• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

A. Perkembangan Hukum Penanaman Modal di Indonesia

Tahun 1996 kiranya dapat dijadikan tahun yang cukup penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, karena dalam kurun waktu sejak kemerdekaan Republik Indonesia hingga memasuki tahun 1966, terjadi berbagai gejolak sehingga pembangunan nasional agak terabaikan. Untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) dirasakan perlu pembangunan secara menyeluruh. Namun, untuk melaksanakan pembangunan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. Jika hanya mengandalkan modal dalam negeri, tentu tidak memadai. Oleh karena itu, timbul pemikiran untuk mencari modal dari luar negeri sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah kebutuhan dana dalam melaksanakan pembangunan yang dimaksud, yakni dengan mengundang investor asing. Hanya saja, jika pilihannya mengundang investor asing, maka diperlukan landasan hukum formal yang mengatur masalah investasi asing.27

Erman Radjagukguk, mengemukakan bahwa pemerintah orde baru dibawah pimpinan presiden Soeharto menyadari sejak semula bahwa bantuan asing baik berupa bantuan teknik maupun modal bukan merupakan faktor yang

(2)

menentukan berhasilnya pembangunan ekonomi Indonesia. Namun peranan bantuan tersebut dalam masa transisi untuk memulihkan lagi ekonomi Indonesia telah diakui sebagai hal yang sangat penting. Di bawah pemerintahan presiden Soekarno, ekonomi Indonesia seakan-akan hendak mengalami keruntuhan. Indonesia tidak mampu membayar hutang luar negerinya yang pada waktu berjumlah lebih dari 2 bilyon dollar. Laju inflasi sekitar 20-30 % perbulan. Pada tahun 1966, pemerintah Indonesia mengadakan pendekatan baru dalam kebijaksanaan ekonomi, antara lain mengundang kembali masuknya modal asing. Undang-undang yang baru tentang penanaman modal asing diundangkan pada tahun 1967, yaitu UU No.1 tahun 1967, Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2818. Dalam rangka pengaturan hal-hal tersebut, dikeluarkanlah UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang sekaligus mengatur hak dan kewajiban para investor asing, memberikan jaminan kepastian hukum dan jaminan kepastian berusaha, sehingga dapat meyakinkan para investor asing tentang nasib modal yang akan ditanamkannya di Indonesia.28

Perkembangan selanjutnya, lahirlah UU No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Modal dalam negeri diartikan sebagai sumber produktif dari Masyarakat Indonesia yang dapat digunakan bagi pembangunan ekonomi pada umumnya. Modal dalam negeri adalah modal yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda Lalu mengalami perubahan dan penambahan yang diatur dalam UU No.11 Tahun 1970.

28

Hulman Pandjaitan & Anner Mangatur Sianipar, Hukum Penanaman Modal Asing.( Jakarta: IHC, 2008)), hal.7.

(3)

(bergerak dan tidak bergerak), yang dapat disisihkan /disediakan untuk menjalankan suatu usaha perusahaan. Yang dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal tersebut bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman tersebut dapat dilakukan secara langsung, yakni melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat kertas pembendaharaan negara, emisi-emisi lainnya (saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan, serta deposito dan tabungan yang berjangka sekurang-kurangnya 1 (satu)tahun.29

Perkembangan selanjutnya dapat dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Bagian Timur. Dalam usaha untuk lebih menarik minat dan meningkatkan peran penanaman modal asing dalam pembangunan di bidang ekonomi, semakin dirasakan perlu adanya berbagai kebijakan dan langkah-langkah untuk mewujudkan iklim yang memadai bagi usaha penanaman modal asing di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah pengaturan yang jelas dan mampu memberi kepastian hukum mengenai pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi pembentukan Peraturan Pemerintahan ini.

Lalu, UU ini mengalami perubahan dan perubahan yang diatur oleh UU No. 12 Tahun 1970.

30

29

Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, Penjelesan Umum alinea pertama.

(4)

Perkembangan selanjutnya setelah PP No 17 Tahun 1992 adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 24 Tahun 1994. PP ini memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100 % saham dari perusahaan asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967.31

Setelah menanti cukup lama, akhirnya ketentuan investasi yang selama empat puluh tahun diatur dalam dua undang-undang, yakni: Pertama, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1976 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan yang

Kedua, Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), Undang-undang penanaman modal dinyatakan berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April 2007. Tampak

PP ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberi rangsangan yang lebih menarik terhadap penanaman modal. Rangsangan ini sangat diperlukan untuk mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam meningkatkan daya saing dalam investasi dan perdagangan serta alih teknologi, kemampuan managerial dan modal agar semakin mampu meningkatkan investasi, pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi di berbagai daerah. Peraturan ini kemudian diubah dengan PP No. 83 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas PP No. 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

31

(5)

bahwa pembahasan terhadap pembaharuan ketentuan investasi memakan waktu relatif cukup lama. Hal ini dapat dimaklumi, sebab ruh yang terkandung dalam undang-undang penanaman modal menganut paham liberal tampaknya belum sepenuhnya dapat diterima oleh berbagai pihak yang mempunyai perhatian terhadap pengaturan hukum investasi dirangkum dalam semangat yang ada dalam UUPM yang ada saat ini. Adanya paham liberal dalam undang-undang penanaman modal ini dapat disimpulkan, dari perlakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal. Dalam undang-undang ini tidak dibedakan perlakuan terhadap penanam modal asing dengan penanam modal dalam negeri.32 Lahirnya UUPM tidak dapat dilepaskan dari perkembangan masyarakat khususnya komunitas pebisnis yang demikian dinamis, baik dalam negeri maupun di dunia internasional, terlebih lagi era masa kini yang lebih dikenal sebagai era globalisasi, arus perputaran modal pun demikian cepat dari satu tempat ke tempat lain. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum UUPM, tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usha yang kondusif di bidang ketengakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan adanya perbaikan berbagai faktor

(6)

penunjang tersebut, diharapkan penanam modal akan tertarik untuk menanamkan modalnya. 33

c. Asas akuntabilitas. Adapun maksud asas ini adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat

B. Asas, Tujuan dan Kebijakan Dasar Penanaman Modal di Indonesia

1. Asas dalam Penanaman Modal di Indonesia

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah dicantumkan sejumlah asas yang menjiwai norma yang ada dalam undang-undang penanaman modal. Tepatnya dalam Pasal 3 ayat (1) beserta penjelasannya disebutkan sejumlah asas dalam penanaman modal, yakni :

a. Asas kepastian hukum. Adapun maksud asas ini adalah asas dalam negara meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal;

b. Asas keterbukaan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal;

33

(7)

sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara. Adapun maksud asas ini adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya; e. Asas kebersamaan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang mendorong

peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat;

f. Asas efisiensi berkeadilan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efesiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya asing;

g. Asas berkelanjutan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang;

h. Asas berwawasan lingkungan. Adapun yang dimaksud dengan asas ini adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup;

(8)

i. Asas kemandirian. Adapun yang dimaksud dengan asas ini adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi;

j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Adapun maksud asas ini adalah asas yang berupaya mejaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

Dengan ditempatkannya sejumlah asas didalam Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM), hal ini berarti berbagai kebijakan tentang penanaman modal harus mengacu UUPM dan paling tidak, setiap peraturan yang akan diterbitkan baik ditingkat pusat maupun daerah harus dijiwai oleh asas-asas yang terkandung dalam UUPM.

2. Tujuan Penanaman Modal

Adapun tujuan diselenggarakannya penanam modal, dijabarkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPM, sebagai berikut:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja;

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;

(9)

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya tujuan diselenggarakannya penanaman modal sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 3 Ayat (2) diatas, dapat dilihat bahwa pembentuk undang-undang telah menggariskan suatu kebijakan jangka panjang yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan dunia investasi. Dalam ketentuan tersebut telah dijabarkan secara limitatif, tujuan yang hendak dicapai.

3. Kebijakan Dasar dalam Penanaman Modal

Kebijakan dasar penanaman modal diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu

(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :

a. Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional.

Posisi Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk mengejar ketinggalan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, pembangunan ekonomi. Maka dari itu, iklim usaha harus tercipta secara kondusif, hal ini dimaksudkan agar Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara berkembang lainnya.

(10)

b. Mempercepat peningkatan penanaman modal.

Dengan mempercepat peningkatan penanaman modal terutama modal asing, maka akan dapat memperbaiki perekonomian Indonesia menjadi lebih baik lagi.

(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:

a. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

Yang dimaksud dengan “perlakuan yang sama” adalah bahwa Pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini diterapkan pemerintah agar tidak terjadi diskriminasi antara penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing.

b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan adanya jaminan dari pemerintah mengenai kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanam modal, maka para penanam modal tidak perlu merasa ragu-ragu maupun takut apabila ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

(11)

c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Dengan dibukanya kesempatan dalam perkembangan dan perkembangan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, diharapkan laju penanaman modal di Indonesai semakin meningkat sehingga perekonomian akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

C. Bidang Usaha Penanaman Modal

Setiap penggolongan bidang usaha penanaman modal khususnya penanaman modal asing selalu berkaitan deengan bidang usaha penanaman modal.34

34

Dalam penanaman modal terdiri atas bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal dalam negeri dan bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing. Bidang usaha penanaman modal ini, diatur pada pasal 12 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu:

(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan

(12)

b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang

(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.

(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.

(5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditetapkan Peraturan Presiden tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, tepatnya diatur sebagai berikut:

1. Bab V, kriteria bidang usaha yang tertutup

(13)

Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri ditetapkan dengan berdasarkan kriteria kesehatan, keselamatan, pertahanan dan keamanan lingkungan hidup dan moral/budaya (K3LM) dan kepentingan nasional lainnya.

Pasal 2, yaitu:

Kriteria K3LM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat dirinci antara lain: 1. memelihara tatanan hidup masyarakat;

2. melindungi keanekaragaman hayati; 3. menjaga keseimbangan ekosistem; 4. memelihara kelestarian hutan alam;

5. mengawasi penggunaan Bahan Berbahaya Beracun;

6. menghindari pemalsuan dan mengawasi peredaran barang dan/atau jasa yang tidak direncanakan;

7. menjaga kedaulatan negara; atau

8. menjaga dan memelihara sumber daya terbatas.

Pasal 3, yaitu:

Bidang usaha yang dinyatakan tertutup berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia baik untuk kegiatan penanaman modal asing maupun untuk kegiatan penanaman modal dalam negeri.

(14)

Pasal 1, yaitu:

Kriteria penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah antara lain:

a. perlindungan sumber daya alam;

b. perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan koperasi (UMKMK);

c. pengawasan produksi dan distribusi;

d. peningkatan kapasitas teknologi; e. partisipasi modal dalam negeri; dan

f. kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh Pemerintah.

3. Bab VII, persyaratan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Pasal 1, yaitu:

(1) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan terdiri dari:

a. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKMK.

b. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan.

c. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal.

d. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan di lokasi tertentu. e. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus.

(15)

(2) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a hanya dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK.

(3) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, terdiri atas bidang usaha yang dicadangkan dan bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis.

(4) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanam modal asing.

(5) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d memberikan pembatasan wilayah administratif untuk penanaman modal.

(6) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dapat berupa rekomendasi dari instansi/ lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli atau harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara, dalam bidang usaha tersebut.

(7) Persyaratan yang diberikan kepada penanam modal untuk dapat memulai beroperasi/berproduksi komersial yang bersifat teknis dan yang non teknis diatur dalam Pedoman Tata-cara Perizinan bidang usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/pimpinan lembaga yang memiliki kewenangan terkait dengan bidang usaha tersebut.

(16)

Dalam Lampiran I dan II Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka bagi penanam modal di Indonesia.

Pada Lampiran I diatur mengenai daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, sebagai berikut:

1. Bidang pertanian : budidaya ganja. 2. Bidang kehutanan :

a.Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora

(CITES);

b.Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.

3. Bidang perindustrian :

a.Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt).

b.Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri c. Industri bahan kimia yang dapat merusak Lingkungan,

d.Industri bahan kimia Schedule 1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman, Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX,dll)

4. Bidang perhubungan :

a. Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal Darat b.Penyelenggaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang

(17)

c. Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor d.Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor

e. Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran f. Vessel Traffic Information System (VTIS)

g. Jasa Pemanduan Lalu Lintas Udara.

5. Bidang komunikasi dan informatika : Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

6. Bidang kebudayaan dan pariwisata : Museum Pemerintah, Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno, dsb), Pemukiman/Lingkungan Adat, Monumen, Perjudian/Kasino.

Pada Lampiran II diatur tentang daftar badan usaha yang terbuka dengan persyaratan, sebagai beikut:

a. Bidang Pertanian :

1. Budidaya tanaman pangan pokok (jagung, kedelai, kacang tanah,kacang hijau, padi, ubi kayu, ubi jalar), dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha.

2. Budidaya tanaman pangan lainnya (dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha).

3. Usaha perkebunan dengan luas kurang dari 25 Ha.

4. Usaha perbenihan perkebunan dengan luas kurang dari 25 Ha.

5. Pembibitan dan budidaya babi dengan jumlah kurang atau sama dengan 125 ekor.

(18)

7.Usaha industri pengolahan hasil perkebunan di bawah kapasitas tertentu sesuai Permentan Nomor 26 Tahun 2007.

8.Pembibitan dan Budidaya Babi (jumlah lebih dari 125 ekor). 9.Pemanfaatan Sumber Daya Genetik, maksimal 49%.

10.Pemanfaatan Produk GMO (Rekayasa Genetika), maksimal 49%.

11.Budidaya tanaman pangan pokok (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, padi, ubi kayu, ubi jalar) dengan luas lebih dari 25 Ha.

12.Usaha perbenihan/pembibitan tanaman pangan pokok (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, padi, ubi kayu, ubi jalar) maksimal 49%. Usaha perbenihan/pembibitan tanaman pangan lainnya, maksimal 95%.

13.Budidaya tanaman pangan lainnya dengan luas lebih dari 25 Ha, maksimal 95%.

14.Usaha perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih, sampai luasan tertentu sesuai Permentan Nomor 26 Tahun 2007, tanpa unit pengolahan.

15.Usaha industri perbenihan perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih, maksimal 95%.

16.Usaha industri pengolahan hasil perkebunan (dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu, sesuai Permentan Nomor 26 Tahun 2007, maksimal 95%.

17.Usaha perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih yang terintegrasi dengan unit pengolahan dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu sesuai Permentan Nomor 26 Tahun 2007, maksimal 95%.

(19)

b. Bidang Kehutanan :

1. Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dari Habitat Alam kecuali reptil (ular, biawak, kura-kura, labi-labi dan buaya).

2. Pengusahaan Hutan Tanaman Lainnya (Aren, Kemiri, Biji Asam, Bahan Baku Arang, Kayu Manis dll).

3. Industri Primer Pengolahan Hasil Hutan bukan Kayu lainnya (Getah Pinus, Bambu).

4. Pengusahaan Sarang Burung Walet di Alam.

5. Industri Kayu Gergajian (kapasitas produksi sampai dengan 2000M3/tahun. 6. Industri Primer Pengolahan Rotan.

7. Industri Barang Setengah Jadi dari Kayu Bakau: industri kerajinan ukir-ukiran kecuali mebel, industri alat-alat dapur ,industri barang yang tidak diklasifikasikan di tempat lain.

8. Pengusahaan rotan. 9. Pengusahaan getah pinus. 10. Pengusahaan bambu. 11. Pengusahaan damar. 12. Pengusahaan gaharu. 13. Pengusahaan shellak.

14. Pengusahaan tanaman pangan alternatif (sagu). 15. Pengusahaan perlebahan.

16. Pengusahaan getah-getahan.

(20)

18. Pengusahaan perburuan di Taman Buru dan Blok Buru, maksimal 49%. 19. Penangkaran Satwa Liar dan Tumbuhan, maksimal 49%.

20. Penangkaran/Budidaya Koral, maksimal 49%.

21. Pengusahaan Pariwisata Alam berupa Pengusahaan Sarana, Kegiatan dan Jasa Ekowisata di Dalam Kawasan Hutan: wisata tirta, wisata petualangan alam, wisata gua, wisata minat usaha lainnya, maksimal 51%.

22. Penangkapan dan Peredaran reptil (ular, biawak, kura-kura, labi-labi .dan buaya) dari habitat alam.

23. Pengembangan teknologi pemanfaatan genetik tumbuhan dan satwa liar. 24. Pemanfaatan (pengambilan) dan peredaran koral/karang hias dari alam untuk

akuarium.

25. Pemanfaatan (pengambilan) dan peredaran koral/karang untuk koral mati (recent death coral) dari hasil transplantasi/propagasi.

26. Industri kayu gergajian dengan kapasitas produksi di atas 2000 m³/tahun. 27. Industri veneer.

28. Industri kayu lapis.

29. Industri laminated veneer lumber (LVL). 30. Industri serpih kayu (wood chip).

31. Industri pellet kayu (wood pellet).

32. Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam.

33. Pengadaan dan peredaran benih dan bibit tanaman hutan (ekspor dan impor benih dan bibit tanaman hutan).

(21)

c. Bidang Kelautan.

1. Perikanan Tangkap dengan Menggunakan Kapal Penangkap Ikan Berukuran sampai dengan 30 GT, di Wilayah Perairan sampai dengan 12 Mil Atau Kurang.

2. Usaha Pengolahan Hasil Perikanan yang Dilakukan Secara Terpadu dengan Penangkapan Ikan di Perairan Umum.

3. Pembesaran Ikan Laut. 4. Pembenihan Ikan Laut. 5. Pembesaran Ikan Air Payau. 6. Pembenihan Ikan Air Payau. 7. Pembesaran Ikan Air Tawar. 8. Pembenihan Ikan Air Tawar.

9. Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI) : Industri Penggaraman/ Pengeringan Ikan dan Biota Perairan Lainnya, Industri Pengasapan Ikan dan Biota Perairan Lainnya.

10.Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI) Peragian, Fermentasi, Pereduksian/Pengekstaksian, Pengolahan Surimi dan Jelly Ikan.

11.Usaha pemasaran, distribusi hasil perikanan : Perdagangan Besar Hasil Perikanan, Perdagangan Ekspor Hasil Perikanan.

12.Usaha Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan ZEEI.

13.Pemanfaatan (pengambilan) dan peredaran koral/karang hias dari alam untuk akuarium.

(22)

14. Pengangkatan Benda Berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam.

15.Usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan laut lepas. 16.Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di

atas 30 GT, di wilayah perairan di atas 12 Mil. 17. Penggalian Pasir Laut.

d. Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. 1. Pembangkitan Tenaga Listrik (< 1 MW).

2. Pembangkitan Tenaga listrik Skala Kecil (1-10 MW).

3. Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Fasilitas Panas Bumi, maksimal 90%. 4. Jasa Pengeboran Panas Bumi, maksimal 95% .

5. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, maksimal 95%.

6.Jasa Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Lepas Pantai di Luar Kawasan Indonesia Bagian Timur, maksimal 95% .

7. Jasa Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Darat, maksimal 95%.

8.Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Fasilitas Migas (operating dan maintenance service).

9. Jasa Pemeliharaan dan Pengoperasian Instalasi Tenaga Listrik, maksimal 95%. 10. Pembangkitan Tenaga Listrik (> 10 MW), maksimal 95%.

11. Pembangkitan Listrik Tenaga Nuklir, maksimal 95%. 12. Transmisi Tenaga Listrik, maksimal 95% .

13. Distribusi Tenaga Listrik , maksimal 95%.

(23)

15. Jasa Engineering Procurement Construction (EPC), maksimal 95% . 16. Jasa Konsultansi Ketenagalistrikan, maksimal 95%.

17.Pengembangan Teknologi PeralatanPenyediaan Tenaga Listrik, maksimal 95%.

18. Pertambangan Mineral Radio Aktif. e. Bidang Perindustrian.

1. Industri penggaraman/ pengeringan ikan dan biota perairan lainnya dan industri pemindangan ikan.

3. Industri Pengupasan dan Pembersihan Umbi-umbian. 4. Gula Merah.

5. Industri pewarnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/celup, ikat, dengan alat yang digerakan tangan.

6. Industri Percetakan Kain terutama Motif Batik dan Tradisional. 7. Industri Batik Tulis .

8. Industri Kain Rajut khususnya Renda.

9. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khas khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah, maupun imitasi: Industri Bordir/Sulaman, Industri Anyam-anyaman dari rotan dan bambu, Industri Anyam-anyaman dari tanaman selain rotan dan bambu, Industri Kerajinan Ukir-ukiran dari kayu kecuali mebeler, Industri Alat-alat dapur dari kayu, rotan dan bambu, Industri dari kayu, rotan, gabus, yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, industri alat-alat musik tradisional.

(24)

11. Industri Pengasapan Karet.

12.Industri Barang dari Tanah Liat untuk keperluan rumah tangga khusus gerabah. 13.Industri Perkakas Tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik

untuk pertukangan dan pemotongan.

14.Industri Perkakas Tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan kecuali cangkul dan sekop.

15.Industri Jasa Pemeliharaan dan Perbaikan Sepeda Motor kecuali yang terintegrasi dengan bidang usaha penjualan sepeda motor (agen/distributor) dan Industri Reparasi Barang-barang Keperluan Pribadi dan Rumah Tangga.

16. Industri pemanisan-pengasinan buah-buahan dan sayur-sayuran.

17. Industri Makanan Olahan Dari Biji-bijian dan umbi-umbian, sagu, melinjo dan kopra: Industri Kopra, Industri Kecap, Industri Makanan dari Kedele dan kacang-kacangan selain kecap, tempe dan tahu, Industri Kerupuk, Keripik, Peyek dan Sejenisnya.

18. Industri pengolahan susu bubuk dan susu kental manis. 19. Industri pengeringan dan pengolahan tembakau. 20. Industri Batik Cap

21. Industri Pengolahan Rotan Industri Pengawetan Rotan, Bambu dan Sejenisnya Industri Barang Jadi Kayu Bakau: Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan, Industri Kerajinan Ukir-ukiran, dari Kayu kecuali mebeler.

22. Industri Barang Jadi Kayu Bakau: Industri Alat-alat Dapur. 23. Industri Minyak Atsiri.

(25)

24. Industri barang dari tanah liat untuk bahan bangunan, industri barang dari kapur dan industri barang-barang dari semen: Industri Batu Bata dan Tanah Liat/Keramik, Industri Barang Lainnya dari Tanah Liat/Keramik, Industri Kapur, Industri Barang-barang dari Semen, Industri Barang-barang dari Kapur, Industri Barang-barang dari Semen dan Kapur Lainnya.

25. Industri paku mur dan baut, industri komponen dan suku cadang motor penggerak mula, industri pompa dan kompresor, industri komponen dan perlengkapan kendaraan bermotor roda dua dan tiga, industri perlengkapan sepeda dan becak.

26. Industri alat mesin pertanian yang menggunakan teknologi madya seperti perontok padi, pemipil jagung dan traktor tangan.

27. Industri kapal kayu untuk wisata bahari dan untuk penangkapan ikan termasuk peralatan dan perlengkapannya.

28. Industri Perhiasan dari Perak: Industri Barang Perhiasan Berharga untuk Keperluan Pribadi Dari Logam Mulia, Industri Barang Perhiasan Berharga Bukan untuk Keperluan Pribadi dari Logam Mulia

29. Industri Kerajinan Lainnya: Industri Barang Perhiasan bukan untuk Keperluan Pribadi dari Bukan Logam Mulia, Industri Permata, Industri Kerajinan yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain, Industri Pengolahan Lainnya yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain.

30. Daur Ulang Barang-barang bukan Logam.

(26)

32. Industri Rokok: Industri Rokok Kretek, Industri Rokok Putih, Industri Rokok lainnya.

33. Industri Bubur Kertas Pulp (dari kayu).

34. Industri Kertas Berharga seperti Bank Notes Paper, Cheque Paper, Watermark Paper.

35. Industri Percetakan Khusus/ Dokumen Sekuriti seperti, perangko, materai, surat berharga, paspor, dokumen kependudukan dan hologram.

36. Industri Percetakan Uang. 37. Industri Siklamat dan Sakarin. 38. Industri Tinta Khusus.

39. Industri Crumb Rubber.

40. Industri Peleburan Timah Hitam.

41. Industri Gula Pasir (gula kristal, gula putih, gula kristal rafinasi, dan gula kristal mentah), minimal 95%.

f. Bidang pertahanan

1. Industri Bahan Baku Untuk Bahan Peledak (Amonium Nitrat), maksimal 49%. 2. Industri Bahan Peledak dan Komponennya Untuk Keperluan Industri,

maksimal 49%.

3. Produksi Senjata, Mesiu, Alat Peledak, dan Peralatan Perang. g. Bidang Pekerjaan Umum.

1. Jasa Konstruksi (Jasa Pelaksana Konstruksi) yang Menggunakan Teknologi Sederhana dan/atau Risiko Rendah dan/atau Nilai Pekerjaan s/d Rp. 1.000.000.000,-

(27)

2. Pengusahaan Air Minum. 3. Pengusahaan Jalan Tol.

4. Jasa Kontruksi (Jasa Pelaksana Kontruksi) yang Menggunakan Teknologi Tinggi dan/atau Risiko Tinggi dan/atau Nilai Pekerjaan Lebih dari Rp. 1.000.000.000.

5. Jasa Bisnis/Jasa Konsultansi Konstruksi: Jasa Arsitektur Pertamanan, maksimal 55%.

6. Jasa Bisnis/ Jasa Kolnsultasi Konstruksi. h. Bidang perdagangan.

1. Penjualan langsung melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan mitra usaha(Direct Selling), maksimal 95%.

2. Jasa Kebersihan Swasta. 3. Perdagangan Eceran.

4.Perdagangan besar berdasarkan balas jasa (fee) atau kontrak (jasa keagenan/Commision Agent).

5. Jasa Survei.

6. Broker properti/real estate atas dasar balas jasa (fee) atau kontrak. 7. Jasa Persewaan Alat Transportasi Darat (Rental Without Operator).

8. Persewaan Mesin Pertanian dan Peralatannya, Persewaan Mesin Kontruksi dan Teknik Sipil dan Peralatannya, Persewaan Mesin Kantor dan Peralatannya

(termasuk komputer), Persewaan Mesin Lainnya dan Peralatannya Yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat lain.

(28)

10.Jasa Kegiatan Lainnya: jasa binatu, pangkas rambut, salon kecantikan, penjahitan, perorangan yang tidak diklasifikasikan di tempat lain.

11.Perdagangan besar minuman keras/ beralkohol (importir, distributor, dan subdistributor), Perdagangan eceran minuman keras/ beralkohol, Perdagangan eceran kaki lima minuman keras/beralkohol.

i. Bidang Kebudayaan dan Pariwisata. 1. Pondok Wisata (Homestay)

2. Agen Perjalanan Wisata 3. Usaha Jasa Pramuwisata 4. Sanggar Seni

5. Galeri Seni, maksimal 67%

6.Jasa Teknik Film: Studio pengambilan gambar film maksimal 49%, Laboratorium pengolahan film maksimal 49%, Sarana pengisian suara film maksimal 49%, Sarana pencetakan dan/atau penggandaan film maksimal 49%, Sarana pengambilan gambar film , Sarana penyuntingan film, Sarana pemberian teks film.

7. Gedung Pertunjukan Seni, maksimal 67% 8. Pembuatan Film .

9. Distribusi Film (ekspor, impor dan pengedaran). 10. Penayangan: bioskop/gedung teater Film. 11. Studio Rekaman (Cassette, VCD, DVD, dll).

12. Pembuatan sarana promosi film(iklan, poster, still, photo, slide, klise, banner, pamflet, baliho, folder, dll).

(29)

13. Hotel ( Bintang 1 - 2 ): hotel bintang dua, hotel bintang satu, maksimal 51%, tidak bertentangan dengan Perda

14. Jasa Akomodasi Lainnya (Motel dan Lodging Service), maksimal 49% (Maksimal 51% apabila bermitra dengan UMKMK) tidak bertentangan dengan Perda, maksimal 51%.

15. Hotel Melati, maksimal 51%.

16.Restoran/Rumah Makan Talam: Talam Kencana, Talam Selaka, Talam Gangsa, maksimal 51%.

17.Restoran/Rumah Makan Nontalam, maksimal 49% (Maksimal 51% apabila bermitra dengan UMKMK).

18. Jasa Boga/Catering, maksimal 51%.

19.Biro Perjalanan Wisata (Outbound Tour Operator):Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Empat, Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Tiga, Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Dua, maksimal 49% (Maksimal 51% apabila bermitra dengan UMKMK), Jasa Biro Perjalanan Wisata Cakra Satu, Jasa Biro Perjalanan Wisata Noncakra. - - - - √ - - -

20. Jasa Konvensi, Pameran dan Perjalanan Insentif, maksimal 51%.

21.Usaha Jasa Impresariat, maksimal 49% (Maksimal 51% apabila bermitra dengan UMKMK).

22.Pengusahaan Obyek Wisata Budaya: Museum Swasta , Peninggalan Sejarah yang dikelola swasta, maksimal 51%.

23.Usaha Rekreasi dan Hiburan (taman rekreasi, gelanggang renang, pemandian alam, kolam pemancingan, gelanggang permainan, gelanggang bowling, rumah

(30)

biliar, kelab malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap): biliar, bowling, renang, sepak bola, tenis lapangan, kebugaran fitness, sport centre, kegiatan olahraga lainnya, golf, maksimal 49% (Maksimal 51% apabila bermitra dengan UMKMK).

24.Bar/Cafe/Singing Room (Karaoke), maksimal 49% (Maksimal 51% apabila bermitra dengan UMKMK).

25. Ketangkasan, maksimal 67%.

26. SPA (Sante Par Aqua), maksimal 51%.

27.Pengusahaan Obyek wisata Alam Di Luar Kawasan Konservasi, maksimal 51%.

j. Bidang Perhubungan

1. Angkutan Barang Peti Kemas, maksimal 49%. 2. Angkutan Barang Umum, maksimal 49%. 3. Angkutan Barang Berbahaya, maksimal 49%. 4. Angkutan Barang Khusus, maksimal 49%. 5. Angkutan Barang Alat Berat, maksimal 49%

6.Angkutan Laut:. Dalam Negeri maksimal 49%, Luar Negeri maksimal 49%, Luar Negeri (tidak termasuk cabotage):Angkutan Laut Luar Negeri untuk Penumpang (CPC 7211), Angkutan Laut Luar Negeri untuk Barang (CPC 7212), maksimal 60%.

7.Angkutan Penyeberangan: Angkutan Penyeberangan Umum Antar Propinsi, Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Propinsi, Angkutan Penyeberangan Umum Antar Kabupaten/Kota - Angkutan Penyeberangan Perintis Antar

(31)

Kabupaten/Kota, Angkutan Penyeberangan Umum dalam Kabupaten/Kota, maksimal 49%.

8. Angkutan Sungai dan Danau Kapal < 30 GT, maksimal 49%.

9.Penyediaan fasilitas pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal curah kering dan terminal Ro-Ro), maksimal 49%.

10.Penyediaan fasilitas pelabuhan berupa penampungan limbah (reception facilities),maksimal 49%.

11. Jasa salvage dan/atau pekerjaan bawah Air (PBA), maksimal 49%. 12. Usaha penunjang pada terminal, maksimal 49%.

13. Jasa Kebandarudaraan, maksimal 49%.

14.Jasa Penunjang Angkutan Udara (sistem reservasi melalui komputer, pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo/ground handling, dan penyewaan pesawat udara/aircraft leasing), maksimal 49%.

15. Angkutan Udara Bukan Niaga, maksimal 49%.

16. Pelayanan Jasa Terkait Bandar Udara, maksimal 49%.

17.Bongkar Muat Barang (maritime - - cargo handling services) (CPC 7412), maksimal 49%.

18. Jasa Pengurusan Transportasi, maksimal 49%. 19. Jasa Ekspedisi Muatan Pesawat Udara, maksimal 49%.

20.Agen Penjualan Umum (GSA) Perusahan Angkutan Udara Asing, maksimal 49%.

(32)

22. Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan sungai dan danau.

23. Angkutan Orang: dalam TrayekAngkutan Bis/Pedesaan,tidak dalam Trayek Angkutan Taksi.

24. Pelayaran Rakyat . 25. Angkutan Udara Niaga:

1. Angkutan Udara Niaga Berjadwal:

a. Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri b. Angkutan Udara Niaga Berjadwal Luar Negeri 2. Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal, maksimal 49%. k. Bidang Komunikasi dan Informatika.

1. Lembaga penyiaran komunitas (LPK) radio dan televisi

2. Jasa telekomunikasi meliputi : Warung telekomunikasi, Instalasi Kabel ke Rumah dan Gedung, Warung internet.

3. Penyelenggaraan jasa nilai tambah telepon : Layanan content (ring tone, sms premium, dsb), Pusat layanan informasi (call center), Jasa Nilai Tambah Teleponi lainnya.

4. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi : Penyelenggaraan Jaringan Tetap yaitu Lokal berbasis kabel, dengan teknologi circuit switched atau packet switched, Berbasis radio, dengan teknologi circuit switched atau packet Switched, maknimal 49%. Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup, maksimal 65%. Penyelenggaraan Jaringan Bergerak, yaitu: Seluler, Satelit maksimal 49%.

(33)

5.Penyelenggaraan Jasa Multimedia Jasa Akses Internet (Internet Service Provider), maksimal 49%.

6. Penyelenggaraan Jasa Multimedia: Jasa sistem komunikasi data maksimal 95%, jasa internet teleponi untuk keperluan publik maksimal 49%, jasa interkoneksi internet (NAP) maksimal 65%, jasa multimedia lainnya maksimal 49%.

7.Pembentukan Lembaga Pengujian Perangkat Telekomunikasi (tes laboratorium), maksimal 95%.

8. Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio dan Televisi.

9.Penyedia, Pengelola (Pengoperasian dan Penyewaan) dan Penyedia Jasa Konstruksi untuk Menara Telekomunikasi.

10. Perusahaan Pers.

11. Lembaga Penyiaran Swasta (LPS).

12. Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). 13. Penyelenggaraan Pos Maksimal 49%. l. Bidang Keuangan.

1. Sewa Guna Usaha (Leasing),maksimal 85%.

2.Pembiayaan Nonleasing:pembiayaan anjak piutang, pembiayaan konsumen, pembiayaan kartu kredit, pembiayaan nonleasing lainnya, maksimal 85%.

3. Modal Ventura, maksimal 80%.

4. Perusahaan Asuransi Kerugian, maksimal 80%. 5. Perusahaan Asuransi Jiwa, maksimal 80%. 6. Perusahaan Reasuransi,maksimal 80%.

(34)

8. Perusahaan Agen Asuransi, maksimal 80%. 9. Perusahaan Pialang Asuransi, maksimal 80%. 10. Perusahaan Pialang Reasuransi, maksimal 80% 11. Perusahaan Konsultan Aktuaria, maksimal 80% 12. Dana Pensiun.

m. Bidang Perbankan. 1. Bank Nondevisa. 2. Bank Devisa. 3. Bank Syariah.

4. Perusahaan Pialang Pasar Uang. 5. BPR Konvensional.

6. BPR Syariah.

7. Pedagang Valuta Asing.

n. Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

1. Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di dalam Negeri (seperti pendaftaran, perekrutan, pengurusan dokumen, penampungan orientasi pra pemberangkatan, pemberangkatan, penempatan dan pemulangan tenaga kerja), maksimal 49%. 2. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh [Proses pendaftaran, perekrutan, pengurusan

dokumen (antara lain perjanjian kerja), negosiasi untuk mendapatkan pekerjaan dari perusahaan pemberi kerja, memperkerjakan pekerja/buruh, seperti pekerjaan jasa cleaning service, satpam, catering dan jasa penunjang lainnya], maksimal 49%.

(35)

3. Pelatihan Kerja (untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja yang antara lain meliputi bidang kejuruan teknik dan engineering, tata niaga, bahasa, pariwisata,manajemen, teknologi informasi, seni dan pertanian yang diarahkan untuk membekali angkatan kerja memasuki dunia kerja, maksimal 49%.

4. Kegiatan Usaha Pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) dan Perikanan di Kawasan Transmigrasi.

5. Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Diluar Negeri (proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan dan pemulangan Calon Tenaga Kerja Indonesia/CTKI).

o. Bidang Pendidikan

1. Pendidikan Nonformal: Jasa Pendidikan Komputer Swasta, Jasa Pendidikan Bahasa Swasta, Jasa Pendidikan Kecantikan dan Kepribadian Swasta, Jasa Pendidikan Ketrampilan Swasta Lainnya, maksimal 49%.

2. Pendidikan Anak Usia Dini.

3.Pendidikan Dasar dan Menengah: Jasa Pendidikan Sekolah Dasar Swasta, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta, Jasa Pendidikan Sekolah Menengah Umum Swasta, Jasa Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta.

4.Pendidikan Tinggi: Jasa Pendidikan Tinggi Program Gelar Swasta, Jasa Pendidikan Tinggi Nongelar Swasta.

(36)

1. Usaha Industri Farmasi: Industri Bahan Baku Obat, Industri Obat Jadi, maksimal 75%.

2. Jasa Konsultansi Bisnis dan Manajemen (Jasa Manajemen Rumah Sakit), maksimal 67%.

3. Jasa Pengetesan Pengujian Kalibrasi Pemeliharaan Dan Perbaikan Peralatan Kesehatan, maksimal 49%.

4. Jasa Pelayanan Akupunktur , maksimal 49%.

5. Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan (Jasa Asistensi Dalam Evakuasi Pertolongan Kesehatan Dan Evakuasi Pasien Dalam Keadaan Darurat), maksimal 67%.

6. Produsen Narkotika (Industri Farmasi) Kesehatan. 7. Pedagang Besar Farmasi Narkotika.

8. Pengolahan Obat Tradisional. 9. Usaha Industri Obat Tradisional. 10. Perdagangan Besar Farmasi.

11. Perdagangan Besar Bahan Baku Farmasi. 12. Apotek (Praktik Profesi Apoteker). 13. Toko Obat/Apotek Rakyat.

14. Pusat/Balai Stasiun Penelitian Kesehatan. 15. Rumah Bersalin Swasta.

16.Clinic General Medical Services/Rumah Sakit Umum/ Klinik Pengobatan Umum.

(37)

18. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar.

19. Praktik Perorangan Tenaga Kesehatan :Praktik Dokter Umum, Praktik Dokter Spesialis, Praktik Dokter Gigi, Jasa Pelayanan Kesehatan yang dilakukan oleh Paramedis, Jasa Pelayanan Kesehatan Tradisional.

20.Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan: Ambulance Services, Pelayanan Pest Control/Fumigasi.

21.Hospital Services/Pelayanan Rumah Sakit Spesialistik/subspesialistik (200 Tempat Tidur), maksimal 67%.

22. Jasa Rumah Sakit Lainnya (Klinik Rehabilitasi Mental), maksimal 67%. 23. Klinik Kedokteran Spesialis (Clinic Specialised Medical Services), maksimal

67%.

24. Klinik Kedokteran Gigi (Clinic Specialised Dental Services), maksimal 67%. 25. Jasa Keperawatan (Nursing Services/CPC 93191), maksimal 51% (Medan dan

Surabaya), maksimal 49 % (dilakukan disekuruh Indonesia).

26.Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan (Penyewaan Peralatan Medik), maksimal 49%

27.Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan: Laboratorium Klinik, Clinic Medical Check Up, maksimal 67%.

q. Bidang Keamanan.

1. Jasa Konsultasi Keamanan, maksimal 49%.

2. Jasa Penyediaan Tenaga Keamanan, maksimal 49%.

3. Jasa Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga, maksimal 49%. 4. Jasa Penerapan Peralatan Keamanan, maksimal 49%.

(38)

5. Jasa Pendidikan dan Latihan Keamanan, maksimal 49%. 6. Jasa Penyediaan Satwa (K9), maksimal 49%.

D. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Penanaman Modal

Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.

Hak, kewajiban dan tanggung jawab penanaman modal diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007. Hak penanaman modal diatur dalam pasal 14, kewajiban penanaman modal diatur dalam pasal 15 dan tanggung jawab penanaman modal diatur dalam pasal 16, sebagai berikut:

1. Setiap penanam modal berhak mendapat (pasal 14):

a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;

(39)

d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Setiap penanam modal berkewajiban (pasal 15):

a.Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

b.Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c.Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;

d.Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

e.Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Setiap penanam modal bertanggung jawab :

a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan pperaturan-perundang-undangan;

b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;

(40)

d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;

e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak dan kewajiban yang telah diatur dalam UUPM harus ditaati oleh setiap penanam modal khususnya penanam modal asing. Penanam modal juga harus mempunyai tanggung jawab. Tanggung jawab adalah suatu keadaan menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan penanam modal. Dan tanggung jawab penanam modal ini juga telah diatur dalam UUPM. Jadi, setiap investor khususnya investor asing harus mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Bukan hanya mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal, tetapi juga di bidang lainnya, seperti di bidang lingkungan hidup, kehutanan, perpajakan, pertanahan, dan lain-lain. Apabila mereka melanggar peraturan perundang-undangan, maka dapat dikenakan sanksi. Sanksi itu, berupa sanksi pidana, sanksi perdata, sanksi administratif. Sanksi pidana merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada badan hukum asing yang telah melakukan perbuatan pidana. Sanksi perdata merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada investor asing yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atau tidak memenuhi prestasi sebagaimana ditentukan dalam kontrak. Sanksi administratif

(41)

merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada badan hukum asing, yaitu dengan cara mencabut izin yang telah diberikan kepada badan hukum asing tersebut. 35

Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberikan berbagai kemudahan. Pemberian kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestik maupun investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia. Investasi itu sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses pembangunan. Kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia, berupa kemudahan dalam bidang perpajakan dan pungutan lainnya.

E. Fasilitas Penanaman Modal

36

35

Salim HS & Budi Sutrisno, op cit, hal 213.

Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah, imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau mesin atau

(42)

peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal didaerah tertimggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan perundang-undangan.

Ketentuan tentang kemudahan-kemudahan dalam penanaman modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam pasal 18 sampai dengan 24 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, ditentukan bahwa investor, baik domestik maupun asing yang menanamkan investasinya di Indonesia diberikan kemudahan-kemudahan dalam penanaman investasinya sebagai berikut:

- Pasal 18, yaitu:

(1) Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal.

(2) Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman modal yang:

a. melakukan perluasan usaha; atau

b. melakukan penanaman modal baru.

(3) Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat(2) adalah sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria sbagai berikut :

(43)

b. termasuk skala priorotas tinggi;

c. termasuk pembangunan infrastruktur;

d. melakukan alih teknologi;

e. melakukan industri pionir;

f. berada didaerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;

i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau

j. indu stri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

(4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa :

a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;

(44)

c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi didalam negeri selama jangka waktu tertentu;

e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan

f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

(5) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.

(6) Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(45)

Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan ayat (5) diberikan berdasarkan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

- Pasal 20, yaitu:

Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang tidak berbentuk perseroan terbatas.

- Pasal 21, yaitu:

Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:

a. hak atas tanah;

b. fasilitas pelayanan keimigrasian;dan

c. fasilitas perizinan impor.

- Pasal 22, yaitu:

(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanam modal, berupa :

a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus

(46)

selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;

b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 30 (tiga puluh) tahun;dan

c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbaharui selama 25 (dua puluh lima) tahun.

(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain :

a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;

b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;

c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;

(47)

e. penanaman modal yang tidak menganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

(3) Hak atas tanah dapat diperbaharui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.

(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus dimuka dan yang dapat diperbaharui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanam modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

- Pasal 23, yaitu :

(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dapat diberikan untuk :

a. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penanaman modal;

b. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purnajual; dan

(48)

(2) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

(3) Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:

a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun;

b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2(dua) tahun berturut-turut;

c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan;

d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikn; dan

e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.

(49)

(4) Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

- Pasal 24, yaitu:

Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas perizinan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c dapat diberikan untuk impor :

a. barang yang selama tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perdagangan barang;

b. barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, dan moral bangsa

c. barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia; dan

d. barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri.

Dengan diberikannya fasilitas dalam penanaman modal oleh Pemerintah, diharapkan investor domestik maupun investor asing mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam menanamkan investasinya di Indonesia seperti fasilitas pelayanan keimigrasian, fasilitas hak atas tanah, fasilitas perizinan impor, dan lain-lain. Serta dengan adanya kemudahan dalam fasilitas penanaman modal ini, akan lebih banyak investor domestik terutama investor asing yang mau menanamkan modalnya di Indonesia sehingga dapat mendorong laju

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Senin tanggal Sembilan bulan Oktober tahun dua ribu tujuh belas, kami Panitia ULP Pengadaan Barang/Jasa Pengadaan Jasa Dinas Pendidikan Kota

Tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan penggunaan media gambar berseri untuk meningkatkan keterampilan menulis

Berdasarkan itu dibutuhkan sistem yang mampu menggendalikan kursor mouse berdasarkan pergerakan alami dari tubuh manusia, sistem ini yang nantinya mampu membaca nilai

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan diameter pulpa alba limpa mencit BALB/c yang diinduksi Ovalbumin setelah pemberian ekstrak etanol buah

(2) Dari hasil analisis respon siswa terhadap media yang dikembangkan dapat di tarik kesimpulan bahwa respon siswa terhadap media pembelajaran buku dan aplikasi

Jadi, ada dua faktor penyebab resistensi terhadap transformasi organisasional, yaitu: budaya yang dibawa masuk oleh karyawan dalam organisasi, dan belum adanya upaya untuk

Dalam mengkonstruksi pohon filogenetik terdapat beberapa keuntungan menggunakan urutan nukleotida dibandingkan urutan asam amino suatu organisme yaitu: (1) Pengurutan

Untuk sistem akuntansi atau sistem-sistem lainnya yang merupakan bagian atau subsistem dari sistem bisnis, maka istilah objectives yang lebih tepat.. Jadi tergantung dari