• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi

Konsep yang mendasari teori tentang ketepatan pemberian opini merujuk kepada teori akuntansi keprilakuan khususnya teori atribusi. Teori atribusi merupakan teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan kekuatan eksternal (eksternal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan (Anugerah, 2011). Lain halnya dengan kompasiana.com menyebutkan bahwa atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri.

Teori lain yang juga mendukung penelitian ini adalah teori peran (role theory). Teori peran membahas bagaimana orang memposisikan dirinya dan bagaimana tindakan yang dipilih saat melakukan interaksi dengan orang lain dalam suatu organisasi (Sukendra et al., 2015). Teori peran merupakan interaksi antara peran sosial (social role), norma (norms), dan identitas (identity) atas

(2)

orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi. Peran sosial adalah kaitan dari hak, tugas dan tanggungjawab, dan perilaku yang tepat dari orang-orang yang memiliki posisi tertentu dalam konteks sosial. Norma adalah perilaku yang dianggap tepat dan diharapkan dalam suatu peran tertentu. Sedangkan identitas adalah berkaitan dengan bagaimana seseorang menetapkan siapa dirinya dan bagaimana ia akan bertindak pada suatu situasi tertentu (Sukendraet al., 2015).

2.1.2 Profesi Auditor

Auditor adalah seorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Agoes (2012:4) auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, antara lain.

1) Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan Negara pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

2) Eksternal auditor atau akuntan public adalah seorang praktisi dan gelar professional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapat izin untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja, dan audit khusus serta jasanon assurancceseperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, jasa perpajakan. Jasa-jasa yang ditawarkan oleh akuntan publik ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi yang tidak bertujuan mencari laba.

(3)

Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).

3) Internal auditor merupakan auditor yang bekerja suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.

2.1.3 Opini Audit

Laporan audit adalah langkah terakhir dari keseluruhan proses audit. Bagian yang terpenting yang merupakan informasi utama dari laporan audit adalah opini audit. Menurut standar professional akuntan publik (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima (5) jenis opini auditor, yaitu Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelas, Pendapat Wajar dengan Pengecualian, Pendapat Tidak Wajar, dan tidak Memberikan Pendapat.

1) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapt diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Laporan keuangan yang wajar dihasilkan setelah melalui (SA 411 paragraf 04), apakah :

a) Prinsip akuntansi yang dipilih dan dilaksanakan telah berlaku umum b) Prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan

(4)

c) Laporan keuangan beserta catatannya memberikan informasi cukup yang dapat mempengaruhi penggunaannya, pemahamannya, dan penafsirannya.

d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan dan diikhtisarkan dengan semestinya, yang tidak terlalu rinci ataupun terlalu ringkas.

e) Laporan keuangan mencerminkan peristiwa dan transaksi yang mendasarinya dalam suatu cara yang menyajikan posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas dalam batas-batas yang rasional dan praktis untuk dicapai dalam laporan keuangan.

2) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language) Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing. Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelas tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor indepanden lain. Auditor harus menjelaskan hal ini dalam paragraph untuk menegaskan pemisahan tanggung jawab dalam pelaksanaan audit. b) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI.

Penyimpangan tersebut adalah penyimpangan yang terpaksa dilakukan agar tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan.

(5)

3) Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila : a) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan

lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

b) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

Penyimpangan tersebut dapar berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Bentuk dari penyimpangan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum yaitu menyangkut resiko atau ketidakpastian dan pertimbangan materialitas. Penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang menyangkut resiko atau ketidakpastian umumnya dikelompokkan kedalam satu diantara tiga golongan :

a) Pengungkapan yang tidak memadai, jika auditor berkesimpulan bahwa hal yang berkaitan dengan resiko atau ketidakpastian tidak diungkapkan secara memadai dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.

b) Ketidaktepatan prinsip akuntansi, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berkaitan dengan kontijensi atau estimasi hasil peristiwa masa dan tipe tertentu menjelaskan situasi yang disalamnya ketidakmampuan

(6)

untul membuat estimasi yang dapat menimbulkan pertanyaan tentang ketepatan prinsip akuntansi yang digunakan, dan jika auditor berkesimpulan bahwa prinsip akuntansi yang digunakan menyebabkan laporan keuangan salah disajikan secara material, ia harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.

4) Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai denga prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alas an pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat diberikan terhadap laporan keuangan. Penjelasan tersebut harus dinyatakan dalam paragraph terpisah sebelum paragrap pendapat.

5) Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion or No Opinion) Pernyataan auditor tidak memberiakan pendapat ini layak diberikan apabila :

a) Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu.

b) Auditor tidak independen terhadap klien.

2.1.4 Skeptisisme Profesional Auditor

American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) mendefinisikan Skeptisisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu bertanya dan penilaian kritis atas bukti audit tanpa obsesif mencurigakan

(7)

atau skeptis. Auditor diharapkan menggunakan skeptisisme profesional dalam melakukan audit, dan dalam mengumpulkan bukti yang cukup untuk mendukung atau menyangkal pernyataan manajemen.

PSA No. 04 SA Seksi 230 SPAP (2011) mengenai standar auditing menyatakan “dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama”, yang juga dapat disebut sebagai due professional care, yang termasuk di dalamnya sikap skeptisisme profesional yang dituntut dari auditor dengan cermat dan saksama dalam penugasan auditnya.

PSA No. 04 SA Seksi 230 SPAP (2011) menjelaskan skeptisme profesional diartikan sebagai sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis atas bukti audit. Berdasarkan IAASB (2010), skeptisisme profesional pada dasarnya adalah pola pikir. Sebuah pola pikir skeptis mendorong perilaku auditor untuk menerapkan pendekatan mempertanyakan ketika mempertimbangkan informasi dan untuk membentuk kesimpulan. Skeptisisme profesional juga termasuk menjadi waspada, misalnya, bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh, atau informasi yang perlu mempertanyakan keandalan dokumen atau tanggapan terhadap pertanyaan yang akan digunakan sebagai bukti audit.

2.1.5 Etika Profesi

Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai (Alwan and Abeer, 2013), Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan

(8)

khusus. Aturan ini merupakan aturan menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik yang menjelaskan muatan-muatan etika pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan anggota dan kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik ini yaitu: pertama, kode etik bermasud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua, kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orangorang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Gustia, 2014).

Sebagai seorang auditor, tuntutan kepercayaan masyarakat atas mutu audit yang diberikan sangat tinggi, oleh karena itu etika merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh auditor dalam melakukan tugasnya sebagai pemberi opini atas laporan keuangan. Etika yang tinggi akan tercermin pada sikap, tindakan dan perilaku oleh auditor itu sendiri. Auditor dengan etika yang baik dalam memperoleh informasi mengenai laporan keuangan klien pasti sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Pengembangan kesadaran etis atau moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan (Louwers, 1997 dalam Prawitt, 2013).

2.1.6 Prinsip Etika

Prinsip-prinsip etika menurut Joseph Institute For Advancement of Ethics (Arens, et. al. 2008) yang merupakan sebuah organisasi nirlaba bagi pengembangan kualitas etika masyarakat, yaitu dapat dipercaya, penghargaan, pertanggungjawaban, kelayakan, perhatian, dan kewarganegaraan.

(9)

1) Dapat dipercaya (trustworthiness)

Mencakup kejujuran, reliabilitas dan loyalitas. Kejujuran menuntun itikad baik untuk mengemukakan kebenaran. Integritas berarti bahwa seseorang bertindak sesuai dengan kesadara yang tinggi, dalam situasi apapun. Reliabilitas berarti melakukan semua usaha yang masuk akal untuk memenuhi komitmennya. Loyalitas adalah tanggung jawab untuk mengutamakan dan melindungi berbagai kepentingan masyarakat dan organisasi tertentu.

2) Penghargaan (respect)

Mencakup gagasan seperti kepantasan (civility), kesopansantunan (courtesy), kehormatan, toleransi, dan penerimaan. Seseorang yang terhormat akan memperlakukan pihak lainnya dengan penuh pertimbangan dan menerima perbedaan keyakinan pribadi tanpa berprasangka buruk. 3) Pertanggungjawaban (responsibility)

Berarti beranggung jawab atas tindakan seseorang serta dapat menahan diri. Pertanggungjawaban juga berarti berusaha sebaik mungkin dan memberi teladan dengan contoh, mencakup juga ketekunan serta upaya untuk melakukan perbaikan.

4) Kelayakan (fairness)

Kelayakan dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan. Perlakuan yang layak berarti bahwa situasi yang serupa akan ditangani dengan cara yang seksama pula.

(10)

5) Perhatian (caring)

Berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain dan mecakup tindakan yang mempehatikan kepentingan sesama serta memperlihatkan perbuatan baik.

6) Kewarganegaraan (citizenship)

Kewarganegaraan termasuk kepatuhan pada undang-undang serta melaksanakan kewajibannya sebagai warga Negara agar proses dalam masyarakat berjalan dengan baik, antara lain pemungutan suara, bertindak sebagai juri pengadilan di Amerika Serikat, dan melindungi sumber daya alam yang ada.

2.1.7 Komitmen Profesional

Komitmen merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kerja, dan komitmen memiliki hubungan yang positif dengan kinerja. Suatu komitmen profesional merupakan tingkat loyalitas seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya untuk dapat mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi. Keberhasilan yang tinggi akan memberikan hasil yang bernilai tinggi, hal ini yang akan menimbulkan kinerja yang tinggi pada diri auditor.

Komitmen profesi dapat diartikan sebagai intensitas identifikasi dan keterlibatan individu dengan profesi tertentu. Identifikasi ini membutuhkan beberapa tingkat kesepakatan dengan tujuan dan nilai profesi termasuk nilai moral dan etika (Gustia, 2014). Ghozali (2006:196) mendefinisikan komitmen profesi sebagai berikut: komitmen profesi didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individual dengan keterlibatan dalam suatu profesi termasuk

(11)

keyakinan, penerimaan tujuan-tujuan dan nilai-nilai profesi, kemauan untuk berupaya sekuat tenaga demi organisasi, dan keinginan menjaga keanggotaan dari suatu profesi. Ghozali (2006:196) mengidentifikasi empat alasan mengenai pentingnya memahami komitmen profesi yaitu :

1) Karir seseorang merupakan fokus utama dalam hidup.

2) Komitmen profesi mempengaruhi retensi seseorang dalam organisasi, komitmen ini memiliki implikasi penting bagi manajemen sumber daya manusia.

3) Karena keahlian profesional berkembang dari kinerja dan pengalaman kerja dapat memiliki hubungan dengan komitmen profesi. Bagi akuntan, hal ini sangat relevan karena keahliannya berkembang dari pengalaman yang ekstensif dan pendidikan berkelanjutan.

4) Studi-studi komitmen profesi memberikan pemahaman mengenai bagaimana

individual mengembangkan dan mengintegrasikan berbagai komitmen baik di dalam maupun di luar organisasi. Pengukuran latihan dan sosialisasi akuntan ke dalam profesi akuntansi adalah komitmen profesi yang didefinisikan sebagai kekuatan relatif terhadap identifikasi dan keterlibatan dalam profesi khusus.

Komitmen Profesional (Rharasati dan Dharma, 2013) menyatakan meskipun profesionalisme dan apa yang membentuk profesi dapat dipisahkan secara konseptual, penelitian tentang profesionalisme lebih dikaitkan dengan perspektif konvensional tentang profesi. Suatu komitmen profesional dapat

(12)

diartikan sebagai tingkat kesetiaan seseorang terhadap pekerjaannya sesuai dengan apa yang menjadi persepsi dari orang tersebut, sesuai dengan pendapat (Parker and Timothy, 2012).

2.1.8 Keahlian Audit

Keahlian merupakan salah satu faktor utama yang harus dimiliki seorang auditor, karena dengan keahlian yang dimiliki memungkinkan tugas-tugas yang dijalankan dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Keahlian merupakan komponen penting yang harus dimiliki seorang auditor dalam melaksanakan audit. Dimana dalam hal ini keahlian audit akan mempengaruhi tingkat kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan yang terjadi. Keahlian merupakan salah satu faktor utama yang harus dimiliki seorang auditor, keahlian yang dimiliki memungkinkan tugas-tugas yang dijalankan dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Triyanto (2014) mendefinisikan keahlian audit merupakan keahlian yang berhubungan dalam tugas pemeriksaan serta penguasaan masalah yang dapat diperiksanya ataupun pengetahuan yang dimiliki sebagai dasar untuk menunjang tugas audit.

Keahlian mengharuskan seorang auditor mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang digunakan untuk menyelesaikan tanggung jawabnya dengan kriteria seorang auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu atau yang setara; kompeten di bidang auditing, akuntansi, administrasi pemerintah dan komunikasi. Hal ini memang sangat diperlukan oleh seorang auditor, auditor yang mempunyai keahlian tinggi akan memperlihatkan hasil kerjanya dengan kualitas baik dan akan berprilaku

(13)

pantas sesuai dengan persepsi serta ekpektasi orang lain dan lingkungan tempat bekerja.

Semakin kompeten seorang auditor dan memiliki keahlian audit akan membuat lebih peka dalam menganalisis laporan keuangan yang diauditnya sehingga auditor mengetahui apakah di dalam laporan tersebut terdapat tindakan kecurangan atau tidak serta mampu mendeteksi trik-trik rekayasa yang dilakukan dalam melakukan kecurangan (Sukendraet al., 2015).

2.2 Rumusan Hipotesis

2.2.1 Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini

Skeptisme profesional sebagai sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Teori auditing yang dikemukakan oleh Mautz dan Sharaf (1961) menjelaskan bahwa seorang auditor harus memiliki sifat kehati-hatian dalam proses pemeriksaannya dan selalu mengindahkan norma-norma profesi dan norma moral yang berlaku sesuai standar professional akuntan publik (PSA 29 SA Seksi 508), yang meliputi pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas, pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, dan tidak memberikan pendapat.

Penelitian yang dilakukan oleh Adnyani et al. (2014) tentang pengaruh sikap skeptisisme profesional terhadap pemberian opini pada auditor dalam memberikan hasil informasi yang lebih banyak dan lebih signifikan daripada auditor yang memiliki tingkat skeptisisme profesional yang rendah, dan hal ini

(14)

mengakibatkan auditor memiliki skeptisisme profesional yang tinggi akan lebih dapat mendeteksi adanyafraudkarena informasi yang mereka miliki tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Royaeeet al. (2013) menyimpulkan bahwa skeptisisme professional berpengaruh secara positif terhadap pemberian opini seorang auditor. Begitupun dengan Triyanto (2014) menjelaskan pada penelitiannya bahwa skeptisisme professional memberikan dampak positif terhadap kemampuan seorang auditor dalam memberikan opini. Hal ini dipertegas oleh Dewi (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa seorang auditor yang memiliki skeptisisme professional mampu memberikan opini yang maksimal dan objektif terhadap pelaporannya. Melalui penjelasan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

H1: skeptisisme profesional berpengaruh positif pada ketepatan pemberian

opini.

2.2.2 Pengaruh Etika Profesi Terhadap Ketepatan Pemberian Opini

Etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dalam suatu hal dan etika inilah yang menjadikan seseorang memiliki akhlak yang baik sesuai norma-norma yang berlaku (Dewi, 2014). Teori disonansi kognitif dapat menjelaskan bahwa timbulnya ketidak konsistenan pada diri auditor untuk mengikuti atau tidak mengikuti sebagian dari kode etik, serta perbedaan persepsi individu mengenai hal yang etis atau tidak etis dapat menimbulkan ketidakselarasan. Hal ini diartikan apabila auditor dapat menjaga keselarasan dalam etika profesinya, ia akan dapat melaksanakan auditnya dengan baik sesuai yang diharuskan dalam kode etik profesi (Emrinaldiet al., 2014).

(15)

Hasil penelitian Gustia (2014) menunjukkan secara empiris bahwa faktor etika berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini. Hasil penelitian (Hardiningsih dan Rachmawati, 2012) juga menjadi acuan bagi penulis yang menyatakan bahwa etika juga berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini oleh auditor. Begitupun dengan (Anugerah, 2011) yang membuktikan terdapat pengaruh positif etika profesi terhadap ketepatan pemberian opini. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

H2: etika profesi berpengaruh positif pada ketepatan pemberian opini.

2.2.3 Pengaruh Komitmen Profesional Terhadap Ketepatan Pemberian Opini

Teori peran (Role Theory) membahas bagaimana orang memposisikan dirinya dan bagaimana tindakan yang dipilih saat melakukan interaksi dengan orang lain dalam suatu organisasi (Sukendra et al., 2015). Peranan yang berhubungan dengan pekerjaan menyatakan bahwa seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya di dalam perusahaan seseorang tersebut bekerja. Hal ini diartikan bahwa apabila seorang auditor dapat menentukan tindakan yang ia pilih dan mempunyai komitmen professional auditor di dalam dirinya maka auditor tersebut akan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kriteria-kriteria yang berlaku.

Ghozali (2006:196) mendefinisikan komitmen profesi sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individual dengan keterlibatan dalam suatu profesi termasuk keyakinan, penerimaan tujuan-tujuan dan nilai-nilai profesi seorang auditor, kemauan untuk berupaya sekuat tenaga demi organisasi, dan keinginan

(16)

menjaga keanggotaan dari suatu profesi. Gustia (2014) keberhasilan seseorang dalam suatu bidang pekerjaan sangat ditentukan oleh komitmen untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Komitmen dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik atau malah sebaliknya menyebabkan seseorang justru meninggalkan pekerjaannya, akibat suatu tuntutan komitmen lainnya.

Febrianty (2012) dalam penelitiannya menyatakan keberhasilan seseorang auditor dalam ketepatan pemberian opini suatu bidang pekerjaan sangat dipengaruhi oleh komitmen profesionalisme terhadap bidang yang ditekuninya. Profesionalisme sendiri harus ditunjang dengan komitmen untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Suyono (2014) membuktikan komitmen profesional merupakan suatu komitmen yang dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik dalam ketepatan pemberian opini. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Riordan (2014) menyatakan bahwa komitmen profesional memiliki pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini seorang auditor. Dari penjelasan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut.

H3: Komitmen professional berpengaruh positif pada ketepatan pemberian

opini.

2.2.4 Pengaruh Keahlian Audit Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Atribusi menyebabkan diri auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya untuk merencanakan dan melaksanakan auditnya dengan baik. Hal ini diartikan apabila seorang auditor menggunakan faktor-faktor di dalam dirinya sepeti kemampuan atau usahanya maka auditor akan dapat melaksakan

(17)

pekerjaannya dengan baik. Auditor dalam menjalankan tugasnya harus menggunakan keahliannya dengan cermat untuk merencanakan prosedur audit dan mengevaluasi bukti yang diperoleh, dengan demikian, auditor akan dapat memberikan opini yang akurat (Triyanto, 2014).

Hasil penelitian Dewi (2014) menyatakan bahwa keahlian mempunyai pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit. Begitupun dengan Sukendra et al. (2015) menjelaskan pada penelitiannya bahwa keahlian memberikan dampak positif terhadap kemampuan seorang auditor dalam memberikan opini. Hal ini dipertegas oleh Halim et al. (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa seorang auditor yang memiliki keahlian mampu memberikan opini yang objektif terhadap pelaporannya. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan hasil penelitian sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Anggrek yang di tanam pada media limbah sagu segar lebih optimal pertumbuhannya dibandingkan dengan anggrek yang di tanam pada media limbah sagu hitam dan sabut

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa LKM berbasis REACT dapat mendorong mahasiswa memiliki pemahaman yang baik terhadap konsep- konsep dan prosedur-prosedur dalam mata

Diperlukan adanya upaya analisis mengenai kondisi faktual bagaimana proses pembebasan lahan pembangunan Bendungan Jatigede, kemudian faktor-faktor apa saja yang

Poros akan memutar pisau yang akan merajang cabai yang masuk kedalam box,sehingga dihasilkan potongan yang kecil.Tujuan utama dalam pembuatan mesin perajang

1. Konsep sirkulasi pada Museum Kapal dan Perahu Tradisional adalah sirkulasi linier organis, dinamis, tetap jelas, terarah dan tidak monoton dengan memberikan titik-titik kejutan

Berdasarkan teori atribusi yang mendeskripsikan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal

bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan teks pre-processing terhadap hasil klasifikasi. Penggunaan data uji dilakukan secara acak sesuai dengan jumlah