genangan dan untuk mencegah

berkembangnya permukiman-permukiman liar yang tak

terkendali di jalur drainase/sungai yang ada terutama

(26)

FINAL REPORT III-26 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Drainase di

Kabupaten Barru, meliputi :

 Drainase primer dilakukan normalisasi dan perkuatan tebing;

 Drainase sekunder dilakukan pembangunan sistem drainase pada daerah permukiman perkotaan dan

perdesaan yang rawan bencana banjir menuju drainase

primer; dan

 Drainase tersier dilakukan pembangunan sistem drainase pada lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan

menuju drainase sekunder.

Rencana pengembangan diprioritaskan pada kawasan

genangan dengan memperhatikan faktor kuantitatif genangan,

seperti luas genangan, tinggi genangan, lama genangan, dan

lain-lain. Demikian pula faktor kerusakan yang ditimbulkan

akibat banjir/genangan, gangguan ekonomi, seperti daerah

pasar dan perdagangan, gangguan sosial, seperti rumah sakit

dan fasilitas umum, gangguan kelancaran arus lalu lintas,

seperti terganggunya lalu lintas jalan/kemacetan lalu lintas serta

Gambar

Tabel 3.1 Obyek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Barru
Tabel 3.2 Arahan Kawasan Permukiman Menurut

Referensi

Dokumen terkait

Mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan di setiap detik dalam hidup penulis, yang membuat penulis kuat dan bertahan dalam menghadapi segala hal, sehingga

Menurut Widodo (2015: 244), “Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik

Pada bab ini akan dilakukan analisa dari data yang telah diperoleh oleh penulis. dari

Penelitian ini bersifat deskriptif yang menggunakan satu variabel yaitu subjective well-being yang bertujuan untuk memberikan gambaran deskriptif subjective well-being yang

Bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah adalah bagian dari akhlak karimah. Orang yang senantiasa mensyukuri nikmat Allah, akan mendapatkan curahan

Pompa ini menggunakan difragma atau membran yang bekerja bolak-balik untuk menghisap masuk dan mendorong keluar air dalam ruang pompa ( chamber ) dan terdapat

While Ta’lim is the process of education that based on the teaching learning and Ta’dib means the process of human beings with knowledge of the faith and

Bahan ajar gamifikasi pada materi himpunan yang dikembangkan memiliki kelebihan, yaitu: (1) Penyajian materi pembelajarannya berupa gambar atau percakapan tentang