VIII. 1
Bab VIII
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM
PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
DIKABUPATEN/KOTA
RPIJM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Salah satu acuan yang digunakan dalam Aspek Lingkungan Kabupaten Lampung Utara adalah dengan mengacu pada Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten Lampung Utara pada saat penyusunan RTRW Kabupaten Lampung Utara.
8.1 Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup :
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
VIII. 2
2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu
penerapan prinsip-prinsip pembangunan kualitas lingkungan secara berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 :
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah
perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan ; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis :
“Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLS digunakan
untuk menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan : “Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun
dokumen Amdal, UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional .
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan menganai KLHS.
VIII. 3
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi .
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan menganai amal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. f. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
VIII. 4
Keberlanjutan (sustainability), konsep keberlanjutan yang digunakan disini berasosiasi dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang diperkenalkan oleh World Commission on Environment and Development sebagaimana tertuang dalam laporan Brundtland: “pembangunan yang mampu memenuhi
kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka”. Wikipedia mendefinisikan
keberlanjutan sebagai karakteristik suatu proses atau kondisi tertentu yang dapat terus bertahan untuk jangka waktu yang tak terbatas. Sementara Partidario (2007) mendefinisikan keberlanjutan sebagai suatu proses atau kondisi tertentu yang dicapai sebagai hasil pembangunan berkelanjutan yang berlangsung dalam jangka panjang waktu yang panjang.
Strategis, merupakan konsepsi yang lahir dari ilmu kemiliteran dan umumnya merujuk pada kajian atau perencanaan sarana atau alat-alat untuk pencapaian tujuan suatu kebijakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1995), mendefinisikan strategi sebagai ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu di perang dan damai; atau sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Oxford Dictionary (2005) mendefinisikan strategis sebagai suatu tindakan yang ditempuh dalam tahap perencanaan dengan maksud agar tujuan atau manfaat tertentu dapat dicapai (Oxford Dictionary 2005).
Dapat disimpulkan “strategis” mengandung arti perbuatan atau aktivitas yang
VIII. 5
Bila pertimbangan lingkungan hidup dimaksud dikaji di tahap proyek, sebagaimana dikenal sebagai AMDAL, maka kajian tersebut tidak tergolong sebagai yang bersifat strategik.
Sejalan dengan pengertian tersebut, pendekatan strategis dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) dengan demikian bukanlah untuk mencari tahu apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang akan ditempuh sedemikian rupa sehingga terbangun atau terbentuk route untuk menuju masa depan yang diinginkan (Partidário 2007).
Kebijakan, Rencana dan Program (KRP), walau atribut yang membedakan ketiga istilah seringkali tidak jelas, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut (UNEP 2002: 499; Partidário 2004):
Kebijakan (Policy): arah yang hendak ditempuh (road-map) berdasarkan
tujuan yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk mengimplementasikan tujuan.
Rencana (Plan): desain, prioritas, opsi, sarana dan langkah-langkah yang
akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.
Program (Programme): serangkaian komitmen, pengorganisasian
aktivitas atau sarana yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.
A. Pemahaman Terhadap KLHS
VIII. 6
KLHS pun merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. (UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Makna strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akandiraih. Dalam konteks KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunanberkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan, rencana dan/atau program sejak dini.
Pendekatan strategis dalam kebijakan, rencana dan/atau program bukanlah sekedar untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan juga untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang diperlukan sehingga menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.
Tujuan utama KLHS adalah untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. Selama ini, prosespembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain AMDAL, dipandang belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau program.
VIII. 7
program yang dirumuskan telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS, diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program.
KLHS dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. Terpadu;
Memastikan bahwa kajian dampak lingkungan tepat untuk semua tahap
keputusan strategik dan relevan untuk tercapainya pembangunan keberlanjutan.
Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sosial dan ekonomi.
Terkait secara hirarkis dengan kebijakan di sektor tertentu dan antar
wilayah, dan bilamana perlu, dengan proyek turunannya yang wajib AMDAL.
b. Berkelanjutan;
Memfasilitasi identifikasi alternatif atau opsi-opsi pembangunan termasuk
alternatif proposal yang lebih menjamin pencapaian keberlanjutan. c. Fokus;
Menyediakan informasi yang tepat-guna, cukup, dan dapat
dipertanggungjawabkan untuk perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan.
Konsentrasi pada isu-isu penting dan mendasar pembangunan
berkelanjutan.
Sesuai dengan karakteristik proses pengambilan keputusan. Efektif biaya dan waktu.
d. Transparan;
VIII. 8
e. Akuntabel;
Jelasnya tanggung jawab instansi yang berkepentingan dalam pengambilan
keputusan yang bersifat strategik.
Dilakukan secara profesional, tegas, adil, tidak berpihak, danseimbang. Proses dapat diawasi dan diverifikasi oleh pihak independen.
Proses pengambilan keputusan terdokumentasi dan dapat dibenarkan.
f. Partisipatif;
Para pihak yang berkepentingan, masyarakat yang terkena dampak, dan
instansi pemerintah dilibatkan dan diinformasikan secara memadai di sepanjang proses pengambilan keputusan.
Masukan dan pertimbangan yang diberikan dalam pengambilan keputusan
terdokumentasi secara eksplisit. g. Interaktif.
Siklus proses bersifat dinamis dan terus memperbaiki hasil.
Memastikan ketersediaan hasil kajian pada kondisi sedini apapun untuk
mempengaruhi proses perencanaan selanjutnya.
Memastikan ketersediaan informasi aktual yang memadai untuk memberi
basis proses pengambilan keputusan selanjutnya.
Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan KLHS terhadap rancangan atau dokumen KRP yang:
1. Menimbulkan konsekuensi adanya rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen analisismengenai dampak lingkungan; dan/atau
2. Berpotensi :
a. Meningkatkan risiko perubahan iklim;
b. Meningkatkan kerusakan, kemerosotan, atau kepunahan keanekaragaman hayati;
VIII. 9
d. Menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis;
e. Mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis;
f. Meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan (livelihood sustainability) sekelompok masyarakat; dan/atau g. Meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.
B. Kerangka Kerja KLHS
VIII. 10
Gambar 8.1 Kerangka Kerja KLHS
Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap sebuah konsep/muatan rencana tata ruang. Langkah ini diperlukan atas alasan-alasan: a) memfokuskan telaah pada KRP yang memiliki nilai strategik, b) memfokuskan telaah pada KRP yang diindikasikan akan memberikan konsekuensi penting pada kondisi lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum metodologi pendekatan yang akan digunakan. Karena penyusunan RTRW wajib dilakukan maka tahap penapisan tidak diperlukan.
1. Pelingkupan
VIII. 11
adanya pelingkupan ini, pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan dimaksud.
2. Telaah dan Analisis Teknis
Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dij aring. Jenis-jenis kerangka telaah yang lazim dibutuhkan, antara lain:
a. Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan,
b. Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi ekosistem. c. Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim dan bencana lingkungan.
d. Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
3. Pengembangan Alternatif
Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi pokok/dasar RTRW (misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b) program atau kegiatan penerapan muatan RTRW (misalnya: pilihan intensitas pemanfaatan ruang), dan/atau c) kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya: penerapan kode bangunan yang hemat energi).
4. Pengambilan Keputusan
VIII. 12
[internal dan eksternal] appraisal, benefit-cost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai opini untuk menentukan prioritas, dll.
5. Pemantauan dan Tindak Lanjut
Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung dengan efektivitas RTRW bagi wilayah rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan pemantauan efektivitas RTRW.
6. Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat
Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi tergantung pada aras (level of detail) RTRW, peraturan perundangan yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional atau provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif. Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat.
Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.
7. Internalisasi KLHS dalam Proses Penyusunan RTRW
VIII. 13
sangat ditentukan oleh kekhususan proses pengambilan keputusan yang sedang terjadi pada masing-masing RTRW.
Dalam kasus dimana proses perencanaan RTRW belum terbentuk atau dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari langkah-langkah pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi dimana KLHS hadir sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara kedua hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa komponen kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada tahap yang lain. Dapat pula terjadi situasi dimana tidak semua komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan tertentu tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu sendiri.
Gambar 8.2
VIII. 14
Kerangka kerja diatas bisa dilakukan paralel atau semi terintegrasi terhadap proses revisi RTRW, misalnya dengan melakukan langkah-langkah (1) dan (2) pada tahap persiapan revisi RTRW, langkah (3) dan (4) pada tahap pengumpulan data dan analisis RTRW, dan langkah (5) dan (6) pada proses konsepsi muatan RTRW hasil revisi. Namun bisa pula dilakukan proses KLHS terpisah saat draft dokumen hasil revisi RTRW sudah siap untuk ditelaah.
Gambar 8.3
Kerangka Kerja untuk Penyusunan RTRW baru
(mengadopsi pendekatan Integrated Assesment/SustainabilityAppraisal)
Kerangka kerja diatas dilakukan terintegrasi dengan proses penyusunan RTRW. Sebagai contoh, langkah (1) dilakukan pada tahap persiapan, langkah (2) dan (3) dilakukan selama proses analisis dan penyusunan konsep RTRW, dan langkah (4) masuk pada penjabaran program dan kegiatan dalam RTRW.
C. Metode Pendekatan dan Analisis
VIII. 15
metode tertentu untuk KLHS di Indonesia. Penyelenggara KLHS dapat memilih pendekatan dan metode yang sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi sepanjang tujuan, prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam KLHS terpenuhi.
Berdasarkan pengalaman penggunaan terbaik (best practice) yang tersedia hingga saat ini, dikenal beberapa bentuk pendekatan KLHS sebagai berikut :
a. KLHS dengan kerangka dasar analisis mengenai dampak lingkungan hidup; yaitu model pendekatan yang mengikuti langkah-langkah prosedur bekerja AMDAL dan menekankan kajiannya pada efek dan dampak yang ditimbulkan KRP terhadap lingkungan hidup. Pendekatan seperti ini diantaranya dikembangkan oleh United Nations Economic Comissions for Europe (UNECE) pada Tahun 2003 dan saat ini diadopsi oleh sebagian negara di dunia.
b. KLHS sebagai kajian penilaian keberlanjutan lingkungan hidup (environmental appraisal); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai alat uji kebijakan untuk menjamin keberlangsungan lingkungan hidup. Pendekatan yang menempatkan KLHS secara khusus berpijak pada sudut pandang lingkungan hidup ini antara lain dikembangkan oleh Canadian Environmental Assessment Agency (CEAA) pada tahun 2004.
c. KLHS sebagai kajian terpadu/penilaian keberlanjutan (integrated assessment/sustainability appraisal); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai bagian dari uji kebijakan untuk menjamin keberlanjutan secara holistik. Berbeda dengan butir b, pendekatan ini menempatkan sudut pandang keterpaduan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Pola seperti ini banyak diadopsi Negara-negara di Eropa setelah dikembangkan sebagai protokol oleh European Commission pada tahun 2005.
VIII. 16
berkembang yang masih memiliki kesulitan mengintegrasikan aspek lingkungan hidup secara konkrit dalam perencanaan pembangunannya.
Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat diterapkan dalam bentuk kombinasi, sesuai dengan : hirarki dan jenis RTRW yang akan dihasilkan/ditelaah, lingkup isu mengenai sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang menjadi fokus, konteks kerangka hukum RTRW yang dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdaya manusia aparatur pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS, serta tingkat kemauan politis atas manfaat KLHS terhadap RTRW.
Tabel 8.1.
Contoh Pengaruh KLHS dalam RTRW
Tipe RTRW Pengaruh
KLHS
Tujuan KLHS dalam Penataan Ruang
RTRW berskala luas, memuat kebijakan dasar dan norma acuan bagi daerah (mis: RTRW Nasional atau Pulau)
Instrumental
Mengidentifikasi pengaruh atau konsekuensi dari Rencana Tata Ruang Wilayah terhadap
lingkungan hidup sebagai upaya untuk mendukung proses
pengambilan keputusan
VIII. 17
Tipe RTRW Pengaruh
KLHS
Tujuan KLHS dalam Penataan Ruang
RTRW yang memuat substansi khusus wilayah tertentu, harus memadukan kepentingan antar wilayah dan stakeholder,
termasuk masyarakat (mis: RTRW Propinsi atau Kawasan tertentu setingkat Nasional atau Propinsi)
Transformatif
Memperbaiki mutu dan proses formulasi substansi RTRW
Memfasilitasi proses pengambilan keputusan dalam proses
perencanaan agar dapat menyeimbangkan tujuan
lingkungan hidup, dengan tujuan sosial dan ekonomi
RTRW dengan cakupan luas terkecil, berisi arahan
operasional/programatik, sangat diwarnai kekhasan situasi lokal dan aspirasi masyarakat setempat
(mis: RTRW Kabupaten/Kota, Kawasan tertentu atau Rencana Detil Tata Ruang)
Substantif
Meminimalisasi potensi dampak penting negatif yang akan timbul sebagai akibat dari usulan substansi RTRW (tingkat Memelihara potensi sumberdaya Sumber : Sadler (2005: 20) dengan modifikasi
Berdasarkan kompleksitasnya, KLHS dapat dilakukan dalam beragam kedalaman analisis dan penyajian. Umumnya, bentuk-bentuk yang dapat dilakukan adalah KLHS telaah cepat dan KLHS telaah rinci dengan rentang perbedaan cukup besar, sejalan dengan beragamnya situasi yang harus mempertimbangkan berbagai kepentingan dan bentuk kesepakatan yang dicapai antar pihak yang berkepentingan.
Telaah cepat adalah bentuk sederhana KLHS yang umumnya berbentuk
VIII. 18
Pendekatan telaah antara lain berbentuk penggunaan daftar pertanyaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan disepakati oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau sistem pengujian dan penilaian cepat lainnya yang dikenal.
Telaah rinci adalah bentuk KLHS yang melalui proses pengumpulan data
dasar, analisis yang lebih komprehensif, formulasi alternatif perbaikan KRP, penulisan dokumen, proses konsultasi yang memadai, dan terbuka terhadap masukan dari berbagai institusi dan masyarakat.
Telaah rinci memiliki rentang kedalaman yang didasarkan atas perbedaan ketersediaan data, jenis isu pokok, kerincian analisis dan kajian, pertimbangan atas dampak keseluruhan dan kumulatif dari KRP, serta intensitas dan kualitas konsultasi antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan dikaji. Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel 2 memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi pemilihan metode.
Tabel 8.2
Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya
Pilihan Metode
Deskripsi Umum Pertimbangan Catatan
Metode
Keterbatasan waktu dan
sumberdaya.
Tidak tersedia data yang
VIII. 19
Pilihan Metode
Deskripsi Umum Pertimbangan Catatan
cukup.
Kebijakan, rencana
dan/atau program memerlukan masukan segera.
Tersedia data dan informasi
yang cukup. kompleks dan cukup waktu untuk menyusunnya. Tersedia data dan sumber
daya yang melimpah. Tersedia ahli yang dapat
mengerjakan.
Sumber : Draft Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis,
Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup
Catatan:
1. Dalam prakteknya, metoda semi detil dan detil tidak selalu dapat dibedakan secara tajam. Dengan demikian, tidak perlu diperdebatkan atau dipermasalahkan perbedaan antara kedua metode tersebut.
VIII. 20
3. Selain metode analisis teknis di atas, dalam proses pertimbangan pilihan diperlukan pendekatan lain dalam proses pelaksanaan KLHS, seperti pendekatan focus group discussion (FGD), forum workshop dsb.
Berdasarkan keterbatasan waktu dan kebutuhannya, maka dalam penyusunan KLHS RTRW Kabupaten Lampung Utara dilakukan dengan pendekatan Metode Cepat(Quick Appraisal), dimana metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi.
Metode ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan
2. Subtansi RTRW
3. Pengaruh pengaruh antara suatu komponen kebijakan, rencana dan/atau program dengan potensi dampak dan/atau risiko lingkungan hidup
4. Alternatif mitigasi sebagai upaya pengendalian dan pencegahan terjadinya dampak dari proses pembangunan yang tidak diinginkan.
5. Rekomendasi, merupakan usulan perbaikan muatan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan hasi perumusan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program.
VIII. 21
Kajian Lingkungan Hidup Strategis RTRW Kabupaten Lampung Utara Dengan Metode Pendekatan Quick appraisal
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW
Pengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 22
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
1. Berkurangnya kawasan hutan
lindung yang ada di Kabupaten
Lampung Utara yaitu Reg. 24
Bukit Punggur dan Reg. 34
Tangkit Tebak seluas 29.500
Ha dan Reg 46. Hutan
Produksi Way Hanakau,
dimana menurut data terakhir
(SLHD Kab. Lampung Utara)
Tahun 2009 kerusakan
tersebut terjadi akibat
perambahan hutan yang
mencapai 14,23 Ha, baik yang
disebabkan oleh penebangan
hutan secara illegal maupun
pembangunan kegiatan
budidaya (permukiman,
perkebunan) di dalam kawasan
hutan lindung dan atau hutan
lindung menimbulkan
keanekaragaman
kekayaan hayati,
genetis, dan geografis
tidak berfungsi.
Pengendalian terhadap kegiatan
perambahan hutan:
(1) Dalam jangka pendek adalah
penegakan hukum, salah stunya
dengan inventarisasi jumlah
perambah, luas dan lokasi
perambahan yang kemudian
dilakukan kebijakan-kebijakan serta
aturan pelarangan bagi perambahan
hutan. Hal ini sangat penting untuk
mencegah praktek-praktek
perambahan hutan yang semakin
luas.
(2) Pembagian blok hutan lindung yang
dibagi menjadi blok perlindungan dan
blok pemanfaatan.
(3) Upaya penanaman kembali
(reboisasi) hutan yang telah rusak
dan rehabilitasi tanaman yang sudah
terdegradasi.
(4) Dibentuknya institusi pengelola hutan
RTRW Kabupaten Lampung
Utara harus memasukkan
alternatif mitigasi terkait
pemantauan kawasan hutan
secara ketat dan aturan
pengendalian kegiatan
budidaya yang merusak dan
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 23
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
terganggunya suplly
air bagi masyarakat.
di tingkat tapak dalam bentuk
unit-unit pengelolaan hutan (KPH) pada
sebagian besar kawasan hutan
produksi dan hutan lindung, dengan
sistem operasional yang ketat.
(5) Pemungutan hasil hutan bukan kayu
pada hutan lindung ilakukan dengan
ketentuan: hasil hutan bukan kayu
yang dipungut harus sudah tersedia
secara alami; tidak merusak
lingkungan; dan tidak mengurangi,
mengubah, atau menghilangkan
fungsi utamanya.
(6) Pemungutan hasil hutan bukan kayu
pada hutan lindung hanya boleh
dilakukan oleh masyarakat di sekitar
hutan.
Pada hutan lindung, dilarang memungut hasil hutan bukan kayu
yang banyaknya melebihi
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 24
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
dan dilarang emungut beberapa
jenis hasil hutan yang dilindungi
oleh undang-undang.
Pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan
produksi diberikan untuk
memenuhi kebutuhan
pembangunan fasilitas umum
kelompok masyarakat setempat,
dengan ketentuan paling banyak
50 (lima puluh) meter kubik dan
tidak untuk diperdagangkan dan
juga diberikan untuk memenuhi
kebutuhan individu, dengan
ketentuan paling banyak 20 (dua
puluh) meter kubik untuk setiap
kepala keluarga dan tidak untuk
diperdagangkan.
(7) Pembinaan dan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai sebab akibat
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 25
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
Pengendalian terhadap perkembangan
permukiman dan perkebunan di kawasan
hutan :
(1) Penegasan Batas Kawasan Hutan.
(2) Ketentuan terhadap kegiatan
pengelolaan hutan.
(3) Kebijakan terhadap
(4) Relokasi kawasan permukiman yang
berada di dalam kawasan hutan
karena dapat mengganggu fungsi
lindung.
(5) Menghilangkan enclave dalam
rangka memudahkan pengelolaan
kawasan hutan
(6) Pengelolaan kegiatan budidaya
dilakukan dengan tetap memelihara
fungsi lindung kawasan yang
bersangkutan.
(8) Agroforestri adalah salah satu sistem
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 26
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
dapat ditawarkan untuk mengatasi
masalah yang timbul akibat adanya
alih fungsi lahan tersebut dan
sekaligus untuk mengatasi masalah
ketersediaan pangan.
(9) Pembinaan dan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai pentingnya
keberadaan hutan lindung bagi
ekosistem dan keberlangsungan
makhluk hidup.
(10) Pemberdayaan masyarakat setempat
melalui hutan kemasyarakatan
dilakukan melalui pemberian izin
usaha pemanfaatan hutan
kemasyarakatan.
Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan yang berada pada
hutan lindung, meliputi kegiatan
pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan,
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 27
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
kayu.
Pada hutan produksi, meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan,
pemanfaatan hasil hutan kayu
dan bukan kayu, pemungutan
hasil hutan kayu dan bukan kayu.
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 28
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
ada di Kabupaten Lampung Utara sudah sangat mengkhawatirkan terutama sungai yang ada di kawasan perkotaan seperti sungai Way Umban dan Way Sesah. Penurunan kualitas sungai ini terlihat dari segi warna hitam terutama pada musim kemarau, kedua sungai ini oleh masyarakat dijadikan sebagai pembuangan sampah dan air limbah rumah tangga khususnya masyarakat yang ada di pinggiran/bantaran
sungai. (SLHD sekitar aliran sungai, kemungkinan akibat yang mengalami erosi di bagian hulu DAS
DAS dalam pengaturan sistem kota-kota dan memperhatikan tata air secara berkelanjutan dalam rencana pengembangan/ pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan pembangunan dan
pengembangan kegiatan budidaya yang beresiko merusak fungsi sungai dengan penegasan batas sempadan.
(3) Pengendalian pencemaran air dengan
pencegahan dan pemulihan kualitas air untuk menjamin dengan baku mutu air.
(4) Penerbitan peraturan sekaligus
sosialisasi peraturan yang digunakan
sebagai landasan hukum bagi
pengelola badan air maupun
penghasil limbah dalam
mengendalikan dan mengelola
limbah.
(5) Penyediaan /pengadaan sarana dan
prasarana npengananan limbah serta monitoring dan evaluasi.
(6) Perlindungan sempadan sungai
dilakukan melaluipembatasan
pemanfaatan sempadan sungai.
(7) Perlindungan aliran pemeliharaan
sungai dilakukandengan
mengendalikan ketersediaan debit
Utara dapat
mempertimbangkan perwilayahan DAS dalam pengaturan sistem kota-kota dan dalam pengembangan/
pemanfaatan ruangnya memperhatikan tata air secara berkelanjutan.
Pengembangan kawasan budidaya diarahkan pada lokasi-lokasi yang tidak mengganggu fungsi penyangga.
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 29
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
kemarau.
Beresiko terhadap terganggunya
kesehatan dan keselamatan
masyarakat dan kerusakan lingkungan, karena kualitas air yang tercemar menjadi media penyalur dan penyebar penyakit.
andalan 95%(sembilan puluh lima persen). Dalam hal debit andalan 95% (sembilan puluh limapersen) tidak tercapai, pengelola sumber
daya air harusmengendalikan
pemakaian air di hulu.
(8) Pencegahan pencemaran air sungai
dilakukan dengan :
Penetapan daya tampung beban
pencemaran;
Identifikasi dan inventarisasi
sumber air limbah yang masuk ke sungai;
Penetapan persyaratan dan tata
cara pembuangan air limbah;
Pelarangan pembuangan sampah
ke sungai;
Pemantauan kualitas air pada
sungai; dan
Pengawasan air limbah yang
masuk ke sungai
(9) Pembinaan dan pengawasan yang
ketat terhadap kegiatan atau usaha yang menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi sungai.
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 30
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
LSM, lembaga lain dan masyarakat.
3. Adanya bendungan besar dan kecil yang jumlahnya mencapai 51 bendung dan 36 embung. Luas permukaan terbesar adalah Way Rarem ± 22.000 Ha dengan fungsi bendungan untuk mengairi sawah di dua Kabupaten yaitu Lampung Utara dan Tulang Bawang juga. Selain itu dimanfaatkan juga untuk bidang perikanan, pengendali banjir dan kepariwisataan. (SLHD KabupatenLampung fungsi bendungan dan kualitas air yang ada akibat kegiatan budidaya (pariwisata, perikanan) yang tidak memperhatikan Terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian oleh petani penggarap (pesanggem) dan pembukaan lahan oleh pengelolaa untuk berbagai fasilitas pendukung kegiatan
(1) Perlindungan sekitar
bendungan/waduk untuk kegiatan
yang menyebabkan alih fungsi
lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air.
(2) Waduk/bendungan, selain untuk
irigasi, pengendali air, perikanan, sumber energi listrik juga untuk pariwisata. Untuk itu diperlukan pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di atasnya.
(3) Waduk/bendungan yang digunakan
untuk kepentingan pariwisata
diijinkan membangun selama tidak mengurangi kualitas tata air yang ada.
(4) Pengembangan tanaman perdu,
tanaman erosi terhadap air.
(5) Membatasi dan tidak boleh
menggunakan lahan secara langsung
untuk bangunan yang tidak
berhubungan dengan pelestarian
waduk/bendungan.
(6) Pembatasan kegiatan dengan adanya
Garis sempadan ditentukan
mengelilingi waduk paling sedikit berjarak kelestarian lingkungan dan
fungsi utama
bendungan/waduk.
Wisata yang dikembangkan di haruslah wisata yang dapat mendukung fungsi utama waduk sebagai penyedia air irigasi dan mendukung konservasi tanah dan Ekowisata (ecotourism) merupakan jenis wisata yang mendukung upaya konservasi.
Ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 31
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
wisata memberikan kontribusi terhadap terjadinya enurunan kualitas lingkungan di kawasan obyek wisata bendungan/waduk.
Alih fungsi lahan menimbulkan
terjadinya pengurangan
keragaman hayati dan hilangnya tutupan
masyarakat setempat. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan.
4. Kabupaten Lampung Utara sebagian besar memiliki potensi lahan kritis terbesar diikuti oleh keberadaan lahan tidak berpotensial kritis. Sedangkan untuk lahan kritis hingga sangat kritis diperkirakan seluas 22.887 Ha, dimana lahan Sangat kritis seluas 2.986,23 Ha yang tersebar di sebagian Kecamatan Abung Raja, Abung
Rencana Kawasan
(1) Rehabilitasi Lahan Kritis, dimana
Rahabilitasi lahan kritis memerlukan perencanaan yang matang dari aspek teknologi spesifik lokasi yang akan digunakan, jenis tanaman pilihan, pola budidaya yang akan digunakan,
pola pemberdayaan masyarakat
setempat, perangkat hukum yang diperlukan untuk membuat gerakan
lebih terarah serta mencegah
meluasnya lahan kritis baru.
(2) Lahan kritis mempunyai karakteristik
yang dinamis akibat perkembangan
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 32
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
Tengah dan Abung Tinggi dan lahan kritis seluas 19.900,97 Ha yang tersebar di Kecamatan Abung Raja, Abung Tengah dan Abung Tinggi dan sebagian Kecamatan Muara Sungkai dan Bunga Mayang yang sebagian besar berada di sepanjang aliran sungai yang menyebabkan potensi rawan banjir (Dinas Kehutanan dan
penduduk akan kebutuhan lahan. Sehingga identifikasi tipologi dan penentuan lahan kritis bias berubah sewaktu-waktu. Untuk itu, perlu
adanya penelitian untuk meng-up
date informasi karakteristik lahan agar penanganannya dapat optimal.
(3) Membuat sumur resapan untuk
menahan air hujan di wilayah terbangun.
(4) Penanaman tanaman penutup tanah
(penghijauan).
5. Kabupaten Lampung Utara memiliki potensi penghasil pertanian (Pertanian lahan basah dan perikanan) serta perkebunan yang cukup baik sehingga kebutuhan akan keberadaan industri pengolahan pertanian dan perkebunan dipacu
Penurunan kualitas air dan kerusakan permukaan tanah,
(1) Sebelum kegiatan pengelolaan
perkebunan dilakukan wajib
dilakukan studi kelayakan dan studi amdal yang hasilnya disetujui oleh tim evaluasi dari lembaga yang berwenang.
(2) Ketentuan pelarangan kegiatan
pengelolaan perkebunan yang
menimbulkan kerusakan lingkungan seperti land clearing dengan cara dilakukan pembakaran.
(3) Limbah padat tanpa pengolahan :
Limbah padat yang tidak
mengandung unsur kimia yang
beracun dan berbahaya dapat
langsung dibuang ke tempat tertentu
RTRW Kabupaten Lampung Utara harus memasukkan penanganan persampahan dan pengolahan limbah, baik limbah domestik maupun industri.
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 33
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
(4) Limbah padat yang mengandung
unsur kimia beracun dan berbahaya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-tempat tertentu. (5) Sebaiknya industri dapat melakukan
program minimisasi ke arah cleaner production yang terpadu dijalankan oleh semua bagian terkait baik itu produksi, enginering, maintenance, lingkungan, keuangan dan lainnya. (6) Bagi industri yang limbahnya belum
memenuhi baku mutu meskipun telah menerapkan minimisasi limbah perlu menerapkan ipal mengingat IPAL merupakan aset perusahaan yang bermanfaat untuk mengurangi beban pencemaran dan untuk kelangsungan industri di masa depan.
(7) Bagi industri yang menerapkan IPAL
dan memenuhi bakumutu buangan
air limbah perlu diberikan
penghargaan oleh Pemerintah.
Keterlibatan pemerintah, masyarakat, dan industri dalam mengusahakan daerah aliran sungai sekitar industri ditata secara berkelanjutan melalui
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 34
No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRWPengaruh
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
sistem pengelolaan bersama.
VIII. 35
8.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan / Atau Kegiatan Bidang
Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
VIII. 36
Tabel 8.4 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan
Perundangan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum KLHS
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib
AMDAL
b) Pengertian Umum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau
Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas y angdapat menimbulkan perubahan
terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban
pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib
AMDAL (Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan studi
lingkungan dengan:
1) Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM
2) Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e) Mekanisme
pelaksanaan
I. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program
terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
II. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
dan / atau program; dan
III. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kebijakan, rencana, dan / atau program yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
1) Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompetensebagai penyusun
AMDAL
2) Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan
dibantu oleh Tim Teknis.
3) Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau
ketidak layakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati / walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 37
penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakanlingkungan
f) Muatan Studi
Lingkungan
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan
ii. Kajian pengaruh rencana / program dengan isu-isu strategis
terkait pembangunan berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program
i. Kerangka acuan;
ii. Andal; dan
iii. RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka
acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata
ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan
dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuaikewenangan tentang
kelayakan atau ketidaklayakanlingkungan.
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan
perbaikan kebijakan,rencana, dan/atau program pembangunan
yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya
dukung dan daya tamping lingkungan hidup sesuai hasil KLHS
tidak diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL
RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKLRPL) didanai oleh
pemrakarsa,
Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL
dibebankan pada APBN/APBD
Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim
teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 38
j) PartisipasiMasyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota
yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
i. Yang terkena dampak;
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL
k) Atribut Lainnya:
a. Posisi
Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas
e. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam, pembangunanberkelanjutan Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi
dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci
h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan
proses iteratif dan kontinu
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal danakhir
i. Fokus pengendalia
n dampak
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan
j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian
dan persetujuan KLHS
Diperlukan institusi yang berwenang memberikanpenilaian dan persetujuan
VIII. 39
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 8.5
Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No Jenis Kegiatan Skala / Besaran
A. Persampahan
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total
> 10 ha > 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau - Kapasitas Total
semua kapasitas / besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas > 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:
- Kapasitas > 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas > 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B Pembangunan Perumahan / Permukiman
a. Kota metropolitan, luas > 25 ha
b. Kota besar, luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha
d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha
C Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 2 ha > 11 m3/hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 3 ha > 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau - Debit air limbah
> 500 ha > 16.000 m3/hari
D Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km
b. Kota sedang, panjang: > 10 km
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 40
a. Pembangunan jaringan distribusi- Luas layanan > 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- panjang > 10 km
Sumber: Permen LH 5/2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 8.6
Tabel 8.6
Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknik CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan
i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistemcontrolled
landfill atau sanitary landfill termasukinstansi penunjang: Luas kawasan, atau < 10 Ha
Kapasitas total < 10.000 ton
ii. TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha
Kapasitas total < 5.000 ton
iii. Pembangunan Transfer Station Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan SampahTerpadu Kapasitas < 500 ton
v. Pembangunan Incenerator Kapasitas < 500 ton/hari
vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/
Permukiman
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
termasuk fasilitas penunjang
Luas < 2 ha
Atau kapasitas < 11 m3/hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
Luas < 3 ha
Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site
sanitation system) diperkotaan/permukiman
Luas < 500 ha
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 41
c. Drainase Permukaan
Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi / polder di area / kawasan
pemukiman
Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
d. Air Minum
i. Pembangunan jaringan distribusi:
luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha
ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi
Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km Pedesaan, Panjang : -
iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air
permukaan lainnya (debit)
Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5
lps - < 50 lps
Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
e. Pembangunan
Gedung
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan
pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2
s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan,
laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum :
5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan
dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh
menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang
melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 42
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m22) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan
pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000
m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan,
laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum :
5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan
dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan
oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan
untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
a. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
b. Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel,
bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan
kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
c. Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan,
kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
d. Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
f. Pengembangan
kawasan
permukiman
baru
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI / POLRI,
buruh / pekerja;
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman barusebagai pusat
kegiatan sosial ekonomi lokalpedesaan (Kota Terpadu Mandiri
eks transmigrasi,fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan); Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan
pendekatan Kasiba / Lisiba ( Kawasan Siap Bangun /
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 43
Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
Luas kawasan: < 10 ha g. Peningkatan Kualitas
Permukiman
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan
pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan
infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk; Luas kawasan: < 10 ha
ii.Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan
perbatasan, dan pulau-pulau kecil; Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan
ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan
terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat
pertumbuhan DPP)
Luas kawasan: < 10 hai.
h. Penanganan
Kawasan Kumuh
Perkotaan
i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di
perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan
peremajaan kota ( urban renewal ), disertai dengan
pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan
penyediaan bangunan rumah susun Luas kawasan: < 5 ha
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup ( SPPLH ).
Tabel 8.7
Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya
No Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Pengembangan Permukiman
1).
2).
Dst
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
1).
2).
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 44
3 Pengembangan Airminum 1).
2).
4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
1)
2)
Keterangan: Beri tanda centang (v) dalam kolom Amdal, UKL-UPL atau SPPLH
Keterangan cara pengisian kolom:
(1) Nomor urut usulan program.
(2) Komponen program per sektor diisi berdasarkan uraian desain program bidang Cipta
Karya.
Contohnya, komponen program : pembangunan infrastruktur perbatasan. Pengisian
agar sesuai dengan isian pada Tabel 10.6 Kolom 2.
(3) Lokasi diisi untuk lokus kecamatan, jika dimungkinkan agar diisi per kelurahan.
(4) Kolom (4), (5), dan (6) diisidengan tanda centang berdasarkan Tabel 10.9 dan 10.10.
Jika terdapat pertentangan isi antara tabel 10.9 dan 10.10 maka diutamakan mengacu
pada Tabel 10.9.
8.2 Aspek Sosial
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 45
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hokum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses
dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 46
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi,
serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
1) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
2) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 47
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
4) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di
kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
8.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara
VIII. 48
Tabel 8.8
Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota/Kabupaten
No Lokasi
Keterangan cara pengisian kolom:
(1) Nomor urut usulan program.
(2) Lokasi agar diisi sesuai permintaan isian.
(3) Jumlah penduduk miskin agar diisi sesuai permintaan isian.
(4) Kondisi umum agar diisi sesuai dengan permintaan isian.
(5) Permasalahan agar diisi terutama terkait wabah penyakit karena kondisi kumuh, kondisi
rumah sangat kumuh yang membutuhkan penanganan, penduduk yang mengalami
kelaparan, dll.
(6) Bentuk penanganan agar diinformasikan secara luas mencakup seluruh sektor tidak hanya
bidang Cipta Karya tapi diuraikan secara singkat.
(7)Kebutuhan penanganan adalah kebutuhan berdasarkan permasalahan yang belum
tertangani.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.