• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN GEJALA INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WERDA RINDANG ASIH II BONGSARI SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN GEJALA INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WERDA RINDANG ASIH II BONGSARI SEMARANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Efektifitas Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan. . . (A. Resha. S)

1

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN GEJALA

INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WERDA RINDANG ASIH II BONGSARI

SEMARANG

Anaya Resha Supriyadi *), Asti Nuraeni **), Mamat Supriyono***) *) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

**) Dosen Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo Semarang ***) Staf Dinas Kesehatan Kota Semarang

ABSTRAK

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk melakukannya. Gejala insomnia mencakup kesulitan dalam memulai tidur, sering terbangun, terbangun pada dini hari, keluhan sakit kepala pada siang hari, dan badan terasa lemas. Prevalensi penderita insomnia pada lansia di Indonesia cukup tinggi. Terapi musik dapat mengurangi gangguan tidur, membuat rileks, dan mampu menghilangkan perasaan yang tidak menyenangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia pada lansia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasy Eksperiment dengan rancangan Pretest- Post Test Design. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh lansia di Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang yang mengalami gejala insomnia. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yang melibatkan 20 responden. Hasil uji perbedaan rerata gejala insomnia dengan uji Wilcoxon Signed Ranks Test diperoleh p value =0,000 yang berarti p value <0,05. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia pada lansia. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan sebagai saran untuk menurunkan gejala insomnia pada lansia. Kata kunci: gejala insomnia, lansia, terapi musik

ABSTRACT

Insomnia is the inability to sleep even though there is a desire to do so. Symptoms of insomnia include difficulty in initiating sleep, frequent waking, waking in the early morning, headaches during the day, and the body feels weak. Prevalence of insomnia in elderly patients in Indonesia is quite high. This study aims to determine the effectiveness of music therapy to decrease the symptoms of insomnia in the elderly. The population in this study is the entire elderly in Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang are experiencing symptoms of insomnia. This study uses quasy experiment with pretest-posttest design. The results showed the effect of music therapy to decrease the symptoms of insomnia in the elderly. The research of purposive sampling method with 20 respondents. The result of average differences symptom of insomnia with Wilcoxon Signed Ranks Test obtained p value 0.000 that meant p value < 0.05. The research result showed that there were effects of music therapy as one of alternative therapies for symptom of insomnia at elderly. The research result can be a solution as an alternative therapy for reducing symptom of insomnia.

(2)

4 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) PENDAHULUAN

Keperawatan komunitas adalah tindakan keperawatan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan populasi dengan mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan keperawatan dan masyarakat (ANA, 2004, dalam Efendi & Makhfudli, 2009, hlm.4). Keperawatan kesehatan komunitas merupakan suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian intergral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikut sertakan tim kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga dan masyarakat. (Ekasari, 2008, hlm.2)

Sasaran keperawatan komunitas terdiri dari individu, keluarga, dan kelompok baik yang sehat maupun yang sakit, khususnya mereka yang berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan dalam masyarakat. Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan terhadap timbulnya masalah termasuk posyandu, kelompok balita, ibu hamil, sekolah, panti asuhan dan panti werdha yang merupakan tempat tinggal para lansia yang sangat rentan akan masalah kesehatan (vulnerable group) (Efendi & Makhfudli, 2009, hlm. 8).

Masalah kesehatan pada lansia meliputi penurunan daya pikir, rasa serba ketakutan, kemunduran pola aktivitas, berkurangnya penglihatan dan pendengaran serta gangguan tidur terutama insomnia (Nugroho, 2008, hlm.25). Insomnia dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik (luar), misalnya lingkungan yang kurang tenang dan faktor intrinsik yang dibagi menjadi organik semisal nyeri, gatal- gatal, dan penyakit tertentu yang membuat gelisah dan prikogenik semisal depresi kecemasann dan iritabilitas (Bandiyah, 2009, hlm. 47).

National Sleep Foundation mengemukakan bahwa sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia (Mahardika, 2012, ¶4). Menteri Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat dalam penelitian Mahardika (2012) menyatakan bahwa di Indonesia setiap tahun sekitar 20% sampai 50%

orang dewasa melaporkan adanya gangguan pemenuhan tidur dan 17% mengalami gangguan pemenuhan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.

Peran perawat yang bisa dilakukan untuk merawat lansia dengan masalah gangguan tidur (insomnia) yaitu dengan pengobatan farmakologi dan pengobatan non farmakologi. Pengobatan farmakologi berupa pemberian obat- obatan sedangkan pengobatan non farmakologi dapat berupa terapi relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan baik untuk penurunan ketegangan, atau mencapai kondisi tenang. Ketika seseorang mengalami gangguan tidur maka ada ketegangan pada otak dan otot sehingga dengan mengaktifkan syaraf parasimpatis dengan teknik relaksasi maka secara otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang akan mudah untuk masuk ke kondisi tidur (Purwanto, 2010, ¶13). Terapi musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang berorganisasi terdiri atas melodi, ritme, harmoni, warna (timbre), bentuk, dan gaya. Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, musik dapat memulihkan, memelihara kesehatan fisik, mental, sosial dan spiritual dari setiap individu. Musik memiliki beberapa kelebihan seperti bersifat universal, nyaman, menyenangkan dan terstruktur. Bagian terpenting dari musik dalah irama (Setyoadi & Kushariyadi, 2011, hlm. 43).

Teknik relaksasi nafas dalam dipilih sebagai intervensi keperawatan mandiri untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi. Teknik relaksasi nafas dalam membutuhkan waktu penerapan yang tepat. Pasien akan merasa semakin cemas mendekati waktu operasi dan fase pre operasidari peran keperawatan akan berakhir ketika pasien dikirim ke ruang operasi.

Musik terbagi dalam dua irama, yaitu irama musik yang beraturan dan tidak beraturan. Irama yang beraturan dapat mempengaruhi keseimbangan psikofisik sebaliknya irama yang tidak beraturan dapat menganggu keseimbangan psikofisik (Zuchra dalam Mahardika 2012, ¶5). Contoh musik yang mempunyai irama yang beraturan yaitu musik keroncong, musik tradisional jawa (gendhing jawa), dan musik klasik.

(3)

Efektifitas Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan. . . (A. Resha. S)

3 Penelitian yang berkaitan dengan terapi musik

terhadap penurunan gejala insomnia yaitu penelitian Sutrisno (2007) dengan judul “Efektifitas Terapi Musik terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Penderita Insomnia pada Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang” menggunakan rancangan penelitian quasy experiment dengan one group pretest- posttest. Data dianalisis dengan uji korelasi spearman. Berdasarkan hasil dari penelitian, 74% responden mengalami peningkatan dalam kualitas tidurnya. Nilai signifikansi yang dihasilkan dari uji kolerasi spearman yang menunjukkan bahwa 0,001 < α/2 dengan (α) 0,01 atau signifikansi 99% sehingga hipotesis Ho ditolak dan H1 diterima menyatakan bahwa terdapat peningkatan kualitas tidur penderita insomnia di Panti Wredha Pucang gading Semarang setelah dilakukan terapi musik kesukaan.

Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang merupakan salah satu panti yang bergerak dibidang sosial khususnya perawatan lansia. Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang merawat 33 lansia dengan jumlah 14 lansia laki- laki dan 19 lansia perempuan. Hasil Studi Pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 Februari 2014 lansia yang mengalami gejala insomnia sebanyak 20 orang (60% dari jumlah lansia). Mereka menyebutkan sering terbangun di malam hari, susah memulai untuk tidur, dan merasakan sakit kepala pada siang hari. Lansia mengaku tidak diberikan intervensi apapun ketika mereka tidak dapat tidur.

Berdasarkan fenomena ini maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang efektifitas pemberian terapi musik terhadap penurunan gangguan tidur pada lansia di Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasi Eksperimen, dengan rancangan pretest-posttest design. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 responden. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pretest-posttest. Adapun pada responden dilakukan pretest sebelum tidur, kemudian dilakukan intervensi selama 30 menit berupa terapi musik, selanjutnya pada pagi harinya di lakukan posttest. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

Penelitian ini dilakukan di Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang, pengambilan data dilakukan pada tanggal 21 April - 27 April 2014. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur lembar observasi pengukuran skala gangguan tidur. Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi (presentase) yaitu data usia, jenis kelamin, lansia yang mengalami gangguan tidur dan tidak mengalami gangguan tidur. Data yang berjenis numerik dilakukan analisis dengan pemusatan data (mean) dan nilai penyebaran data (standar deviasi) yaitu skala kecemasan. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Wilcoxon Signed Ranks. Data tidak berdistribusi normal, yang sebelumnya dilakukan dengan menggunakan uji normalitas data yaitu Shapiro-Wilk dengan syarat sampel ≤ 50 responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Usia

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Lansia di Panti Werda Rindang Asih II

Bongsari Semarang bulan April 2014

(n=20)

Usia Frekuensi Presentase

60- 70 thn 4 20.0

>70 thn 16 80.0

Total 20 100

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa terdapat lansia berusia 60-70 tahun sebanyak 4 orang (20%) dan berusia >70 tahun sebanyak 16 orang (80%). Usia atau umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan seseorang dari mulai lahir sampai mati. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat menggambarkan kematangan seseorang baik fisik, psikis, maupun sosial sehingga membantu seseorang untuk mampu lebih baik dalam membentuk perilaku (Budiono, 2000, ¶1).

2. Jenis kelamin

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Lansia di Panti Werda Rindang

(4)

4 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) bulan April 2014 (n=20) Jenis Kelamin Frekuensi Presentase Laki-laki 8 40.0 Perempuan 12 60.0 Total 20 100.0

Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil bahwa sebagian besar jenis kelamin yang menjadi responden penelitian adalah perempuan sebanyak 12 orang (60%) dan laki- laki 8 orang (40%). Gejala insomnia banyak terjadi pada perempuan daripada laki- laki. Resiko terjadinya insomnia pada perempuan 2- 5 kali lebih besar dibanding laki- laki. Penyebab pasti kondisi tersebut belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan tingkat stress tinggi yang terjadi pada perempuan (Lumbantobing, 2004, hlm. 22).

3. Lansia Yang Mengalami Gejala Insomnia di Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Yang Mengalami Gejala Insomnia di Panti WerdaRindang Asih II Bongsari Semarang

bulan April 2014 (n=33)

Responden Frekuensi Presentase Gejala Insomnia 20 60.61 Tidak Gejala Insomnia 13 39.39 Total 33 100.00

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa lansia yang mengalami gejala insomnia sebanyak 20 orang (60.61%) dan lansia yang mengalami gejala insomnia sebanyak 13 orang (39.39%).terdapat lansia berusia 60-70 tahun sebanyak 4 orang (20%) dan berusia >70 tahun sebanyak 16 orang (80%).

Gejala insomnia

menurut Naylor dan Aldirch (1994, dalam

Perry & Potter, hlm. 1480) menyebutkan

bahwa biasanya muncul dalam bentuk

kesulitan tidur, sering terbangun atau

terbangun lebih awal. Perubahan normal

terjadi secara bertahap sehingga masih

menyisahkan waktu untuk beradaptasi.

Gejala

insomnia yang terjadi dapat mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga masalah, yaitu insomnia, gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur atau ketika terjaga pada malam hari, serta rasa ngantuk yang berlebih pada siang hari.

4. Gambaran Gejala Insomnia Sebelum Diberikan Terapi Musik

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Insomnia Sebelum Diberikan Terapi Musik di Panti Werda Rindang Asih II Bongsari

Semarang bulan April 2014 (n=20) Gejala Insomnia Frekuensi Presentase Berat 20 100.0 Sedang 0 0 Ringan 0 0 Total 20 100.0

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan terapi musik, semua lansia sebanyak 20 orang (100%) mengalami gejala insomnia berat. Insomnia adalah gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari tidur, atau singkat atau tidur nonrestoratif. Dapat dibedakan menjadi tiga gejala, yaitu gejala berat, sedang, dan ringan. (Potter & Perry, 2005, hlm. 1481). Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu lingkungan yang kurang tenang, penyakit tertentu yang membuat gelisah, dan depresi atau kecemasan (Nugroho, 200, hlm. 41).

5. Gambaran Gejala Insomnia Sesudah Diberikan Terapi Musik

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Insomnia Sesudah Diberikan Terapi Musik di Panti Werda Rindang Asih II Bongsari

Semarang bulan April 2014

(5)

Efektifitas Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan. . . (A. Resha. S)

9 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa

sesudah diberikan terapi musik, sebanyak 8 orang (20%) mengalami gejala insomnia sedang dan 12 orang (60%) mengalami gejala insomnia ringan. Lansia yang mengalami gejala insomnia mengatakan bahwa mereka merasa kurang tenang, gelisah, sering terbangun, mimpi buruk, dan lemas tubuh di siang hari ketika tidak bisa tidur di malam harinya. Pemberian terapi musik pada lansia dapat membuat rileks pikiran dan memberikan pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi sehingga dapat membantu proses turunnya gejala insomnia pada lansia.

6. Uji Normalitas Data Tabel 6

Uji Normalitas Data Responden Dengan Skor Gejala Insomnia Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Di Panti Werda

Rindang Asih II Bongsari Semarang bulan April 2014 (n=20) Skor Gejala Insomnia Shapiro- wilk Frekuensi p.value Skor Gejala Insomnia Sebelum Terapi Musik 20 .0001 Skor Gejala Insomnia Sesudah Terapi Musik 20 .012

Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk didapatkan data variabel skor gejala insomnia sebelum terapi musik nilai standar uji normalitas sebesar 0,0001 (p <0,05) dan skor gejala insomnia sesudah terapi musik nilai standar uji normalitas sebesar 0,012 (p <0,05), maka dapat disimpulkan data pada penlitian ini berdistribusi tidak normal, sehingga untuk uji

analisis data dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank Test.

7. Hasil Analisa Data Tabel 7

Hasil Analisa Data Responden Dengan Menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank Test

Di Panti WerdaRindang Asih II Bongsari Semarang bulan April 2014

(n=20)

Kategori Terapi Musik Uji Wilcoxon Signed Rank Sebelum Terapi Musik Sesudah Terapi Musik (n) (%) (n) (%) Berat 20 100 0 0 .000 1 Sedang 0 0 8 40 Ringan 0 0 12 60 Jumlah 20 100 20 100 Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test diatas efektifitas terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia pada lansia menunjukkan hasil nilai p= 0.0001 (<0.05), maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, artinya ada keefektifan pemberian terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia pada lansia.

SIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang usia lansia yang mengalami gejala insomnia berumur lebih dari 70 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

2. Rata- rata skor gejala insomnia sebelum diberikan terapi musik sebesar 6.75 dan sesudah diberikan terapi musik turun menjadi 2.30. Maka terjadi penurunan skor gejala insomnia setelah dilakukan terapi musik sebesar 4.45.

3. Hasil penelitian yang telah di uji dengan Uji Wilcoxon membuktikan bahwa ada efektifitas antara pemberian terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia pada lansia. Terapi musik dapat mengurangi gangguan tidur, membuat rileks, dan mampu menghilangkan perasaan yang tidak Gejala Insomnia Frekuensi Presentase Berat 0 0 Sedang 8 40.0 Ringan 12 60.0 Total 20 100.0

(6)

8 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) menyenangkan. Penurunan tersebut dapat

terjadi dengan pemberian terapi musik selama 30 menit setiap hari sebelum tidur dengan kondisi relax dan pendampingan SARAN

1. Bagi Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang

Panti Werda Rindang Asih II Bongsari Semarang dapat menggunakan hasil penelitian efektifitas pemberian terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia sebagai salah satu alternatif dalam menurunkan gejala insomnia pada lansia dengan memberikan pelatihan kepada perawat tentang pemberian terapi musik kepada lansia selama 30 menit setiap hari sebelum tidur dengan kondisi relax yang mengalami gejala insomnia.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian efektifitas pemberian terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia dapat dijadikan proses pembelajaran bahwa salah satu intervensi mandiri perawat dalam menurunkan gejala insomnia pada lansia dengan terapi non-farmakologi yaitu dengan pemberian terapi musik selama 30 menit setiap hari sebelum tidur dengan kondisi relax.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian efektifitas pemberian terapi musik terhadap penurunan gejala insomnia dapat digunakan sebagai dasar penelitian lain dalam mengembangkan ilmu

(7)

Efektifitas Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan. . . (A. Resha. S)

9 DAFTAR PUSTAKA

Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Noorkasiani & S. Tamher. 2009. Kesehatan

Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Sutrisno (2007). Efektifitas Terapi Musik terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Penderita Insomnia pada Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/16397/8/HAL

AMAN_DEPAN.pdf Diakses tanggal

18 Desember 2013\

Djohan. 2006. Terapi Musik, Teori, dan Aplikasi. Yogjakarta: Galangpress Ekasari, M.F. et al. 2008. Keperawatan

Komunitas upaya memandirikan masyarakat untuk hidup siap. Jakarta : Trans Info Media

Fina Juli. 2012. Perbedaan Tingkat Insomnia pada Lansia Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Musik Keroncong di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tulungagung. http://www.google.co.id/search?q=Fin a+Yuli+%282012.+Perbedaan+Tingka t+Insomnia+pada+Lansia+Sebelum+d an+Sesudah+Pemberian+Terapi+Musi k+Keroncong+di+Pelayanan+Sosial+L anjut+Usia+Tulungagung&hl=id&gbv =2&oq=Fina+Yuli+%282012.+Perbed aan+Tingkat+Insomnia+pada+Lansia+ Sebelum+dan+Sesudah+Pemberian+T erapi+Musik+Keroncong+di+Pelayana n+Sosial+Lanjut+Usia+Tulungagung& gs_l=heirloom-serp.3...51080.54768.0.54942.1.1.0.0.0 .0.0.0..0.0....0...1ac.1.34.heirloom-serp..1.0.0.Z9o_9Boci10 diakses tanggal 18 Desember 2013

Mahardika. 2010. Hubungan Keteraturan Mengikuti Senam Lansia dan Kebutuhan Tidur Lansia di UPT PSLU Pasuruan di Babat Lamongan. http://www.google.co.id/search?q=Pen elitian+Jefrry+Mahardika&hl=id&gbv =2&oq=Penelitian+Jefrry+Mahardika &gs_l=heirloom-serp.3...138907.146108.0.146308.310. 10.0.2.437.3657.0j4j3j4j2.13.0....0...1a c.1.34.heirloomserp..30.1.143.KfbWE g diakses tanggal 18 Desember 2013

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi yang dilakukan selain ditujukan kepada siswa juga ditujukan kepada mahasiswa karena mahasiswa yang sedang melaksanakan praktek mengajar juga dalam

Simpulan dari penelitian ini adalah hasil pengembangan adalah produk berupa perangkat pembelajaran matematika materi vektor SMK Teknokestan dengan pendekatan

ataupun individu-individu yang berasal dari luar kampus lalu menetap ataupun mengetem di lingkungan kampus dan dianggap “mengambil” muatan ojek-ojek yang berada di

Sesuai dengan pendapat Hartley dkk dalam Mulyani (2016:27-28) menyebutkan salah satu fungsi bermain yaitu untuk menirukan sesuatu yang dilakukan orang dewasa, dalam hal

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, PT.. Pengertian tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh KUHP. 6) Istilah tindak pidana sebagai terjamahan

Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan Berat Badan sebelum dan setelah zumba selama 4 minggu dibuktikan dengan (p&lt;0,05) pada responden yang

Gambar 1. Lokasi kajian Kawasan Kesawan Medan.. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 047 Beberapa fragmen pemanfaatan ruang di sekitar kawasan Kesawan yang memerlukan olahan

episiotomy saat bokong membuka vulva dan perineum sudah tipis. 21) Melahirkan bayi dengan cara Bracht : Pada waktu bokong mulai membuka. vulva (crowning) segera