• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab VIII - DOCRPIJM 4456c3e346 BAB VIIIBAB 8 ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab VIII - DOCRPIJM 4456c3e346 BAB VIIIBAB 8 ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

VIII. 1

Bab VIII

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM

PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

DIKABUPATEN/KOTA

RPIJM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Salah satu acuan yang digunakan dalam Aspek Lingkungan Kabupaten Lampung Utara adalah dengan mengacu pada Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten Lampung Utara pada saat penyusunan RTRW Kabupaten Lampung Utara.

8.1 Aspek Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup :

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

(2)

VIII. 2

2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu

penerapan prinsip-prinsip pembangunan kualitas lingkungan secara berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 :

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah

perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan ; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis :

“Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLS digunakan

untuk menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan : “Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun

dokumen Amdal, UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional .

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan menganai KLHS.

(3)

VIII. 3

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi .

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan menganai amal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. f. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

(4)

VIII. 4

Keberlanjutan (sustainability), konsep keberlanjutan yang digunakan disini berasosiasi dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang diperkenalkan oleh World Commission on Environment and Development sebagaimana tertuang dalam laporan Brundtland: “pembangunan yang mampu memenuhi

kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka”. Wikipedia mendefinisikan

keberlanjutan sebagai karakteristik suatu proses atau kondisi tertentu yang dapat terus bertahan untuk jangka waktu yang tak terbatas. Sementara Partidario (2007) mendefinisikan keberlanjutan sebagai suatu proses atau kondisi tertentu yang dicapai sebagai hasil pembangunan berkelanjutan yang berlangsung dalam jangka panjang waktu yang panjang.

Strategis, merupakan konsepsi yang lahir dari ilmu kemiliteran dan umumnya merujuk pada kajian atau perencanaan sarana atau alat-alat untuk pencapaian tujuan suatu kebijakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1995), mendefinisikan strategi sebagai ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu di perang dan damai; atau sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Oxford Dictionary (2005) mendefinisikan strategis sebagai suatu tindakan yang ditempuh dalam tahap perencanaan dengan maksud agar tujuan atau manfaat tertentu dapat dicapai (Oxford Dictionary 2005).

Dapat disimpulkan “strategis” mengandung arti perbuatan atau aktivitas yang

(5)

VIII. 5

Bila pertimbangan lingkungan hidup dimaksud dikaji di tahap proyek, sebagaimana dikenal sebagai AMDAL, maka kajian tersebut tidak tergolong sebagai yang bersifat strategik.

Sejalan dengan pengertian tersebut, pendekatan strategis dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) dengan demikian bukanlah untuk mencari tahu apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang akan ditempuh sedemikian rupa sehingga terbangun atau terbentuk route untuk menuju masa depan yang diinginkan (Partidário 2007).

Kebijakan, Rencana dan Program (KRP), walau atribut yang membedakan ketiga istilah seringkali tidak jelas, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut (UNEP 2002: 499; Partidário 2004):

 Kebijakan (Policy): arah yang hendak ditempuh (road-map) berdasarkan

tujuan yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk mengimplementasikan tujuan.

 Rencana (Plan): desain, prioritas, opsi, sarana dan langkah-langkah yang

akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.

 Program (Programme): serangkaian komitmen, pengorganisasian

aktivitas atau sarana yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.

A. Pemahaman Terhadap KLHS

(6)

VIII. 6

KLHS pun merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. (UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Makna strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akandiraih. Dalam konteks KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunanberkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan, rencana dan/atau program sejak dini.

Pendekatan strategis dalam kebijakan, rencana dan/atau program bukanlah sekedar untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan juga untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang diperlukan sehingga menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.

Tujuan utama KLHS adalah untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. Selama ini, prosespembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain AMDAL, dipandang belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau program.

(7)

VIII. 7

program yang dirumuskan telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS, diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program.

KLHS dilaksanakan berdasarkan prinsip:

a. Terpadu;

 Memastikan bahwa kajian dampak lingkungan tepat untuk semua tahap

keputusan strategik dan relevan untuk tercapainya pembangunan keberlanjutan.

 Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sosial dan ekonomi.

 Terkait secara hirarkis dengan kebijakan di sektor tertentu dan antar

wilayah, dan bilamana perlu, dengan proyek turunannya yang wajib AMDAL.

b. Berkelanjutan;

 Memfasilitasi identifikasi alternatif atau opsi-opsi pembangunan termasuk

alternatif proposal yang lebih menjamin pencapaian keberlanjutan. c. Fokus;

 Menyediakan informasi yang tepat-guna, cukup, dan dapat

dipertanggungjawabkan untuk perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan.

 Konsentrasi pada isu-isu penting dan mendasar pembangunan

berkelanjutan.

 Sesuai dengan karakteristik proses pengambilan keputusan.  Efektif biaya dan waktu.

d. Transparan;

(8)

VIII. 8

e. Akuntabel;

 Jelasnya tanggung jawab instansi yang berkepentingan dalam pengambilan

keputusan yang bersifat strategik.

 Dilakukan secara profesional, tegas, adil, tidak berpihak, danseimbang.  Proses dapat diawasi dan diverifikasi oleh pihak independen.

 Proses pengambilan keputusan terdokumentasi dan dapat dibenarkan.

f. Partisipatif;

 Para pihak yang berkepentingan, masyarakat yang terkena dampak, dan

instansi pemerintah dilibatkan dan diinformasikan secara memadai di sepanjang proses pengambilan keputusan.

 Masukan dan pertimbangan yang diberikan dalam pengambilan keputusan

terdokumentasi secara eksplisit. g. Interaktif.

 Siklus proses bersifat dinamis dan terus memperbaiki hasil.

 Memastikan ketersediaan hasil kajian pada kondisi sedini apapun untuk

mempengaruhi proses perencanaan selanjutnya.

 Memastikan ketersediaan informasi aktual yang memadai untuk memberi

basis proses pengambilan keputusan selanjutnya.

Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan KLHS terhadap rancangan atau dokumen KRP yang:

1. Menimbulkan konsekuensi adanya rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen analisismengenai dampak lingkungan; dan/atau

2. Berpotensi :

a. Meningkatkan risiko perubahan iklim;

b. Meningkatkan kerusakan, kemerosotan, atau kepunahan keanekaragaman hayati;

(9)

VIII. 9

d. Menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis;

e. Mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis;

f. Meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan (livelihood sustainability) sekelompok masyarakat; dan/atau g. Meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.

B. Kerangka Kerja KLHS

(10)

VIII. 10

Gambar 8.1 Kerangka Kerja KLHS

Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap sebuah konsep/muatan rencana tata ruang. Langkah ini diperlukan atas alasan-alasan: a) memfokuskan telaah pada KRP yang memiliki nilai strategik, b) memfokuskan telaah pada KRP yang diindikasikan akan memberikan konsekuensi penting pada kondisi lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum metodologi pendekatan yang akan digunakan. Karena penyusunan RTRW wajib dilakukan maka tahap penapisan tidak diperlukan.

1. Pelingkupan

(11)

VIII. 11

adanya pelingkupan ini, pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan dimaksud.

2. Telaah dan Analisis Teknis

Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dij aring. Jenis-jenis kerangka telaah yang lazim dibutuhkan, antara lain:

a. Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan,

b. Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi ekosistem. c. Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap

perubahan iklim dan bencana lingkungan.

d. Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

3. Pengembangan Alternatif

Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi pokok/dasar RTRW (misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b) program atau kegiatan penerapan muatan RTRW (misalnya: pilihan intensitas pemanfaatan ruang), dan/atau c) kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya: penerapan kode bangunan yang hemat energi).

4. Pengambilan Keputusan

(12)

VIII. 12

[internal dan eksternal] appraisal, benefit-cost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai opini untuk menentukan prioritas, dll.

5. Pemantauan dan Tindak Lanjut

Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung dengan efektivitas RTRW bagi wilayah rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan pemantauan efektivitas RTRW.

6. Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat

Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi tergantung pada aras (level of detail) RTRW, peraturan perundangan yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional atau provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif. Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat.

Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.

7. Internalisasi KLHS dalam Proses Penyusunan RTRW

(13)

VIII. 13

sangat ditentukan oleh kekhususan proses pengambilan keputusan yang sedang terjadi pada masing-masing RTRW.

Dalam kasus dimana proses perencanaan RTRW belum terbentuk atau dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari langkah-langkah pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi dimana KLHS hadir sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara kedua hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa komponen kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada tahap yang lain. Dapat pula terjadi situasi dimana tidak semua komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan tertentu tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu sendiri.

Gambar 8.2

(14)

VIII. 14

Kerangka kerja diatas bisa dilakukan paralel atau semi terintegrasi terhadap proses revisi RTRW, misalnya dengan melakukan langkah-langkah (1) dan (2) pada tahap persiapan revisi RTRW, langkah (3) dan (4) pada tahap pengumpulan data dan analisis RTRW, dan langkah (5) dan (6) pada proses konsepsi muatan RTRW hasil revisi. Namun bisa pula dilakukan proses KLHS terpisah saat draft dokumen hasil revisi RTRW sudah siap untuk ditelaah.

Gambar 8.3

Kerangka Kerja untuk Penyusunan RTRW baru

(mengadopsi pendekatan Integrated Assesment/SustainabilityAppraisal)

Kerangka kerja diatas dilakukan terintegrasi dengan proses penyusunan RTRW. Sebagai contoh, langkah (1) dilakukan pada tahap persiapan, langkah (2) dan (3) dilakukan selama proses analisis dan penyusunan konsep RTRW, dan langkah (4) masuk pada penjabaran program dan kegiatan dalam RTRW.

C. Metode Pendekatan dan Analisis

(15)

VIII. 15

metode tertentu untuk KLHS di Indonesia. Penyelenggara KLHS dapat memilih pendekatan dan metode yang sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi sepanjang tujuan, prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam KLHS terpenuhi.

Berdasarkan pengalaman penggunaan terbaik (best practice) yang tersedia hingga saat ini, dikenal beberapa bentuk pendekatan KLHS sebagai berikut :

a. KLHS dengan kerangka dasar analisis mengenai dampak lingkungan hidup; yaitu model pendekatan yang mengikuti langkah-langkah prosedur bekerja AMDAL dan menekankan kajiannya pada efek dan dampak yang ditimbulkan KRP terhadap lingkungan hidup. Pendekatan seperti ini diantaranya dikembangkan oleh United Nations Economic Comissions for Europe (UNECE) pada Tahun 2003 dan saat ini diadopsi oleh sebagian negara di dunia.

b. KLHS sebagai kajian penilaian keberlanjutan lingkungan hidup (environmental appraisal); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai alat uji kebijakan untuk menjamin keberlangsungan lingkungan hidup. Pendekatan yang menempatkan KLHS secara khusus berpijak pada sudut pandang lingkungan hidup ini antara lain dikembangkan oleh Canadian Environmental Assessment Agency (CEAA) pada tahun 2004.

c. KLHS sebagai kajian terpadu/penilaian keberlanjutan (integrated assessment/sustainability appraisal); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai bagian dari uji kebijakan untuk menjamin keberlanjutan secara holistik. Berbeda dengan butir b, pendekatan ini menempatkan sudut pandang keterpaduan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Pola seperti ini banyak diadopsi Negara-negara di Eropa setelah dikembangkan sebagai protokol oleh European Commission pada tahun 2005.

(16)

VIII. 16

berkembang yang masih memiliki kesulitan mengintegrasikan aspek lingkungan hidup secara konkrit dalam perencanaan pembangunannya.

Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat diterapkan dalam bentuk kombinasi, sesuai dengan : hirarki dan jenis RTRW yang akan dihasilkan/ditelaah, lingkup isu mengenai sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang menjadi fokus, konteks kerangka hukum RTRW yang dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdaya manusia aparatur pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS, serta tingkat kemauan politis atas manfaat KLHS terhadap RTRW.

Tabel 8.1.

Contoh Pengaruh KLHS dalam RTRW

Tipe RTRW Pengaruh

KLHS

Tujuan KLHS dalam Penataan Ruang

RTRW berskala luas, memuat kebijakan dasar dan norma acuan bagi daerah (mis: RTRW Nasional atau Pulau)

Instrumental

 Mengidentifikasi pengaruh atau konsekuensi dari Rencana Tata Ruang Wilayah terhadap

lingkungan hidup sebagai upaya untuk mendukung proses

pengambilan keputusan

(17)

VIII. 17

Tipe RTRW Pengaruh

KLHS

Tujuan KLHS dalam Penataan Ruang

RTRW yang memuat substansi khusus wilayah tertentu, harus memadukan kepentingan antar wilayah dan stakeholder,

termasuk masyarakat (mis: RTRW Propinsi atau Kawasan tertentu setingkat Nasional atau Propinsi)

Transformatif

 Memperbaiki mutu dan proses formulasi substansi RTRW

 Memfasilitasi proses pengambilan keputusan dalam proses

perencanaan agar dapat menyeimbangkan tujuan

lingkungan hidup, dengan tujuan sosial dan ekonomi

RTRW dengan cakupan luas terkecil, berisi arahan

operasional/programatik, sangat diwarnai kekhasan situasi lokal dan aspirasi masyarakat setempat

(mis: RTRW Kabupaten/Kota, Kawasan tertentu atau Rencana Detil Tata Ruang)

Substantif

 Meminimalisasi potensi dampak penting negatif yang akan timbul sebagai akibat dari usulan substansi RTRW (tingkat  Memelihara potensi sumberdaya Sumber : Sadler (2005: 20) dengan modifikasi

Berdasarkan kompleksitasnya, KLHS dapat dilakukan dalam beragam kedalaman analisis dan penyajian. Umumnya, bentuk-bentuk yang dapat dilakukan adalah KLHS telaah cepat dan KLHS telaah rinci dengan rentang perbedaan cukup besar, sejalan dengan beragamnya situasi yang harus mempertimbangkan berbagai kepentingan dan bentuk kesepakatan yang dicapai antar pihak yang berkepentingan.

 Telaah cepat adalah bentuk sederhana KLHS yang umumnya berbentuk

(18)

VIII. 18

Pendekatan telaah antara lain berbentuk penggunaan daftar pertanyaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan disepakati oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau sistem pengujian dan penilaian cepat lainnya yang dikenal.

 Telaah rinci adalah bentuk KLHS yang melalui proses pengumpulan data

dasar, analisis yang lebih komprehensif, formulasi alternatif perbaikan KRP, penulisan dokumen, proses konsultasi yang memadai, dan terbuka terhadap masukan dari berbagai institusi dan masyarakat.

Telaah rinci memiliki rentang kedalaman yang didasarkan atas perbedaan ketersediaan data, jenis isu pokok, kerincian analisis dan kajian, pertimbangan atas dampak keseluruhan dan kumulatif dari KRP, serta intensitas dan kualitas konsultasi antara pihak-pihak yang berkepentingan.

Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan dikaji. Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel 2 memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi pemilihan metode.

Tabel 8.2

Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya

Pilihan Metode

Deskripsi Umum Pertimbangan Catatan

Metode

Keterbatasan waktu dan

sumberdaya.

Tidak tersedia data yang

(19)

VIII. 19

Pilihan Metode

Deskripsi Umum Pertimbangan Catatan

cukup.

Kebijakan, rencana

dan/atau program memerlukan masukan segera.

Tersedia data dan informasi

yang cukup. kompleks dan cukup waktu untuk menyusunnya. Tersedia data dan sumber

daya yang melimpah. Tersedia ahli yang dapat

mengerjakan.

Sumber : Draft Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis,

Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup

Catatan:

1. Dalam prakteknya, metoda semi detil dan detil tidak selalu dapat dibedakan secara tajam. Dengan demikian, tidak perlu diperdebatkan atau dipermasalahkan perbedaan antara kedua metode tersebut.

(20)

VIII. 20

3. Selain metode analisis teknis di atas, dalam proses pertimbangan pilihan diperlukan pendekatan lain dalam proses pelaksanaan KLHS, seperti pendekatan focus group discussion (FGD), forum workshop dsb.

Berdasarkan keterbatasan waktu dan kebutuhannya, maka dalam penyusunan KLHS RTRW Kabupaten Lampung Utara dilakukan dengan pendekatan Metode Cepat(Quick Appraisal), dimana metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi.

Metode ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan

2. Subtansi RTRW

3. Pengaruh pengaruh antara suatu komponen kebijakan, rencana dan/atau program dengan potensi dampak dan/atau risiko lingkungan hidup

4. Alternatif mitigasi sebagai upaya pengendalian dan pencegahan terjadinya dampak dari proses pembangunan yang tidak diinginkan.

5. Rekomendasi, merupakan usulan perbaikan muatan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan hasi perumusan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program.

(21)

VIII. 21

Kajian Lingkungan Hidup Strategis RTRW Kabupaten Lampung Utara Dengan Metode Pendekatan Quick appraisal

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

(22)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 22

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

1. Berkurangnya kawasan hutan

lindung yang ada di Kabupaten

Lampung Utara yaitu Reg. 24

Bukit Punggur dan Reg. 34

Tangkit Tebak seluas 29.500

Ha dan Reg 46. Hutan

Produksi Way Hanakau,

dimana menurut data terakhir

(SLHD Kab. Lampung Utara)

Tahun 2009 kerusakan

tersebut terjadi akibat

perambahan hutan yang

mencapai 14,23 Ha, baik yang

disebabkan oleh penebangan

hutan secara illegal maupun

pembangunan kegiatan

budidaya (permukiman,

perkebunan) di dalam kawasan

hutan lindung dan atau hutan

lindung menimbulkan

keanekaragaman

kekayaan hayati,

genetis, dan geografis

tidak berfungsi.

Pengendalian terhadap kegiatan

perambahan hutan:

(1) Dalam jangka pendek adalah

penegakan hukum, salah stunya

dengan inventarisasi jumlah

perambah, luas dan lokasi

perambahan yang kemudian

dilakukan kebijakan-kebijakan serta

aturan pelarangan bagi perambahan

hutan. Hal ini sangat penting untuk

mencegah praktek-praktek

perambahan hutan yang semakin

luas.

(2) Pembagian blok hutan lindung yang

dibagi menjadi blok perlindungan dan

blok pemanfaatan.

(3) Upaya penanaman kembali

(reboisasi) hutan yang telah rusak

dan rehabilitasi tanaman yang sudah

terdegradasi.

(4) Dibentuknya institusi pengelola hutan

RTRW Kabupaten Lampung

Utara harus memasukkan

alternatif mitigasi terkait

pemantauan kawasan hutan

secara ketat dan aturan

pengendalian kegiatan

budidaya yang merusak dan

(23)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 23

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

terganggunya suplly

air bagi masyarakat.

di tingkat tapak dalam bentuk

unit-unit pengelolaan hutan (KPH) pada

sebagian besar kawasan hutan

produksi dan hutan lindung, dengan

sistem operasional yang ketat.

(5) Pemungutan hasil hutan bukan kayu

pada hutan lindung ilakukan dengan

ketentuan: hasil hutan bukan kayu

yang dipungut harus sudah tersedia

secara alami; tidak merusak

lingkungan; dan tidak mengurangi,

mengubah, atau menghilangkan

fungsi utamanya.

(6) Pemungutan hasil hutan bukan kayu

pada hutan lindung hanya boleh

dilakukan oleh masyarakat di sekitar

hutan.

 Pada hutan lindung, dilarang memungut hasil hutan bukan kayu

yang banyaknya melebihi

(24)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 24

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

dan dilarang emungut beberapa

jenis hasil hutan yang dilindungi

oleh undang-undang.

 Pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan

produksi diberikan untuk

memenuhi kebutuhan

pembangunan fasilitas umum

kelompok masyarakat setempat,

dengan ketentuan paling banyak

50 (lima puluh) meter kubik dan

tidak untuk diperdagangkan dan

juga diberikan untuk memenuhi

kebutuhan individu, dengan

ketentuan paling banyak 20 (dua

puluh) meter kubik untuk setiap

kepala keluarga dan tidak untuk

diperdagangkan.

(7) Pembinaan dan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai sebab akibat

(25)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 25

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

Pengendalian terhadap perkembangan

permukiman dan perkebunan di kawasan

hutan :

(1) Penegasan Batas Kawasan Hutan.

(2) Ketentuan terhadap kegiatan

pengelolaan hutan.

(3) Kebijakan terhadap

(4) Relokasi kawasan permukiman yang

berada di dalam kawasan hutan

karena dapat mengganggu fungsi

lindung.

(5) Menghilangkan enclave dalam

rangka memudahkan pengelolaan

kawasan hutan

(6) Pengelolaan kegiatan budidaya

dilakukan dengan tetap memelihara

fungsi lindung kawasan yang

bersangkutan.

(8) Agroforestri adalah salah satu sistem

(26)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 26

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

dapat ditawarkan untuk mengatasi

masalah yang timbul akibat adanya

alih fungsi lahan tersebut dan

sekaligus untuk mengatasi masalah

ketersediaan pangan.

(9) Pembinaan dan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai pentingnya

keberadaan hutan lindung bagi

ekosistem dan keberlangsungan

makhluk hidup.

(10) Pemberdayaan masyarakat setempat

melalui hutan kemasyarakatan

dilakukan melalui pemberian izin

usaha pemanfaatan hutan

kemasyarakatan.

 Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan yang berada pada

hutan lindung, meliputi kegiatan

pemanfaatan kawasan,

pemanfaatan jasa lingkungan,

(27)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 27

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

kayu.

 Pada hutan produksi, meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan,

pemanfaatan jasa lingkungan,

pemanfaatan hasil hutan kayu

dan bukan kayu, pemungutan

hasil hutan kayu dan bukan kayu.

(28)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 28

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

ada di Kabupaten Lampung Utara sudah sangat mengkhawatirkan terutama sungai yang ada di kawasan perkotaan seperti sungai Way Umban dan Way Sesah. Penurunan kualitas sungai ini terlihat dari segi warna hitam terutama pada musim kemarau, kedua sungai ini oleh masyarakat dijadikan sebagai pembuangan sampah dan air limbah rumah tangga khususnya masyarakat yang ada di pinggiran/bantaran

sungai. (SLHD sekitar aliran sungai, kemungkinan akibat yang mengalami erosi di bagian hulu DAS

DAS dalam pengaturan sistem kota-kota dan memperhatikan tata air secara berkelanjutan dalam rencana pengembangan/ pemanfaatan ruang.

(2) Ketentuan pembangunan dan

pengembangan kegiatan budidaya yang beresiko merusak fungsi sungai dengan penegasan batas sempadan.

(3) Pengendalian pencemaran air dengan

pencegahan dan pemulihan kualitas air untuk menjamin dengan baku mutu air.

(4) Penerbitan peraturan sekaligus

sosialisasi peraturan yang digunakan

sebagai landasan hukum bagi

pengelola badan air maupun

penghasil limbah dalam

mengendalikan dan mengelola

limbah.

(5) Penyediaan /pengadaan sarana dan

prasarana npengananan limbah serta monitoring dan evaluasi.

(6) Perlindungan sempadan sungai

dilakukan melaluipembatasan

pemanfaatan sempadan sungai.

(7) Perlindungan aliran pemeliharaan

sungai dilakukandengan

mengendalikan ketersediaan debit

Utara dapat

mempertimbangkan perwilayahan DAS dalam pengaturan sistem kota-kota dan dalam pengembangan/

pemanfaatan ruangnya memperhatikan tata air secara berkelanjutan.

Pengembangan kawasan budidaya diarahkan pada lokasi-lokasi yang tidak mengganggu fungsi penyangga.

(29)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 29

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

kemarau.

Beresiko terhadap terganggunya

kesehatan dan keselamatan

masyarakat dan kerusakan lingkungan, karena kualitas air yang tercemar menjadi media penyalur dan penyebar penyakit.

andalan 95%(sembilan puluh lima persen). Dalam hal debit andalan 95% (sembilan puluh limapersen) tidak tercapai, pengelola sumber

daya air harusmengendalikan

pemakaian air di hulu.

(8) Pencegahan pencemaran air sungai

dilakukan dengan :

 Penetapan daya tampung beban

pencemaran;

 Identifikasi dan inventarisasi

sumber air limbah yang masuk ke sungai;

 Penetapan persyaratan dan tata

cara pembuangan air limbah;

 Pelarangan pembuangan sampah

ke sungai;

 Pemantauan kualitas air pada

sungai; dan

 Pengawasan air limbah yang

masuk ke sungai

(9) Pembinaan dan pengawasan yang

ketat terhadap kegiatan atau usaha yang menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi sungai.

(30)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 30

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

LSM, lembaga lain dan masyarakat.

3. Adanya bendungan besar dan kecil yang jumlahnya mencapai 51 bendung dan 36 embung. Luas permukaan terbesar adalah Way Rarem ± 22.000 Ha dengan fungsi bendungan untuk mengairi sawah di dua Kabupaten yaitu Lampung Utara dan Tulang Bawang juga. Selain itu dimanfaatkan juga untuk bidang perikanan, pengendali banjir dan kepariwisataan. (SLHD KabupatenLampung fungsi bendungan dan kualitas air yang ada akibat kegiatan budidaya (pariwisata, perikanan) yang tidak memperhatikan Terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian oleh petani penggarap (pesanggem) dan pembukaan lahan oleh pengelolaa untuk berbagai fasilitas pendukung kegiatan

(1) Perlindungan sekitar

bendungan/waduk untuk kegiatan

yang menyebabkan alih fungsi

lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air.

(2) Waduk/bendungan, selain untuk

irigasi, pengendali air, perikanan, sumber energi listrik juga untuk pariwisata. Untuk itu diperlukan pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di atasnya.

(3) Waduk/bendungan yang digunakan

untuk kepentingan pariwisata

diijinkan membangun selama tidak mengurangi kualitas tata air yang ada.

(4) Pengembangan tanaman perdu,

tanaman erosi terhadap air.

(5) Membatasi dan tidak boleh

menggunakan lahan secara langsung

untuk bangunan yang tidak

berhubungan dengan pelestarian

waduk/bendungan.

(6) Pembatasan kegiatan dengan adanya

Garis sempadan ditentukan

mengelilingi waduk paling sedikit berjarak kelestarian lingkungan dan

fungsi utama

bendungan/waduk.

Wisata yang dikembangkan di haruslah wisata yang dapat mendukung fungsi utama waduk sebagai penyedia air irigasi dan mendukung konservasi tanah dan Ekowisata (ecotourism) merupakan jenis wisata yang mendukung upaya konservasi.

Ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab

(31)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 31

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

wisata memberikan kontribusi terhadap terjadinya enurunan kualitas lingkungan di kawasan obyek wisata bendungan/waduk.

Alih fungsi lahan menimbulkan

terjadinya pengurangan

keragaman hayati dan hilangnya tutupan

masyarakat setempat. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan.

4. Kabupaten Lampung Utara sebagian besar memiliki potensi lahan kritis terbesar diikuti oleh keberadaan lahan tidak berpotensial kritis. Sedangkan untuk lahan kritis hingga sangat kritis diperkirakan seluas 22.887 Ha, dimana lahan Sangat kritis seluas 2.986,23 Ha yang tersebar di sebagian Kecamatan Abung Raja, Abung

Rencana Kawasan

(1) Rehabilitasi Lahan Kritis, dimana

Rahabilitasi lahan kritis memerlukan perencanaan yang matang dari aspek teknologi spesifik lokasi yang akan digunakan, jenis tanaman pilihan, pola budidaya yang akan digunakan,

pola pemberdayaan masyarakat

setempat, perangkat hukum yang diperlukan untuk membuat gerakan

lebih terarah serta mencegah

meluasnya lahan kritis baru.

(2) Lahan kritis mempunyai karakteristik

yang dinamis akibat perkembangan

(32)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 32

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

Tengah dan Abung Tinggi dan lahan kritis seluas 19.900,97 Ha yang tersebar di Kecamatan Abung Raja, Abung Tengah dan Abung Tinggi dan sebagian Kecamatan Muara Sungkai dan Bunga Mayang yang sebagian besar berada di sepanjang aliran sungai yang menyebabkan potensi rawan banjir (Dinas Kehutanan dan

penduduk akan kebutuhan lahan. Sehingga identifikasi tipologi dan penentuan lahan kritis bias berubah sewaktu-waktu. Untuk itu, perlu

adanya penelitian untuk meng-up

date informasi karakteristik lahan agar penanganannya dapat optimal.

(3) Membuat sumur resapan untuk

menahan air hujan di wilayah terbangun.

(4) Penanaman tanaman penutup tanah

(penghijauan).

5. Kabupaten Lampung Utara memiliki potensi penghasil pertanian (Pertanian lahan basah dan perikanan) serta perkebunan yang cukup baik sehingga kebutuhan akan keberadaan industri pengolahan pertanian dan perkebunan dipacu

Penurunan kualitas air dan kerusakan permukaan tanah,

(1) Sebelum kegiatan pengelolaan

perkebunan dilakukan wajib

dilakukan studi kelayakan dan studi amdal yang hasilnya disetujui oleh tim evaluasi dari lembaga yang berwenang.

(2) Ketentuan pelarangan kegiatan

pengelolaan perkebunan yang

menimbulkan kerusakan lingkungan seperti land clearing dengan cara dilakukan pembakaran.

(3) Limbah padat tanpa pengolahan :

Limbah padat yang tidak

mengandung unsur kimia yang

beracun dan berbahaya dapat

langsung dibuang ke tempat tertentu

RTRW Kabupaten Lampung Utara harus memasukkan penanganan persampahan dan pengolahan limbah, baik limbah domestik maupun industri.

(33)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 33

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

(4) Limbah padat yang mengandung

unsur kimia beracun dan berbahaya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat-tempat tertentu. (5) Sebaiknya industri dapat melakukan

program minimisasi ke arah cleaner production yang terpadu dijalankan oleh semua bagian terkait baik itu produksi, enginering, maintenance, lingkungan, keuangan dan lainnya. (6) Bagi industri yang limbahnya belum

memenuhi baku mutu meskipun telah menerapkan minimisasi limbah perlu menerapkan ipal mengingat IPAL merupakan aset perusahaan yang bermanfaat untuk mengurangi beban pencemaran dan untuk kelangsungan industri di masa depan.

(7) Bagi industri yang menerapkan IPAL

dan memenuhi bakumutu buangan

air limbah perlu diberikan

penghargaan oleh Pemerintah.

Keterlibatan pemerintah, masyarakat, dan industri dalam mengusahakan daerah aliran sungai sekitar industri ditata secara berkelanjutan melalui

(34)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 34

No. Isu Lingkungan Strategis Substansi RTRW

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

Positif Negatif

sistem pengelolaan bersama.

(35)

VIII. 35

8.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan / Atau Kegiatan Bidang

Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

1. Proyek wajib AMDAL

(36)

VIII. 36

Tabel 8.4 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

a) Rujukan Peraturan

Perundangan

i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum KLHS

i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL

iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib

AMDAL

b) Pengertian Umum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif

untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan

telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu

wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang

direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan

keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau

Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas y angdapat menimbulkan perubahan

terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.

c) Kewajiban

pelaksanaan

Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib

AMDAL (Pemerintah/swasta)

d) Keterkaitan studi

lingkungan dengan:

1) Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM

2) Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi

menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan

Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan

e) Mekanisme

pelaksanaan

I. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program

terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;

II. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,

dan / atau program; dan

III. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan

kebijakan, rencana, dan / atau program yang

mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

1) Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompetensebagai penyusun

AMDAL

2) Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh

Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan

dibantu oleh Tim Teknis.

3) Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau

ketidak layakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati / walikota

sesuai dengan kewenangannya.

(37)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 37

penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan

lingkungan

f) Muatan Studi

Lingkungan

i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan

ii. Kajian pengaruh rencana / program dengan isu-isu strategis

terkait pembangunan berkelanjutan

iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program

i. Kerangka acuan;

ii. Andal; dan

iii. RKL-RPL.

Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka

acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata

ruang kawasan.

g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan

dalam suatu wilayah.

Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuaikewenangan tentang

kelayakan atau ketidaklayakanlingkungan.

h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan

perbaikan kebijakan,rencana, dan/atau program pembangunan

yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya

dukung dan daya tamping lingkungan hidup sesuai hasil KLHS

tidak diperbolehkan lagi.

i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan

ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan

iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL

RPL.

i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota  Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKLRPL) didanai oleh

pemrakarsa,

 Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL

dibebankan pada APBN/APBD

 Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim

teknis dibiayai oleh pemrakarsa.

 Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi

(38)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 38

j) Partisipasi

Masyarakat

Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota

yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS

Masyarakat yang dilibatkan adalah:

i. Yang terkena dampak;

ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau

iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL

k) Atribut Lainnya:

a. Posisi

Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan

b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif

c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan

d. Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas

e. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam, pembangunanberkelanjutan Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative

f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya

g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi

dan kerangka umum

Sempit, dalam dan rinci

h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan

proses iteratif dan kontinu

Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal danakhir

i. Fokus pengendalia

n dampak

Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan

j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian

dan persetujuan KLHS

Diperlukan institusi yang berwenang memberikanpenilaian dan persetujuan

(39)

VIII. 39

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:

Tabel 8.5

Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No Jenis Kegiatan Skala / Besaran

A. Persampahan

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:

- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total

> 10 ha > 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut:

- luas landfill, atau - Kapasitas Total

semua kapasitas / besaran

c. Pembangunan transfer station:

- Kapasitas > 500 ton/hari

d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:

- Kapasitas > 500 ton/hari

e. Pengolahan dengan insinerator:

- Kapasitas semua kapasitas

f. Composting Plant:

- Kapasitas > 500 ton/hari

g. Transportasi sampah dengan kereta api:

- Kapasitas > 500 ton/hari

B Pembangunan Perumahan / Permukiman

a. Kota metropolitan, luas > 25 ha

b. Kota besar, luas > 50 ha

c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha

d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha

C Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

- Luas, atau - Kapasitasnya

> 2 ha > 11 m3/hari

b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya:

- Luas, atau - Kapasitasnya

> 3 ha > 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

- Luas layanan, atau - Debit air limbah

> 500 ha > 16.000 m3/hari

D Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman

a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km

b. Kota sedang, panjang: > 10 km

(40)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 40

a. Pembangunan jaringan distribusi

- Luas layanan > 500 ha

b. Pembangunan jaringan transmisi

- panjang > 10 km

Sumber: Permen LH 5/2012

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 8.6

Tabel 8.6

Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknik CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

a. Persampahan

i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistemcontrolled

landfill atau sanitary landfill termasukinstansi penunjang:  Luas kawasan, atau < 10 Ha

 Kapasitas total < 10.000 ton

ii. TPA daerah pasang surut

 Luas landfill, atau < 5 Ha

 Kapasitas total < 5.000 ton

iii. Pembangunan Transfer Station  Kapasitas < 1.000 ton/hari

iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan SampahTerpadu  Kapasitas < 500 ton

v. Pembangunan Incenerator  Kapasitas < 500 ton/hari

vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos  Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha

b. Air Limbah Domestik/

Permukiman

i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)

termasuk fasilitas penunjang

 Luas < 2 ha

 Atau kapasitas < 11 m3/hari

ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah

 Luas < 3 ha

 Atau bahan organik < 2,4 ton/hari

iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site

sanitation system) diperkotaan/permukiman

 Luas < 500 ha

(41)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 41

c. Drainase Permukaan

Perkotaan

i. Pembangunan saluran primer dan sekunder  Panjang < 5 km

ii. Pembangunan kolam retensi / polder di area / kawasan

pemukiman

 Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha

d. Air Minum

i. Pembangunan jaringan distribusi:

 luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha

ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi

 Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km  Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km  Pedesaan, Panjang : -

iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air

permukaan lainnya (debit)

 Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps  Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps

iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap  Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps

v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:

 Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5

lps - < 50 lps

 Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps

e. Pembangunan

Gedung

i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,

perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan

rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat

penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk

mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan

pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2

s.d. 10.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung

pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan,

laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum :

5000 m2 s.d. 10.000 m2

4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan

dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh

menteri

Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka

wajib dilengkapi UKL dan UPL

ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang

melintasi prasarana dan atau sarana umum:

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,

perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan

(42)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 42

penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk

mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan

pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000

m2 s.d. 10.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung

pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan,

laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum :

5000 m2 s.d. 10.000 m2

4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan

dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan

oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan

untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:

a. Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,

perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan

rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat

penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

b. Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid

termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel,

bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan

kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

c. Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung

pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan,

kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung

pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

d. Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi

pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis

yang ditetapkan oleh menteri

Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka

wajib dilengkapi UKL dan UPL

f. Pengembangan

kawasan

permukiman

baru

i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat

berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI / POLRI,

buruh / pekerja;

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 10 ha

ii. Pengembangan kawasan permukiman barusebagai pusat

kegiatan sosial ekonomi lokalpedesaan (Kota Terpadu Mandiri

eks transmigrasi,fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);  Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

 Luas kawasan: < 10 ha

iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan

pendekatan Kasiba / Lisiba ( Kawasan Siap Bangun /

(43)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 43

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

 Luas kawasan: < 10 ha g. Peningkatan Kualitas

Permukiman

i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan

pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan

infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;  Luas kawasan: < 10 ha

ii.Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan

perbatasan, dan pulau-pulau kecil;  Luas kawasan: < 10 ha

iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan

ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan

terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat

pertumbuhan DPP)

 Luas kawasan: < 10 hai.

h. Penanganan

Kawasan Kumuh

Perkotaan

i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di

perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan

peremajaan kota ( urban renewal ), disertai dengan

pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan

penyediaan bangunan rumah susun  Luas kawasan: < 5 ha

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup ( SPPLH ).

Tabel 8.7

Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya

No Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Pengembangan Permukiman

1).

2).

Dst

2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

1).

2).

(44)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 44

3 Pengembangan Airminum 1).

2).

4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

1)

2)

Keterangan: Beri tanda centang (v) dalam kolom Amdal, UKL-UPL atau SPPLH

Keterangan cara pengisian kolom:

(1) Nomor urut usulan program.

(2) Komponen program per sektor diisi berdasarkan uraian desain program bidang Cipta

Karya.

Contohnya, komponen program : pembangunan infrastruktur perbatasan. Pengisian

agar sesuai dengan isian pada Tabel 10.6 Kolom 2.

(3) Lokasi diisi untuk lokus kecamatan, jika dimungkinkan agar diisi per kelurahan.

(4) Kolom (4), (5), dan (6) diisidengan tanda centang berdasarkan Tabel 10.9 dan 10.10.

Jika terdapat pertentangan isi antara tabel 10.9 dan 10.10 maka diutamakan mengacu

pada Tabel 10.9.

8.2 Aspek Sosial

(45)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 45

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

 Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hokum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

 Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.  Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses

dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

(46)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 46

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi,

serta kewenangan masing-masing.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

1. Pemerintah Pusat:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

1) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

2) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

(47)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 47

program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

4) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender,

khususnya untuk bidang Cipta Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di

kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

8.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Kemiskinan

Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

(48)

Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Utara

VIII. 48

Tabel 8.8

Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota/Kabupaten

No Lokasi

Keterangan cara pengisian kolom:

(1) Nomor urut usulan program.

(2) Lokasi agar diisi sesuai permintaan isian.

(3) Jumlah penduduk miskin agar diisi sesuai permintaan isian.

(4) Kondisi umum agar diisi sesuai dengan permintaan isian.

(5) Permasalahan agar diisi terutama terkait wabah penyakit karena kondisi kumuh, kondisi

rumah sangat kumuh yang membutuhkan penanganan, penduduk yang mengalami

kelaparan, dll.

(6) Bentuk penanganan agar diinformasikan secara luas mencakup seluruh sektor tidak hanya

bidang Cipta Karya tapi diuraikan secara singkat.

(7)Kebutuhan penanganan adalah kebutuhan berdasarkan permasalahan yang belum

tertangani.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

Gambar

Gambar 8.1 Kerangka Kerja KLHS
Gambar 8.2
Gambar 8.3
Tabel 8.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang pengetahuan anggota pencak silat IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) di Surabaya mengenai sifat

Komitmen perusahaan untuk memenuhi perjanjian perlindungan asuransi syariah kepada peserta yang diasuransikan dan/atau pemegang polis telah menjadi filosofi perusahaan

Sedangkan menurut Riva’i (2008:4 77), kredit macet merupakan kesulitan nasabah di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank/lembaga keuangan non bank,

Rasil analisis mendapatkan koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,004 dengan p = 0,969 (p &gt; 0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Persepsi pasien terhadap Pelayanan

tingkat kemampuan kelompok tani yang bersangkutan, Hubungan yang bersifat melembaga itu mencerminkan perilaku pelayanan KUD oleh kelompok tani, Dalam pada itu Satuan Pengendali Bi-

Pola pangan rumah tangga akan mempengaruhi status gizi balita karena setiap makanan yang dikonsumsi keluarga berpengaruh terhadap pola konsumsi balita. Pola pangan balita dapat

Berkaitan dengan hal tersebut diatas beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah 1) Perlu pengkaj ian lebih lanjut mengenai kegiatan lahan tidur secara rinci utamanya kaitan

Cairan sludge yang keluar dari CST dialirkan dan dipanaskan dengan injeksi uap langsung sampai 90-95º C. Sludge yang telah keluar dari sludge tank akan menuju