• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

58 BAB II

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

Tahun 2014 adalah tahun ke-empat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa tahap ke-dua yaitu periode 2011-2015, yang merupakan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumbawa 2005-2025 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Nomor 31 Tahun 2010.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa 2011-2015 ditetapkan dengan Peraturan Bupati Nomor 16a Tahun 2011 dimana pada tahun 2012 akan diadakan penyesuaian regulasi dengan Peraturan Daerah serta diselaraskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dimana arah kebijakan dan program pembangunan di daerah diklasifikasikan menurut bidang urusan pemerintahan yakni 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan.

2.1. Visi dan Misi

2.1.1.Visi

Visi pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa tahun 2011-2015 adalah

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SUMBAWA BERDAYASAING DALAM

MEMANTAPKAN SAMAWA MAMPIS RUNGAN”. Menelaah visi pembangunan

daerah Kabupaten Sumbawa tersebut menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan dalam pengertiannya sebagaimana tabel berikut.

(2)

59 Tabel 2.1.

Perumusan Penjelasan Visi

No. Visi Pokok-Pokok Visi Penjelasan Visi

1 2 3 4 1 Terwujudnya Masyarakat Sumbawa Berdayasaing Dalam Memantapkan Samawa Mampis Rungan Masyarakat

Sumbawa Masyarakat sosiologis memiliki Sumbawa pengertian secara kumpulan orang per orang dengan beragam latar belakang suku, ras dan agama yang bertempat tinggal pada wilayah administrasi Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB Berdaya Saing Berdaya saing mengandung makna

kemampuan pengelolaan sumberdaya daerah secara bermutu, ekonomis, efektif dan efisien, sehingga lebih unggul dari daerah lainnya.

Berdaya saing juga mengandung makna kemampuan untuk berprestasi dalam bidang kerja masing-masing, dengan kualifikasi atau kualitas tertentu, sehingga dapat sejajar atau bahkan lebih tinggi dengan daerah lain.

Dengan demikian, maka masyarakat berdaya saing merupakan kondisi masyarakat Sumbawa yang mampu bersaing secara sehat yang mencakup aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pembangunan Kabupaten Sumbawa. Memantapkan

Samawa Mampis Rungan

Secara harfiah Samawa Mampis

Rungan berarti Sumbawa yang

menebarkan kabar baik. Samawa

Mampis Rungan merupakan

bagian dari syiar masyarakat Sumbawa yang berkehendak

(3)

60

No. Visi Pokok-Pokok Visi Penjelasan Visi

1 2 3 4

tenteram secara spiritual religius

(senap semu), rukun damai secara

social (riam remo) dan makmur secara material-ekonomis (nyaman nyawe).

Memantapkan kondisi Kabupaten Sumbawa yang Makmur Aman Mandiri, Partisipatif, Inovatif dan Sehat yang bersendikan Semangat Religius, Ulet dan uNggul, Gotong royong, Akuntabel dan transparaN, mengandung pengertian mempertahankan prestasi yang telah dicapai sebelumnya sekaligus memperbaiki dan meningkatkan hal-hal yang masih kurang atau belum tercapai.

Memantapkan terwujudnya Samawa Mampis Rungan dilakukan dengan fokus utama pada peningkatan pelayanan dasar, peningkatan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan percepatan pengembangan potensi agribisnis wilayah yang didukung oleh infrastruktur dan lingkungan hidup yang lestari.

Sumber : RPJMD Kabupaten Sumbawa, 2011-2015

2.1.2. Misi

Agar visi pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa tersebut dapat diwujudkan serta mampu mendorong efektifitas dan efisiensi dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki, maka ditetapkan Misi RPJMD Kabupaten Sumbawa Tahun 2011-2015 sebagai berikut.

(4)

61

Misi pertama : Mengembangkan masyarakat yang religius/beriman,

berbudaya, menghargai pluralitas, kesetaraan gender dan berkesadaran hukum.

Misi pertama ini merupakan keberlanjutan dari misi RPJMD Tahun 2005-2010 yaitu misi masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Oleh karenanya pemerintah daerah perlu meningkatkan pelayanan yang memadai melalui penyelenggaraan pemerintahan yang sehat dan didukung oleh semangat yang religius serta terciptanya suasana yang mendukung untuk peningkatan kualitas keberagamaan masyarakat. Melalui misi pertama juga dilakukan optimalisasi sumberdaya manusia yang semakin mengembangkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dalam keberagaman, serta peningkatan partisipasi masyarakat pada umumnya dan khususnya peran perempuan dalam pembangunan, dengan tetap mengedepankan kesadaran dan penegakan hukum.

Misi kedua : Menyelenggarakan pelayanan dasar yang lebih berkualitas dan

terjangkau dibidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial

Misi kedua ini merupakan langkas selanjutnya dari misi pada RPJMD Tahun 2005-2010 yaitu mengembangkan budaya inovatif yang diupayakan melalui pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas, serta misi masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Melalui misi kedua juga Pemerintah Kabupaten Sumbawa memberikan perhatian pada persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan terutama dalam mengantisipasi pengaruh global yang cenderung memberi pengaruh signifikan terhadap kehidupan sosial tersebut.

Misi ketiga : Meningkatkan pelayanan publik dan penyelenggaraan tata

pemerintahan daerah yang baik (good local governance)

Misi ini berkaitan erat dengan misi pada RPJMD Tahun 2005-2010 yaitu misi meningkatkan partisipasi melalui kebersamaan yang sinergis, “mara tali ontar telu”, antara pemerintah - dunia usaha - masyarakat dalam mengisi pembangunan. Partisipasi merupakan salah satu kata kunci dalam mewujudkan good local

(5)

62

governance di Kabupaten Sumbawa, serta misi menciptakan rasa aman dan mandiri. Terciptanya rasa aman akan menjadi jaminan bagi berlangsungnya aktivitas pemerintahan dan pembangunan dengan baik. Kemandirian masyarakat diupayakan dengan melakukan reposisi fungsi birokrasi pemerintahan yang selama ini menjadi subjek yang sangat dominan menjadi sebatas fasilitator sehingga dapat menggerakkan dan memberdayakan masyarakat.

Misi keempat

: Mempercepat pengembangan ekonomi daerah berbasis agrobisnis melalui percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan strategis, penguatan kelembagaan ekonomi lokal dan peningkatan investasi.

Misi ini merupakan kesinambungan dari misi pada RPJMD Tahun 2005-2010 yaitu misi meningkatkan kemakmuran masyarakat sebagai hasil usaha produktif dalam mengelola sumberdaya yang tersedia. Dalam periode tahun 2011-2015 diupayakan pemantapan dan peningkatan daya dukung infrastruktur wilayah terutama terutama yang mendorong pengembangan investasi di daerah baik yang berskala kecil, menengah maupun besar dalam rangka memacu peningkatanperekonomian masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Misi kelima : Memastikan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan

hidup secara berkelanjutan

Misi ke-lima ini merupakan misi lanjutan dari misi pada RPJMD Tahun 2005-2010 yaitu misi meningkatkan kemakmuran masyarakat, misi meningkatkan partisipasi melalui kebersamaan yang sinergis, “mara tali ontar telu”, antara pemerintah - dunia usaha - masyarakat dalam mengisi pembangunan. Misi memastikan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan, juga merupakan langkah antisipatif terhadapperubahan yang muncul dimasa mendatang terutama terkait dengan kelestarian alam dan lingkungan hidup.

(6)

63 2. 2. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

2.2.1. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2012 dan Perkiraan Tahun 2013

Kondisi perekonomian Kabupaten Sumbawa berdasarkan indikator PDRB dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2001-2012 terlihat padatabel 2.2.

Tabel 2.2.

PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Sumbawa

Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001 – 2012

No Tahun ADHB PDRB (Juta Rp) ADHK ADHB Pertumbuhan ADHK

(1) (2) (4) (5) (6) (7) 1. 2002 1.484.178 1.254.355 10,99% 3,94% 2. 2003 1.614.549 1.312.065 8,78% 4,60% 3. 2004 1.795.531 1.371.038 11,21% 4,49% 4. 2005 2.078.961 1.426.289 15,79% 4,03% 5. 2006 2.339.417 1.493.099 12,53% 4,68% 6. 2007 2.637.990 1.564.566 12,76% 4,79% 7. 2008 3.027.829 1.640.941 14,78% 4,88% 8. 2009 3.453.678 1.730.526 14,06% 5,45% 9. 2010 3.967.121 1.832.932 14,87% 5,92% 10. 2011 4.640.545 1.959.389 16,98% 9,90% 11. 2012* 5.204.850 2.092.657 12.16% 6.80% 12. 2013** 6.068.472 2.220.872 16.59% 6.13% Sumber : BPS Kabupaten Sumbawa, Tahun 2001-2012

Keterangan *) Angka Sementara, **) Angka Sangat Sementara

Tabel 2.2. menunjukkan terdapat variasi pertumbuhan ekonomi antara kurun waktu 2002-2007 dan 2008-2012. PDRB ADHB kurun waktu 2002-2007 rata-rata bertambah Rp. 216.804 juta/tahun, sedangkan dalam kurun waktu 2008-2012 rata-rata bertambah Rp. 513,372juta/tahun. PDRB ADHK dalam kurun waktu 2002-2007 secara nominal bertambah Rp. 59,625 juta/tahun, sedangkan dalam kurun waktu 2008-2012 bertambah sebesar Rp. 105.618 juta/tahun. Pertumbuhan PDRB ADHB dalam kurun waktu 2002-2007 rata-rata tumbuh 12,01% dan kurun waktu

(7)

2008-64

2012 sebesar 14,57%. Adapun pertumbuhan PDRB ADHK untuk kurun waktu 2002-2008 sebesar 4,42%, sedangkan dalam kurun waktu 2002-2008-2012 tumbuh rata-rata 5,99%. Dengan demikian secara nominal maupun pertumbuhan, PDRB Kabupaten Sumbawa dalam periode 2008-2012 berkembang lebih tinggi dibandingkan periode 2002-2007. Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumbawa di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi kurun waktu 2007-2011, yaitu sebesar 6,67% (angka sangat sementara).

Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 6,77%. Dengan analisis statistik menggunakan data time series tahun 2006-2012 diperoleh persamaan estimasi (forecast) untuk PDRB ADHB adalah y = 38.321,35x2 + 113.413,46x + 1.943.721,60 dengan R2 = 0,999; sedangkan PDRB ADHK diestimasi dengan persamaan y = 5.721,53x2 + 41.572,31x + 1.383.277,14 dengan R2 = 0,999. Dari kedua persamaan tersebut dapat diestimasi besar PDRB untuk tahun 2014 sebagaimana terlihat pada tabel 2.3 dan gambar 2.1.

Tabel 2.3.

Estimasi PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Sumbawa Tahun 2014 Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan

2000

No Tahun ADHB PDRB (Juta Rp) ADHK ADHB Pertumbuhan ADHK

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. 2014** 6.909.992 2.371.153 13,87% 6,77%

Keterangan : **) Angka sangat sementara hasil forecast

(8)

65 Gambar 2.1.

PDRB Kabupaten Sumbawa Tahun 2006-2011 dan Estimasi Tahun 2012-2014 Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan

Struktur perekonomian Kabupaten Sumbawa pada periode 2008–2012 memperlihatkan kondisi yang dinamis antara pertumbuhan sektor pertanian dan non pertanian. Jika antara tahun 2007-2011 memperlihatkan gejala menurunnya share sektor pertanian, dan dalam kurun waktu yang sama peningkatan terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa- jasa.Dinamika ini menggambarkan terjadi proses transisi dari perekonomian agraris ke sektor perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa. Meskipun demikian, dalam banyak kasus perkembangan struktur ekonomi suatu daerah yang mengalami transformasi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tidak mesti diikuti oleh perubahan struktur mata pencaharian penduduk. Bisa saja terjadi penurunan share sektor pertanian dalam perekonomian secara keseluruhan, namun jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian masih tetap besar dan bahkan mengalami peningkatan mengingat sektor ini lebih bersifat padat karya dibandingkan sektor-sektor lain yang padat modal. Perlu dikemukakan di sini bahwa dalam analisis PDRB yang dihitung adalah peningkatan jumlah nilai tambah

(9)

66

dari aktivitas ekonomi, sedangkan komoditi pertanian cenderung inferior dibandingkan dengan komiditi sektor lain terutama dari sektor sekunder atau tersier.

Fenomena transformasi struktur perekonomian Kabupaten Sumbawa diperkirakan masih terus berlanjut pada tahun 2013. Kondisi perekonomian secara sektoral antara tahun 2009- 2012 dan perkiraannya di tahun 2013-2014 dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4.

Kontribusi Masing-masing Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Sumbawa Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006 -2013 (Persen)

LAPANGAN USAHA/SEKTOR 2009 2010 2011* TAHUN 2012** 2013*** 2014***

Pertanian 41,90 40,01 40,65 40,30 39,01 38,33

Pertambangan dan Penggalian 2,20 2,05 1,93 1,92 2,24 2,25

Industri Pengolahan 4,35 3,22 3,03 2,96 4,33 4,32

Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,56 0,53 0,52 0,62 0,64

Bangunan 11,72 11,87 12,06 12,49 12,44 12,61

Perdagangan, Hotel & Restoran 18,79 19,59 19,62 19,96 20,18 20,53

Pengangkutan dan Komunikasi 5,99 6,08 5,56 5,31 6,22 6,25

Bank, Usaha Persewaan & Jasa

Perusahaan 2,85 2,54 2,47 2,45 2,90 2,91 Jasa-jasa 11,64 14,08 14,15 14,08 12,06 12,16

Total 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPS Kabupaten Sumbawa *) Angka Sementara

**) Angka sangat sementara hasil forecast ***) Asumsi

2.2.2.Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2013 dan

Tahun 2014

Pertumbuhan PDRB menjadi indikator perkembangan perekonomian daerah, sehingga maju mundurnya perkembangan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya laju pertumbuhan PDRB daerah bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan ekonomi terhadap pembangunan yang dilaksanakan.

(10)

67

konsumsi rumah tangga (C), investasi swasta (I), belanja pemerintah (G) dan netto ekpor-impor (X-M). Dengan demikian terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan besaran belanja pemerintah. Makin besar belanja pemerintah memberikan kontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, demikian pula sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumbawa tahun 2013 diperkirakan tetap tumbuh pada kisaran 5 – 6 persen. Hal-hal yang perlu diantisipasi dalam perencanaan pembangunan tahun 2014 adalah peningkatan inflasi sebagai dampak dari rencana Pemerintah Pusat untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak,kenaikan Tarif dasar listrik, krisis harga pangan, perubahan ikilm. PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2014 diperkirakan dapat mencapai Rp.2.371.153.000,- dan PDRB atas dasar harga berlaku diperkirakan dapat mencapai Rp.6.909.992.000,-. Laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,77%.

Adapun asumsi pertumbuhan PDRB tahun 2014 didasarkan atas forecast angka PDRB tahun-tahun sebelumnya terlihat pada Tabel 2.5. berikut ini.

Tabel 2.5.

Laju Pertumbuhan PDRB Tahun 2009-2014 di Kabupaten Sumbawa Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan

No Tahun Rp (Juta) PDRB ADHB Pertumbuhan Rp (Juta) PDRB ADHK Pertumbuhan

1 2009 3.453.488 14,06% 1.730.446 5,45% 2 2010 3.968.120 14,90% 1.833.216 5,94% 3 2011 4.642.102 17,03% 1.959.640 6.91% 4 2012* 5.303.595 14,25% 2.082.034 6,25% 5 2013** 6.068.472 14.42% 2.220.872 6.67% 6 2014*** 6.909.992 13.87% 2.371.153 6.77% Sumber : Diolah dari Data BPS Kabupaten Sumbawa, Tahun 2011

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara ***) Asumsi

Berdasarkan Tabel 2.5 dapat disimpulkan bahwa perkiraan laju pertumbuhan PDRB ADHB tahun 2014 sebesar 13,87% dan laju pertumbuhan PDRB ADHK 6,77%. Untuk Kabupaten Sumbawa karena tidak ada aktivitas di bidang migas, maka PDRB Migas dan Non Migas tidak ada perbedaan.

(11)

68

Salah satu indikator makro ekonomi yang berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi adalah tingkat perubahan harga atau inflasi. Inflasi dalam PDRB tercermin dari Indeks Harga Implisit (IHI). IHI diperoleh dari pembagian nilai PDRB ADHB dengan PDRB ADHK dikalikan 100 untuk masing-masing sektor dalam kurun waktu satu tahun. IHI menggambarkan tingkat perubahan harga umum seluruh komoditi baik barang maupun jasa. Asumsi laju inflasi tahun 2014 dan beberapa tahun sebelumnya disajikan dalam tabel 2.6. Laju inflasi tahun 2006-2011 yang ditunjukkan oleh angka perubahan IHI sebagaimana terlihat pada kolom (5) tabel 2.6 memperlihatkan laju yang berfluktuatif. Dengan menggunakan PDRB hasil forecast tahun 2006- 2013 diperoleh asumsi laju inflasi tahun 2014 diperkirakan sebesar 6,65%.

Lebih jauh, laju inflasi mempengaruhi daya beli (Purchasing Power Parity) masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan membawa dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kalau tingkat kenaikan harga tinggi. Bila daya beli masyarakat meningkat berarti terdapat peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencerminkan berkembangnya sektor produksi dan distribusi barang dan jasa yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tabel 2.6.

Laju Inflasi Kabupaten Sumbawa Tahun 2005-2010 dan Perkiraan di Tahun 2011-2013 serta Asumsi di Tahun 2014

Tahun PDRB ADHB (Juta Rp) PDRB ADHK (Juta Rp) IHI Perubahan IHI (%)

(1) (2) (3) (4) (5) 2005 2.078.961 1.426.289 145,76 11,30 2006 2.339.417 1.493.099 156,68 7,49 2007 2.637.990 1.564.566 168,61 7,61 2008 3.027.829 1.640.941 184,52 9,44 2009 3.453.678 1.730.526 199,57 8,16 2010 3.966.640 1.832.917 216,46 8,46 2011* 4.642.102 1.959.640 233,72 7,98 2012** 5.303.595 2.082.034 254,73 7,53 2013** 6.068.472 2.220.872 273,25 7,27 2014*** 6.909.992 2.371.153 291,42 6,65 Sumber : diolah dari BPS Sumbawa 2010

(12)

69

**) Angka Sangat Sementara ***) Asumsi

Dari tabel 2.5. dan 2.6. di atas, menunjukkan bahwa untuk dapat menunjang pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan 6,77% dan atas dasar harga berlaku 13,87%, maka tingkat inflasi harus dapat ditekan sebesar 6,65%.

Dengan asumsi kondisi ekonomi global dan nasional yang kondusif serta kondisi ekonomi makro Kabupaten Sumbawa tetap stabil yang didukung dengan kebijakan struktural seperti perbaikan iklim investasi, upaya peningkatan daya saing dan produktifitas, serta perbaikan kualitas sumberdaya manusia, maka prospek perekonomian tahun 2013 diperkirakan tetap tumbuh pada kisaran 6% - 6,7%. Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan tidak hanya terjadi pada peningkatan konsumsi melainkan juga terjadi peningkatan investasi dan ekspor. Hal tersebut dapat menjawab permbangunan ekonomi Kabupaten Sumbawa yaitu tingkat pengangguran yang masih tinggi serta membuka peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi kelompok masyarakat usia produktif.

2. 3. Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Struktur APBD Kabupaten Sumbawa tahun 2013 mengalami kenaikan pada pendapatan sebesar 0,39% dibanding tahun 2012, sedangkan target belanja APBD 2013 menurun sebesar 4,88% dibandingkan dengan tahun 2012. Pada tahun 2012 dan 2013, APBD Kabupaten Sumbawa mengalami defisit masing-masing sebesar Rp.72,57 milyar (8,47%) dan Rp.23,87 milyar (2,77%). Karena prinsip anggaran yang kita anut adalah anggaran berimbang, maka defisit anggaran tersebut ditutupi melalui pembiayaan daerah dengan mengupayakan kondisi pembiayaan netto dalam keadaan surplus.Adapun Struktur APBD Kabupaten Sumbawa Tahun 2012 – 2013 terlihat pada tabel 2.7 berikut.

(13)

70 Tabel 2.7.

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun 2012– 2013

(14)

71

Sumber: DPPK Kabupaten Sumbawa

Struktur APBD pada tabel 2.7 di atas terlihat bahwa pada tahun 2012 tidak terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan. Untuk tahun 2013, defisit anggaran diupayakan dapat ditekan tidak melebihi 6% sebagaimana yang dipersyaratkan dalam PMK No.137/PMK.07/2012 tentang Batas maksimal defisit anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah tahun anggaran 2013.

2.3.1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah sebagaimana ketentuan yang berlaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah;

2. Dana Perimbangan, meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus;

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Adapun target dan realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa tahun 2011 – 2013 secara rinci disajikan pada tabel berikut.

(15)

72 Tabel 2.8.

Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun 2011 –2013 (Rp Milyar)

NO URAIAN 2011 2012 2013

Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % 1 PENDAPATAN DAERAH 839.72 837.08 99.69 856.86 848.1 98.98 975.366 955.310 97.74 1 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 97.24 89.06 91.59 71.47 60.99 85.27 73.069 67.730 92.69 1 1 1 Pajak Daerah 9.88 10.56 106.85 10.87 12.08 111.15 12.523 14.203 113.42 1 1 2 Retribusi Daerah 24.55 14.46 58.89 28.99 27.337 94.29 31.491 28.843 91.59 1 1 3 Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

56.41 56.41 100.00 25.35 10.93 43.13 18.987 13.631 71.79 1 1 4 Lain-lain Pendapatan Asli

Daerah yang Sah 6.39 7.63 119.31 6.26 10.64 169.21 10.069 11.052 109.77 1 2 DANA PERIMBANGAN 598.7 604.19 100.92 696.12 695.86 99.96 773.377 770.932 99.68 1 2 1 Bagi Hasil Pajak/Bagi

Hasil Bukan Pajak 44.12 49.61 112.44 46.732 46.447 99.46 45.900 43.455 94.67 1 2 2 Dana Alokasi Umum 495.85 495.85 100.00 586.15 586.148 100 647.640 647.640 100.00 1 2 3 Dana Alokasi Khusus 58.72 58.72 100.00 63.24 63.238 100 79.837 79.837 100.00 1 3 LAIN-LAIN

PENDAPATAN DAERAH 143.78 143.84 100.04 89.27 91.24 102.27 128.919 116.648 90.48 1 3 1 Dana Hibah - - - 6.9 6.64 77.27 1.517 1.442 95.05 1 3 2 Dana Bagi Hasil Pajak dari

Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

15.25 15.25 100.00 16.28 18.29 112.27 28.860 18.664 64.67 1 3 3 Dana Penyesuaian dan

Otonomi Khusus 126.31 126.37 100.04 27.93 72.09 100 97.442 96.442 98.97 1 3 4 Bantuan Keuangan dari

Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

2.22 2.22 100.00 0.2 0.2 100 1.100 0.100 9.09 Sumber: DPPK Kab. Sumbawa (diolah)

Sementara itu, tren realisasi pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa kurun waktu lima tahun terakhir digambarkan pada tabel 2.9. berikut:

Tabel 2.9

Realisasi dan Rata-Rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2009-2013

No Uraian Tingkat Realisasi

Rata-Rata Pertumbuhan

(%)

2009 2010 2011 2012 2013

1 PENDAPATAN DAERAH 585.46 660.43 837.08 848.1 955.31 13.38

1 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 28.5 35.81 89.06 60.94 67.73 38.07

1 1 1 Pajak Daerah 5.89 5.88 10.56 12.09 14.2 27.85

1 1 2 Retribusi Daerah 9.36 10.3 14.46 27.34 28.84 36.24

1 1 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

4.98 13.44 56.41 10.93 13.63 108.45

1 1 4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

(16)

73

1 2 DANA PERIMBANGAN 523.18 542.31 604.19 695.86 770.93 10.26

1 2 1 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan

Pajak 34.6 49.4 49.61 46.48 43.45 7.59

1 2 2 Dana Alokasi Umum 424.7 436.35 495.85 586.15 647.64 11.27

1 2 3 Dana Alokasi Khusus 63.87 56.56 58.72 63.24 79.84 6.58

1 3 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH 33.78 82.31 143.84 91.29 116.65 52.41 1 3 1 Hibah 0 0 0 701.13 1.44 0 1 3 2 Dana Darurat 2.5 0 0 0 0 0

1 3 3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

18.27 19.86 15.25 18.3 18.67 1.88

1 3 4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

10.6 59.94 126.37 72.09 96.44 141.74

1 3 5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

4.91 2.52 2.22 0.2 0.1 -50.38

Sumber: DPPK Kab. Sumbawa (diolah)

Memperhatikan tabel di atas, diperoleh gambaran bahwa realisasi pendapatan daerah terus meningkat dari Rp.585,46 Milyar (2009) hingga mencapai Rp.955,31 Milyar (2013) dengan rata-rata tingkat realisasi pendapatan 99,73%. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkisar dari Rp.28,5 Milyar (2009) menjadi Rp.67,73 Milyar (2013) dengan rata-rata tingkat realisasi PAD 92,92%.

Dari keempat komponen PAD, secara persentase kontribusi masing-masing kompenen pembentuk PAD berbeda-beda yakni pada tahun 2009 s/d 2010 komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan memberikan kontribusi tertinggi, pada tahun 2009 sebesar 4,98 Milyar (17,5%) dan tahun 2009 sebesar 13,44 Milyar (37,5%). Hal serupa berlanjut pada tahun 2010 s/d 2011 komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan memberikan kontribusi tertinggi yaitu Rp.13,44 Milyar (37,53%) pada tahun 2010 dan Rp.56,41 Milyar (63,34%) pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2012 komponen Retribusi Daerah memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 27,34 Milyar (44,86%) yang berlanjut hingga tahun 2013 sebesar 28,8 Milyar (42,58%).

Realisasi Dana Perimbangan berkisar dari Rp.523,18 Milyar (2009) hingga Rp.770,930 Milyar (2013) dengan tingkat realisasi rata-rata 100,49%. Secara persentase Dana Alokasi Umum (DAU) masih memberikan kontribusi terbesar yakni berkisar dari Rp.424,70 Milyar (81,18%) tahun 2009 dan Rp.647,40 Milyar (84,01%) pada tahun 2013. Secara rata-rata tingkat realisasi tertinggi dari

(17)

74

komponen pembentuk Dana Perimbangan adalah Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 106,58% sedangkan tingkat realisasi DAU dan DAK mencapai 100%. Demikian pula dengan tingkat realisasi Lain-Lain Pendapatan Daerah berkisar antara Rp.33,78 Milyar (2009) hingga Rp.116,65 Milyar (2013) dengan rata-rata realisasi 105,15%.

Rata-rata peningkatan realisasi pendapatan daerah kurun waktu 2009-2013 adalah 13,38% per tahun dengan peningkatan realisasi PAD rata-rata 38,07% per tahun, Dana Perimbangan rata- rata 10,26% per tahun dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah rata-rata mencapai 52,41%. Khusus rata-rata peningkatan realisasi komponen PAD: Pajak Daerah tumbuh 27,85%, Retribusi Daerah naik rata-rata 36,24%, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 108,45% dan Lain-Lain PAD yang Sah 10,32%. Rata-rata peningkatan realisasi komponen Dana Perimbangan: Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 7,59%, DAU 11,27% dan DAK 6,58%. Sedangkan pada rata-rata peningkatan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah mencapai 52,41%, ini meningkat dari persentase tahun lalu sebesar 50,84%.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan pendapatan daerah adalah belum diketahui secara pasti besar potensi PAD sehingga target yang ditetapkan tidak didasarkan atas assesmen potensi yang dimiliki. Setelah berlakunya close list system dalam ketentuan jenis pajak daerah dan retribusi daerah sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, perlu dilakukan penyesuaian pada perangkat regulasi, kelembagaan pendapatan daerah serta personil agar tidak berimplikasi pada penurunan pendapatan daerah. Adapun penerimaan Dana Perimbangan relatif tanpa masalah yang berarti kecuali DAK yang memerlukan dana pendamping dari daerah minimal 10% dari jumlah DAK yang mengurangi porsi pemanfaatan DAU sesuai dengan kebutuhan daerah. Adapun lain-lain pendapatan daerah yang sah tidak diketahui secara pasti potensi penerimaannya karena bersifat penerimaan insidental.

(18)

75

Dengan telah ditetapkannya beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa terkait dengan pendapatan daerah dari komponen PAD sebagai konsekuensi diberlakukannya UU Nomor 28 tahun 2009, serta proyeksi Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, maka target Pendapatan Daerah tahun 2014 diestimasi sebesar Rp.939,057 Milyar, dimana PAD diestimasi sebesar Rp.75,365 Milyar, Dana Perimbangan diestimasi Rp.846,985 Milyar, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah diestimasi sebesar Rp.16,706 Milyar. Proyeksi pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa tahun 2014 ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.10.

Estimasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun 2014

Kode

Rekening Uraian Estimasi TA. 2014 (Rp) 4 PENDAPATAN DAERAH 939,057,447,569.95 4 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 75,365,490,236.30

4 1 1 Hasil Pajak Daerah 12,975,588,650.00

4 1 2 Hasil Retribusi Daerah 33,811,318,841.30

4 1 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan 19,792,500,000.00

4 1 4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 8,786,082,745.00

4 2 DANA PERIMBANGAN 846,985,528,786.00

4 2 1 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 46,760,506,486.00

4 2 2 Dana Alokasi Umum 712,404,564,300.00

4 2 3 Dana Alokasi Khusus 87,820,458,000.00

4 3 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH 16,706,428,547.65 4 3 3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan

Pemerintah Daerah Lainnya 15,189,638,647.65

4 3 4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus -

4 3 5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau

Pemerintah Daerah Lainnya -

Sumber: DPPK Kabupaten Sumbawa

Adapun arah kebijakan pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa adalah bahwa pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya yang meliputi:

(19)

76

a.Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhati-kan hal-hal sebagai berikut.


1) Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 dan realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

2) Tidakmemberatkanmasyarakatdanduniausaha.

3) Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan tidak menganggarkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang peraturan daerahnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan/atau telah dibatalkan. 


4) Penerimaan atas jasa layanan kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) atau Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) pada SKPD atau unit kerja pada SKPD, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan. 


5) Rasionalitas hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya, dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan, baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal (investasi daerah) sesuai dengan tujuan penyertaan modal dimaksud. 


6) Penerimaan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Lain-Lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir, rincian obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok Masyarakat Penerima. 


(20)

77

b.Dana Perimbangan
 Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana

perimbangan memperhatikan hal- hal sebagai berikut.

1) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH), baik DBH-Pajak maupun DBH-Sumber Daya Alam 
 berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai perkiraan alokasi DBH Tahun 
 Anggaran 2014. 


2) Penganggaran DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) untuk kabupaten/kota dan provinsi 
 dialokasikan sesuai keputusan gubernur dengan mempedomani Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi Sementara DBH-CHT. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dan keputusan gubernur belum ditetapkan, maka penganggaran DBH-CHT didasarkan pada alokasi DBH-CHT Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi DBH-CHT Tahun Anggaran 2012. Apabila Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DBH-CHT tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014. 


3) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH) minyak/gas/pertambangan lainnya mempedomani Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi DBH minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun Anggaran 2014. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DBH minyak/gas/pertambangan lainnya didasarkan pada alokasi DBH yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Tahun Anggaran 2013, dengan mengantisipasi perkembangan harga hasil produksi minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun 2013 dan/atau tidak tercapainya hasil produksi minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun 2013, serta

(21)

78

memperhatikan realisasi DBH Tahun Anggaran 2012. Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah akan menyesuaikan alokasi DBH dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, 
 untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014.

4) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan sesuai Peraturan Presiden tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran 2014. Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DAU tersebut didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi DAU Tahun Anggaran 2012. Apabila Peraturan Presiden tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah akan menyesuaikan alokasi DAU dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014. 


5) Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat dianggarkan sebagai pendapatan daerah, sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK Tahun Anggaran 2014. Dalam hal pemerintah daerah memperoleh DAK Tahun Anggaran 2014 setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah menganggarkan DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun

(22)

79

Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014. 


c. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
 Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1) Alokasi dana penyesuaian dianggarkan sebagai pendapatan daerah pada kelompok Lain- 
 Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2014. Dalam hal pemerintah daerah memperoleh Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2014 setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah menganggarkan dana penyesuaian dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dana penyesuaian dimaksud ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014. 


2) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari bagi hasil pajak yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan pada alokasi belanja bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi Tahun Anggaran 2014. Dalam hal penetapan APBD kabupaten Tahun Anggaran 2014 mendahului APBD provinsi, penganggarannya didasarkan pada alokasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2012, sedangkan bagian pemerintah kabupaten yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2013, ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014. 


(23)

80

3) Bila terdapat pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota lainnya dianggarkan dalam APBD, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan. Dalam hal penetapan APBD mendahului penetapan APBD pemberi bantuan, maka penganggaran bantuan keuangan pada APBD dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang


 penjabaran APBD dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD untuk

bantuan yang bersifat khusus, dan persetujuan DPRD untuk bantuan keuangan yang bersifat umum, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD. Dalam hal bantuan keuangan tersebut diterima setelah penetapan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014, maka bantuan keuangan tersebut ditampung dalam LRA pemerintah daerah.

4) Penganggaran penerimaan hibah yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah lainnya atau sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian penerimaan dimaksud. Dari aspek teknis penganggaran, penerimaan tersebut di atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan kedalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan sesuai kode rekening berkenaan.

2.3.2.Arah Kebijakan Belanja Daerah

Gambaran tentang belanja daerah menginformasikan mengenai tingkat realisasi belanja Kabupaten Sumbawa dari tahun ke tahun. Berdasarkan data pada tabel 2.11 bahwa realisasi belanja daerah terus meningkat dari Rp. 798,57 Milyar

(24)

81

(2011) hingga mencapai Rp.929,43 Milyar (2012), dengan rata-rata tingkat realisasi belanja daerah mencapai 94,48%.

Adapun target dan realisasi belanja daerah 2011 – 2013 tergambar pada tabel 2.11

Tabel 2.11.

Target dan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa

Tahun 2012 – 2013 danTarget Tahun 2014 (Rp Milyar)

Kode

Rekening Uraian

Tahun

2012 2013 2014

Target Realisasi Target Realisasi Target

2 BELANJA 929.43 879.53 1,030.82 944.63 1,161.23

2 1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 592.70 551.49 624.97 581.50 1,161.23

2 1 1 Belanja Pegawai 505.56 473.64 547.51 513.52 719.90

2 1 3 Belanja Subsidi - - - - 647.16

2 1 4 Belanja Hibah 43.32 39.86 29.29 27.51 16.87

2 1 5 Belanja Bantuan Sosial 7.08 6.40 8.81 6.96 10.71

2 1 6 Belanja Bagi Hasil Kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa

0.36 0.33 0.35 0.33 0.35

2 1 7 Belanja Bantuan Keuangan kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik

34.89 31.04 36.01 32.22 41.30

2 1 8 Belanja Tidak Terduga 1.50 0.22 3.00 0.97 3.50

2 2 BELANJA LANGSUNG 336.73 328.04 405.86 363.14 441.34

2 2 1 Belanja Pegawai 31.40 28.38 27.33 24.71 15.59

2 2 2 Belanja Barang dan Jasa 163.00 143.22 214.20 189.16 212.42

2 2 3 Belanja Modal 142.33 156.44 164.32 149.26 213.32

Sumber: DPPK Kabupaten Sumbawa

Belanja Tidak Langsung yang merupakan komponen terbesar dari belanja daerah, realisasi dari Rp.551,49 Milyar (2012) meningkat menjadi Rp.624,97 Milyar (2013), dengan rata-rata realisasi Belanja Tidak Langsung mencapai 93,05%. Dari tujuh komponen Belanja Tidak Langsung. Adapun Belanja Pegawai sebagai salah satu jenis Belanja Tidak Langsung merupakan komponen terbesar dengan tingkat realisasi mencapai 93,74%, sedangkan belanja tidak terduga memiliki tingkat realisasi terendah yaitu 23,50 %. Untuk Belanja Langsung yang teralisasi berkisar antara Rp328,04 Milyar (2012) mengalami peningkatan pada tahun 2013 pada

(25)

82

angka Rp.363,14 Milyar. Tingkat realisasi Belanja Langsung dalam kurun waktu 2012-2013 mencapai rata-rata 93,45% yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai dengan tingkat rata-rata realisasi 90,40%, Belanja Barang dan Jasa rata-rata 88,09% dan Belanja Modal 100,37%.

Dalam hal proporsi penggunaan anggaran, alokasi belanja tidak langsung dan belanja langsung sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Proporsi belanja pegawai di Kabupaten Sumbawa dalam empat tahun terakhir secara detail disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.12.

Proporsi Belanja Pegawai di Kabupaten Sumbawa Tahun 2009-2013 (dalam Milyar)

No Tahun Belanja Pegawai (Rp.) Total Belanja

(Rp.) Proporsi (%) 1 2009 339.02 604.68 56.07 2 2010 405.19 666.84 60.76 3 2011 450.70 797.46 56.52 4 2012 536.87 929.43 57.76 5 2013 479.10 884.10 54.19

Dari tabel 2.12. terlihat bahwa pada tahun 2009 sampai tahun 2013 alokasi belanja pegawai mencapai lebih dari 50% dari total belanja daerah. Besarnya alokasi belanja pegawai ini mengurangi kemampuan Pemerintah Kabupaten Sumbawa untuk membiayai pembangunan daerah.

Pada tahun 2014 belanja langsung diarahkan untuk mendanai program dan kegiatan sesuai bidang kewenangan/urusan pemerintah daerah dengan tujuan dan target sasaran yang jelas. Sedangkan untuk belanja tidak langsung, pengalokasian anggaran dalam bentuk bantuan diarahkan secara selektif dan tidak terus-menerus, utamanya pada kondisi kritis yang benar-benar memerlukan. Selain itu juga diperlukan keterpaduan alokasi anggaran dengan penganggaran dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat.

(26)

83

Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Kebijakan perencanaan belanja daerah adalah sebagai berikut.

1) Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan 
 pemerintah kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan 
 dengan ketentuan perundang-undangan.

2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan 
 kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi

kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. 


3) Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. 


4) Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya. 


Secara teknis penganggaran, kebijakan belanja daerah diarahkan pada hal-hal sebagai berikut.

1. Kebijakan Belanja Tidak Langsung

Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(27)

84

a)Besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan hasil rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja pegawai dalam rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2014 dengan memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas. 


b)Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai tahun 2014. 


c)Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5 persen dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan. 


d)Penyediaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/MENKES/PB/II/2009 dan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit Daerah. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan tunjangan kesehatan di luar cakupan pelayanan kesehatan yang disediakan asuransi kesehatan tersebut di atas, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. 


e)Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD, baik aspek kebijakan pemberian tambahan penghasilan maupun penentuan kriterianya harus ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan kepala daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

(28)

85

Pengelolan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. 
 . 2) Belanja Bunga


Apabila terdapat kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, maka dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun Anggaran 2014. 


. 3) Belanja Subsidi


Belanja Subsidi hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD harus terlebih dahulu dilakukan pengkajian agar diketahui besaran subsidi yang akan diberikan, tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 


. 4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial


Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di bidang hibah dan bantuan sosial.

. 5) Belanja Bagi Hasil


Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau pendapatan pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Tata cara penganggaran dana bagi hasil tersebut memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah pada Tahun Anggaran 2013, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2012 yang belum direalisasikan kepada pemerintah daerah dan menjadi hak

(29)

86

pemerintah kabupaten atau pemerintah desa ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
 Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan bagi hasil pemerintah desa dari kabupaten dalam APBD kabupaten harus diuraikan kedalam daftar nama desa selaku penerima sebagai rincian obyek penerima bagi hasil sesuai kode rekening berkenaan. 


. 6) Belanja Bantuan Keuangan

a)Pemerintah kabupaten dapat menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah 
 daerah lainnya dan kepada desa yang didasarkan pada

pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan. 


b)Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis belanja bantuan keuangan, objek belanja bantuan keuangan kepada partai politik dan rincian objek belanja nama partai politik penerima bantuan keuangan. Besaran penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada partai politik berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang bantuan keuangan kepada partai politik. 


c) Pemerintah kabupaten menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang

(30)

87

diterimanya kecuali DAK. Pembagian untuk setiap desa ditetapkan secara proporsional dengan keputusan kepala daerah. Bantuan keuangan ini merupakan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selain itu, pemerintah kabupaten dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa dalam rangka percepatan pembangunan desa sesuai kemampuan keuangan daerah. 


d)Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 47 dan Pasal 133 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan peraturan perundang-undangan lainnya. 


e)Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan keuangan harus diuraikan daftar nama pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan. 


7) Belanja Tidak Terduga


Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2011 dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran 2014, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.

(31)

88

Sejalan dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, maka belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga hanya dianggarkan pada PPKD (SKPKD). PPKD selanjutnya akan melakukan penyaluran alokasi anggaran yang ditetapkan, sesuai perencanaan teknis yang diusulkan oleh SKPD yang sekaligus akan menangani hal tersebut sesuai rencana kegiatan dan tupoksi SKPD.

2. Kebijakan Belanja Langsung

Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Alokasi belanja langsung dalam APBD digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan 
 daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan.

Belanja langsung dituangkan dalam bentuk program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik. Penyusunan anggaran belanja untuk setiap program dan kegiatan mempedomani standar satuan harga ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan digunakan sebagai dasar penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD. 


2) Belanja Pegawai

a) Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi 
 PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatutan,

kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan

(32)

89

kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud. Dalam satu kegiatan tidak diperkenankan hanya diuraikan ke dalam jenis belanja pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium Non PNSD. Besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan, termasuk honorarium narasumber/tenaga ahli dari luar instansi pelaksana kegiatan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. b) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat

hanya diperkenankan untuk penganggaran hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A.VIII.a.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. 


3) Belanja Barang dan Jasa

a) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang 
 didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, jumlah pegawai dan volume 
 pekerjaan serta memperhitung-kan sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2013. 


b) Mengutamakan produksi dalam negeri dan melibatkan usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan 
 sistem dan kualitas kemampuan teknis. 


c) Penganggaran untuk pengadaan barang (termasuk berupa aset tetap) yang akan 
 diserahkan atau dijual kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran 
 berkenaan, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa. 


d) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja dan studi 
 banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi dan

(33)

90

jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi kebijakan pemerintah daerah. Hasil kunjungan kerja dan studi banding dilaporkan sesuai peraturan perundang-undangan. Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri Bagi Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, dan Pimpinan serta Anggota DPRD. 


e) Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia Pimpinan dan Anggota DPRD serta pejabat/staf pemerintah daerah, yang tempat penyelenggaraannya di luar daerah harus dilakukan sangat selektif dengan mempertimbang-kan aspek-aspek urgensi dan kompetensi serta manfaat yang akan diperoleh dari kehadiran dalam pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya guna pencapaian efektifitas penggunaan anggaran daerah. Dalam rangka orientasi dan pendalaman tugas Pimpinan dan Anggota DPRD agar berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2011 tentang Pedoman Orientasi dan Pendalaman Tugas Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. 


f) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula yang sudah tersedia milik pemerintah daerah. 


g) Dalam rangka antisipasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang akan menjadi kewenangan daerah paling lambat 1 Januari 2014 menjadi Pendapatan Asli Daerah

(34)

91

pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kabupaten memprioritaskan penganggaran untuk program dan kegiatan pengalihan dimaksud, baik aspek regulasi, kelembagaan, pendataan, sistem, standar pengelolaan, dan pengembangan sumber daya manusia serta penyiapan sarana dan prasarana maupun faktor lain yang terkait dengan pengalihan PBB-P2. 
 . 4) Belanja Modal

a) Jumlah belanja modal yang dialokasikan dalam APBD sekurang-kurangnya 29 persen 
 dari belanja daerah sesuai amanat Peraturan

Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang 
 RPJMN Tahun 2010-2014. 


b) Penganggaran untuk pengadaan kebutuhan barang milik daerah, menggunakan dasar 
 perencanaan kebutuhan barang milik daerah

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan memperhatikan standar barang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri 
 Nomor 11 Tahun 2007 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006. Khusus penganggaran untuk pembangunan gedung dan bangunan milik daerah memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

2.3.3.Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

2.3.3.1. Arah Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Daerah

Penerimaan pembiayaan daerah dari tahun ke tahun didominasi dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Dalam pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sumbawa sepanjang tahun 2010-2012 diperoleh gambaran bahwa tingkat realisasi penerimaan pembiayaan daerah menunjukkan tren menurun. Tahun 2010 tingkat realisasi penerimaan pembiayaan daerah

(35)

92

sebesar Rp.66,53 Milyar menurun menjadi Rp.53,22 Milyar pada tahun 2011, dan tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp.81,75 Milyar.

Kenaikan penerimaan pembiayaan daerah ini disebabkan oleh semakin meningkatnya SiLPA tahun sebelumnya. Disatu sisi pkenaikan SiLPA tahun sebelumnya merupakan salah satu indikator bahwa penggunaan anggaran belanja daerah dari tahun ke tahun belum efektif dan efisien, namun di sisi lain dapat mengurangi kemampuan dalam menutup defisit anggaran sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan belanja pembangunan daerah. Dengan demikian, arah kebijakan penerimaan pembiayaan dalam rangka menutup defisit anggaran yang terjadi adalah dengan mengoptimalisasi penerimaan kembali pemberian pinjaman, penjualan aset daerah yang dipisahkan, dan/atau melakukan pinjaman daerah yang selama ini tidak pernah dilakukan.

Kebijakan penganggaran penerimaan pembiayaan daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan 
 pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2013 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2014 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus diuraikan pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun Anggaran 2013. 


2) Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada akun pembiayaan, kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis penerimaan kembali investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima. 


3) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan peraturan perundang- undangan di bidang pinjaman daerah. 


(36)

93

4) Bila terdapat piutang PBB-P2, masa penghapusan piutang PBB-P2 sebagai konsekuensi pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi PAD, berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

2.3.4. Arah Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan Daerah

Pengeluaran pembiayaan daerah dari tahun ke tahun didominasi oleh komponen penyertaan modal Pemerintah Daerah. Tingkat realisasi pengeluaran pembiayaan daerah berkisar antara Rp.6,94 Milyar (2010) hingga Rp,9,23 Milyar (2012) dengan rata-rata realisasi mencapai 93,27%.

Arah kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah diprioritaskan pada pengeluaran yang bersifat wajib, antara lain untuk pembayaran pokok utang yang telah jatuh tempo (bila ada). Setelah pengeluaran wajib terpenuhi, maka pengeluaran pembiayaan diarahkan pada penyertaan modal kepada BUMD yang berorientasi keuntungan dan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan penyertaan modal yang akan dilakukan diharapkan dapat menghasilkan pendapatan daerah sekaligus meningkatkan kinerja lembaga yang mendapat tambahan modal dalam melayani masyarakat.

Kebijakan penganggaran pengeluaran pembiayaan daerah memperhatikan hal-hal berikut.

1) Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dapat menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk dana bergulir sesuai Pasal 118 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Penganggaran dana bergulir dalam APBD pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran pembiayaan daerah, jenis penyertaan modal/investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian obyek dana 
 bergulir kepada kelompok masyarakat penerima. 


2) Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik negara/daerah dan/atau badan 
 usaha lainnya ditetapkan dengan peraturan daerah tentang

(37)

94

yang telah tercantum dalam peraturan daerah penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak perlu diterbitkan peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan daerah tentang penyertaan modal. Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal, pemerintah daerah melakukan perubahan peraturan daerah tentang penyertaan modal tersebut. 


3) Pemerintah daerah dapat menambah modal yang disetor dan/atau melakukan penambahan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk memperkuat struktur permodalan, sehingga BUMD dimaksud dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Khusus untuk BUMD sektor perbankan, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal dimaksud guna memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagaimana dipersyaratkan oleh Bank Indonesia. 


4) Dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi Usaha Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM), pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal kepada bank perkreditan rakyat milik pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 


5) Dalam rangka penguatan struktur permodalan PDAM, bagian laba bersih PDAM yang layanannya belum mencapai 80% dari jumlah penduduk yang menjadi cakupan pelayanan PDAM harus diinvestasikan kembali untuk penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum, baik fisik maupun non fisik serta peningkatan kualitas dan pengembangan cakupan pelayanan. Selain itu, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal guna meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kapasitas pelayanan air minum kepada masyarakat, agar percepatan pemenuhan target pelayanan air perpipaan di wilayah perkotaan sebanyak 80% dan wilayah pedesaan sebanyak 60% sesuai target Millenium Development

(38)

95

Goal’s (MDG’s) tahun 2015 dapat segera tercapai. 


6) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 61 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. 


2.4. Prioritas Daerah

Dengan memperhatikan sasaran pembangunan tahun ketiga pelaksanaan RPJMD tahun 2011-2015 serta realisasi pembangunan tahun 2012 dan perkiraan pencapaian tahun 2013, maka tema pembangunan daerah tahun 2014 adalah: “Perluasan Aksesbilitas Pembangunan Daerah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia”

Tema tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam 11 (sebelas) prioritas pembangunan daerah tahun 2014. Penyusunan prioritas pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa diarahkan pada penyelesaian isu strategis dan permasalahan yang muncul dari hasil evaluasi pembangunan tahun 2012 serta melihat fakta permasalahan dan tantangan tahun 2013.

No Tahun Rencana (RPJMD) Fokus Pembangunan Prioritas Pembangunan Daerah (RKPD)

1 Mempercepat Pembangunan ekonomi daerah berbasis agrobisnis melalui percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan strategis, penguatan

kelembagaan ekonomi lokal dan peningkatan investasi.

1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama untuk mewujudkan Tau Samawa berimtaq tinggi;

2. Menciptakan pemerintahan yang bersih, melanjutkan reformasi birokrasi, peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi;

3. Menyelenggarakan pendidikan berkualitas dan terjangkau dari tingkat SD hingga SMA (wajib belajar 12 tahun);

4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau;

5. Mendekatkan pelayanan KTP, Kartu Keluarga, Pertanahan dan Pelayanan Perizinan hingga di tingkat Desa;

6. Percepatan pembangunan infrastruktur wilayah, terutama penanganan kerusakan jalan dan jembatan, air bersih dan krisis listrik;

7. Mengembangkan usaha ekonomi lokal masyarakat Desa;

Referensi

Dokumen terkait

PROPOSAL YANG LOLOS SELEKSI HIBAH RISET DITJEN DIKTI. HB Tim Pascasarjana HB Bersaing Lanjutan.. Pusat) SP4 42 Pengembangan PCPT,

Researchers had focused this study on (1) The model of poverty development as the formulation of the right strategy for the empowerment of coastal communities through

Wilayah perencanaan Daerah tersebut meliputi wilayah administrasi seluas 32,5 Km2 yang terdiri dari 14 (empat belas) kecamatan di Kota Yogyakarta. Rencana Tata

Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2, kebutuhan fungsionalitas dari aplikasi yang harus diadakan, sesuai dengan mekanisme penyimpanan alat uji yang dibutuhkan oleh pihak pengguna

Desain Interaksi Manusia dan Komputer – Piranti Interaktif – Roni Andarsyah, ST 9 Jika user menggunakan program yang tepat, user akan dapat mengetikkan kalimat tersebut dengan

Sehingga kegiatan santri remaja yang tinggal di Pondok Pesantren sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian dan kecerdasan emosi, selain itu mereka juga lebih

Sama halnya dengan nilai drag pada variasi sebelumnya + Stern dan X-Stern, kurva untuk bentuk after body Y-Stern tersebut menunjukkan nilai drag yang cenderung sama, memiliki selisih

untuk mengatasi hambatan yang dilakukan oleh pihak Bank Syariah Mandiri Cabang Medan, antara lain, menerapkan prinsip kehati-hatian seperti melakukan BI Checking